BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian...

20
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian teori mengenai (1) Model Pembelajaran, (2) Model Pembelajaran Kooperatif, (3) Model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), (4) hasil belajar, (5) keaktifan siswa, dan (6) Pembelajaran IPA . 2.1.1 Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2010 : 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijno, 2010 : 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Merujuk pemikiran Joyce (dalam Agus Suprijono, 2010 : 46), fungsi model adalah “each model guides us as we design intruction to help students achieve various objectives”. Melalui pembelajaran guru dapat mambantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan kajian-kajian tentang model pembelajaran tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola atau cara yang digunakanoleh seorang guru yang digunakan sebagai pedoman dalam

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan teori

dalam penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian teori mengenai (1)

Model Pembelajaran, (2) Model Pembelajaran Kooperatif, (3) Model

pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), (4) hasil

belajar, (5) keaktifan siswa, dan (6) Pembelajaran IPA .

2.1.1 Model Pembelajaran

Menurut Agus Suprijono (2010 : 46) model pembelajaran ialah

pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijno, 2010 :

46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,

termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam

kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Merujuk pemikiran Joyce (dalam Agus Suprijono, 2010 : 46),

fungsi model adalah “each model guides us as we design intruction to help

students achieve various objectives”. Melalui pembelajaran guru dapat

mambantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara

berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula

sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam

merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan kajian-kajian tentang model pembelajaran tersebut di

atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola atau cara

yang digunakanoleh seorang guru yang digunakan sebagai pedoman dalam

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

7

melaksanakan suatu pembelajaran di kelas agar informasi yang

disampaikan kepada siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi

semua jenis kerja kelompok termasuk betuk-bentuk yang lebih dipimpin

oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum, pembelajaran

kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan

tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan

informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan

masalah yang dimaksud. Pembelajaran kooperatif tidak sekedar seperti

halnya belajar kelompok. Jika pembelajaran kooperatif dilakukan dengan

benar, maka akan dapat meningkatkan keefektifan belajar siswa dan dapat

membantu siswa dalam megikuti pembelajaran.

Slavin (dalam Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods,

students work together in four member teams to master material initially

presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau

pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem

belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara

kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam

belajar.

Kontruktivisme sosial Vigotsky ( dalam Agus Suprijono, 2010 :

55) berpendapat bahwa penekanan pengetahuan dibangun dan dikontruksi

secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris.

Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka untuk

mengevaluasi dan memperbaiki pengalaman. Berdasarkan pernyataan

tersebut, dengan menggunakan pembelajaran kooperatif berarti akan

memberi kesempatan siswa untuk bersosialisasi dengan teman yang

lainnya. Selain itu, dengan belajar menggunakan model kooperatif dapat

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

8

menumbuhkan rasa percaya diri siswa untuk mengemukakan pendapat,

menghargai pendapat orang lain.

Menurut Trianto (2007: 41) pembelajaran kooperatif adalah konsep

yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-

bentuk yanglebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara

umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,

dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta

menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu

siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud.

Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam

membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna

untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerja sama, dan

memecahkan masalah. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif

pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap

kualitas interaksi dan komunikasi serta bekerja sama dalam satu kelompok

sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya.

Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk

kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh

guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2.1.2.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,

dan mengembangkan ketrampilan sosial (Agus Suprijono, 2010 : 61).

a) Hasil Belajar Akademik

Selain mencakup beragam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif

juga dapat memperbaiki hasil belajar siswa atau tugas-tugas akademis

penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

9

membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.

Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik bagi siswa

kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama

menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b) Penerimaan Terhadap Keragaman

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan

secara luas dari orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, dan

tingkat kecerdasannya. Hal ini memungkinkan setiap siswa untuk belajar

menerima keberagaman yang ada pada setiap anggota kelompoknya.

c) Pengembangan Ketrampilan Sosial

Tujuan penting ketiga dalam pembelajaran kooperatif adalah

mengajarkan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilannya dalam

kegiatan belajar mengajar. Ada banyak keterampilan sosial yang bisa

dilatihkan untuk dikuasai siswa melalui model pembelajaran kooperatif,

misalnya : berbagi tugas dengan seluruh anggota kelompok (team work),

aktif bertanya, aktif mendengarkan, menghargai pendapat orang lain,

memancing teman untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, membantu

teman, dan sebagainya.

2.1.3 Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

Numbered Head Together merupakan salah satu inovasi dari

pembelajaran kooperatif. NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan.

