Laporan K3L Nguter

52
Laporan Kegiatan Manajemen Risiko Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan dengan HIRADC (Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Controls) di Puskesmas Nguter Oleh : Kelompok 486 Locoporta Agung G99131038 Fadityo G99131049 Aulia Nurul F G99131023 Muhammad Abdulhamid G99131053 Kristianto Aryo G99131048 KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

description

ikm

Transcript of Laporan K3L Nguter

Page 1: Laporan K3L Nguter

Laporan Kegiatan

Manajemen Risiko Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan dengan

HIRADC (Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Controls)

di Puskesmas Nguter

Oleh :

Kelompok 486

Locoporta Agung G99131038

Fadityo G99131049

Aulia Nurul F G99131023

Muhammad Abdulhamid G99131053

Kristianto Aryo G99131048

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Laporan K3L Nguter

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kegiatan K3L dengan Judul:

Manajemen Risiko Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan dengan

HIRADC (Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Controls)

di Puskesmas Nguter

Yang disusun oleh:

Kelompok 486

Locoporta Agung G99131038

Fadityo G99131049

Aulia Nurul F G99131023

Muhammad Abdulhamid G99131053

Kristianto Aryo G99131048

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing K3L

Sumardiyono, SKM, M.KesNIP. 19650706 198803 1 002

2

Page 3: Laporan K3L Nguter

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan

rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan K3L dengan judul

“Manajemen Risiko Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan

dengan HIRADC (Hazard Identification, Risk Assesment and Determining

Controls) di Puskesmas Nguter”.

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh

kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNS/RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Zainal Arifin Adnan, Sp. PD-KR selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ari Natalia Probandari, dr., MPH, Ph.D selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan

Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

3. Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku pembimbing fakultas yang telah

memberikan bimbingan mengenai K3L.

4. Dewi Kartikasari, dr. selaku Kepala Puskesmas Nguter, Kabupaten Sukoharjo.

5. Seluruh Staf Pegawai Puskesmas Nguter yang telah memberikan dukungan

selama kami menjalani kegiatan di puskesmas.

6. Seluruh Staf Pengajar Laboratorium IKM Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini yang tidak

dapat kami sebutkan satu-persatu.

Demikian Laporan K3L ini kami buat, semoga dapat bermanfaat untuk

para pembaca dan semua pihak yang membutuhkan. Saran dan kritik yang

membangun sangat kami harapkan demi perbaikan kekurangan ataupun

kekeliruan laporan ini.

Surakarta, November 2014

3

Page 4: Laporan K3L Nguter

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Rizky Argama (2006), program Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun

pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan

penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara

mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit

kerja akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal

demikian. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu

sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua

personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan

penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/taat pada hukum dan aturan

keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap

menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi, 2006).

Menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009), kecelakaan kerja merupakan

kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di

lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga

sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai

yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan secara total.

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan

agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik,

mental maupun sosial (Lalu Husni, 2005). Selain itu, kesehatan kerja

menunjuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum

dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh

(Malthis dan Jackson, 2002). Sedangkan menurut Prabu Mangkunegara

(2001) pengertian kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik,

mental, emosi atau rasa sakit yang disebakan lingkungan kerja.

Kesehatan dalam ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja

tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut

Undang-undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I Pasal 2,

keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan yang meliputi keadaan

4

Page 5: Laporan K3L Nguter

jasmani, rohani dan kemasyarakatan, dan bukan hanya keadaan yang bebas

dari penyakit, cacat dan kelemahan-kelemahan lainnya.

Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang

disebabkan oleh kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan

pekerjaan. Hal ini meliputi penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh

pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan

kimia beracun atau pengantar yang berbahaya (Dessler, 2007). Masalah

kesehatan karyawan sangat beragam dan kadang tidak tampak. Penyakit ini

dapat berkisar mulai dari penyakit ringan seperti flu, hingga penyakit yang

serius yang berkaitan dengan pekerjaannya (Malthis dan Jackson, 2002).

Schuler dan Jackson (1999) menjelaskan bahwa dalam jangka panjang,

bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker kelenjar

tiroid, hati, paru-paru, otak dan ginjal; penyakit paru-paru putih, cokelat, dan

hitam; leukimia; bronkitis; emphysema dan lymphoma; anemia plastik dan

kerusakan sistem saraf pusat; dan kelainan reproduksi (misal kemandulan,

kerusakan genetic, keguguran dan cacat pada waktu lahir).

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 164

maka sudah seharusnya dilaksanankan upaya kesehatan kerja yang ditujukan

untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan

kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya

kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja disektor formal dan informal

dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada dilingkungan tempat

kerja.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23

dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus

diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang

mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.

Pusksemas Nguter adalah tempat pelayanan kesehatan primer, sebuah

lingkungan kerja dengan risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit

dan memiliki 86 petugas bekerja disana. Dengan demikian, sudah jelas

5

Page 6: Laporan K3L Nguter

bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja wajib dijalankan dengan

baik di Puskesmas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja dan

lingkungan di Puskesmas Nguter?

