BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian ISO 9001 : 2008 II 14... · internasional untuk ......
-
Upload
duongxuyen -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian ISO 9001 : 2008 II 14... · internasional untuk ......
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ISO 9001 : 2008
Menurut Gaspersz (2002) ISO 9001: 2008 adalah suatu standar
internasional untuk sistem manajemen mutu atau kualitas. ISO 9001: 2008
menetapkan persyaratan – persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan
penilaian dari suatu sistem manajemen mutu. ISO 9001 bukan merupakan standar
produk karena tidak ada menyatakan persyaratan – persyaratan yang harus
dipenuhi oleh sebuah produk (barang atau jasa). ISO 9001:2008 hanya merupakan
standar sistem manajemen kualitas. Namun bagaimanapun juga diharapkan bahwa
produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional, akan
berkualitas baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Quality Management System
ISO 9001 : 2008 adalah merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek –
praktek standar untuk manajemen sistem, yang menjamin kesesuaian dari suatu
proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu ditentukan atau
dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.
Elemen-elemen ISO 9001:2008 terdiri dari 8 elemen/klausul sebagai
berikut:
1. Ruang lingkup (persyaratan-persyaratan standar termasuk proses-
proses peningkatan terus-menerus dari aplikasi sistem mutu agar
dapat diterapkan pada semua perusahaan)
7
2. Referensi normatif (memuat referensi untuk menerapkan sistem
manajemen mutu ISO 9001:2008 diantaranya peraturan pemerintah
dan buku-buku panduan tentang mutu)
3. Istilah dan definisi (memuat istilah dan definisi-definisi yang
diberikan dalam ISO 9001:2008 (Quality management sistem
fundamentals and vocabulary)
4. Sistem manajemen mutu (persyaratan umum dalam
mengoperasikan organisasi dilakukan dengan pengelolaan yang
sistematis dan organisasi harus mampu menetapkan,
mendokumentasikan, melaksanakan, memelihara sistem
manajemen mutu ISO 9001:2008 dan melakukan peningkatan
berkelanjutan)
5. Tanggung jawab manajemen (komitemen manajemen puncak
untuk menuju pengembangan dan peningkatan sistem manajemen
mutu ISO 9001:2008)
6. Manajemen sumber daya (penyediaan sumber daya suatu
organisasi dilakukan secara tepat. Dalam elemen sumber daya
manusia, karyawan yang kompeten harus memiliki : pendidikan,
pelatihan, kemampuan, pengalaman, ukuran kompeten ditentukan
oleh masing-masing perusahaan, tergantung jenis usahanya)
7. Realisasi produk (menjamin bahwa proses realisasi produk berada
dibawah pengendalian, agar memenuhi persyaratan produk)
8
8. Pengukuran, analisa, dan peningkatan (organisasi harus
menetapkan rencana dan menerapkan proses pengukuran,
pemantauan, analisis dan peningkatan yang diperlukan agar
menjamin kesesuaian produk, menjamin kesesuaian dari sistem
manajemen kualitas dan meningkatkan terus-menerus efektivitas
dari sistem manajemen mutu)
Lampiran elemen ISO 9001: 2008 dapat dilihat pada lampiran 8 halaman
96. Standar ISO 9001 dapat diimplementasikan oleh semua organisasi,
perusahaan, lembaga baik yang menghasilkan produk maupun pelayanan jasa
bahkan dapat diaplikasikan oleh organisasi seperti yayasan sosial yang sungguh -
sungguh menginginkan sistem manajemennya menjadi rapi. Sifat standarnya
masih fleksibel yang implementasinya disesuaikan dengan kondisi keadaan
organisasi
Manfaat dari ISO 9001:2008 itu sendiri antara lain:
1. Menjamin kepuasan pelanggan terhadap produk/jasa yang dijual
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
3. Menanamkan rasa bangga bagi karyawan sehingga memotivasi
mereka untuk bekerja lebih baik lagi
4. Mempermudah perusahaan untuk memperoleh bisnis dan mitra
yang lebih baik dan lebih banyak
5. Sebagai materi untuk menganalisa kemampuan suatu perusahaan
6. Meningkatkan manajemen pengendalian resiko sehingga
perusahaan lebih stabil
9
7. Sistem perusahaan jadi semakin rapi dan terarah
2.1.1 Hubungan ISO 9001 : 2008 dengan sumber daya manusia
ISO 9001: 2008 mengatur tentang cara menerapkan manajemen suatu
organisasi dengan tata kelola yang rapi sehingga diharpakan dapat menghasilkan
produk yang berkualitas. Salah satunya dengan mengatur pengelolaan sumber
daya. Pengelolaan sumber daya tercantum pada elemen keenam dari ISO 9001 :
2008 dengan membagi menjadi 4 kriteria yatiu penyediaan sumber daya yang
berisi persyaratan tentang organisasi harus menerapkan dan memelihara sistem
manajemen mutu dan meningkatkan efektivitas secara berkesinambungan dan
meningkatkan kepuasaan pelanggan dengan memenuhi persyaratan pelanggan.
