BAB II atau teori keagenan menjelaskan tentang (kontrak ... II.pdf · keyakinan kepada para...

28
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Agency Theory atau teori keagenan menjelaskan tentang (kontrak) hubungan antara dua pihak yaitu principal (investor) dan agen (manajer). Menurut Jensen dan Meckling (1976) Kepemilikan dan pengendalian yang dipisah dalam suatu perusahaan merupakan salah satu faktor yang memicu timbulnya konflik kepentingan yang disebut dengan konflik keagenan. Eisenhardt (1989) dalam Astria (2011) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak oportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Teori agency menyatakan bahwa terdapat pemisahan antara pemilik sebagai pemilik dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan. Agen dikontrak untuk melakukan tugas tertentu bagi pemilik serta mempunyai tanggung jawab atas tugas yang diberikan pemilik. Pemilik diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka pada perusahaan.

Transcript of BAB II atau teori keagenan menjelaskan tentang (kontrak ... II.pdf · keyakinan kepada para...

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan

Agency Theory atau teori keagenan menjelaskan tentang (kontrak) hubungan

antara dua pihak yaitu principal (investor) dan agen (manajer). Menurut Jensen

dan Meckling (1976) Kepemilikan dan pengendalian yang dipisah dalam suatu

perusahaan merupakan salah satu faktor yang memicu timbulnya konflik

kepentingan yang disebut dengan konflik keagenan. Eisenhardt (1989) dalam

Astria (2011) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat

manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self

interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk

averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai

manusia akan bertindak oportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan

pribadinya.

Teori agency menyatakan bahwa terdapat pemisahan antara pemilik

sebagai pemilik dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan. Agen

dikontrak untuk melakukan tugas tertentu bagi pemilik serta mempunyai tanggung

jawab atas tugas yang diberikan pemilik. Pemilik diasumsikan hanya tertarik pada

pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka pada perusahaan.

12

Sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari

kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain yang terlibat dalam

hubungan keagenan. Keberadaan perbedaan kepentingan antara agen dan pemilik

inilah yang menyebabkan terjadinya konflik keagenan (Belkaouli, 2006:13).

Pihak agen memiliki keunggulan berupa informasi keuangan daripada

pihak pemilik, sedangkan dari pihak pemilik boleh jadi memanfaatkan

kepentingan pribadi (self interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan.

Ketidakseimbangan penguasaan informasi dapat menjadi pemicu munculnya suatu

kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymetry). Adanya

asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik dapat membuka peluang

bagi manajer untuk melakukan tindakan earnings management dalam rangka

mengelabui pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Dalam hal ini apabila

manajer memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik saham,

maka manajer akan cenderung melakukan kecurangan dengan melakukan praktik

manajemen laba untuk meningkatkan keuntungannya sendiri (Oktadella dan

Zulaikha, 2011:4). Bagi pemilik dalam hal ini pemilik modal atau investor akan

sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen

karena hanya memiliki sedikit informasi.

Untuk mengatasi atau meminimalisasi konflik keagenan tersebut akan

menimbulkan biaya. Biaya ini yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi

(agency cost) adalah biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen

untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan

perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.

13

Dihubungkan dengan konflik keagenan, konflik antara pemilik dengan manager

akan meningkatkan biaya keagenan terhadap ekuitas. Biaya agensi yang

dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976:310) sebagai berikut:

1) Monitoring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh principal untuk

mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku manajer. Dalam hal ini,

termasuk biaya audit, rencana kompensasi eksekutif dan biaya untuk

memberhentikan manajer.

2) Bonding Cost adalah biaya pengikatan agen agar agen bertindak yang terbaik

untuk kepentingan pemilik perusahaan. Para agen akan diberi kompensasi

yang wajar dan bila mereka tidak bertindak sesuai dengan keinginan pemilik

kompensasi tersebut tidak akan diberikan.

3) Residual Loss, meskipun sudah ada monitoring dan bonding, kadang

kepentingan shareholders dan agen masih sulit diselaraskan karena itu muncul

agency losses dari perbedaan kepentingan tersebut dan ini disebut residual

loss. Residual loss menunjukkan tradeoff antara membatasi manajer dan

memaksakan mekanisme kontrak yang didesain untuk mengurangi agency

problems. Secara umum tidak ada perusahaan yang tidak memiliki biaya

keagenan kecuali bagi perusahaan yang dimiliki dan dikelola sepenuhnya

oleh seorang manajer.

