BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian...
-
Upload
doannguyet -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2003), menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Gagne (dalam Suprijono,2009), mendefinisikan
belajar sebagai perubahan disposisi atau kemampuan melalui aktivitas. Hampir
sependapat dengan Gagne, Travers (dalam Suprijono,2009), menyatakan bahwa
belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.
Sedikit berbeda dengan beberapa pernyataan di atas, Harold Spears
(dalam Suprijono 2009), mencoba memberi pemahaman bahwa belajar adalah
mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah
tertentu. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan, dan sikap belajar. Burhanudin (2007) melengkapi
berbagai pernyataan di atas dengan mengatakan bahwa belajar merupakan
aktivitas manusia sejak manusia lahir sampai akhir hayat.
Dari beberapa pengertian belajar di atas, maka dapat dinyatakan bahwa belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan seumur hidup oleh manusia yang
menghasilkan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan melalui proses
penyesuaian akibat hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya.
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2009) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tulisan.
6
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-
prinsip keilmuan.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam pemecahan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan
nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009), hasil belajar adalah mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Lindgren
(dalam Suprijono, 2009), hasil belajar meliputi kecakapan, informasi, pengertian
dan sikap.
Peneliti memilih menggunakan aspek kognitif sebagai ukuran dalam
menilai hasil belajar siswa, adapun aspek kognitif terdiri dari 6 jenjang yaitu,
pengetahuan/hafalan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan
(application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan penilaian / penghargaan
/ evaluasi (evaluation).
Peneliti memilih menggunakan jenjang pengetahuan/hafalan
(knowledge), pemahaman (comprehension) sebagai ukuran dalam menilai hasil
belajar siswa.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar
seseorang. Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu
adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor dalam diri
7
siswa itu sendiri, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar diri
siswa seperti sekolah, orangtua, dan masyarakat.
6
1. Faktor-faktor Intern terbagi menjadi 3 bagian yaitu
1) Faktor Jasmaniah
Ada dua faktor yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti dalam
keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari
penyakit.Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang
berpengaruh terhadap belajar.Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang
menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan.Cacat
tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan sebagainya.
2) Faktor Psikologis
Ada tujuh faktor yang psikologis yang mempengaruhi belajar.Faktor-
faktor itu adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan
kelelahan.Pertama, faktor inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga
jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi
yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep
yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajari dengan
cepat.Kedua, faktor perhatian.Menurut Gazali (dalam Slameto, 2003),
perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi; jiwa itu pun semata-mata
tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.Ketiga, faktor
minat.Hilgard (dalam Slameto, 2003), merumuskan bahwa minat adalah
adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Keempat, faktor bakat.Menurut Hilgard (dalam Slameto,
2003), bakat adalah “the capacity to learn” bakat adalah kemampuan untuk
belajar.Kelima, faktor motif. Motif memiliki kaitan erat sekali dengan tujuan
yang akan dicapai. Keenam, faktor kematangan.Kematangan merupakan suatu
tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah
siap untuk melaksanakan kecakapan baru.Keenam, faktor kesiapan. Menurut
Jamies Drever (dalam Slameto,2003) Kesiapan adalah kesediaan untuk
memberi respons atau bereaksi.
3) Faktor kelelahan
Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor jasmani
dan faktor rohani. Faktor kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya
7
tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh.Sedangkan
faktor rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga
minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
2. Faktor-faktor ekstern yang berasal dari luar diri siswa, yaitu:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga: cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan
ekonomi keluarga. Pertama,cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruh
bagi anaknya. Hal ini jelas dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo (dalam
Slameto, 2003), bahwa keluarga adalah lembaga pendidik pertama dan
utama.Kedua, relasi antar anggota keluarga adalah relasi orang tua dengan
anaknya.Ketiga, suasana rumah sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang
sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar.Keempat,
keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.Kelima,
pengertian orang tua. Anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang
tua.Keenam, latar belakang kebudayaan, tingkat pendidikan atau kebiasaan di
dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar.
2. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup beberapa hal,
sebagai berikut:
1) Metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu cara/jalan
yang harus dilalui dalam mengajar.
2) Kurikulum. Kurikulum dalam hal ini diartikan sebagai sejumlah kegiatan
yang diberikan kepada siswa.
3) Relasi guru dengan siswa. Relasi guru dan siswa yang dipahami disini
adalah proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dengan siswa
mempengaruhi belajar siswa.
4) Relasi siswa dengan siswa. Relasi antar sesama siswa dimana siswa
mendapati sifat-sifat dan tingkah laku dari teman lain yang kurang
menyenangkan.
8
5) Disiplin sekolah. Disiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan
siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar.
6) Alat peraga berhubungan dengan belajar siswa karena membantu
menerima bahan yang diajarkan.