Kriteria kedua yaitu sumber daya manusia yang mengatur persyaratan suatu
organisasi harus memiliki sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai
pendidikan, keahlian, ketrampilan, pengalaman kerja serta menyediakan pelatihan
kerja terhadap sumber daya manusia. Kriteria yang ketiga yaitu prasarana yang
berisi persyaratan suatu organisasi harus memiliki dan memelihara prasarana
diantaranya gedung, ruang kerja dan fasilitas terkait, dan juga mengatur peralatan
(baik perangkat keras dan perangkat lunak) serta pelayanan pendukung seperti
transportasi, komunikasi, atau sistem informasi. Serta kriteria yang keempat yaitu
lingkungan kerja tealh menetapkan dan mengelola lingkungan kerja yang
diperlukan untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk.
2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menyadari pentingnya peran sumber daya manusia dalam kegiatan
perusahaan, maka hendaknya perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia
10
sebaik mungkin, karena kunci keberhasilan suatu perusahaan bukan hanya pada
keunggulan teknologi dan tersedianya dana, tapi sektor sumber daya manusianya.
Segala tindakan dan keputusan yang dibuat dalam perusahaan adalah semata-mata
untuk mencapai tujuan perusahaan, untuk itu diperlukan manusia-manusia yang
handal yang mampu menjalankan tindakan dan kemudi perusahaan agar dapat
selalu survive. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan perencanaan dan
pengelolaan yang efektif atas sumber daya manusia yang ada pada perusahaan,
sehingga segala keahlian dan tenaga yang diperlukan perusahaan dapat digunakan
sepenuhnya dengan hasil yang efektif dalam peranan tenaga kerja saat ini dan
dapat fleksibel terhadap tanggung jawab yang lain di luar peran utama tenaga
kerja tersebut dalam perusahaan.
Beberapa pengertian manajemen sumber daya manusia (MSDM) menurut
para ahli antara lain: Alwi (2012) menyatakan MSDM adalah bagaimana orang-
orang dapat dikelola dengan cara yang terbaik dalam kepentingan organisasi.
MSDM merupakan suatu metode untuk memaksimumkan hasil dari sumber daya
tenaga kerja dengan mengintegrasikan MSDM ke dalam strategi bisnis (Kenooy,
1990). Menurut Storey (1995) MSDM adalah pendekatan yang khas terhadap
manajemen tenaga kerja yang berusaha mencapai keunggulan kompetitif melalui
pengembangan strategi dari tenaga kerja yang mampu dan memiliki komitmen
tinggi dengan menggunakan tatanan kultur yang integrated, structural dan teknik-
teknik personel Sedangkan menurut Sedarmayanti (2007 ) mengatakan ada tiga
pengertian sumber daya manusia, yaitu :
11
1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
3. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan
berfungsi sebagai modal (non material/non financial) di dalam
organisasi bisnis yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (riel)
secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Dan menurut Palinggi (2008) menyatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia merupakan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan, pengambilan
keputusan, pengimplementasian, dan pengendalian sumber daya manusia yang
meliputi strategi, kiat, dan tindakan serta penerapan dari keputusan-keputusan
tersebut yang langsung menyangkut atau mempengaruhi sumber daya manusia
yang bekerja di dalam perusahaan .
Dari berbagai pendapat ahli di atas maka di dapat kesamaan tentang
pengertian manajemen sumber daya manusia yaitu pengelolaan sumber daya
manusia dengan mengimplementasikan fungsi manajemen dalam aktivitas
operasional demi terwujudnya tujuan organisasi. Agar memperoleh sumber daya
manusia dan hasil pekerjaan yang bermutu tentu saja perlu memperhatikan kinerja
karyawan, agar keberhasilan suatu perusahaan dapat dicapai. (Alwi, 2012).
2.3 Pengertian Kinerja Karyawan
Landasan yang sesungguhnya dalam suatu organisasi adalah kinerja. Jika
tidak ada kinerja maka seluruh bagian organisasi, maka tujuan tidak dapat tercapai.
12
Kinerja merupakan suatu yang dinilai dari apa yang dilakukan oleh seorang
karyawan. Dalam kerjanya dengan kata lain, kinerja individu adalah bagaimana
seorang karyawan melaksanakan pekerjaannya atau untuk kerjanya. Kinerja
karyawan yang meningkat akan turut mempengaruhi atau meningkatkan prestasi
organisasi sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai. Berikut
adalah definisi kinerja dari menurut beberapa ahli. Kinerja adalah penentuan secara
periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
(Srimindarti, 2006). Menurut Nurhayati (2008) kinerja karyawan adalah tingkat
dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut
Gomes (1995) mengatakan kinerja karyawan adalah catatan hasil atau keluaran
(outcomes) yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Menurut Mangkunegara (2001),
kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Pengertian kinerja pegawai yang dikemukakan oleh
Prawirosentono (1999), yang menyatakan bahwa : Kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Pendapat lain mengenai definisi
kinerja yang diberikan oleh Rivai (2005), sebagai berikut: Kinerja pegawai adalah
kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang
13
diharapkan. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan
individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas
kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi
juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas,2001).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan persyaratan pekerjaan,
dengan suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak
melampui batas waktu yang disediakan sehingga tujuannya akan sesuai dengan
moral maupun etika perusahaan. Dengan demikian kinerja karyawan
mempengaruhi kualitas suatu produk atau jasa yang dihasilkan.