Tujuan dari NHT ini adalah untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam

proses penyampaian materi pembelajaran dan untuk memeriksa

pemahaman mereka tentang isi dari pelajaran tersebut.

Menurut La Iru (2012 : 59),Numbered Head Together (NHT) atau

penomoran berfikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperaif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif

terhadap sumber struktur kelas tradisional. Berdasarkan pernyataan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

10

tersebut, dalam NHT tujuan dari model ini adalah agar terjadi interaksi

antar siswa dalam kelompok-kelompoknya.

Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) menurut

Trianto (2007 :62) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai

alternatifterhadap struktur kelas tradisional. Model pembelajaran ini secara

tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,

mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan,

sehingga lebih produktif dalam pembelajaran.

2.1.3.1 Langkah-langkah Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)

Menurut Agus Suprijono (2010 : 92), pembelajaran dengan

menggunakan model Numbered Head Together diawali dengan numbering

atau penomoran. Guru membagi kelas dengan kelompok-kelomponnk

kecil. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan prtanyaan yang harus

dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Langkah berikutnya adalah guru

memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap

kelompok, mereka diberi kesempatan untuk memberi jawaban dari

pertanyaan yang diterimanya dari guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu

guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam sehingga siswa dapat

menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Menurut La Iru (2012 : 59) dalam mengajukan pertanyaan kepada

seluruh kelas, guru menggunakan empat fase sebagai sintaks NHT yaitu :

1. Fase 1 : Penomoran

Fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang

dan setiap anggota kelompk diberi nomor antara 1-5.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

11

2. Fase 2 : pengajuan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa atau

berbentuk arahan

3. Fase 3 : berfikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan

itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui

jawaban tim

4. Fase 4 : Menjawab

Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudia siswa yang

nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Menurut Trianto (2007: 63) dalam mengajukan pertanyaan kepada

seluruh kelas, guru menggunakan empat fase sebagai sintaks NHT yaitu :

1. Fase 1 : penomoran

Fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang

dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1

sampai 5.

2. Fase 2: pengajuan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa atau

berbentuk arahan.

3. Fase 3 : berfikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan

itudan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui

jawaban tim.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

12

4. Fase 4 : menjawab

Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang

nomornya sesuai mengacungkan tangannya danmencoba

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Sedangkan menurut Andreas Kosasih (2010: 61) mengatakan

bahwa ada 6 langkah dalam pembelajaran model NHT. Langkah-

langahnya adalah sebagia berikut:

1. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik

dalam kelompok mendapatkan nomor.

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakan.

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan

memastikan tiap anggota kelompok dapat

mengerjakan/mengetahui jawabannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor

yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

5. Tanggapan dari teman-teman yang lain, kemudian guru

menunjuk nomor lain.

6. Kesimpulan

Berdasarkan dari tahapan-tahapan di atas, bisa dibuat langkah-

langkah pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) sebagai berikut :

a. Pendahuluan

Persiapan

1. Guru melakukan apersepsi

2. Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Numbered

Heads Together)

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

4. Guru memberikan motivasi

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

13

b. Kegiatan inti

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together)

Tahap pertama

Penomoran : guru membagi siswa dalam kelompok yang

beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggotanya diberi

nomor 1-5.

Tahap kedua

Mengajukan pertanyaan : guru memberikan pertanyaan kepada

semua kelompok dan diminta untuk mengerjakannya.

Tahap ketiga

Berfikir bersama : siswa berfikir bersama dan menyatukan

pendapatnya dari jawaban pertanyaan tersebut serta meyakinkan

tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.

Tahap keempat

1) Menjawab : guru memanggil siswa dengan nomor tertentu,

kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan

tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh

kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat

dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing

kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang

belum berhasil dengan baik. Guru memberikan soal latihan

sebagai pemantapan terhadap hasil dari pekerjaan mereka.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

14

c. penutup

1. Siswa bersama dengan guru menyimpulkan materi yang telah

diajarkan

2. Guru memberikan tugas rumah

3. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi

yang telah diajarkan.