7) Waktu sekolah mempengaruhi belajar siswa jika terlalu lama juga bisa
menyebabkan anak kurang efektif menerima pembelajaran.
8) Gedung sekolah. Gedung yang kurang memadai dapat mengganggu proses
belajar siswa di sekolah.
9) Tugas rumah. Guru jangan terlalu banyak memberi tugas rumah pada
siswa.
3. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang turut mempengaruhi belajar
siswa. Ada beberapa hal di dalam masyarakat yang ikut mempengaruhi belajar
siswa, diantaranya:
1) Kegiatan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat
dapat menguntungkan perkembangan pribadinya. Tetapi, sebaiknya siswa
jangan terlalu banyak dilibatkan dalam kegiatan yang banyak dan
berlebihan, karena dapat mempengaruhi belajar siswa.
2) Media seperti TV dan radio dapat mempengaruhi belajar anak, karena itu
peran orang tua membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar,
daripada anak menghabiskan waktunya hanya dengan menonton televisi.
3) Teman bergaul atau teman sebaya. Jika teman bergaul siswa tersebut baik,
maka belajar siswa akan baik, sebaliknya jika teman bergaul yang kurang
baik akan mengakibatkan belajar siswa menjadi terganggu. Jika teman
bergaul siswa adalah mereka yang tidak berpendidikan, pencuri, penjudi
dan lain sebagainya, akan memberikan pengaruh buruk pada diri siswa.
9
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar siswa
dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa itu sendiri, sedangkan faktor-
faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri siswa seperti sekolah,
orangtua, dan masyarakat.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi siswa yang terkait dalam penelitian
ini yaitu faktor psikologis ( kurangnya perhatian dan minat siswa dalam
pembelajaran), sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi siswa yaitu dalam
faktor sekolah (metode pembelajaran yang digunakan guru masih kurang menarik
minat dan perhatian siswa)
2.2 Pembelajaran IPA di SD
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)
dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu
peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
10
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.Oleh karena
itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman.
2.2.1 Karakteristik Anak Usia SD
Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru
memahami perkembangan intelektual anak usia SD. Usia anak SD berkisar antara
7 tahun sampai dengan 11 tahun. Oleh karena itu, pada tahap ini pembelajaran
sangat perlu dibantu oleh benda-benda konkret yang dapat membantu siswa untuk
memahami konsep materi yang diajarkan.Menurut Jean Piaget (dalam
Winataputra, dkk 2008) perkembangan kognitif anak (kecerdasan) dibagi menjadi
empat tahap yaitu: 1) Tahap Sensori Motorik (0-2 tahun). Kemampuan berfikir
peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indera
sangat berpengaruh pada diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan
untuk menyentuh atau memegang, karena didorong oleh keinginan untuk
mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini anak belum mengerti akan
motivasi dan senjata terbesarnya adalah menangis; 2) Tahap Pra Operasional (2-7
tahun). Kemampuan kognitifnya masih terbatas. Suka meniru perilaku orang lain.
Terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang itu
merespon terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang terjadi di masa
lampau. Mulai mampu menngunakan kata-kata yang benar dan mamapu pula
mengekspresikan kalimat pendek secara efektif; 3) Tahap Operasional Konkrit (7-
11 tahun). Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi,
misalnya volume dan jumlah. Mempunyai kemampuan memahami cara
mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatnya bervariasi. Sudah
mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa
konkret; 4) Tahap Operasional Formal (12-14). Telah memiliki kemampuan
mengkoordinasi dua ragam kemampuan kognitif secara serentak maupun
11
berurutan. Sudah memiliki kemampuan merumuskan hipotesis sehingga mampu
berfikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan
dengan lingkungan. Menggunakan prinsip-prinsip abstrak.Dengan adanya potensi
fisik dan psikologis yang berbeda-beda pada diri anak, maka seorang guru dalam
melaksanakan pendidikan dan pembelajaran harus memperlakukan anak didiknya
sebagai insan yang memiliki keunikan atau kekhasan. Guru juga harus
melaksanakan pendidikan dan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan
siswa, menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan
kebutuhan anak.
2.2.2 Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-
Nya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs.
2.2.3 Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD/MI
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut: 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; 2) Benda/materi,
sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3) Energi dan
12
perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat
sederhana; 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2.3 Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
1. Pengertian pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning)
Belajar kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok
kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan kegiatan belajarnya
sendiri dan juga anggota yang lain (Anita.2008). Manusia memiliki derajat
potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda.
Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan).
Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah
sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga
sesama siswa.
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain,
karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia
lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk
sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain
saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi
atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar
sesama siswa. Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat
menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar
manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan
interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Dengan demikian pembelajaran
kooperatif dapat secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh
untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan. Pengertian senada yang diutarakan Abdurrahman dan
Bintoro (2000) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih
13
asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat
nyata.