2.4 Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau
aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan
serta sasaran yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan menurut para ahli antara lain : menurut Sutermeister (1999) terdiri dari
motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan,
minat, sikap kepribadian, kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis,
kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Menurut Hasibuan (2006)
mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu
kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas
penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja
14
tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik
pula. Nitisemito (2001), terdapat berbagai faktor kinerja karyawan, antara lain:
1. Jumlah dan komposisi dari kompensasi yang diberikan
2. Penempatan kerja yang tepat
3. Pelatihan dan promosi
4. Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan sebagainya)
5. Hubungan dengan rekan kerja
6. Hubungan dengan pemimpin
Menurut Gibson (1987) dalam Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga kelompok
variabel yang memengaruhi kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi
dan variabel psikologis. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang
berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai
sasaran suatu jabatan atau tugas.
Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1.Diagram skematis teori perilaku dan kinerja (Gibson, 1987)
Variabel
Individu
Kemampuan &
Ketrampilan :
o Mental
o Fisik
Latar belakang :
o Keluarga
o Tingkat sosial
o Pengalaman
Demografis
o Umur
o Etnis
o Jenis kelamin
Perilaku Individu
(apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)
Psikologis
Persepsi
Sikap
Kepribadian
Belajar
Motivasi
Variabel Organisasi
Sumber daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain pekerjaan
15
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja
individu. Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987), banyak dipengaruhi
oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya. Variabel psikologis
seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan
sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang
pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung
dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan
berbeda satu dengan yang lainnya. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-
variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Ilyas (2001), ada empat determinan utama dalam produktifitas organisasi
termasuk didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor determinan tersebut adalah
lingkungan, karakteristik organisasi, karakteristik kerja dan karakteristik individu.
Karakteristik kerja dan karakteristik organisasi akan memengaruhi karakteristik
individu seperti imbalan, penetapan tujuan akan meningkatkan motivasi kerja,
sedangkan prosedur seleksi tenaga kerja serta latihan dan program pengembangan
akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu.
Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan
meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Menurut Adiono (2002), mengemukakan bahwa prestasi individu disamping
16
dipengaruhi oleh motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi
peran yaitu pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk
mencapai prestasi individu. Kemampuan (ability) menunjukkan kemampuan
seseorang untuk melakukan pekerjaan dan tugas. Sedangkan menurut
Notoatmodjo (1992), ada teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya Ability
(kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan),
Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun
non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity
(pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya umpan balik hasil
kerja). Menurut Davies (1989), juga mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation). Faktor kemampuan secara psikologik terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang artinya karyawan yang
memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari maka ia akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy
Theory 1964, pendekatan atribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai : K= M x
A, yaitu K adalah kinerja, M adalah motivasi, dan A adalah ability. Konsep ini
menjadi sangat populer dan sering kali diikuti oleh ahli-ahli lain, menurut teori
ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar).
Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki kemampuan
yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang yang
17
berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor
penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif,
sehingga berdampak pada kinerja karyawan. Dari penelitian sebelumnya yang
pernah ada tentang analisis kinerja karyawan (Sukaratha,2006) menyebutkan
bahwa kinerja karyawan dipengaruhi dari motivasi, pendidikan, pengalaman
kerja, disiplin.
Dari beberapa faktor diatas, maka dapat disimpulkan ada banyak faktor
yang memepengaruhi kinerja karyawan, diantaranya faktor internal antara lain :
kemampuan intelektual, disiplin, kepuasan kerja, dan motivasi karyawan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi gaya kepemimpinan, lingkungan kerja,
kompensasi, dan sistem manajemen yang terdapat dari perusahaan tersebut.
Berikut rangkuman dalam bentuk tabel beberapa faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan menurut beberapa para penulis di atas.
18
1 Motivasi 7
2 Kemampuan 7
3 Pengetahuan 2
4 Keahlian 2
5 Pendidikan 2
6 Pengalaman 2
7 Pelatihan 3
8 Minat 1
9 Sikap kepribadian 2
10 Kondisi fisik 1
11 Kebutuhan fisiologi 1
12 kebutuhan sosial 1
13 Kebutuhan egoistik 1
14 penjelasan delegasi tugas, desain pekerjaan 2
15 Kompensasi yg diberikan di perusahaan 1
16 penempatan kerja yg tepat di perusahaan 1
17 rasa aman (pesangon) 1
18 hubungan dengan rekan kerja 1
19 hubungan dengan pemimpin 1
20 latar belakang (keluarga, tingka sosial, pengalaman) 1
21 demografis (umur) 1
22 persepsi peran 2
23 sumber daya organisasi 1
24 kepemimpinan 1
25 imbalan , insentif (materiil maupun non) 2
26 struktur 1
27 kapasitas 2
28 help (bantuan untuk terwujudnya kinerja) 2
29 environment (lingkungan tempat keja karyawan) 1
30 validity (pedoman dan uraian kerja) 1
31 evaluatiaon (umpan balik hasil kerja) 1
32 kemampuan potensi (IQ) 1
33 kemampuan reality 1
34 Disiplin 1
58
Adiono
(2002)
Notoatmodjo
(2002)
Davies
(1989)
Expectancy
Theory
Sukaratha
(2006)Jumlah
TOTAL
Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
NO Faktor yg mempengaruhi kinerja karyawan
SUMBER
Sutermeister
(1999)
Hasibuan
(2006)
Nitisemito
(2001)
Ilyas
(2001)
19
2.5 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2006) menyebutkan bahwa yang dapat dimaksud
dengan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dapat
dipelajari dan kemudian dapat diambil kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristiknya dimiliki oleh populasi tersebut.
