BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian...

19
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Slameto (2003), menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Gagne (dalam Suprijono,2009), mendefinisikan belajar sebagai perubahan disposisi atau kemampuan melalui aktivitas. Hampir sependapat dengan Gagne, Travers (dalam Suprijono,2009), menyatakan bahwa belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. Sedikit berbeda dengan beberapa pernyataan di atas, Harold Spears (dalam Suprijono 2009), mencoba memberi pemahaman bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap belajar. Burhanudin (2007) melengkapi berbagai pernyataan di atas dengan mengatakan bahwa belajar merupakan aktivitas manusia sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Dari beberapa pengertian belajar di atas, maka dapat dinyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seumur hidup oleh manusia yang menghasilkan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan melalui proses penyesuaian akibat hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya. 2.1.2 Hasil Belajar Menurut Suprijono (2009) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola- pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) hasil belajar berupa: 1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2003), menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Gagne (dalam Suprijono,2009), mendefinisikan

belajar sebagai perubahan disposisi atau kemampuan melalui aktivitas. Hampir

sependapat dengan Gagne, Travers (dalam Suprijono,2009), menyatakan bahwa

belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

Sedikit berbeda dengan beberapa pernyataan di atas, Harold Spears

(dalam Suprijono 2009), mencoba memberi pemahaman bahwa belajar adalah

mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah

tertentu. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam

kompetensi, keterampilan, dan sikap belajar. Burhanudin (2007) melengkapi

berbagai pernyataan di atas dengan mengatakan bahwa belajar merupakan

aktivitas manusia sejak manusia lahir sampai akhir hayat.

Dari beberapa pengertian belajar di atas, maka dapat dinyatakan bahwa belajar

adalah suatu aktivitas yang dilakukan seumur hidup oleh manusia yang

menghasilkan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan melalui proses

penyesuaian akibat hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Suprijono (2009) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-

pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tulisan.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

6

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,

kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-

prinsip keilmuan.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam pemecahan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan

nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009), hasil belajar adalah mencakup

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Lindgren

(dalam Suprijono, 2009), hasil belajar meliputi kecakapan, informasi, pengertian

dan sikap.

Peneliti memilih menggunakan aspek kognitif sebagai ukuran dalam

menilai hasil belajar siswa, adapun aspek kognitif terdiri dari 6 jenjang yaitu,

pengetahuan/hafalan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan

(application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan penilaian / penghargaan

/ evaluasi (evaluation).

Peneliti memilih menggunakan jenjang pengetahuan/hafalan

(knowledge), pemahaman (comprehension) sebagai ukuran dalam menilai hasil

belajar siswa.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar

seseorang. Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu

adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor dalam diri

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

7

siswa itu sendiri, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar diri

siswa seperti sekolah, orangtua, dan masyarakat.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

6

1. Faktor-faktor Intern terbagi menjadi 3 bagian yaitu

1) Faktor Jasmaniah

Ada dua faktor yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti dalam

keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari

penyakit.Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang

berpengaruh terhadap belajar.Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang

menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan.Cacat

tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan sebagainya.

2) Faktor Psikologis

Ada tujuh faktor yang psikologis yang mempengaruhi belajar.Faktor-

faktor itu adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan

kelelahan.Pertama, faktor inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga

jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi

yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep

yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajari dengan

cepat.Kedua, faktor perhatian.Menurut Gazali (dalam Slameto, 2003),

perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi; jiwa itu pun semata-mata

tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.Ketiga, faktor

minat.Hilgard (dalam Slameto, 2003), merumuskan bahwa minat adalah

adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang

beberapa kegiatan. Keempat, faktor bakat.Menurut Hilgard (dalam Slameto,

2003), bakat adalah “the capacity to learn” bakat adalah kemampuan untuk

belajar.Kelima, faktor motif. Motif memiliki kaitan erat sekali dengan tujuan

yang akan dicapai. Keenam, faktor kematangan.Kematangan merupakan suatu

tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah

siap untuk melaksanakan kecakapan baru.Keenam, faktor kesiapan. Menurut

Jamies Drever (dalam Slameto,2003) Kesiapan adalah kesediaan untuk

memberi respons atau bereaksi.