2. Bagaimana manajemen risiko keselamatan, kesehatan kerja dan

lingkungan di Puskesmas Nguter dengan menggunakan HIRADC (Hazard

Identification Risk Assesmen and Determining Controls)?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja

dan lingkungan Puskesmas Nguter

2. Untuk mengetahui manajemen risiko keselamatan, kesehatan kerja dan

lingkungan di Puskesmas Nguter dengan menggunakan HIRADC

D. Manfaat

1. Bagi penulis

a. Dapat menambah pengetahuan mengenai keselamatan kesehatan kerja

dan lingkungan di Puskesmas Nguter

b. Dapat menambah pengetahuan mengenai manajemen risiko yang ada

di Puskesmas Nguter

2. Bagi instansi kesehatan/Puskesmas

Menjadi pertimbangan evaluasi dan kondisi Kesehatan,

Keselamatan Kerja dan Lingkungan Puskesmas Nguter, sehingga tercipta

lingkungan kerja yang kondusif, sehat, dan aman.

6

Page 7: Laporan K3L Nguter

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1. Keselamatan Kerja

Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan

biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari

peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada

hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun

sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan

berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya

kecelakaan (Syaaf, 2007). Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang

dikutip oleh Prabu Mangkunegara (2000) bahwa istilah keselamatan

mencakup kedua istilah yaitu resiko keseamatan dan resiko kesehatan.

Dalam kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu

Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari

penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan

merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan

kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah

tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu

sering dihubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik

dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan

latihan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah

suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia

dapat merasakan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,

kerusakan atau kerugian terutama untuk para pekerja konstruksi. Agar

kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan adanya keselamatan

kerja.

7

Page 8: Laporan K3L Nguter

2. Kesehatan Kerja

Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960,

BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang

bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-

tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan

dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang

disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak

hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat

mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial.

Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian

sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan

maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktor-faktor yang

dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk

mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar

manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat (Mily, 2009).

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan

mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja

kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. kerja.

Jika merujuk pada Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja. Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam

Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja antara lain :

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang

lain di tempat kerja.

2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan

efisien.

3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan

mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.

8

Page 9: Laporan K3L Nguter

Maka menurut Suma’mur (2006) tujuan dari keselamatan dan kesehatan

kerja yaitu :

a. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

baik secara fisik, sosial dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya

dan seefektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan perlindungan kesehatan

gizi pekerja.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan atau kondisi kerja.

g. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

B. Sumber Bahaya

Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran

lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan yang

pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja.

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak

terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsure kengajaan,

lebih-lebih dalam bentuk perencenaan. Tidak diharapkan oleh karena

peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun penderiaan dari yang

paling ringan sampai kepada yang paling berat dan tidak diinginkan. Secara

teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja

meliputi beberapa hal sebagai berikut :

1. Hazard (sumber bahaya). Suatu keadaan yang memungkinkan/dapat

menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat

kemampuan pekerja yang ada.

2. Danger (tingkat bahaya). Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya

sudah ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.

3. Risk, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu.

9

Page 10: Laporan K3L Nguter

4. Insident. Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak

diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi

yang melebihi ambang batas badan/struktur Konsep Dasar K3.

5. Accident. Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian

(manusia/benda).

Dalam beberapa industri, kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat

kurang terjaganya keselamatan kerja lebih tinggi daripada yang lainnya.

Sekitar dua dari tiga kecelakaan terjadi akibat orang jatuh, terpeleset,

tergelincir, tertimpa balok, dan kejatuhan benda di tempat kerja. (Daryanto,

2001). Suma’mur (1987) mengatakan bahwa 85% dari sebab-sebab

kecelakaan adalah faktor manusia. Lebih lanjut Suma’mur mengatakan bahwa

kecelakaan akibat kerja dapat menyebabkan 5 jenis kerugian (K) yakni :

1. kerusakan,

2. kekacauan organisasi,

3. keluhan dan kesedihan

4. kelainan dan cacat

5. kematian.

Kecelakaan adalah kejadian yang timbul tiba-tiba, tidak diduga dan

tidak diharapkan. Setiap kecelakaan baik di industri, di bengkel, atau di

tempat lainya pasti ada sebabnya. Secara umum terdapat dua hal pokok yang

menyebabkan kecelakaan kerja (Suma’mur, 1985) yaitu :

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe

human acts).

2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (usafe conditions).

Sumber bahaya merupakan faktor penyebab kerja yang dapat

ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya berasal dari:

a. Manusia

Termasuk pekerjaan dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar

kecelakaan, kerugian atau kerusakan terletak pada karyawan yang

kurangterampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umumnya

menyebabkan kecelakaan dan kerugian (Bennet N. B Silalahi dan

Rumondang B. Silalahi, 1995).