2.6 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara pengambilan sampel
representative dari populasi. Untuk menentukan sampel dalam penelitian, terdapat
berbagai teknik sampling yang dapat digunakan. Ada 2 jenis teknik sampling
menurut Sugiyono (2011) yaitu:
1) Probability Sampling
Adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Jenis – jenis Probability Sampling yaitu :
a) Simple Random Sampling
Adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara
acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam
anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota
populasi dianggap homogen (sejenis).
b) Proportionate Stratified Random Sampling
20
Adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak
dan berstrata secara proporsional. Dilakukan ini apabila ada
anggota populasi yang tidak sejenis.
c) Disproportionate Stratified Random Sampling
Adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak
dan berstrata tetapi ada sebagian data yang kurang proporsional
pembagiannya. Dilakukan ini apabila anggota populasi heterogen.
d) Area Sampling
Adalah teknik sampling yang digunakan dengan cara mengambil
wakil dari setiap wilayah atau daerah geografis yang ada.
2) Non Probability Sampling
a) Sampling Sistematis
Adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
b) Sampling Kuota
Teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri – ciri tertentu sampai jumlah yang diinginkan.
c) Sampling Insidental
Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu
cocok sebagai sumber data.
d) Sampling Purposive
21
Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
e) Sampling Jenuh
Teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil,
kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
f) Snowball Sampling
Teknik penentuan sampel yang mula – mula jumlahnya kecil,
kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang
lama – lama menjadi besar.
Dalam pengambilan jumlah sampel ada beberapa cara yang sering
digunakan yaitu :
1) Rumus Slovin dalam Riduwan (2005)
………………………………...(1)
dimana :
n = Sampel
N = Populasi
d = nilai presisi 95 % atau tingkat kesalahan yang
dikehendaki 0,05
2) Formula Jacob Cohen dikutip oleh (Arikunto, 2010)
………..………………………………...(2)
Dimana :
22
N = Ukuran Sampel
F² = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi power dari u (di dapat dari tabel)
3) Rumus berdasarkan proporsi atau Tabel Issac dan Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan
kemudahan penentuan jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan
1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung
menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat
kesalahan yang dikehendaki. Berikut tabel penentuan jumlah sampel
dan populasi tertentu:
23
1% 5% 10% 1% 5% 10%
10 10 10 10 280 197 155 138
15 15 14 14 290 202 158 140
20 19 19 19 300 207 161 143
25 24 23 23 320 216 167 147
30 29 28 28 340 225 172 151
35 33 32 32 360 234 177 155
40 38 36 36 380 242 182 158
45 42 40 39 400 250 186 162
50 47 44 42 420 257 191 165
55 51 48 46 440 265 195 168
60 55 51 49 460 272 198 171
65 59 55 53 480 279 202 173
70 63 58 56 500 285 205 176
75 67 62 59 550 301 213 182
80 71 65 62 600 315 221 187
85 75 68 65 650 329 227 191
90 79 72 68 700 341 233 195
95 83 75 71 750 352 238 199
100 87 78 73 800 363 243 202
110 94 84 78 850 373 247 205
120 102 89 83 900 382 251 208
130 109 95 88 950 391 255 211
140 116 100 92 1000 399 258 213
150 122 105 97 1100 414 265 217
160 129 110 101 1200 427 270 221
170 135 114 105 1300 440 275 224
180 142 119 108 1400 450 279 227
190 148 123 112 1500 460 283 229
200 154 127 115 1600 469 286 232
210 160 131 118 1700 477 289 234
220 165 135 122 1800 485 292 235
230 171 139 125 1900 492 294 237
240 176 142 127 2000 498 297 238
250 182 146 130 2200 510 301 241
260 187 149 133 2400 520 304 243
270 192 152 135 2600 529 307 245
Sumber: Sugiyono, 2011
Tabel 2.2 Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi tertentu
N NSiginifikasi Siginifikasi
2.7 Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data, berdasarkan sumbernya (Sugiyono,2011) data dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu :
24
1) Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Menggunakan data primer karena peneliti
mengumpulkan sendiri data-data yang dubutuhkan yang bersumber
langsung dari objek pertama yang akan diteliti. Setelah data-data
terkumpul, data tersebut akan diolah sehingga akan menjadi sebuah
informasi bagi peneliti tentang keadaan objek penelitian.
2) Data sekunder yaitu sumber sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul. Menggunakan data
sekunder karena peneliti mengumpulkan informasi dari data yang
telah diolah oleh pihak lain.
2.8 Identification Tool
Ada beberapa cara yang sering digunakan, misalnya interviewing atau
wawancara, brain stroming, dan lain – lain.
a) Interviewing atau Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitan ini mengunakan
pedoman wawancara yang bersifat umum, yaitu pedoman
wawancara yang mencantumkan permasalahan yang akan
diidentifikasi. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan
peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus
menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan
tersebut telah dibahas atau dinyatakan (Purwandari, 2001). Dalam
Poerwandari (2007) mengungkapkan wawancara adalah percakapan
dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan
25
tertentu. Wawancara deskriptif dilakukan bila peneliti bermaksud
untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif
yang dipahami individu berkenan dengan topik yang ditelit, dan
bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal
yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Menurut Stewan
dan Cash (2000), wawancara adalah suatu proses komunikasi
interaksional antara dua orang, setidaknya satu diantaranya memilki
tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, dan biasanya
melibatkan pemberian dan menjawab pertanyan.
b) Brain Stroming
Partisipasi dari peserta sangatlah penting pada brainstorming, karena
dapat sebagai identifikasi awal dari faktor- faktor yang akan diteliti.