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk

memahami corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada

teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan

keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana

14

yang telah mereka investasikan. Menurut Shleifer dan Vishny (1997) dalam

Ujiyantho dan Pramuka (2007), corporate governance berkaitan dengan

bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi

mereka, yakin bahwa manajer tidak akan melakukan penggelapan atau

menginvestasikan ke dalam investasi yang tidak menguntungkan berkaitan dengan

modal yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para

investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance

diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan

(agency cost) dan meningkatkan kinerja entitas sehingga laporan keuangan yang

disajikan mempunyai integritas yang tinggi sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya

2.1.2 Auditing dan Akuntan Publik

Menurut Arens dan Loebbecke (2000), menyatakan bahwa sistem

pengendalian mutu suatu KAP menetapkan dua belas unsur kendali mutu yang

harus dipenuhi oleh kantor akuntan dalam melakukan profesinya, yaitu:

Independensi, Penugasan para auditor, Konsultasi, Supervisi, Pengangkatan

auditor, Pengembangan professional, Promosi, Penerimaan dan pemeliharaan

hubungan dengan klien, Inspeksi, Pemekerjaan (hiring), Penerimaan dan

keberlanjutan klien.

Akuntan Profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat, terutama

dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan, yang dibuat oleh kliennya

dan juga yang menjual jasa sebagai konsultasi pajak, konsultasi di bidang

15

manajemen, penyusunan sistem akuntansi serta penyusunan laporan keuangan

Mulyadi (2013).

Akuntan publik diketahui masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi

pemakai informasi keuangan. Terdapat dua kepentingan yang menyebabkan

profesi akuntan publik berkembang yaitu manajemen perusahaan ingin

menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang

berasal dari pihak luar serta pihak luar perusahaan ingin memperoleh informasi

yang andal dari manajemen perusahaan mengenai pertanggungjawaban dana yang

diinvestasikan sehingga menuntut adanya peningkatan dan pengendalian mutu

audit yang dilakukan.

2.1.3 Integritas Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat

digunakan oleh manajemen perusahaan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan

pihak luar perusahaan tentang data keuangan atau aktivitas perusahaan tersebut

selama periode tertentu bisa juga disebut dengan gambaran keuangan dari sebuah

perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK NO.1 mengemukakan

bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang

posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang bermanfaat bagi sebagian besar

kalangan pengguna dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta

menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumberdaya-

sumberdaya yang dipercayakan kepadanya.

Laporan keuangan yang memiliki integritas yang tinggi maka harus

memenuhi dua karakteristik utama dalam suatu laporan keuangan. Informasi

16

akuntansi yang memiliki integritas yang tinggi dapat diandalkan karena

merupakan suatu penyajian yang jujur sehingga memungkinkan pengguna

informasi akuntansi bergantung pada informasi tersebut, sehingga memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan untuk

membantu membuat keputusan.

Integritas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang

disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur mayangsari (2003).

Pengertian integritas laporan keuangan menurut Mayangsari (2003) tersebut sama

dengan penjelasan dalam Standar Akuntansi Keuangan menegenai karakteristik

kualitatif laporan keuangan bahwa penyajian informasi yang benar dan jujur

merupakan salah satu kualitas laporan keuangan yang reliability (keandalan).

Kieso (2004:32) reliability memiliki kualitas sebagai berikut :

1) Verifiability

Laporan keuangan suatu entitas yang mempunyai kondisi yang sama dengan

laporan keuangan entitas lain, akan mendapat opini yang sama jika diaudit

oleh auditor berbeda

2) Representational faithfulness

Angka dan keterangan yang disajikan sesuai dengan apa yang ada dan

benar-benar terjadi.

3) Neutrality

Informasi dari laporan keuangan harus diarahkan pada kebutuhan umum

pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak

tertentu, jauh dari bias, sesuai dengan kenyataan dan jujur apa adanya.

17

2.1.4 Konservatisme Akuntansi

Konservatisme identik dengan laporan keuangan yang understate yang

resikonya lebih kecil daripada laporan keuangan yang overstate sehingga laporan

keuangan yang dihasilkan akan lebih reliable, memenuhi kriteria karakteristik

kualitatif informasi akuntansi sesuai dengan ketentuan .

