BAB II K3L KRA 480

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1989). Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1989). Menurut Suma’mur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.

description

ikm

Transcript of BAB II K3L KRA 480

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan KerjaKeselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1989). Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1989).Menurut Sumamur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.Menurut Felton (1990) dalam (Budiono dkk, 2003) mengemukakan pengertian tentang kesehatan kerja adalah pengembangan prinsip-prinsip dan praktik dari kedokteran kerja, untuk memadukan kegiatan-kegiatan yang bersifat mencegah atau membangun dari seluruh anggota tim kesehatan kerja.Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai/tenaga kerja. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. 2.1.1 Keselamatan KerjaKeselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simajuntak, 1994).Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simajuntak, 1994).a) Kondisi mental dan fisik Kondisi tersebut sangat berpengaruh dalam menjalaankan proses produksi karena dengan kondisi mental dan fisik yang buruk dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.b) Kebiasaan kerja yang baik dan aman Pada saat melakukan pekerjaan, pekerja harus dapat dituntut untuk bekerja secara disiplin agar tidak lalai yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. c) Pemakaian alat-alat pelindung diri d) Kurangnya kesadaran dalam pemakaian alat-alat pelindung karena dirasa tidak nyaman oleh pekerja dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.2.1.2 Kesehatan KerjaPengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (Budiono, 2003).Sejak beberapa abad yang lalu, Burlinhame menyatakan bahwa melakukan suatu pekerjaan atau bekerja hakikatnya merupakan sumber kepuasan manusia yang paling mendasar, katalis sosial dan sekaligus juga pelengkap status serta martabat manusia. Bila konsep tersebut dikaitkan dengan perubahan global pada berbagai sektor dan perkembangan teknologi dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia harus dilakukan melalui pekerjaan yang diselaraskan dengan lingkungaan yang aman, nyaman dan higienis sehingga kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja senantiasa terjamin. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni: 1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme) dan ssosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan). 2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku. 3. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan; 4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Interaksi dari berbagai faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja. Dengan demikian, dalam pengelolaan kesehatan keempat faktor tersebut perlu diperhatikan, khususnya dalam aspek lingkungaan dan pelayanan kesehatan. Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing atau gejala sesak napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja pertambangan. Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja semakin banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industri. Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerjaan yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya. Menurut Sumamur (1976), kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah pada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Total health of all at work). Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja dengan kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya, dan tujuan dari kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada mengobatinya (Harrington, 2003). Sebagai bagian spesifik keilmuwan dalam kesehatan masyarakat, kesehatan kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk: 1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja 2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja atau pekerjaannya3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan pendidikan atau keterampilannya. 4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja. Sedangkan rekomendasi sidang bersama ILO/WHO pada tahun 1995, menekankan upaya pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan kapasitas kerja, perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan pekerja serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar tercapai iklim sosial yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan produktivitas. Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa penyuluhan, pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat dalam bekerja, disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko gangguan kesehatan, lebih mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja. Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang menganalisa akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisa alternatif usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya adalah manusia atau pekerja. Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para pekerja seperti (Simajuntak, 1994): 1. Kurangnya pencahayaan yang mengakibatkan sakit mata. 2. Tidak adanya sistem sirkulasi udara sehingga debu-debu atau partikel-partikel kecil akan mengganggu sistem pernapasan pekerja. 3. Pekerja yang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. 4. Tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang pendengar yang dapat mengakibatkan ketulian pada pekerja. Kondisi di atas memerlukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan pekerja secara berkala. 2. Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja. 3. Pembuatan ventilasi yang baik. 4. Mengubah cara-cara kerja yang dapat menyebabkan penyakit kerja. 5. Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk menghindari resiko kecelakaan kerja. 2.1.3 Indikator- indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan KerjaBudiono dkk (2003) mengemukakan indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), meliputi: a) Faktor manusia/pribadi (personal factor) Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan/keahlian, dan stress serta motivasi yang tidak cukup. b) Faktor kerja/lingkungan Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa, pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan penyalahgunaan.2.2 Sumber BahayaMenurut Syukri (1997), kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya dan risiko yang ada di lingkungan kerja. Sumber bahaya itu bisa berasal dari : 1. Bangunan, Instalasi, dan Peralatan Proses bahaya yang berasal dari bangunan, instalasi, dan peralatan yang digunakan bisa berupa konstruksi bangunan yang kurang kokoh dan tidak memenuhi persyaratan yang ada. Selain itu desain ruang dan tempat kerja serta ventilasi yang baik merupakan beberapa hal yang harus diperhatikan. 2. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada proses produksi dapat memiliki bahaya dan risiko yang sesuai dengan sifat bahan baku, antara lain : a. Mudah terbakar. b. Mudah meledak. c. Menimbulkan alergi. d. Bahan iritan.e. Karsinogen. f. Bersifat racun. g. Radioaktif. 3. Proses Kerja Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung dari teknologi yang digunakan. Proses yang ada pada industri ada yang sederhana, tetapi ada juga yang prosesnya rumit. Ada proses yang berbahaya dan ada juga proses yang kurang berbahaya. Dalam proses biasanya juga digunakan suhu dan tekanan tinggi yang memperbesar risiko bahayanya.Dari proses ini terkadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan. Hal ini dapat berakibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 4. Cara Kerja Bahaya dari cara kerja yang dilakukan oleh pekerja yang dapat membahayakan pekerja itu sendiri atau orang lain disekitarnya, yaitu : a. Cara mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara yang salah maka dapat menyebabkan cidera dan yang paling sering adalah cidera pada tulang punggung. b. Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api, serta tumpahan bahan berbahaya c. Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. 5. Lingkungan Bahaya yang berasal dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan keselamatan dan kesehatan kerja, serta penurunan produktivitas kerja dan efisiensi kerja, bahaya-bahaya tersebut adalah : a. Bahaya fisik adalah bahaya yang berasal dari lingkungan fisik di sekitar kita dan berasal dari benda bergerak atau bersifat mekanis seperti ruangnan yang terlalu panas, kebisingan, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, radiasi, mesin pemotong, dan lain-lain. b. Bahaya kimia adalah substansi bahan kimia yang digunakan secara tidak tepat baik dalam proses kerja, pengolahan, penyimpanan, dan penanganan limbah. Biasanya bahaya yang bersifat kimia berasal dari bahan baku yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung. c. Bahaya biologis adalah bahaya yang berasal dari makhluk hidup selain manusia seperti bakteri, virus, dan jamur. Bahaya ini lebih mengarah kepada kesehatan. d. Bahaya ergonomi, biasanya gangguan yang bersifat faal atau ergonomi ini karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan kerja yang digunakan desainnya tidak sesuai dengan pekerja seperti kursi yang terlalu rendah, meja yang terlalu tinggi, dan lain-lain. Bahaya ini akan muncul dalam jangka waktu yang lama. e. Bahaya psikologis adalah bahaya yang berhubungan dengan timbulnya kondisi psikologis yang tidak baik yang berpengaruh terhadap pekerjaan. Gangguan