Proses bersifat interaktf, bergantung pada keaktifan peserta dan
fasilitatornya. Tujuannya adalah untuk mendaftar kemungkinan
faktor –faktor yang ada yang muncul di tahap awal.
c) Observasi (Pengamatan Langsung)
Yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dilokasi
untuk memperoleh data yang diperlukan.
2.9 Instrumen Penelitian
Salah satu dari instrument penelitian yang ada adalah kuisoner. Kuisoner
adalah sekumpulan sejumlah pertanyaan yang ditulis dan digunakan untuk
memperoleh informasi dan responden. Didalam membuat kuisoner perlu
diperhatikan bahwa kuisoner disamping bertujuan untuk menampung data sesuai
26
dengan kebutuhan penelitian juga merupakan suatu kerja keras yang harus
ditatalaksanakan dengan baik. Ada 4 komponen inti dari sebuah kuisoner, yaitu :
1. Adanya subyek, yaitu individu atau organisasi yang melakukan penelitian
2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk
turut serta mengisi secara aktif dan obyektif dari pertanyaan maupun
pernyataan yang tersedia
3. Adanya petunjuk pengisian kuisoner, dan petunjuk yang tersedia harus
mudah dimengerti.
4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat jawaban, baik
secara tertutup ataupun terbuka. Dalam membuat pernyataan jangan
sampai lupa isian untuk identitas dari responden
Menurut Nazir (1983) dalam hubungannya dengan leluasa dan tidaknya
responden memberikan jawaban terhadap pertanyaan – pertanyaan yang diajukan,
maka pertanyaan dapat dibagi menjadi dua jenis :
1. Pertanyaan berstruktur merupakan pertanyaan yang dibuat
sedimikian rupa, sehingga responden dibatasi dalam memberikan
jawaban beberapa alternatif saja ataupun kepada satu jawaban saja
2. Jawaban dengan cara pengungkapannya dapat bermacam – macam.
Bentuk peranyaan terbuka ini jarang digunakan dalam kuisoner,
tetapi banyak digunakan dalam wawancara
2.10 Uji Validitas dan Realibilitas
Sebelum instrument atau alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian, maka perlu dilakukan uji coba kuisoner untuk mencari kevalidan dan
27
reliabilitas alat ukur tersebut. Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah alat
ukur tersebut valid. Valid artinya ketepatan mengukur atau alat ukur tersebut tepat
untuk mengukur sebuah variable yang akan diukur. Ada dua syarat penting yang
berlaku pada sebuah kuisoner yaitu keharusan sebuah kuisoner untuk valid dan
reliable. Suatu kuisoner dikatakan valid jika pertanyaan pada suatu kuisoner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisoner tersebut.
Sedangkan suatu kuisoner dikatakan reliable / andal jika jawaban sesorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Pengujian validitas dan reliabilitas adalah proses menguji tahap – tahap
pertanyaan yang ada dalam sebuah angket, apakah isi dari butir pertanyaan
tersebut sudah valid dan reliabel. Analisis dimulai dengan menguji validitas
terlebih dahulu, baru diikuti oleh uji reliabilitas. Jadi jika sebuah tahap tidak valid,
baru otomatis akan dibuang. Tahap tahap yang sudah valid, kemudian akan secara
bersama diukur reliabilitasnya.
2.10.1 Uji validitas
Uji validitas dengan menggunakan tabel nilai – nilai r product moment
pada taraf signifikan 5 % untuk mendapat nilai r Tabel sedangkan untuk nilai r
hitung di dapat dengan bantuan program SPSS. Berikut kriteria pengujian adalah
sebagai berikut :
a) Jika r Hitung > r Tabel maka instrument atau item pertanyaan
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid)
28
b) Jika r Hitung < r Tabel maka instrumen atau item pertanyaan tidak
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid)
(Priyatno, 2010)
Nilai r Tabel sesuai dengan jumlah sampel / responden (N) dapat dilihat
pada Tabel 2.3
N r Tabel N r Tabel N r Tabel
3 0,997 27 0,381 56 0,263
4 0,950 28 0,374 60 0,254
5 0,878 29 0,387 65 0,244
6 0,811 30 0,361 70 0,235
7 0,754 31 0,355 75 0,227
8 0,707 32 0,349 80 0,220
9 0,688 33 0,344 85 0,213
10 0,632 34 0,339 90 0,207
11 0,602 35 0,334 95 0,202
12 0,576 36 0,329 100 0,195
13 0,533 37 0,325 125 0,176
14 0,532 38 0,320 150 0,159
15 0,514 39 0,316 175 0,148
16 0,497 40 0,312 200 0,138
17 0,482 41 0,308 300 0,113
18 0,468 42 0,304 400 0,098
19 0,458 43 0,301 500 0,088
20 0,444 44 0,297 600 0,080
21 0,433 45 0,294 700 0,074
22 0,423 46 0,291 800 0,070
23 0,413 47 0,288 900 0,065
24 0,404 48 0,284 1000 0,062
25 0,396 49 0,281
26 0,388 50 0,279
Sumber: Sugiyono, 2011
Tabel 2.3Nilai - nilai r Product Moment pada Taraf Signifikan 5 %
29
2.10.2 Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah keandalan atau konsistensi alat ukur tersebut dalam
mengukur apa yang hendak diukur, artinya kapan pun alat ukur itu digunakan
akan memberikan hasil yang sama. Sehingga reliabilitas merupakan ukuran suatu
kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
bentuk – bentuk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun
dalam suatu bentuk kuisoner. Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama –
sama terhadap seluruh butir pertanyaan.