2. Prinsip utama pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran
kooperatif adalah adanya: (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap
muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan
antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (Anita, 2008).
1) Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling
membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk
meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai
melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan
dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4)
saling ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah.
2) Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan
guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para
siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih
bervariasi.Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa
lebih mudah belajar dari sesamanya.
3) Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.
Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran secara individual.Hasil penilaian secara individual
tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota
kelompok mengetahui siapa anggota kelompokmengetahui siapa anggota yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan
bantuan.Anggota kelompok harus memberikan tanggapan demi kemajuan
14
kelompok.Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan
akuntabilitas individual.
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,
sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani
mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan
berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi
(interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja
diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya
memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
2.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division
(STAD)
Ibrahim, dkk.(2000) menyatakan bahwa Student Team Achievement
Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Salvin dan teman-temannya di
universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada
belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa di dalam satu kelas
tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang yang setiap
kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari
berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain
untuk memahami bahan pelajaran melalui toturial, kuis satu sama lain dan atau
melakukan diskusi setiap individu.
Karakteristik STAD menurut Arends (2001) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan kognitif : informasi akademik sederhana
2. Tujuan sosial : kerja kelompok dan kerja sama
3. Struktur tim : kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota
4. Pemilihan topik pelajaran: biasanya oleh guru
15
5. Tugas utama: siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling
membantu untuk menuntaskan materi belajarnya
6. Penilaian : tes mingguan
Menurut Slavin (2010), STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu
presentasi kelas, tim kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.
1. Presentasi kelas
Materi diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas.Ini merupakan
pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi.
2. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama
tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis
dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim adalah fitur yang paling
penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat
anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan
yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
3. Kuis
Setelah guru memberikan presentasi, siswa akan mengerjakan kuis
individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dan
mengerjakan kuis.Sehingga setiap siswa bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materinya.
4. Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan
kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja
lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.
5. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga
16
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka. Pada
proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang
meliputi: 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes
individual, 4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, 5) tahap pemberian
penghargaan kelompok Slavin (1995) dalam Isjoni. (2007).
2.3.2 Langkah-langkah Pembelajaran STAD:
Menurut Rusman (2011:215) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
Studentn Teams Achievement Division (STAD) sebagai berikut:
1. Tahap penyajian Materi
Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal
sebagai berikut : (1) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa
yang akan dipelajari siswa dalam kelompok; (2) menekankan bahwa belajar
adalah memahami makna dan bukan sekadar hapalan; (3) memberi umpan balik
sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; (4) memberi penjelasan
atau alasan mengapa jawaban itu benar atau salah dan (5) beralih pada materi
berikutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada.
2. Tahap kerja kelompok
Pada tahap ini, siswa diberi kertas kerja sebagai bahan dipelajari dalam
bentuk open-ended tasks. Dalam kerja kelompok ini siswa saring berbagi tugas,
saling bantu menyelesaikan tugas dengan target mampu memahami materi secara
benar. Salah satu kerja kerja dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada
tahap ini guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan motivator kerja
kelompok
3. Tahap tes individu
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai,
diadakan tes secara individual atau kuis, mengenal materi yang telah dipelajari
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan open-ended tasks.Pada perhatian ini
tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan. Tujuannya agar siswa dapat
menunjukkan pemahaman dan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Skor yang
17
diperoleh siswa per individu ini didata dan diarsipkan sebagai bahan untuk
perhitungan skor kelompok.
4. Tahap perhitungan skor individu
Dihitung berdasrkan skor awal, dalam penelitian ini didasarkan pada nilai
evaluasi hasil belajar semester I. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi
kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.
5. Tahap Penghargaan
Penghargaan kelompok dilakukan dalam tahapan berikut ini: 1)
Menghitung skor individu kelompok. 2) Nilai perkembangan individu dihitung
berdasarkan selisih perolehan skor tes awal dan tes berikutnya, sehingga setiap
anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberi sumbangan skor
maksimal bagi kelompoknya.
2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Cooperative Learning Tipe
STAD
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahannya
masing-masing. Pembelajaran cooperative learning tipe STAD memiliki
kelebihan antara lain:
1. Aktivitas belajar siswa dalam kelas meningkat
2. Melatih siswa berbicara dan mengajukan pendapat di depan umum dan
kelompok.
3. Terciptanya interaksi antar siswa, dan antar siswa dengan guru.
4. Proses belajar yang diperoleh dalam kelompok mudah diingat kembali
karena merupakan hasil berpikir dan bekerjasama.
5. Prestasi belajar lebih bermakna, karena siswa belajar memecahkan
persoalannya melalui diskusi dalam kelompok.
6. Memotivasi siswa yang cemas untuk belajar secara aktif
18
7. Membantu siswa yang lemah atau kurang menguasai pelajaran oleh siswa
yang pandai.