2.1.3.2 Manfaat Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)

Ada beberapa manfaat dari model pembelajaran NHT terhadap

siswa yang hasil belajarnya rendah yang dikemukakan Ibrahim (2003)

antara lain :

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

2. Memperbaiki kehadiran

3. Penerimaan terhadap individu lebih besar

4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5. Konflik antar pribadi berkurang

6. Pemahaman yang lebih mendalam

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

8. Hasil belajar labih tinggi

2.1.3.3 Kelemahan dan Kelebihan NHT (Numbered Head Together)

Model pembelajaran NHT selain memiliki kelebihan, ternyata juga

memiliki kelemahan jika diterapkan dalam proses pembelajaran. Berikut

beberapa kelemahan dan kelebihan NHT menurut La Iru (2012 : 60) :

a. Kelemahan model pembelajaran NHT :

1. Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil guru akan

dipanggil lagi

2. Tidak semua nomor dipanggil oleh guru

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

15

b. Kelebihan model pembelajaran NHT :

1. Situasi belajar lebih aktif, hidup, bersemangat, dan berdaya

guna.

2. Merupakan latihan berfikir ilmiah dalam menghadapi

masalah.

3. Menumbuhkan sifat objektif, percaya pada diri sendiri,

keberanian serta tanggung jawab dalam menghadapi/

mengatasi permasalahan.

2.1.4 Hasil belajar

2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Winkel (dalam Hamdani, 2011 : 138) mengemukakan

bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh

seseorang. Dengan demikian, hasil belajar seseorang adalah keberhasilan

maksimum seseorang setelah melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan

hasil belajar yang maksimum pula.

Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Hamdani, 2011 : 138)

mengemukakan bahwa hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai

oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Berdasarkan

dua pengertian prestasi belajar tersebut, maka dapat disimpulkan untuk

mencapai hasil belajar yang maksimal harus disertai dengan usaha-usaha.

Menurut Nana Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan

yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil

belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah melalui

proses belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut

tergatung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian

maupun tes obyektif (Sudjana, 2011: 55). Hasil belajar tersebut terjadi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

16

terutama berkat evaluasi guru. Sudjana (2011: 22) menyatakan bahwa

proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi

kepada guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan

belajarnya melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar

mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar.

Dari uraian tentang hasil belajar diatas semua merujuk terhadap

perubahan siswa setelah melakukan proses kegiatan belajar dimana siswa

mengalami berbagai kegiatan belajar yang menyebabkan perubahan dalam

dirinya. Pengukuran hasil belajar siswa dapat diukur dengan kriteria atau

patokan-patokan tertentu. Dalam pengukuran hasil belajar siswa dapat

menggunakan teknik tes dan hasil tes berupa nilai.

Karena hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini berupa test,

maka dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan

suatu kemampuan kognitif yang dimilik setiap individu. Hasil belajar

diperoleh melalui proses belajar. Untuk mengetahui seberapa besar hasil

belajar yang dimilik seorang siswa dapat dilakukan dengan cara

memberikan tes. Hasil belajar di sekolah dinyatakan dalam bentuk angka

atau nilai.

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pada dasarnya, faktor yang mempengaruhi hasil belajar berasal

dari dua faktor yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam (Hamdani,

2011:139). Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Faktor dari dalam

Faktor dari dalam diri ini adalah berupa kecerdasan, faktor

jasmaniah atau faktor fisiologi, sikap, minat, bakat, dan

motivasi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

17

b. Faktor dari luar

Faktor dari luar diri tersebut yaitu antara lain keadaan keluarga,

keadaan sekolah, serta lingkungan masyarakat.

2.1.5 Keaktifan Siswa

2.1.5.1 Pengertian Keaktifan Belajar Siswa

Belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang

menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional

guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif,

afektif dan psikomotor”.Menurut Sudjana ( 2006:72 ), keaktifan siswa

dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam :

1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2. Terlibat dalam pemecahan masalah

3. Bertanya kepada siswa lain/kepada guru bila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya

4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

memecahkan masalah

5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru

6. Menilai kemampuan dirinya dari hasil hasil yang diperolehnya

dalam melaksanakan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan

interaksi yangtinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu

sendiri. Keaktifan siswa selama proses belajarmengajar merupakan salah

satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa

dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti :

sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang

diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar,

dan lain sebagainya.Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi

segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan

kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbuldari siswa

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

18

akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan

yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Suasana belajar yang dapat menciptakan siswa aktif dapat dilihat dari

beberapa aspek yaitu pengalaman siswa dalam pembelajaran akan

menjadikan siswa ikut berpartisipasi aktif, interaksi siswa dengan siswa

lain, maupun siswa dengan guru dapat meningkatkan keaktifan siswa,

komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran akan menghidupkan suasana

belajar kondusif. Menurut Asmani (2011:92) siswa dikatakan aktif apabila

memenuhi beberapa kriteria berikut ini:

1. Membangun konsep bertanya

2. Bertanya

3. Bekerja,terlibat, dan berpartisipasi

4. Menemukan dan memecahkan masalah

5. Mengemukakan gagasan

6. Mempertanyakan gagasan

Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tingkah laku

siswa pada saat pembelajaran atau keikutsertaan siswa dalam pembelajaran.