Pengukuran reliabilitas pada dasarnya bisa dilakukan dengan cara :
1) Repeated Measure atau ukur ulang. Disini seseorang akan disodori
pertanyaan yang sama pada waktu berbeda, dan kemudian dilihat apakah dia
tetap konsisten dengan jawabannya. Jadi kuisoner diberikan beberapa kali
kepada responden
2) One short atau sekali saja. Disni pengukuran hanya sekali dan kemudian
hasilnya dibandingkan dengan hasil pertanyaan lain.
Dalam penelitian ini, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan cara
one short dengan menggunakan skala Likert sedangkan metode penilaian yang
digunakan adalah Alpha Cronbach. Metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan
skala Alpha Cronbach 0 sampai 1. (Triton,2005 ) Jika skala ini dikelompokan
kedalam lima kelas dengan ring yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat
diinterpretasikan sebagai berikut :
1) Nilai Alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20 berarti kurang reliabel
2) Nilai Alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40 berarti agak reliabel
30
3) Nilai Alpha Cronbach 0,41 s.d. 0,60 berarti cukup reliabel
4) Nilai Alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80 berarti reliabel
5) Nilai Alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00 berarti sangat reliabel
Uji reliabilitas pada penelititan ini menggunakan metode Alpha Cronbach
untuk menentukan apakah setiap instrument reliabel atau tidak. Uji reliabilitas
pada instrument uji coba kedua variabel yang dilakukan dengan memanfaatkan
bantuan dari software SPSS yang dapat melakukan perhitungan lebih cepat dan
akurat.
2.11 Penyusunan Skala Pengukuran
Penyusunan skala pengukuran dilakukan untuk memudahkan dalam
pembuatan skala dalam pengukuran pada kuisoner (Sugiyono, 2006) ada beberapa
skala pengukuran yang dapat digunakan dalam suatu penelitian yaitu:
1) Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam
pemakaian sakal ini, item – item pertanyaan hanya dipilah yang benar
– benar sesuai dengan kebutuhan
2) Skala Gutman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas,
yaitu “ya – tidak”, “pernah – tidak”, “positif – negatif” dan yang
lainnya. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dua
alternative
3) Skala Semantic Deferential
31
Merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, hanya
bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam
satu garis kontinum yang jawabannya sangat positifnya terletak di
bagian kanan garis, dan jawabannya yang sangat negatif terletak di
bagian kiri garis atau sebaliknya
4) Rating Scale
Dengan rating scale data mentah yang diperoleh berupa angka
kemudian ditaksirkan dalam pengertian kaulitatif
Menurut Umar (1996) skala dalam menentukan nilai dari suatu
pengukuran instrument, dapat dipergunakan satuan nilai pada suatu atribut yang
akan diukur dengan menggunakan beberapa skala yang sesuai dengan bentuk
penelitian yang akan dilaksanakan, diantaranya:
1) Skala Nominal
Skala nominal adalah skala yang paling sederhana dimana angka yang
diberikan kepada suatu kategori tidak menggambarkan kedudukan
kategori tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi hanya sekedar kode
maupun label
2) Skala Ordinal
Skala ini memungkinkan untuk dilakukan data dari tingkat yang paling
rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya dengan interval
yang tidak harus sama.
3) Skala Interval
32
Skala ini mengurutkan obyek berdasarkan suatu atribut yang
memberikan informasi tentang interval antara satu obyek dengan
obyek lainnya.
4) Skala Ratio
Skala ini mencangkup seluruh ukuran diatas ditambah dengan sifat lain
dimana ukuran ini mempunyai titik nol. Karena ada titik nol maka
ukuran ratio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. Angka pada
skala ini menunjukan nilai sebenarnya dari obyek yang diukur.
2.12 Analisis Faktor
2.12.1 Pengertian analisis faktor
Analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk melakukan
pengurangan data atau mereduksi data variabel yang jumlahnya besar menjadi
lebih kecil dan menginterpretasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa
variabel bentukan. Menurut Jhonson dan Wichern (1992) yang dimaksud dengan
analisis faktor adalah :
1. Pengembangan dari analisis komponen utama yang lebih terperinci dan
teliti
2. Mengecek konsistensi data terhadap struktur peubah
Analisis faktor memiliki fungsi penting dalam pengembangan alat ukur.
Beberapa fungsi tersebut antara lain sebagai berikut.
a) Pengujian Dimensionalitas Pengukuran
Dimensionalitas pengukuran adalah banyaknya atribut yang diukur oleh
sebuah alat ukur. Alat ukur yang unidimensi mengukur satu atribut psikologis saja
33
sedangkan alat ukur yang multidimensi mengukur lebih dari satu atribut ukur.