Selain itu, model pembelajaran ini memiliki kekurangan antara lain:
1. Membutuhkan banyak waktu, sehingga seringkali tujuan utama
pembelajaran tidak tercapai.
2. Kerja kelompok sering hanya melibatkan siswa yang pandai, sebab mereka
cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang menguasai topik
yang dibahas.
3. Keberhasilan belajar bergantung kepada kemampuan siswa memimpin
Kelompok atau bekerja mandiri dan kekompakan antar kelompok.
4. Keberhasilan dari tiap-tiap individu juga berbeda-beda, karena motivasi
dan semangatnya juga tidak sama.
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian skripsi PTK Elfira, Sriyanti berjudul “Upaya Meningkatkan
Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Melalui Model
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement
Division (Stad) SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Semseter II Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukkan :
sebelum menggunakan penelitian tindakan kelas berdasarkan hasil
observasi, keaktifan siswa pada pra siklus siswa yang aktif dengan
persentase 16,67% dan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam kelas IV yang memenuhi nilai KKM 6 siswa dengan
persentase 33,33% dan persentase yang tidak tuntas 66,67%. Setelah
dilakukan penelitian dengan pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) pada siklus I, keaktifan siswa
pertemuan pertama yaitu 9 siswa yang aktif dengan persentase 50%, dan
yang tidak aktif persentase 50%, pertemuan kedua persentase siswa aktif
55,56% dan yang persentase yang tidak aktif 44,44%, sedangkan hasil
belajar siswa yang tuntas persentasenya adalah 61,11% dan yang tidak
tuntas persentase 38,89%, sedangkan pada siklus II keaktifan siswa pada
pertemuan I sudah mulai meningkat persentase 88,89% dan persentase siswa
19
yang tidak aktif 11,11%, pada pertemuan II siswa sudah aktif semua yaitu
18 siswa dengan persentase 100%, dan hasil belajar siswa juga sudah
meningkat semua menjadi 18 siswa yang tuntas dengan persentase 100%
dan yang tidak tuntas 0 siswa dengan persentase 0%. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran IPA
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius
Cungkup semester II tahun pelajaran 2012/2013.
2. Penelitian skripsi PTK patrisius berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas 5 Melalui Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) SD negri
kalibeji 01 Kecamatan tuntang kabupaten semarang semester I tahun
pelajaran 2013/2014 “, hasil penelitian menunjukan : adanyan peningkatan
jumlah siswa yang mendapatkan nilai KKM 65 dalam mata pelajaran IPA,
ini terbukti dengan pengklasifikasikan ketuntasan. Sebelum adanya
tindakan, sebanyak 12 siswa hasil belajarnya tidak tuntas atau mendapatkan
nilai dibawah KKM. Setelah dilaksanakan tindakan dengan pembelajaran
yang menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) melalui siklus I dan siklus II siswa
yang hasil belajarnya tidak tuntas atau mendapatkan nilai di bawah KKM
berkurang menjadi 0 siswa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
setelah siklus I dan siklus II mengalami ketuntasan belajar 100%.Skor
minimal sebelumsebelum dilakukan tindakan adalah 45.Setelah dilakukan
tindakan pertama yaitu siklus I, nilai minimal yang diperoleh siswa
mengalami peningkatan menjadi 50.Sedangkan setelah dilakukan tindakan
berikutnya yaitu siklus II, nilai minimal yang diperoleh siswa semakin
meningkat menjadi 65.Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran IPA yang
menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
5 SD Negeri Kalibeji 01 tahun pelajaran 2013/2014.Hal ini dikarenakan
model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement
20
Division (STAD) dapat menciptakan aktivitas belajar siswa dalam kelas
meningkat.
2.5. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir model pembelajaran STAD dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Pembelajaran menggunakan metode konvensional
a. Guru dominan menggunakan ceramah dan penghafalan
b. Teacher centered c. Kurang mengaktifkan kooperatif
siswa
Hasil belajar IPA siswa rendah di
bawah KKM ≥ 65
a. Siswa jenuh dalam pembelajaran
b. Siswa kurang fokus dalam pembelajaran
c. Keaktifan hanya ditunjukkan sebagian siswa
Diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD
dalam pembelajaran IPA
Langkah pembelajaran kooperatif model Student Teams Achievement Divisions (STAD) Menurut Rusman (2011:215):
1. Penyajian materi pelajaran 2. Tahap kerja kelompok 3. Tahap tes individu 4. Tahap pengitungan skor individu 5. Tahap penghargaan
SIKLUS I
Hasil belajar IPA siswa kelas V meningkat di atas KKM ≥ 65
SIKLUS II
21
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas,
maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD N Bugel 02 salatiga semester 2
tahun 2013/2014 dapat meningkat.