3) Faktor kelelahan

Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor jasmani

dan faktor rohani. Faktor kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

7

tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh.Sedangkan

faktor rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga

minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.

2. Faktor-faktor ekstern yang berasal dari luar diri siswa, yaitu:

1. Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga: cara orang tua

mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan

ekonomi keluarga. Pertama,cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruh

bagi anaknya. Hal ini jelas dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo (dalam

Slameto, 2003), bahwa keluarga adalah lembaga pendidik pertama dan

utama.Kedua, relasi antar anggota keluarga adalah relasi orang tua dengan

anaknya.Ketiga, suasana rumah sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang

sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar.Keempat,

keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.Kelima,

pengertian orang tua. Anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang

tua.Keenam, latar belakang kebudayaan, tingkat pendidikan atau kebiasaan di

dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar.

2. Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup beberapa hal,

sebagai berikut:

1) Metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu cara/jalan

yang harus dilalui dalam mengajar.

2) Kurikulum. Kurikulum dalam hal ini diartikan sebagai sejumlah kegiatan

yang diberikan kepada siswa.

3) Relasi guru dengan siswa. Relasi guru dan siswa yang dipahami disini

adalah proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dengan siswa

mempengaruhi belajar siswa.

4) Relasi siswa dengan siswa. Relasi antar sesama siswa dimana siswa

mendapati sifat-sifat dan tingkah laku dari teman lain yang kurang

menyenangkan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

8

5) Disiplin sekolah. Disiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan

siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar.

6) Alat peraga berhubungan dengan belajar siswa karena membantu

menerima bahan yang diajarkan.

7) Waktu sekolah mempengaruhi belajar siswa jika terlalu lama juga bisa

menyebabkan anak kurang efektif menerima pembelajaran.

8) Gedung sekolah. Gedung yang kurang memadai dapat mengganggu proses

belajar siswa di sekolah.

9) Tugas rumah. Guru jangan terlalu banyak memberi tugas rumah pada

siswa.

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang turut mempengaruhi belajar

siswa. Ada beberapa hal di dalam masyarakat yang ikut mempengaruhi belajar

siswa, diantaranya:

1) Kegiatan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat

dapat menguntungkan perkembangan pribadinya. Tetapi, sebaiknya siswa

jangan terlalu banyak dilibatkan dalam kegiatan yang banyak dan

berlebihan, karena dapat mempengaruhi belajar siswa.

2) Media seperti TV dan radio dapat mempengaruhi belajar anak, karena itu

peran orang tua membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar,

daripada anak menghabiskan waktunya hanya dengan menonton televisi.

3) Teman bergaul atau teman sebaya. Jika teman bergaul siswa tersebut baik,

maka belajar siswa akan baik, sebaliknya jika teman bergaul yang kurang

baik akan mengakibatkan belajar siswa menjadi terganggu. Jika teman

bergaul siswa adalah mereka yang tidak berpendidikan, pencuri, penjudi

dan lain sebagainya, akan memberikan pengaruh buruk pada diri siswa.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

9

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar siswa

dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa itu sendiri, sedangkan faktor-

faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri siswa seperti sekolah,

orangtua, dan masyarakat.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi siswa yang terkait dalam penelitian

ini yaitu faktor psikologis ( kurangnya perhatian dan minat siswa dalam

pembelajaran), sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi siswa yaitu dalam

faktor sekolah (metode pembelajaran yang digunakan guru masih kurang menarik

minat dan perhatian siswa)

2.2 Pembelajaran IPA di SD

Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara

mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan

IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan

kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu

peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam

sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

10

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.Oleh karena

itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman.