Pengukuran dalam bidang psikologi didominasi oleh pengukuran unidimensi
karena alat ukur yang dikembangkan peneliti psikologi biasanya mengukur satu
target ukur saja. Misalnya Skala Kecemasan, skala ini diharapkan mengukur
atribut kecemasan saja dan tidak mengukur atribut yang lain. Untuk mengetahui
apakah alat ukur yang dikembangkan oleh peneliti mengukur satu atribut atau
banyak atribut diperlukan analisis faktor.
b) Pengujian Komponen atau Aspek dalam Alat Ukur
Penyusunan alat ukur psikologi biasanya diawali dari penurunan konsep
menjadi komponen atau aspek konsep sebelum diturunkan menjadi aitem berupa
pernyataan skala. Untuk mengidentifikasi apakah item-item yang diturunkan dari
komponen alat ukur mewakili komponen tersebut maka diperlukan analisis faktor.
Analisis faktor juga dapat menunjukkan apakah antar komponen memiliki
keterkaitan ataukah tidak (independen).
2.12.2 Tahapan proses analisis faktor
Santoso (2006) mengatakan, tahapan proses analisis faktor yang
dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Memilih Variabel Yang Layak Untuk Analisis Faktor
Ini merupakan tahap pertama dengan menilai variabel mana yang
layak untuk dimasukan dalam analisis selanjutnya. Pengujian
dilakukan dengan memasukan semua variabel yang ada, kemudian
variabel – variabel tersebut dikenakan sejumlah pengujian- Pengujian
jika sebuah variabel mempunyai kecenderungan mengelompok dan
34
membentuk kelompok faktor, maka variabel tersebut akan mempunyai
korelasi yang cukup tinggi dengan variabel lain (Santoso, 2006).
Beberapa pengukuruan yang didapat dilakukan antara lain dengan
memperhatikan nilai KMO dan nilai MSA.
a) Nilai KMO (Kaiser – Meyer – Olkin)
Untuk menguji kesesuaian analisis faktor maka digunakan nilai
KMO, nilai tersebut harus lebih besar dari 0,50 dengan
signifikansi harus lebih kecil dari 0,05 memberikan indikasi
bahwa korelasi diantara pasangan – pasangan variabel dapat
dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga analisis faktor layak
digunakan. Nilai KMO yang lebih kecil dari 0,50 memberikan
indikasi bahwa korelasi diantara pasangan – pasangan variabel
tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga faktor
tidak layak digunakan (Hair, 1998)
b) Sebagai alat ukur jika nilai MSA (Meassures of Sampling
Adequency) dapat digunakan untuk persyaratan ini, yaitu niai
MSA dari masing - masing variabel harus lebih besar dari 0,5.
Nilai MSA adalah untuk menetukan apakah proses
pengambilan sampel telah memadai atau tidak. Besarnya angka
MSA berkisar 0 sampai 1, jika dipergunakan untuk dalam
menentukan penggabungan variabel ketentuannya sebagai
berikut:
35
1) Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi
tanpa kesalahan
2) Jika MSA ≥ 0,5 maka variabel tersebut dapat diprediksi dan
dapat dianalisis lebih lanjut
3) Jika MSA < 0,5 maka variabel tersebut tidak dapat
diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut sehingga
variabel tersebut harus dikeluarkan atau dibuang (Sarwono,
2009)
Apabila ada variabel dengan nilai MSA < 0,5 maka dilakukan
proses analisis ulang dengan cara yang sama dengan terlebih
dahulu membuang variabel yang tidak memenuhi persyaratan.
c) Uji Bartlett dari Sphericity adalah korelasi antar variabel yang
kuat dapat diindikasikan oleh nilai determinan matriks korelasi
yang mendekati nol. Nilai determinan dari matriks korelasi
yang elemen-elemenya menyerupai matriks identitas akan
memiliki nilai determinan sama dengan satu.
d) Chi Square atau Kai Kuadrat adalah uji non parametrik. Kai
Kuadrat menguji hipotesa yang membandingkan antara
frekuensi observasi dengan frekuensi harapan pada sebuah
kasus yang sedang diamati. Chi Square selalu bernilai positip
dan kurvanya juga selalu menjulur ke arah positip. Chi Square
ini memiliki tabel tersendiri yang menjadi patokan dalam
menguji kriteria hipotesa. Uji ini sering digunakan dalam
36
penelitian. Syarat kriteria hipotesa diterima jika nilai uji Chi
Square dari hasil statistik (dari rumus atau software) lebih kecil
dari nilai tabel Chi Square. Pengolahan datanya bisa dilakukan
dengan software Excel atau SPSS.
e) Signifikansi adalah meyakinkan atau berarti dalam penelitian
mengandung arti bahwa hipotesis yang telah terbukti pada
sampel dapat diberlakukan pada populasi. Jika tidak signifikan
berarti kesimpulan pada sampel tidak berlaku pada populasi
(tidak dapat digeneralisasi). Tingkat signifikansi 5% atau 0,05
artinya kita mengambil resiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 5% dan benar dalam mengambil keputusan
sedikitnya.
f) Degree of Freedom adalah derajat kebebasan. Derajat
kebebasan mempunyai dua makna yang berbeda. Dalam
kaitannya dengan distribusi statistik untuk memberikan nama
dari salah satu parameternya. Dalam kaitannya dengan
kecocokan model, derajat kebebasan menunjuk pada jumlah
informasi yang independen yang ada digunakan untuk
membuat estimasi terhadap informasi yang lain. Umumnya kita
memulai jumlah derajat kebebasan dengan data. Semakin suatu
prosedur atau model cocok, maka jumlah derajat kebebasan
semakin kecil. Penghitungan derajat kebebasan dilakukan
37
melalui ukuran sampel. Derajat kebebasan merupakan
pengukuran jumlah informasi dari data sample yang telah
digunakan. Setiap penghitungan statistik dilakukan dari suatu
sampel tertentu, maka satu derajat kebebasan digunakan.