2.1.5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Siswa

Muhibbin Syah (2012: 146) mengatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik dapat digolongkan menjadi

tiga macam, yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), faktor

eksternal (faktor dari luar peserta didik), dan faktor pendekatan belajar

(approach to learning). Secara sederhana faktor-faktor yang

mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraiakan

sebagai berikut:

a. Faktor internal siswa, merupakan faktor yang berasal dari dalam

diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi:

i. Aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus

(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

19

organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi

semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti

pelajaran.

ii. Aspek psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses

psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi

psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang.

Adapun faktor psikologis peserta didik yang mempengaruhi

keaktifan belajarnya adalah sbegai berikut: (1) inteligensi,

tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak

dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan

keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa

semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar

peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya;

(2) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif

berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon

dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang,

dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif; (3)

bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa

sejak lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke

tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing; (4)

minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi

atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan (5)

motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar

adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk

belajar.

b. Faktor eksternal siswa, merupakan faktor dari luar siswa yakni

kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapaun yang termasuk dari

faktor ekstrenal di anataranya adalah: (a) lingkungan sosial, yang

meliputi: para guru, para staf administrasi, dan teman-teman

sekelas; serta (b) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

20

sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik

dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar

yang digunakan peserta didik.

c. Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi

yang digunakan peserta didik dalam menunjang keefektifan dan

efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa dalam pemelajaran dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari

luar diri siswa.

2.1.6 Pembelajaran IPA

Menurut kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

diharapkan dapat mejadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam

sekitar secara ilmiah.

Fowler (dalam Aly dan Rahma, 2013 : 18 ) menyatakan bahwa IPA

merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan

dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan

dan induksi.

Selanjutnya untuk memahami hakikat IPA haruslah dilandasi

dengan pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli :

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

21

a. Kemey ( Solihat, Ihat. 2006 : 19) menyatakan bahwa IPA merupakan

aktifitas dalam menemukan hukum–hukum alam dalam bentuk teori –

teori berdasarkan fakta–fakta. Keadaan ini menyebabkan hubungan timbal

balik antara teori dan fakta baru.

b. Sund ( Solihat, Ihat. 2006 : 19 ) menyatakan bahwa ” Science is both a

body of knowladge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah

bahwa yang dimaksud dengan sains (IPA) adalah kumpulan dari

pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan lain - lain), dan bagaimana proses

untuk mendapatkan pengetahuan itu.

c. Fisher ( Solihat, Ihat. 2006 : 19) menyatakan bahwa IPA sebagai ”body of

knowladge obtained by method based upon observation”, yaitu IPA

merupakan suatu batang tubuh pengetahuan yang diperoleh melalui

metode yang berdasarkan observasi.

d. Chalmers ( Solihat, Ihat. 2006 : 19 ) menyatakan bahwa IPA didasari oleh

hal – hal yang kita lihat, dengar, raba, dan lain-lain. Dapat dikatakan

batasan ini lebih menekankan kepada cara memperoleh IPA, yaitu melalui

observasi. IPA sebagai kumpulan konsep atau prinsip tidak secara jelas

dikemukakan.

e. Sund ( Solihat, Ihat. 2006: 19) mengemukakan batasan IPA yang lebih

lengkap. Sund menyatakan IPA sebagai bidang pengetahuan (body of

knowledge) yang dibentuk melalui proses inkuiri yang terus menerus, yang

diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalm bidang IPA. IPA lebih dari

sekedar ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan

pembelajaran IPA adalah untuk memberikan pengalaman langsung kepada

siswa agar pembelajaran yang dilakukan dapat sepenuhnya dipahami oleh

siswa. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara

pengamatan dari alam sekitar, eksperimen, dan penyimpulan-penyimpulan

serangkaian proses penyelidikan.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

22

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Sudah banyak sekali penelitian yang meneliti tentang model

pembelajaran kooperatif tipeNHT (Numbered Heads Together) telah

dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang

dilakukan oleh Emi Sulistiyorini (2007) yang berjudul “Keefektifan

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap

Hasil Belajar dan Pencapaian Tingkat Berfifkir Siswa SMP dalam

Geometri menurut Van Hiele”. Dalam penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika materi pokok

segi empat antara siswa yang dikenai model pembelejaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) dengan siswa yang dikenai

pembelajaran konvensional, serta model pembelajaran Numbered Heads

Together (NHT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional.