2.2.1 Karakteristik Anak Usia SD

Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru

memahami perkembangan intelektual anak usia SD. Usia anak SD berkisar antara

7 tahun sampai dengan 11 tahun. Oleh karena itu, pada tahap ini pembelajaran

sangat perlu dibantu oleh benda-benda konkret yang dapat membantu siswa untuk

memahami konsep materi yang diajarkan.Menurut Jean Piaget (dalam

Winataputra, dkk 2008) perkembangan kognitif anak (kecerdasan) dibagi menjadi

empat tahap yaitu: 1) Tahap Sensori Motorik (0-2 tahun). Kemampuan berfikir

peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indera

sangat berpengaruh pada diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan

untuk menyentuh atau memegang, karena didorong oleh keinginan untuk

mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini anak belum mengerti akan

motivasi dan senjata terbesarnya adalah menangis; 2) Tahap Pra Operasional (2-7

tahun). Kemampuan kognitifnya masih terbatas. Suka meniru perilaku orang lain.

Terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang itu

merespon terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang terjadi di masa

lampau. Mulai mampu menngunakan kata-kata yang benar dan mamapu pula

mengekspresikan kalimat pendek secara efektif; 3) Tahap Operasional Konkrit (7-

11 tahun). Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi,

misalnya volume dan jumlah. Mempunyai kemampuan memahami cara

mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatnya bervariasi. Sudah

mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa

konkret; 4) Tahap Operasional Formal (12-14). Telah memiliki kemampuan

mengkoordinasi dua ragam kemampuan kognitif secara serentak maupun

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

11

berurutan. Sudah memiliki kemampuan merumuskan hipotesis sehingga mampu

berfikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan

dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip abstrak.Dengan adanya potensi

fisik dan psikologis yang berbeda-beda pada diri anak, maka seorang guru dalam

melaksanakan pendidikan dan pembelajaran harus memperlakukan anak didiknya

sebagai insan yang memiliki keunikan atau kekhasan. Guru juga harus

melaksanakan pendidikan dan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan

siswa, menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan

kebutuhan anak.

2.2.2 Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI

Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan

Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-

Nya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3)

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan

kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan

lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal

pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan

pendidikan ke SMP/MTs.

2.2.3 Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD/MI

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek

berikut: 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; 2) Benda/materi,

sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3) Energi dan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

12

perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat

sederhana; 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan

benda-benda langit lainnya.

2.3 Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

1. Pengertian pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning)

Belajar kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok

kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan kegiatan belajarnya

sendiri dan juga anggota yang lain (Anita.2008). Manusia memiliki derajat

potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda.

Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan).

Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah

sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga

sesama siswa.

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain,

karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia

lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk

sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain

saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi

atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar

sesama siswa. Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat

menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar

manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan

interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Dengan demikian pembelajaran

kooperatif dapat secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh

untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat

menimbulkan permusuhan. Pengertian senada yang diutarakan Abdurrahman dan

Bintoro (2000) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran

yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

13

asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat

nyata.

2. Prinsip utama pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat

elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran

kooperatif adalah adanya: (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap

muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan

antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (Anita, 2008).

1) Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling

membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk

meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai

melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan

dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4)

saling ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah.

2) Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling

bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan

guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para

siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih

bervariasi.Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa

lebih mudah belajar dari sesamanya.

3) Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran secara individual.Hasil penilaian secara individual

tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota

kelompok mengetahui siapa anggota kelompokmengetahui siapa anggota yang

memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan

bantuan.Anggota kelompok harus memberikan tanggapan demi kemajuan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

14

kelompok.Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan

akuntabilitas individual.

4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,

sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani

mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan

berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi

(interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja

diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya

memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

2.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division

(STAD)

Ibrahim, dkk.(2000) menyatakan bahwa Student Team Achievement

Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Salvin dan teman-temannya di

universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada

belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap

minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa di dalam satu kelas

tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang yang setiap

kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari

berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim

menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk

menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain

untuk memahami bahan pelajaran melalui toturial, kuis satu sama lain dan atau

melakukan diskusi setiap individu.

Karakteristik STAD menurut Arends (2001) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan kognitif : informasi akademik sederhana

2. Tujuan sosial : kerja kelompok dan kerja sama

3. Struktur tim : kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota

4. Pemilihan topik pelajaran: biasanya oleh guru

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

15

5. Tugas utama: siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling

membantu untuk menuntaskan materi belajarnya

6. Penilaian : tes mingguan

Menurut Slavin (2010), STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu

presentasi kelas, tim kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.