10

Page 11: Laporan K3L Nguter

b. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan

bahaya jika tidak digunakan sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang

penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan

pengaman serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan. Perawatan atau

pemeriksaan dilakukan agar bagian dari mesin atau alat yang berbahaya

dapat dideteksi sedini mungkin (Syukri Sahab, 1997).

c. Bahan

Menurut Syukri Sahab (1997) bahaya dari bahan meliputi berbagai

risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain:

1) Mudah terbakar

2) Mudah meledak

3) Menimbulkan energi

4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh

5) Menyebabkan kanker

6) Menyebabkan kelainan pada janin

7) Bersifat racun

8) Radioaktif

d. Proses

Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang

dipakai. Proses yang dilakukan dengan menggunakan peralatan

sederhana dan peralatan yang komplek/rumit mempunyai potensi bahaya

yang berbeda. Dalam suatu proses sering digunakan faktor tambahan

yang dapat memperbesar faktor risiko bahaya. Tingkat bahaya dari suatu

proses kegiatan tergantung pada teknologi yang digunakan (Syukri

Sahab, 1997).

e. Cara kerja

Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap diri sendiri maupun

disekitarnya.

f. Lingkungan kerja

Terdiri atas:

1) Fisik

11

Page 12: Laporan K3L Nguter

a) Temperatur

Kondisi tempat kerja yang terlalu panas dapat menyebabkan

cepat lelah, karena kehilangan cairan tubuh. Sedangkan jika suhu

yang terlalu dingin menyebabkan tenaga kerja mudah sakit,

karena daya tahan tubuh menurun.

b) Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan atau suara

yang intensitasnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 85

dB selama 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Dengan kondisi

melebihi NAB secara tidak langsung akan mempengaruhi alat

pendengaran, gangguan komunikasi, konsentrasi dan gangguan

fisik.pada awalnya gangguan tersebut bersifat sementara tapi

kemudian berubah menjadi permanen.

c) Penerangan

Penerangan yang intensitasnya kurang memadai atau

menyilaukan akan menyebabkan kelelahan pada mata yang pada

akhirnya akan menyebabkan rasa kantuk dan hal ini dapat

menyebabkan kecelakaan.

d) Getaran

e) Radiasi

2) Kimia

Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak

dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian

pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen

antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.

Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif

terhadap kesehatan mereka.Gangguan kesehatan yang paling sering

adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya

disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh

karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,

tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit

dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.

12

Page 13: Laporan K3L Nguter

Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan

jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

Pencegahan :

a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia

yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau

tenaga kesehatan laboratorium.

b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk

mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk

petugas / tenaga kesehatan laboratorium.

c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung

tangan, jas laboratorium) dengan benar.

d. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3) Biologi

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi

berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-

kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber

dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang

menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV

dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil

dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang

terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit

Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.

Pencegahan :

a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang

kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.

b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk

memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan

alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan

imunisasi.

c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan

yang benar.

13

Page 14: Laporan K3L Nguter

d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan

infeksius dan spesimen secara benar

e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar

f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

g. Kebersihan diri dari petugas.

4) Ergonomi

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya

menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap

kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan

lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi

yang setinggi-tingginya. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat

menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan

dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan

psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri

pinggang kerja (low back pain).

5) Psikologis

Gangguan psikologis dapat terjadi karena adanya pressure

ditempat kerja, hubungan kerja yang harmonis. Gangguan ini dapat

berupa gangguan fisik (tekanan darah, eksim, dan sebagainya)

(Suma’mur, 2009).

C. Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu budaya, proses dan struktur dalam

mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem

manajemen yang baik (Soehatman, 2010).

Manajemen risiko erat hubungannya dengan manajemen K3.

Keberadaan risiko dalam kegiatan suatu instansi kesehatan mendorong

perlunya upaya keselamatan untuk mengendalikan risiko yang ada. Dengan

demikian manajemen risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

manajemen K3 seperti dua sisi mata uang.

Dalam sistem manajemen K3 yang berlaku secara global yaitu

OHSAS 18001 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan

14

Page 15: Laporan K3L Nguter

mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk melakukan

identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan

menetapkan pengendalian yang diperlukan.

Manajemen risiko menurut standar K3L, terdiri dari 3 bagian yaitu

Hazard Identification (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian

Risiko), dan Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering

disebut dengan HIRADC.

Pelaksanaan HIRADC dalam proses manajemen risiko di setiap area

pada hierarki pengendalian. Dengan cara:

a. Menguraikan kegiatan kerja yang melibatkan material, proses dan

produk yang dihasilkan dalam suatu instansi.

b. Menemukan titik-titik bahaya dan aspek lingkungan yang ada pada

kegiatan suatu instansi.

c. Menemukan dampak potensial akibat dari bahaya dan aspek lingkungan

dari kegiatan yang sedang berjalan.

d. Melakukan pengendalian terhadap dampak potensial yang teridentifikasi.

e. Menentukan nilai risiko yang tergolong risiko low, high dan very high.

f. Menentukan tingkat risiko tergolong di terima atau tidak diterima pada

semua bahaya yang telah dilakukan pengendalian awal.

g. Mempertahankan dan meningkatkan pengendalian terhadap bahaya yang

mempunyai tingkat risiko diterima.

h. Melakukan tindakan pengendalian lanjutan terhadap bahaya yang

mempunyai tingkat risiko tidak diterima sehingga nilai risikonya turun

menjadi tingkat risiko diterima (Cipta Kridatama, 2010).