Kemudian penelitian lain yang dilakukan oleh Sitorus, Dika Imara

(2012) dengan judul penelitiannya “Pengaruh Model Koopertif Tipe

Numbered Head Together (NHT) Dengan Picture And Picture Terhadap

Hasil Belajar Siswa Tentang Sel Di Kelas XI IPA MA DAAR AL ULUM

ASAHAN T.P. 2012/2013”. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model

kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) bermedia Picture And

Picture dan NHT tanpa Media Tentang Sel Di Kelas XI IPA MA Daar Al

Ulum Asahan T.P. 2012/2013. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan

dengan melalui uji hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan taraf

kepercayaan a= 0,05, dimana thitung < ttabel (1,674 < 2,869), yang

berarti dalam penelitian ini H0 ditolak sekaligus menerima Ha.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, Endah Duniati

(2010) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif NHT

(Numbered Heads Together) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

23

Biologi Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Batik 1 Surakarta Tahun Pelajaran

2009/2010. Hasil penelitian yang telah dilakukannya menunjukkan bahwa

penerapan pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Heads Together)

dapat meningkatkan motivasi belajar biologi siswa. Peningkatan motivasi

belajar biologi siswa dapat dilihat melalui hasil angket dan observasi.

Rata-rata nilai persentase capaian setiap indikator dari angket motivasi

belajar biologi siswa pada pra siklus sebesar 69,40%, pada siklus I sebesar

74,88%, dan pada siklus II sebesar 79,97%. Rata-rata nilai persentase

capaian setiap indikator dari observasi motivasi belajar biologi siswa pada

pra siklus adalah 35,75%, pada siklus I sebesar 63,95% dan pada siklus II

sebesar 76,16%.

Hasil penelitian terdahulu tersebut relevan dengan penelitian yang

akan dilakukan karena sama-sama meneliti tentang keefektifan model

pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).

2.3 Kerangka Berfikir

Keberhasilan proses pembelajaran tentunya tidak lepas dari guru

sebagi salah satu sumber belajar. Peran guru sebagai sumber belajar

sangatlah penting dimana guru harus lebih menguasai materi pelajaran

atau bahan ajar. Tidak hanya itu, guru harus lebih banyak memiliki bahan

referensi. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang jauh

lebih baik tentang materi yang akan diajarkan.

Salah satu tipe pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA adalah melalui tipe NHT (Numbered Heads

Together), dimana model ini didefinisikan sebagai model belajar yang

lebih menekankan pada siswa dalam kelompok dengan diskusi.

Diharapkan dengan memanfaatkan tipe NHT (Numbered Heads Together)

dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan

model ini siswa lebih dilatih untuk berfikir kritis karena membiasakan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

24

siswa memecahkan masalah sendirimsampai siswa dapat menemukan

jawaban dari masalah itu.

Melalui pemanfaatan tipe NHT (Numbered Heads Together) ini

siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada mata

pelajaran IPA. Siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran

dan siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga suasana

kelas menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Dengan

diterapkannya pembelajaran yang menggunakan tipe NHT (Numbered

Heads Together) ini, suasana kelas yang tidak membosankan, siswa dapat

aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat

mempengaruhi prestasi belajarnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka

penulis menggambarkan kerangka berfikir dengan skema di bawah ini :

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa

uji statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini :

Hipotesis I :

Ho : Tidak ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT

(Numbered Heads Together) terhadap hasil belajar siswa

pada mata pelajaran IPA.

Kondisi Awal

Kelas Kontrol

Kelas

Eksperimen

Pembelajaran

Konvensional

Pembelajaran

Tipe NHT

Kondisi Akhir

Kondisi Akhir

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7971/3/T1_292010194_BAB II.pdf · Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan ... Karena

25

Ha : Ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT (Numbered

Heads Together) terhadap hasil belajar siswa pada

matapelajaran IPA.

Hipotesis II :

Ho : Tidak ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT

(Numbered Heads Together) terhadap keaktifan siswa

pada mata pelajaran IPA.

Ha : Ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT (Numbered

Heads Together) terhadap keaktifan siswa pada mata

pelajaran IPA.