psikologis ini dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada pekerja, seperti keharusan mengenai pencapaian target produksi yang terlalu tinggi di luar batas kemampuan si pekerja.2.3 Manajemen RisikoManajemen risiko adalah suatu budaya, proses dan struktur dalam mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem manajemen yang baik (Soehatman, 2010).Manajemen risiko erat hubungannya dengan manajemen K3. Keberadaan risiko dalam kegiatan suatu instansi kesehatan mendorong perlunya upaya keselamatan untuk mengendalikan risiko yang ada. Dengan demikian manajemen risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen K3 seperti dua sisi mata uang. Dalam sistem manajemen K3 yang berlaku secara global yaitu OHSAS 18001 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan. Manajemen risiko menurut standar K3L, terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko), dan Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan HIRADC.Pelaksanaan HIRADC dalam proses manajemen risiko di setiap area pada hierarki pengendalian. Dengan cara:a. Menguraikan kegiatan kerja yang melibatkan material, proses dan produk yang dihasilkan dalam suatu instansi.b. Menemukan titik-titik bahaya dan aspek lingkungan yang ada pada kegiatan suatu instansi.c. Menemukan dampak potensial akibat dari bahaya dan aspek lingkungan dari kegiatan yang sedang berjalan.d. Melakukan pengendalian terhadap dampak potensial yang teridentifikasi.e. Menentukan nilai risiko yang tergolong risikolow, high dan very high.f. Menentukan tingkat risiko tergolong di terima atau tidak diterima pada semua bahaya yang telah dilakukan pengendalian awal.g. Mempertahankan dan meningkatkan pengendalian terhadap bahaya yang mempunyai tingkat risiko diterima.h. Melakukan tindakan pengendalian lanjutan terhadap bahaya yang mempunyai tingkat risiko tidak diterima sehingga nilai risikonya turun menjadi tingkat risiko diterima (Cipta Kridatama, 2010).Tahap-tahap manajemen risiko yang seharusnya dilaksanakan di setiap instansi adalah sebagai berikut:a. Inventarisasi Kegiatan Kerja Proses awal Manajemen Risiko dilakukan dengan inventarisasi pekerjaan. Tim HIRADC yang terlibat dalam inventarisasi kegiatan kerja haruslah orang yang berpengalaman dan mengerti betul keadaan jenis pekerjaan dan bahaya terkait. Tidak berhenti pada pekerjaan yang terkait langsung dengan pekerjaan mereka, namun juga termasuk efek dan kondisi fasilitas dan kegiatan pihak lain yang mungkin bersinggungan dengan operasi mereka.b. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008).Identifikasi bahaya adalah proses untuk mengenali bahaya yang ada dan mengidentifikasi sifat-sifatnya (Cipta Kridatama, 2010).Identifikasi bahaya dilihat secara terpisah pada setiap kegiatan kerja, mencakup bahaya terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja. Secara sistematis sumber bahaya bisa dibedakan menjadi 2 yaitu faktor bahaya dan potensi bahaya. Adapun macam faktor bahaya antara lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan potensi bahaya berasal dari tindakan maupun kondisi yang tidak aman (Tarwaka, 2004).c. Identifikasi Efek BahayaEfek bahaya mencakup dampak terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja. Asumsi yang digunakan adalah asumsi terparah yang mungkin terjadi sebagai akibat kecelakaan, namun tetap dalam batasan yang logis dan realistis.d. Penilaian RisikoRisiko adalah kombinasi dari :1) Probability: Kemungkinan terjadinya insiden atau dampak yang mengakibatkan cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja), kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.2) Frequency: Keseringan kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.3) Severity : Keparahan dari cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja), kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.(Cipta Kridatama, 2010)Penilaian risiko dilakukan dengan mempertimbangkan 3 aspek penting yaitu peluang (probability), keseringan (frequency) dan keparahan (severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, artinya semakin tinggi nilai peluang, keseringan dan keparahan maka nilai risikopun semakin tinggi.1) Peluang (Probability)Peluang terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu:a. Siapa yang melakukan pekerjaan (jumlah pelaku dan kompetensinya)b. Serumit apakah pekerjaan yang dilakukanc. Dimana pekerjaan dilakukan (kompleksitas tempat kerja)d. Kapan pekerjaan dilakukan (jam-jam menurunnya stamina dan konsentrasi)e. Bagaimana pekerjaan dilakukan (ada tidaknya prosedur baku)f. Berapa lama pekerjaan tersebut (durasi pekerjaan)g. Seberapa sering aktivitas tersebut ada (keterulangan pekerjaan)h. Seberapa banyak jumlah beban kerja tersebutHal-hal diatas akan memberikan kontribusi