Tahap-tahap manajemen risiko yang seharusnya dilaksanakan di

setiap instansi adalah sebagai berikut:

a. Inventarisasi Kegiatan Kerja

Proses awal Manajemen Risiko dilakukan dengan inventarisasi

pekerjaan. Tim HIRADC yang terlibat dalam inventarisasi kegiatan kerja

haruslah orang yang berpengalaman dan mengerti betul keadaan jenis

pekerjaan dan bahaya terkait. Tidak berhenti pada pekerjaan yang terkait

langsung dengan pekerjaan mereka, namun juga termasuk efek dan

15

Page 16: Laporan K3L Nguter

kondisi fasilitas dan kegiatan pihak lain yang mungkin bersinggungan

dengan operasi mereka.

b. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan

untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai

penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin

timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Identifikasi bahaya adalah proses untuk mengenali bahaya yang

ada dan mengidentifikasi sifat-sifatnya (Cipta Kridatama, 2010).

Identifikasi bahaya dilihat secara terpisah pada setiap kegiatan

kerja, mencakup bahaya terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan

kerja. Secara sistematis sumber bahaya bisa dibedakan menjadi 2 yaitu

faktor bahaya dan potensi bahaya. Adapun macam faktor bahaya antara

lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, faktor

fisiologis dan faktor psikologis.

Sedangkan potensi bahaya berasal dari tindakan maupun kondisi

yang tidak aman (Tarwaka, 2004).

c. Identifikasi Efek Bahaya

Efek bahaya mencakup dampak terhadap manusia, alat kerja dan

lingkungan kerja. Asumsi yang digunakan adalah asumsi terparah yang

mungkin terjadi sebagai akibat kecelakaan, namun tetap dalam batasan

yang logis dan realistis.

d. Penilaian Risiko

Risiko adalah kombinasi dari :

1) Probability: Kemungkinan terjadinya insiden atau dampak yang

mengakibatkan cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja), kerusakan harta

benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh

suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.

2) Frequency: Keseringan kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau

aspek lingkungan.

3) Severity : Keparahan dari cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja),

kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang

16

Page 17: Laporan K3L Nguter

disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau

aspek lingkungan. (Cipta Kridatama, 2010)

Penilaian risiko dilakukan dengan mempertimbangkan 3 aspek

penting yaitu peluang (probability), keseringan (frequency) dan

keparahan (severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu

sendiri, artinya semakin tinggi nilai peluang, keseringan dan keparahan

maka nilai risikopun semakin tinggi.

1) Peluang (Probability)

Peluang terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu:

a. Siapa yang melakukan pekerjaan (jumlah pelaku dan

kompetensinya)

b. Serumit apakah pekerjaan yang dilakukan

c. Dimana pekerjaan dilakukan (kompleksitas tempat kerja)

d. Kapan pekerjaan dilakukan (jam-jam menurunnya stamina dan

konsentrasi)

e. Bagaimana pekerjaan dilakukan (ada tidaknya prosedur baku)

f. Berapa lama pekerjaan tersebut (durasi pekerjaan)

g. Seberapa sering aktivitas tersebut ada (keterulangan pekerjaan)

h. Seberapa banyak jumlah beban kerja tersebut

Hal-hal diatas akan memberikan kontribusi terhadap tinggi

rendahnya peluang terjadinya kecelakaan pada suatu aktivitas kerja.

2) Keseringan (frequency)

Frekuensi menunjukkan tinggi keseringan suatu bahaya atau

paparan yang terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi dapat

ditetapkan misalnya keseringan dalam durasi tahunan, bulanan,

mingguan dan harian.

3) Keparahan (severitas)

Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita

jika kecelakaan benar-benar terjadi baik terhadap manusia, property

dan lingkungan.nilai severitas yang ditetapkan dapat berdasarkan

jenis cidera yang terjadi seberapa besar kerugian perusahaan,

gangguan kesehatan yang dialami pekerja, ada tidaknya kejadian

17

Page 18: Laporan K3L Nguter

pencemaran lingkungan dan komplian dari masyarakat maupun

tuntutan hukum dari pemerintah.

e. Penggolongan Nilai Risiko

Setelah dilakukan penilain risiko terhadap masing-masing bahaya

dari pekerjaan maka dilaksanakan penggolongan risiko berdasarkan nilai

kombinasi antara probability, frequency dan severity. Nilai risiko tersebut

akan mempengaruhi nilai tingkat risiko. Untuk nilai tingkat very high dan

high maka dikelompokkan dalam kriteria yang tidak dapat diterima (Non

Acceptable Risk). Sedangkan tingkat risiko medium dan low

dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (Acceptable Risk)

(Cipta Kridatama, 2010).

f. Tindakan Pengendalian Risiko

Dalam melakukan pengendalian hal yang harus dilakukan adalah

memulai dari tindakan terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka dengan

menurunkan tingkat pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau

mudah.

Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hierarki

Pengendalian (Hirearki of Control). Hirearki pengendalian risiko adalah

suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang

mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan

(Tarwaka, 2008). Adapun hirearki pengendalian adalah sebagai berikut:

1) Eliminasi

Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau

menghilangkan metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan

bahaya secara keseluruhan. Efektifitas dari eliminasi ini adalah 100%,

artinya dapat menghilangkan bahaya sampai pada titik nol.

2) Subtitusi

Subtitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang

mempunyai nilai risiko yang tinggi dengan yang mempunyai risiko

lebih kecil.

3) Rekayasa Teknik

18

Page 19: Laporan K3L Nguter

Rekayasa Teknik merupakan suatu pengendalian bahaya secara

teknik yang bisa diterapkan untuk mengurangi paparan bahaya yang

ada. Langkah yang dilakukan dalam tahap ini misalnya dengan

memberikan peredam kebisingan pada mesin, dipergunakan room

control, dan penggunaan ventilasi penghisap.

4) Administrasi

Pengendalian administrasi dengan mengurangi atau

menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau

instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi

paparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau

perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja atau hanya dengan

menggunakan tanda bahaya. Pengendalian administrasi tergantung

pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.

5) Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung

terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat

mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian

ini tergantung dari alat pelindung diri yang dikenakan itu sendiri,

artinya alat yang digunakan haruslah yang sesuai dengan potensi

bahaya dan jenis pekerjaan yang ada.

Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat

ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan

tingkat paling atas dari hirearki pengendalian. Jika tingkat paling atas

tidak dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian

selanjutnya, demikian seterusnya. Akantetapi mungkin juga dapat

dilakukan upaya-upaya gabungan dari pengendalian tersebut untuk

mencapai tingkat pengendalian risiko yang diinginkan.

g. Sisa Risiko

Setelah ditentukan tindakan pengendalian yang layak, maka tim

HIRADC harus menganalisa ulang kembali risiko dari aktivitas kerja

tersebut. Bila setelah dilakukan pengendalian awal nilai risiko masih

tinggi atau sangat tinggi maka pengendaliannya digolongkan dalam

19

Page 20: Laporan K3L Nguter

kategori tidak diterima. Hal ini yang dimaksud dengan sisa risiko dimana

harus dilakukan pengendalian lanjutan. Tujuan dari pengendalian lanjutan

ini adalah agar tingkat risiko suatu bahaya dengan kategori tidak diterima

dapat turun menjadi bahaya dengan kategori yang dapat diterima.

20

Page 21: Laporan K3L Nguter

BAB III

METODE PENGAMBILAN DATA

A. Sumber Data

Sumber data yang digunakan yaitu data primer. Data primer yang

diperoleh dengan melakukan observasi langsung mengenai pelaksanaan

program keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Selain itu data primer

lainnya diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait di

puskesmas Nguter.

B. Teknik Pengambilan Data

Dalam penulisan laporan ini seluruh data yang digunakan sebagai bahan

penulisan diperoleh melalui:

1. Studi Pustaka

Studi kepustakaan merupakan metode yang digunakan dalam

mengambil keputusan penyelesaian masalah dan pengumpulan data

berdasarkan buku-buku yang memberikan gambaran secara umum.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data di lapangan

dan dari lembaga terkait untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dan

mencari keterangan-keterangan secara faktual serta mendapatkan

pembenaran terhadap keadaan dan program yang sedang berlangsung

sesuai yang diharapkan.

3. Wawancara

Metode tanya jawab langsung kepada pihak yang berkepentingan

dalam hal kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan.

21

Page 22: Laporan K3L Nguter

BAB IV

HASIL OBSERVASI

A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Nguter

Kegiatan di Puskesmas Nguter meliputi:

1. Pasien datang

Pasien datang langsung menuju ke bagian loket pendaftaran. Jika

pasien baru dibuatkan kartu pendaftaran yang baru, jika pasien lama

menunjukkan kartu berobat kepada petugas pendaftaran.

2. Menunggu antrian

Setelah mendaftarkan diri pada bagian loket, pasien menunggu

antrian di tempat duduk yang sudah disediakan sampai dipanggil oleh

salah satu petugas bagian poli.

3. Memasuki poliklinik

Apabila pasien sudah dipanggil oleh petugas poli maka segera

memasuki salah satu ruangan yaitu poli umum, poli KIA ataupun poli

gigi. Pasien akan diperiksa dan diberikan resep obat oleh dokter.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pasien yang melakukan pemerikaan laboratorium adalah pasien yang

mendapat surat pengantar dari dokter yang bertugas di poli.

5. Imunisasi

Imunisasi di Puskesmas Nguter dilakukan setiap hari Rabu.

Dilayani oleh bidan puskesmas.

6. Fisioterapi

Fisioterapi diberikan di ruangan poli, dilayani oleh bidan.

Fisoterapi yang ada meliputi TENS, Sinar Inframerah.