2) Ekstraksi Variabel Menjadi Kelompok Faktor
Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel
menjadi beberapa kelompok faktor, dengan menggunakan metode
PCA (Principal Component Analysis). Penentuan terbentuknya jumlah
faktor yang dilakukan dengan melihat eigenvalues yang menyatakan
kepentingan relatif masing – masing faktor dalam menghitung varians
dari variabel – variabel yang dianalisis. Dengan masing – masing
variabel mempunyai varians 1, maka total varians sama dengan jumlah
variabel. Jumlah angka untuk eigenvalues untuk seluruh variabel
adalah sama dengan total varians. Sehingga eigenvalues dibawah 1
tidak dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk
(Santoso, 2006). Setiap kelompok faktor memiliki kemampuan untuk
menjelaskan keragaman total yang berbeda – beda. Kelompok faktor
pertama memilki kemampuan menjelaskan yang lebih tinggi dari pada
kelompok faktor dan seterusnya (Wibisono, 2000) atau dengan kata
lain, faktor – faktor yang diekstraksi sedimikian rupa, menerangkan
bahwa faktor pertama menyumbang terbesar seluruh varian dari
seluruh variabel asli, faktor kedua menyumbang terbesar kedua, dan
begitu seterusnya (Supranto, 2004).
38
3) Rotasi Kelompok Faktor
Setelah diketahui jumlah kelompok faktor yang terbentuk, maka tabel
matriks komponen akan menunjukan distribusi variabel – variabel
pada sejumlah kelompok faktor yang terbentuk. Angka – angka pada
kelompok faktor tersebut disebut loading faktor. Angka ini
menunjukan korelasi antara variabel dan kelompok faktor. Suatu
variabel akan masuk kesuatu kelompok faktor berdasarkan loading
faktor terbesar yang dimiliki yang dapat dilihat pada komponen
(component matrixs) yang dihasilkan pada beberapa kasus, loading
faktor yang dihasilkan pada matriks komponen masih kurang jelas
dalam menggambarkan perbedaan diantara kelompok faktor yang ada.
Sehingga untuk memperjelas maka dilakukan proses rotasi, yang
menghasilkan matriks komponen rotasi (Rotated Component Matriks).
Dari hasil faktor kemudian dilakukan interpretasi faktor dengan
mengklompokan variabel yang dimilki loading faktor ≥ 0,5 (Santoso,
2006). Batas minimal loading faktor sebesar 0,5 menunjukan adnya
korelasi yang cukup kuat antara variabel dengan kelompok faktor.
4) Menamakan faktor
Setelah terbentuk kelompok faktor, maka proses dilanjutkan dengan
memberikan nama terhadap kelompok faktor tersebut. Tidak ada
aturan khusus dalam penamaan ini, hanya saja penamaan dari suatu
faktor hendaknya mencerminkan variabel – variabel yang tergabung
atau terbentuk didalamnya.
39
2.12.3 Tahapan proses analisis faktor dengan SPSS
SPSS merupakan kepanjangan dari statistical product and service
solutions yang merupakan sebuah program komputer yang digunakan dalam
menganalisis statiska. Dengan bantuan SPSS dapat mempercepat pengerjaan
analisis faktor pada penelitian, berikut tahap – tahap pengerjaannya.
1. Buka program SPSS dan cari “ Varible View”
Kolom Name diisi dengan nomer pertanyaan dengan P1
Kolom Type diisi dengan Numeric
Kolom Width diisi dengan 8
Kolom Decimal diisi dengan 0
Kolom Label kosong
Kolom Values None
Kolom Columns diisi 8
Kolom Align diisi right
Kolom Measure diisi scale
2. Setelah variabel view diisi langkah selanjutnya menginput data
dalam Data View, jawaban responden dimasukan sesuai dengan
hasil kuisoner yang sudah di tabulasi
3. Selanjutnya klik menu Analyze pilih Data Reduction kemudian
pilih Factor
4. Setelah Factor di klik, muncul dialog Factor Analysis
5. Masukan semua variabel ke kotak Variables
40
6. Pada dialog Factor Analysis klik dialog Descriptives kemudian
tandai / aktifkan Initial solution, KMO and Bratlett’s test of
spericity kemudian lanjutkan klik continue
7. Pada dialog Factor Analysis klik dialog Extraction kemudian
Method pilih Principal Components, Analyze pilih Correlation
Matrix, Extract pilih Eigenvalues over 1 kemudian lanjutkan klik
continue
8. Pada dialog Factor Analysis klik dialog Rotation kemudian Method
pilih Varimax, kemudian lanjutkan klik continue
9. Pada dialog Factor Analysis klik dialog Option kemudian pilih
Sorted by Size, kemudian lanjutkan klik continue pada dialog
Factor Analysis klik OK