1. Presentasi kelas

Materi diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas.Ini merupakan

pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi.

2. Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari

kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama

tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih

khususnya lagi adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis

dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk

mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim adalah fitur yang paling

penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat

anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan

yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.

3. Kuis

Setelah guru memberikan presentasi, siswa akan mengerjakan kuis

individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dan

mengerjakan kuis.Sehingga setiap siswa bertanggung jawab secara individual

untuk memahami materinya.

4. Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan

kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja

lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.

5. Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

16

digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka. Pada

proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang

meliputi: 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes

individual, 4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, 5) tahap pemberian

penghargaan kelompok Slavin (1995) dalam Isjoni. (2007).

2.3.2 Langkah-langkah Pembelajaran STAD:

Menurut Rusman (2011:215) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe

Studentn Teams Achievement Division (STAD) sebagai berikut:

1. Tahap penyajian Materi

Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal

sebagai berikut : (1) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa

yang akan dipelajari siswa dalam kelompok; (2) menekankan bahwa belajar

adalah memahami makna dan bukan sekadar hapalan; (3) memberi umpan balik

sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; (4) memberi penjelasan

atau alasan mengapa jawaban itu benar atau salah dan (5) beralih pada materi

berikutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada.

2. Tahap kerja kelompok

Pada tahap ini, siswa diberi kertas kerja sebagai bahan dipelajari dalam

bentuk open-ended tasks. Dalam kerja kelompok ini siswa saring berbagi tugas,

saling bantu menyelesaikan tugas dengan target mampu memahami materi secara

benar. Salah satu kerja kerja dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada

tahap ini guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan motivator kerja

kelompok

3. Tahap tes individu

Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai,

diadakan tes secara individual atau kuis, mengenal materi yang telah dipelajari

dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan open-ended tasks.Pada perhatian ini

tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan. Tujuannya agar siswa dapat

menunjukkan pemahaman dan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Skor yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

17

diperoleh siswa per individu ini didata dan diarsipkan sebagai bahan untuk

perhitungan skor kelompok.

4. Tahap perhitungan skor individu

Dihitung berdasrkan skor awal, dalam penelitian ini didasarkan pada nilai

evaluasi hasil belajar semester I. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki

kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi

kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.

5. Tahap Penghargaan

Penghargaan kelompok dilakukan dalam tahapan berikut ini: 1)

Menghitung skor individu kelompok. 2) Nilai perkembangan individu dihitung

berdasarkan selisih perolehan skor tes awal dan tes berikutnya, sehingga setiap

anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberi sumbangan skor

maksimal bagi kelompoknya.

2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

STAD

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahannya

masing-masing. Pembelajaran cooperative learning tipe STAD memiliki

kelebihan antara lain:

1. Aktivitas belajar siswa dalam kelas meningkat

2. Melatih siswa berbicara dan mengajukan pendapat di depan umum dan

kelompok.

3. Terciptanya interaksi antar siswa, dan antar siswa dengan guru.

4. Proses belajar yang diperoleh dalam kelompok mudah diingat kembali

karena merupakan hasil berpikir dan bekerjasama.

5. Prestasi belajar lebih bermakna, karena siswa belajar memecahkan

persoalannya melalui diskusi dalam kelompok.

6. Memotivasi siswa yang cemas untuk belajar secara aktif

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

18

7. Membantu siswa yang lemah atau kurang menguasai pelajaran oleh siswa

yang pandai.

Selain itu, model pembelajaran ini memiliki kekurangan antara lain:

1. Membutuhkan banyak waktu, sehingga seringkali tujuan utama

pembelajaran tidak tercapai.

2. Kerja kelompok sering hanya melibatkan siswa yang pandai, sebab mereka

cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang menguasai topik

yang dibahas.

3. Keberhasilan belajar bergantung kepada kemampuan siswa memimpin

Kelompok atau bekerja mandiri dan kekompakan antar kelompok.

4. Keberhasilan dari tiap-tiap individu juga berbeda-beda, karena motivasi

dan semangatnya juga tidak sama.