7. Menebus resep di apotek

Setelah keluar dari poli pasien dipersilahkan menebus resep di apotik

puskesmas.

8. Pasien IGD

22

Page 23: Laporan K3L Nguter

Pasien gawat langsung ditangani di IGD. Setelah kegawatan teratasi,

dinilai adakah indikasi dirujuk. Jika ada, pasien dirujuk ke RSUD. Jika

tidak ada indikasi dirujuk, pasien dipulangkan.

9. Merujuk pasien

Pasien dengan masalah kesehatan yang tidak dapat ditangani di

Puskesmas dirujuk ke pelayanan kesehatan yang sesuai. Pasien yang

dirujuk dapat merupakan pasien poli dan IGD.

10. Pasien pulang

Setelah mendapat pelayanan yang sesuai, pasien menyelesaikan

administrasi dan bisa pulang.

B. HIRADC (Hazard Identification, Risk Assesment and Determining

Controls)

Manajemen risiko terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu identifikasi

bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko.

1. Identifikasi Bahaya

a. Bahaya kursi yang rusak

Terdapat kursi yang penyangganya sudah rusak yang masih diletakkan

di ruang tunggu. Menimbulkan resiko terjatuh saat duduk. Begitu pula

dengan kursi kerja para pegawai.

b. Bahaya pondasi atap yang rapuh

Bersumber dari beberapa pondasi atap yang sudah rapuh dan terlihat

akan terjatuh pada beberapa ruangan kerja. Hal ini membahayakan bagi

para pekerja mengingat sangat memungkinkan atap tersebut terjatuh

pada saat aktivitas pekerjaan berlangsung.

c. Bahaya terpeleset dan terjatuh

Bersumber pada lantai kamar mandi yang kurang bersih. Hal ini dapat

menyebabkan pengguna terjatuh. Selain itu, dinding kamar mandi juga

tidak dilengkapi dengan pegangan tangan yang tidak bisa digunakan

oleh pasien untuk bertumpu, terutama oleh geriatri.

d. Bahaya pada tindakan medis

23

Page 24: Laporan K3L Nguter

Bersumber pada tenaga kesehatan yang tidak menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat melakukan tindakan

medis seperti pembersihan luka maupun injeksi.

e. Bahaya penularan infeksi dari pasien ke petugas kesehatan

Bersumber dari kurangnya kesadaran tenaga kesehatan untuk mencuci

tangan sebelum dan setelah memeriksa pasien serta menggunakan

masker. Hal ini dapat menyebabkan mudahnya penularan penyakit dari

pasien ke tenaga kesehatan maupun sebaliknya.

f. Bahaya bencana dan tidak dapat melakukan penanganan awal

kebakaran jika terjadi kebakaran.

1) Bersumber tidak tersedianya keterangan jalur evakuasi di lingkungan

Puskesmas Nguter. Keterangan jalur evakuasi sangat diperlukan

pada kondisi darurat yang dapat terjadi seperti bencana alam atau

bencana akibat ulah manusia. Dalam kondisi darurat, pengunjung

ataupun petugas dapat merasa panik dan kebingungan sehingga

memerlukan keterangan evakuasi sebagai petunjuk.

2) Bersumber pada tidak tersedianya alat pemadam kebakaran (APAR)

di Puskesmas Nguter. Hal ini menyebabkan sulitnya melakukan

penanganan awal jika terjadi kebakaran.

g. Bahaya kabel yang dipasang tidak teratur.

Bersumber dari banyaknya barang yang tidak terpakai namun

digeletakkan di luar gudang sehingga memungkinkan untuk dijadikan

sarang bagi hewan yang menjadi sumber penyakit.

2. Penilaian Risiko

Manajemen risiko Hazard Identification, Risk Assesment and

Determining Control (HIRADC) mempertimbangkan 3 aspek penting

yaitu peluang (probability), keseringan (frequency) dan keparahan

(severitas). Ketiganya berbanding lurus denga nilai risiko itu sendiri,

artinya semakin tinggi nilai peluang, keseringan dan keparahan maka nilai

risiko pun akan semakin tinggi.

a. Peluang (probability)

24

Page 25: Laporan K3L Nguter

Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau

paparan. Nilai standar terjadinya peluang terjadinya kecelakaan yang

ditetapkan sesuai dengan tabel di bawah ini:

Tabel 1. Nilai Peluang

Probability Nilai

Tidak mungkin terjadi 1

Kecil kemungkinan terjadi 2

Kemungkinan terjadi rata-rata 3

Besar kemungkinan terjadi 4

Pasti terjadi 5

b. Keseringan (frequency)

Frekuensi menunjukkan tingkat keseringan suatu bahaya atau

paparan terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi yang

ditetapkan sebagai standar HIRADC dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Nilai Frekuensi

Frekuensi Nilai

Sekali dalam setahun 1

Sekali dalam sebulan 2

Sekali dalam seminggu 3

Sekali sehari 4

Berkali-kali dalam sehari 5

c. Keparahan (severitas)

Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika

kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property

maupun lingkungan. Nilai risiko akan mempengaruhi tingkat risiko.