terhadap tinggi rendahnya peluang terjadinya kecelakaan pada suatu aktivitas kerja.2) Keseringan (frequency)Frekuensi menunjukkan tinggi keseringan suatu bahaya atau paparan yang terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi dapat ditetapkan misalnya keseringan dalam durasi tahunan, bulanan, mingguan dan harian.3) Keparahan (severitas)Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika kecelakaan benar-benar terjadi baik terhadap manusia, property dan lingkungan.nilai severitas yang ditetapkan dapat berdasarkan jenis cidera yang terjadi seberapa besar kerugian perusahaan, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, ada tidaknya kejadian pencemaran lingkungan dan komplian dari masyarakat maupun tuntutan hukum dari pemerintah.e. Penggolongan Nilai RisikoSetelah dilakukan penilain risiko terhadap masing-masing bahaya dari pekerjaan maka dilaksanakan penggolongan risiko berdasarkan nilai kombinasi antara probability, frequency dan severity. Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi nilai tingkat risiko. Untuk nilai tingkat very high dan high maka dikelompokkan dalam kriteria yang tidak dapat diterima (Non Acceptable Risk). Sedangkan tingkat risikomedium dan low dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (Acceptable Risk) (Cipta Kridatama, 2010).f. Tindakan Pengendalian RisikoDalam melakukan pengendalian hal yang harus dilakukan adalah memulai dari tindakan terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka dengan menurunkan tingkat pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau mudah.Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hierarki Pengendalian (Hirearki of Control). Hirearki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008). Adapun hirearki pengendalian adalah sebagai berikut:1) Eliminasi Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau menghilangkan metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan. Efektifitas dari eliminasi ini adalah 100%, artinya dapat menghilangkan bahaya sampai pada titik nol.2) SubtitusiSubtitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang mempunyai nilai risiko yang tinggi dengan yang mempunyai risiko lebih kecil.3) Rekayasa TeknikRekayasa Teknik merupakan suatu pengendalian bahaya secara teknik yang bisa diterapkan untuk mengurangi paparan bahaya yang ada. Langkah yang dilakukan dalam tahap ini misalnya dengan memberikan peredam kebisingan pada mesin, dipergunakan room control, dan penggunaan ventilasi penghisap.4) AdministrasiPengendalian administrasi dengan mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi paparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian administrasi tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.5) Alat Pelindung Diri (APD)Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat pelindung diri yang dikenakan itu sendiri, artinya alat yang digunakan haruslah yang sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada. Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan tingkat paling atas dari hirearki pengendalian. Jika tingkat paling atas tidak dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian selanjutnya, demikian seterusnya. Akantetapi mungkin juga dapat dilakukan upaya-upaya gabungan dari pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko yang diinginkan.g. Sisa RisikoSetelah ditentukan tindakan pengendalian yang layak, maka tim HIRADC harus menganalisa ulang kembali risiko dari aktivitas kerja tersebut. Bila setelah dilakukan pengendalian awal nilai risiko masih tinggi atau sangat tinggi maka pengendaliannya digolongkan dalam kategori tidak diterima. Hal ini yang dimaksud dengan sisa risiko dimana harus dilakukan pengendalian lanjutan. Tujuan dari pengendalian lanjutan ini adalah agar tingkat risiko suatu bahaya dengan kategori tidak diterima dapat turun menjadi bahaya dengan kategori yang dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Prabu Mangkunegara, (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.Cipta Kridatama. 2010.Prosedur Idenifikasi Bahaya Penilaian dan PengendalianRisiko.Jakarta : PT. Cipta KridatamaRamli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta : Dian RakyaSumamur. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : Haji Mas Agung, 1989.Sumamur P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.PT. Toko Gunung Agung.Cetakan ketiga belas. Jakarta. Hal.82-93.Syukri, Sahab. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Bima Sumber Daya ManusiaTarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS. Cetakan Pertama. Surakarta. Hal. 35; 97-101; Tarwaka. 2008, Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Harapan Press, Surakarta. Undang-undang No.1 tahun 1997 Tentang Tujuan Keselamatan Kerja