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian skripsi PTK Elfira, Sriyanti berjudul “Upaya Meningkatkan

Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Melalui Model

Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement

Division (Stad) SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

Semseter II Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukkan :

sebelum menggunakan penelitian tindakan kelas berdasarkan hasil

observasi, keaktifan siswa pada pra siklus siswa yang aktif dengan

persentase 16,67% dan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam kelas IV yang memenuhi nilai KKM 6 siswa dengan

persentase 33,33% dan persentase yang tidak tuntas 66,67%. Setelah

dilakukan penelitian dengan pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) pada siklus I, keaktifan siswa

pertemuan pertama yaitu 9 siswa yang aktif dengan persentase 50%, dan

yang tidak aktif persentase 50%, pertemuan kedua persentase siswa aktif

55,56% dan yang persentase yang tidak aktif 44,44%, sedangkan hasil

belajar siswa yang tuntas persentasenya adalah 61,11% dan yang tidak

tuntas persentase 38,89%, sedangkan pada siklus II keaktifan siswa pada

pertemuan I sudah mulai meningkat persentase 88,89% dan persentase siswa

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

19

yang tidak aktif 11,11%, pada pertemuan II siswa sudah aktif semua yaitu

18 siswa dengan persentase 100%, dan hasil belajar siswa juga sudah

meningkat semua menjadi 18 siswa yang tuntas dengan persentase 100%

dan yang tidak tuntas 0 siswa dengan persentase 0%. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran IPA

dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius

Cungkup semester II tahun pelajaran 2012/2013.

2. Penelitian skripsi PTK patrisius berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas 5 Melalui Model Pembelajaran Cooperative

Learning Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) SD negri

kalibeji 01 Kecamatan tuntang kabupaten semarang semester I tahun

pelajaran 2013/2014 “, hasil penelitian menunjukan : adanyan peningkatan

jumlah siswa yang mendapatkan nilai KKM 65 dalam mata pelajaran IPA,

ini terbukti dengan pengklasifikasikan ketuntasan. Sebelum adanya

tindakan, sebanyak 12 siswa hasil belajarnya tidak tuntas atau mendapatkan

nilai dibawah KKM. Setelah dilaksanakan tindakan dengan pembelajaran

yang menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) melalui siklus I dan siklus II siswa

yang hasil belajarnya tidak tuntas atau mendapatkan nilai di bawah KKM

berkurang menjadi 0 siswa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

setelah siklus I dan siklus II mengalami ketuntasan belajar 100%.Skor

minimal sebelumsebelum dilakukan tindakan adalah 45.Setelah dilakukan

tindakan pertama yaitu siklus I, nilai minimal yang diperoleh siswa

mengalami peningkatan menjadi 50.Sedangkan setelah dilakukan tindakan

berikutnya yaitu siklus II, nilai minimal yang diperoleh siswa semakin

meningkat menjadi 65.Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran IPA yang

menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

5 SD Negeri Kalibeji 01 tahun pelajaran 2013/2014.Hal ini dikarenakan

model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

20

Division (STAD) dapat menciptakan aktivitas belajar siswa dalam kelas

meningkat.

2.5. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir model pembelajaran STAD dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir

Pembelajaran menggunakan metode konvensional

a. Guru dominan menggunakan ceramah dan penghafalan

b. Teacher centered c. Kurang mengaktifkan kooperatif

siswa

Hasil belajar IPA siswa rendah di

bawah KKM ≥ 65

a. Siswa jenuh dalam pembelajaran

b. Siswa kurang fokus dalam pembelajaran

c. Keaktifan hanya ditunjukkan sebagian siswa

Diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD

dalam pembelajaran IPA

Langkah pembelajaran kooperatif model Student Teams Achievement Divisions (STAD) Menurut Rusman (2011:215):

1. Penyajian materi pelajaran 2. Tahap kerja kelompok 3. Tahap tes individu 4. Tahap pengitungan skor individu 5. Tahap penghargaan

SIKLUS I

Hasil belajar IPA siswa kelas V meningkat di atas KKM ≥ 65

SIKLUS II

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8214/2/T1_292010330_BAB II.pdf · dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip

21

2.6 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas,

maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD N Bugel 02 salatiga semester 2

tahun 2013/2014 dapat meningkat.