Tabel 3. Nilai Keparahan (Severitas)

Severitas Nilai

Tidak signifikan 1

Minor 2

Sedang 3

Mayor 4

Bencana 5

25

Page 26: Laporan K3L Nguter

Tabel 4. Matriks Penilaian Risiko

PROBABILITY

/ PELUANG

SEVERITY/ DAMPAK

1 2 3 4 5

5 MEDIUM HIGH HIGH EXTRIM EXTRIM

4 MEDIUM MEDIUM HIGH HIGH EXTRIM

3 LOW MEDIUM MEDIUM HIGH HIGH

2 LOW LOW MEDIUM MEDIUM MEDIUM

1 LOW LOW LOW MEDIUM MEDIUM

Tabel 5. Penggolongan Nilai Risiko

Tingkat Risiko Kriteria Risiko

Very highTidak dapat diterima

High

MediumDapat diterima

Low

Adapun hasil penilaian risiko dan penggolongan kriteria risiko

terhadap bahaya yang ada di Puskesmas Nguter dapat dilihat sekaligus

pada pengendalian risiko.

3. Pengendalian Risiko

a. Bahaya kursi yang rusak

Bersumber dari kursi tak layak pakai yang masih diletakkan di ruang

tunggu. Hal ini dapat menimbulkan bahaya berupa terjatuhnya

petugas dan pasien pada saat duduk. Dampak risiko yang terjadi

berupa luka ringan sampai dengan patah tulang.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 2,

severity : 3 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dengan metode subtitusi dengan mengganti

kursi yang sudah rusak dengan kursi yang baru.

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya kursi

yang rusak termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.

26

Page 27: Laporan K3L Nguter

b. Bahaya atap roboh

Bersumber dari beberapa pondasi atap yang sudah rapuh dan terlihat

akan terjatuh pada beberapa ruangan kerja. Hal ini dapat

menyebabkan petugas yang kejatuhan atap pada saat bekerja.

Dampak risiko dapat berupa luka ringan sampai dengan cidera

kepala.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 2,

severity : 2 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dengan metode subtitusi yaitu dengan

memperbaiki atap yang rusak dan yang akan roboh.

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya atap

roboh termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.

c. Bahaya terpeleset dan terjatuh

Bersumber pada lantai kamar mandi yang kurang bersih. Hal ini

dapat menyebabkan pengguna kamar mandi terjatuh. Dampak risiko

yang terjadi dapat berupa luka ringan sampai patah tulang.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 3,

severity : 3 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode administrasi dengan

membersihkan lantai kamar mandi secara rutin setiap hari minimal

sekali.

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya

terpeleset dan jatuh termasuk dalam kriteria risiko yang dapat

diterima.

d. Bahaya kurangnya kesadaran penggunaan APD

Bersumber pada tenaga kesehatan yang tidak menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat melakukan tindakan

medis. Hal ini dapat menyebabkan tertusuknya tangan tenaga

kesehatan.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 2,

severity : 3 dan tingkat risiko medium.

27

Page 28: Laporan K3L Nguter

Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik.

Rekayasa teknik meliputi :

1) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen

saat mengambil sample darah pasien dan menginjeksi obat

2) Edukasi kepada tenaga kesehatan tentang bahaya tidak

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat

mengambil sample darah pasien dan menginjeksi obat

3) Membuat peraturan yang tegas mengenai penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD)

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya

tertusuk jarum termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.

e. Bahaya kurangnya kesadaran kebiasaan aseptik

Bersumber kurangnya kesadaran tenaga kesehatan untuk mencuci

tangan sebelum dan setelah memeriksa pasien serta menggunakan

masker. Dampak risiko yang terjadi penularan infeksi dari pasien ke

petugas kesehatan.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 2,

severity : 3 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik.

Rekayasa teknik meliputi :

1) Menggunakan masker pada saat memeriksa pasien

2) Edukasi kepada tenaga kesehatan untuk mencuci tangan

sebelum dan setelah memeriksa pasien

3) Menyediakan ruangan khusus untuk menangani pasien TB

4) Memasang poster di dinding poliklinik berisikan perintah untuk

menutup mulut ketika batuk atau bersin.

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya

tertular infeksi termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.

f. Bahaya bencana

1) Bersumber pada tidak tersedianya alat pemadam kebakaran

(APAR) di puskesmas. Hal ini menyebabkan sulitnya melakukan

penanganan awal jika terjadi kebakaran.

28

Page 29: Laporan K3L Nguter

Dampak risiko yang terjadi berupa kebakaran yang cepat

merambat ke tempat-tempat lainnya dan timbulnya korban

yang lebih banyak.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3,

frequency : 1, severity : 3 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa

teknik. Rekayasa teknik seperti pengadaan alat pemadam

kebakaran dan petunjuk penggunaannya.

Dengan pengendalian bahaya tidak tersedianya alat pemadam

kebakaran (APAR) di puskesmas termasuk dalam kriteria

risiko yang dapat diterima.

2) Bersumber tidak tersedianya keterangan jalur evakuasi di

lingkungan Puskesmas Nguter. Hal ini dapat menyebabkan

kepanikan pada saat terjadi bencana dan mempersulit evakuasi

korban.

Dampak risiko yang terjadi berupa keparahan bencana yang

bertambah akibat kepanikan yang timbul.

Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3,

frequency : 2, severity : 2 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa

teknik dengan memasang keterangan jalur evakuasi pada

beberapa dinding puskesmas.

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya

tertular infeksi termasuk dalam kriteria risiko yang dapat

diterima.

g. Bahaya kabel yang dipasang tidak teratur

Bersumber pada pemasangan kabel yang tidak teratur

dibiarkan tergantung di tengah ruangan. Hal ini dapat

menyebabkan sesorang yang melintasi tersangkut dan

terjantuh. Dampak risiko yang terjadi dapat berupa luka ringan

sampai patah tulang.

29

Page 30: Laporan K3L Nguter

Penilaian resiko dari bahaya ini dengan probability:2,

frequency:3, severity: 2 dan tingkat risiko medium.

Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa

teknik dengan memasang kabel sesuai tempatnya.

Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya

kabel yang tidak terpasang teratur termasuk dalam kriteria

risiko yang dapat diterima.

30

Page 31: Laporan K3L Nguter

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Tujuan utama dari Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah

untuk melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan

orang yang berada di tempat kerja sehingga perlu diupayakan adanya

program tersebut di Puskesmas Nguter.

2. Manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC terdiri dari 3 langkah

pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian

risiko.

3. Dari observasi yang telah kami lakukan di Puskesmas Nguter, bahaya

yang teridentifikasi terdiri dari :

a. Bahaya kursi yang rusak

b. Bahaya podasi atap berlubang

c. Bahaya terpeleset dan terjatuh

d. Bahaya tertusuk jarum pasien

e. Bahaya penularan infeksi dari pasien ke petugas kesehatan

f. Bahaya bencana dan tidak dapat melakukan penanganan awal

kebakaran jika terjadi kebakaran.

g. Bahaya kabel yang dipasang tidak teratur

3. Setelah dilakukan penilaian resiko, 7 bahaya yang teridentifikasi di

poliklinik rawat jalan dan IGD Puskesmas Nguter termasuk dalam

kriteria risiko yang dapat diterima.

4. Pengendalian risiko di Puskesmas Nguter belum terlaksana dengan baik

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan manajemen risiko memerlukan tim yang secara

komprehensif untuk mengkaji segi keselamatan dan kesehatan kerja di

Puskesmas Nguter sehingga perlu adanya tim khusus dalam hal tersebut.

2. Mengingat puskesmas merupakan salah satu unit dari Dinas Kesehatan

maka perlu dibuat kebijakan mengenai program Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di tingkat unit puskesmas. Dengan adanya program

31

Page 32: Laporan K3L Nguter

tersebut, akan meningkatkan kinerja dari tenaga kerja dikarenakan

perasaan aman yang ada pada setiap tenaga kerja.

3. Metode rekayasa teknik, subtitusi, eliminasi, administrasi, dan penggunaan

APD merupakan metode yang dapat dipakai sebagai upaya untuk

pengendalian risiko di Puskesmas Nguter

4. Perlu waktu yang cukup panjang untuk melakukan manajemen risiko di

puskesmas Nguter dengan menggunakan HIRADC agar hasil dari

pengendalian risiko lebih maksimal sehingga dapat diterapkan sesuai

standar keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan.

5. Hasil HIRADC sebaiknya dijadikan acuan pembuatan program

keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan di Puskesmas Nguter.

32

Page 33: Laporan K3L Nguter

DAFTAR PUSTAKA

Cipta Kridatama. 2010. Prosedur Idenifikasi Bahaya Penilaian dan

Pengendalian Risiko.Jakarta : PT. Cipta Kridatama

Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas,

Dessler, Gary. 2007. Manajemen Personalia. Jakarta: Erlangga.

Jakarta.

Ramli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja

OHSAS 18001. Jakarta : Dian Rakya

Rijuna Dewi. 2006. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap

Kinerja Karyawan pada PT. Ecogreen Oleochemicals Medan Plant. Skripsi

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan.

Rika Ampuh Hadiguna. 2009. Manajemen Pabrik: Pendekatan Sistem untuk

Efisiensi dan Efektifitas. Jakarta: Bumi Aksara.

Rizky Argama. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Komponen

Jamsostek. Makalah Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta.

Schuler, Randall S. dan Susan E. Jackson. 1999. Manajemen Sumber Daya

Manusia:Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta: Erlangga.

Suma'mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). 2009, Jakarta:

Sagung Seto

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan

Produktivitas. UNIBA PRESS. Cetakan Pertama. Surakarta. Hal. 35; 97-

101;

Tarwaka. 2008, “Keselamatan Dan Kesehatan Kerja”. Harapan Press, Surakarta.

Undang-undang No.1 tahun 1997 Tentang Tujuan Keselamatan Kerja

33