Konservatisme juga berarti bahwa akuntan harus mencatat nilai alternatif

terendah untuk aset dan nilai alternatif tertinggi untuk kewajiban (Watts dan

Zimmerman, 1986). Di dalam prinsip konservatisme, ketika terdapat dua atau

lebih alternatif akuntansi yang memiliki kemampuan sama dalam memenuhi

objektivitas dari laporan keuangan, maka yang dipilih adalah alternatif yang

memiliki dampak yang paling tidak menguntungkan terhadap ekuitas pemegang

saham. Dengan demikian konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih cepat,

mengakui pendapatan dan untung lebih lambat, menilai aktiva dengan nilai yang

terendah dan kewajiban dengan nilai yang tertinggi.

Munculnya praktik konservatisme tersebut karena standar akuntansi yang

berlaku menginginkan perusahaan memilih salah satu metode akuntansi yang

dirasa paling tepat (Widya, 2005). Setiap metode akuntansi mempunyai tingkat

konservatisme yang berbeda. Jamaan (2008) berpendapat bahwa perbedaan

pemilihan metode akuntansi berpengaruh terhadap angka-angka yang disajikan

baik dalam neraca maupun laporan laba-rugi perusahaaan.

Menurut Anggraini (2008) bahwa perusahaan yang menggunakan prinsip

konservatisme cenderung memiliki investasi yang tersembunyi sehingga

konservatisme cenderung digunakan oleh perusahaan yang sedang tumbuh. Selain

18

itu prinsip konservatisme dipengaruhi oleh perilaku oportunistik dari manajer

dalam mengelola laba untuk kepentingannya.

Dengan adanya konservatisme dalam akuntansi akan membantu perusahaan

untuk mengurangi biaya agensi. Penelitian yang dilakukan di Indonesia

(Wardhani, 2008; Fala, 2007) menemukan bukti yang tidak konsisten antara

pengaruh karakteritik dewan terhadap tingkat konservatisme. Menurut Watts

(2003) ukuran konservatisme dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1) Earnings/stock return relation measures : Stock market price merupakan

refleksi dari perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba untuk nilai

aset.

2) Earnings/accrual measures : Pengukuran akrual ini diukur dengan

menggunakan selisih antara net income dan cash flow. Dimana net income

yang digunakan sebelum depresiasi dan amortisasi sedangkan cash

flow digunakan dari cash flow operasional.

3) Net asset measures yakni dengan menghitung nilai market book to

ratios((equity book value/closing price)X volume shares)) dimana equity

book value (total asset – total liabilities), closing price harga saham saat

penutupan akhir tahun, volume shares volume saham yang diperdagangkan

pada akhir tahun.

Konservatisme setelah SAK mengadopsi IFRS, Kerangka konseptual

framework level 3 dari pengakuan dan pengukuran sebelum IFRS terdiri dari Cost

and Benefit, Materialitas, Praktek Industri dan Materialitas (Kieso et al, 2004)

19

Dari sub bagian penjelasan diatas mengenai kerangka kerja SAK berbasis

IFRS secara langsung menyiratkan tidak terdapat materialitas, akan tetapi bukti

lain ditemukan dalam beberapa penelitian. Dinegara-negara maju yang sudah

mengadopsi IFRS seperti di eropa, ditemukan bukti bahwa penggunaan

konservatisme setelah adopsi IFRS telah mengurangi tingkat konservatisme tanpa

syarat. Ditemukan bahwa penetapan standar tentang efek negatif dari fleksibilitas

yang lebih besar di ijinkan oleh IFRS pada dimensi kunci dari kualitas akuntansi

(Andre Paul, 2013).

Sedangkan menurut Zhang (2011) yang menggunakan 771 observasi

perusahaan di New Zealand selama periode 2000-2009 menemukan adanya

konservatisme bersyarat pasca adopsi IFRS. Peningkatan konservatisme pada

New Zealand terjadi untuk pengungkapan wajib tetapi tidak untuk pengungkapan

sukarela. Dampak dari pengadopsi sukarela meringankan efek keseluruhan IFRS

pada konservatisme di New Zealand. Piots et al. (2010) membuktikan adanya

perubahan konservatisme setelah adanya adopsi IFRS.

Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Reni (2013) menunjukkan bahwa

faktor konvergensi IFRS berpengaruh terhadap tingkat konservatisme akuntansi

dengan ukuran pasar. Selain itu faktor-faktor seperti proporsi komisaris

independen, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, ukuran perusahaan dan leverage secara bersama-sama

mempengaruhi tingkat konservatisme.

20

2.1.5 Corporate Governance

Pengertian corporate governance adalah : “The roles of shareholders,

directors and other managers in corporate decision making.” Menurut (Griffin

dalam Susiana dan Herawaty, 2007). Good governance merupakan tata kelola

yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha

atau berkarya. Pada prinsipnya tujuan corporate governance adalah menciptakan

nilai bagi pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak tersebut adalah pihak internal

yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang

berkepentingan.

Peraturan No. I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat

ekuitas di bursa huruf C-1, dimana dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan

yang baik (good corporate governance). Perusahaan tercatat wajib memiliki:

1) Komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan

jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan

ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh

persen) dari jumlah seluruh komisaris.

2) Komite Audit.

3) Sekretaris perusahaan.

2.1.5.1 Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang

biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar

perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan

keseluruhan. Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam

21

pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap

pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait.

Dapat disimpulkan keberadaan komisaris independen pada suatu

perusahaan dapat mempengaruhi integritas suatu laporan keuangan yang

dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka

laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas,

karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak

pihak-pihak diluar manajemen perusahaan.

Beberapa penelitian yang menggunakan komisaris indpenden sebagai

variable penelitiannya, menemukan bahwa peningkatan komisaris independen

mempengaruhi peningkatan kandungan informasi laba perusahaan seperti dalam

penelitian Anderson, Gelli dan Gillan (2003), Dechow dkk (1996) penelitiannya

menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi laba lebih besar

kemungkinannya memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen

dan lebih besar kemungkinannya memiliki direksi utama yang merangkap menjadi

komisaris utama.

2.1.5.2 Persentase Saham yang Dimiliki oleh Manajemen

Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk didalamnya

persentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun dimiliki

oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya. Oktadella dan

Zulaikha (2010) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai persentase saham

yang dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan

keputusan perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi. Kepemilikan

22

manajemen merupakan salah satu mekanisme yang dipergunakan agar pengelola

melakukan aktivitas sesuai kepentingan pemilik perusahaan.

Kepemilikan manajerial dimaksudkan untuk memberi kesempatan manajer

terlibat dalam kepemilikan saham, sehingga kedudukan manajer sejajar dengan

pemilik perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan

saham manajerial dapat membantu menyatukan kepentingan antara manajer dan

pemegang saham, yang berarti semakin meningkat proporsi kepemilikan saham

manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan tersebut. Hal ini dapat terjadi

dengan memberikan saham kepada manajer maka manajer sekaligus merupakan

pemilik perusahaan. Sehingga manajer akan bertindak demi kepentingan

perusahaan, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga

merupakan keinginan dari pemilik perusahaan. Manajer juga dapat merasakan

langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Oleh karena itu, kepemilikan

manajerial dipandang sebagai alat untuk menyatukan kepentingan manajer

dengan pemilik perusahaan dan menjadi salah satu upaya dalam mengurangi

masalah keagenan dengan manajer dan menyelaraskan kepentingan antara

manajer dengan pemegang saham.

Dua aspek penting dari struktur kepemilikan adalah konsentrasi

kepemilikan dan komposisi kepemilikan. Komposisi kepemilikan berkaitan

dengan siapakah pemegang saham dan yang lebih penting adalah siapa diantara

pemegang saham ke dalam kelompok pengendali. Kepemilikan saham

manajerial merupakan persentase saham yang dimiliki oleh anak cabang

23

perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya (Gunarsih, 2004 dalam Astria dan

Ardiyanto, 2011).

Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka

manajemen cenderung giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain

dirinya sendiri. Kepemilikan perusahaan juga terkait dengan pengendalian

operasional perusahaan. Dengan semakin besarnya kepemilikan manajer, maka

manajer dapat lebih leluasa dalam mengatur pemilihan metode akuntansi, serta

kebijakan kebijakan akuntansi penting terkait dengan masa depan perusahaan

(Oktadella dan Zulaikha, 2011).

Kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat

diterapkan dalam meningkatkan integritas laporan keuangan. Dengan adanya

kepemilikan manajerial, manajer akan cenderung bertindak dalam kepentingan

pemegang saham karena mereka juga merupakan bagian dari pemegang saham,

antara lain dengan tidak memanipulasi informasi yang ada dalam laporan

keuangan (Putra dan Muid, 2012).

2.1.5.3 Persentase Saham yang Dimiliki oleh Insitusi

Persentase saham institusi ini diperoleh dari penjumlahan atas persentase

saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam

maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri.

Susiana dan Herawaty (2007) menyatakan persentase saham institusi

adalah penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi

atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset

management dan kepemilikan institusi lain) baik yang berada di dalam maupun

24

di luar negeri. Dengan kepemilikan instutisional mendorong munculnya

pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajer.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan

yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor

institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam

setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor

institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah

percaya terhadap tindakan manipulasi laba.

Menurut Wardhani (2006) distribusi saham antara pemegang saham dari

luar seperti investor institusional dapat mengurangi agency cost. Hal ini

disebabkan karena kepemilikan institusional mewakili sumber kekuasaan yang

mampu digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kedudukan

manajemen. Jadi kepemilikan saham atas perusahaan mencerminkan hak atas

kepemilikan perusahaan, sehingga semakin tinggi kepemilikan yang dimiliki

pihak institusional maka kontrol perusahaan akan semakin tinggi pula.

Adanya monitoring yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan

penggunaan utang menurun. Hal ini karena peranan utang sebagai salah satu alat

monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional. Tindakan

monitoring oleh pihak investor institusional dapat mengurangi perilaku

opportunistic atau mementingkan diri sendiri yang dilakukan oleh manajer

sehingga manajer dapat lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja

perusahaan (Oktadella dan Zulaikha, 2011).

25

Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk

pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas

ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Semakin

besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan

suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan

institusional memiliki kelebihan yaitu memiliki profesionalisme dalam

menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi serta

memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas

aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

2.1.5.4 Komite Audit

Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor

proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas

laporan keuangan (Bradbury et al.2004). Tugas komite audit meliputi menelaah

kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian

internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan.

Di dalam pelaksanaan tugasnya komite menyediakan komunikasi formal antara

dewan, manajemen, auditor eksternal, dan auditor internal (Bradbury et al., 2004).

Adanya komunikasi formal antara komite audit, auditor internal, dan auditor

eksternal akan menjamin proses audit internal dan eksternal dilakukan dengan

baik. Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi

laporan keuangan dan kemudian meningkatkan kepercayaan terhadap laporan

keuangan (Anderson et al., 2003). Komite audit berfungsi untuk memberikan

pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan

26

keuangan, akuntansi dan pengendalian intern. Tujuan pembentukan komite audit

adalah:

1) Memastikan laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan

sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum.

2) Memastikan bahwa internal kontrolnya memadai.

3) Menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang meterial di

bidang keuangan dan implikasi hukumnya.

4) Merekomendasikan seleksi auditor eksternal.

Sesuai dengan fungsi komite audit di atas, sedikit banyak keberadaan

komite audit dalam perusahaan berpengaruh terhadap kualitas dan integritas

laporan keuangan yang dihasilkan

2.1.6 Ukuran KAP

Ukuran KAP merupakan ukuran yang digunakan untuk menentukan besar

kecilnya suatu Kantor Akuntan Publik. Ukuran Kantor Akuntan Publik dapat

dikatakan besar jika KAP tersebut berafiliasi dengan Big 4, mempunyai cabang

dan kliennya perusahaan-perusahaan besar serta mempunyai tenaga profesional

diatas 25 orang. Sedangkan Ukuran Kantor Akuntan Publik dikatakan kecil jika

tidak berafiliasi dengan Big 4, tidak mempunyai kantor cabang dan kliennya

perusahaan kecil serta jumlah profesionalnya kurang dari 25 orang.

KAP yang besar lebih independen dibandingkan dengan KAP yang kecil.

Dengan alasan bahwa ketika KAP besar kehilangan satu klien tidak begitu

berpengaruh terhadap pendapatannya. Akan tetapi jika KAP kecil kehilangan satu

klien sangat berarti karena klienya sedikit (Shockley, 1981). Sehingga KAP besar

27

seperti Big 4 biasanya dianggap lebih mampu mempertahankan independensi

auditor daripada KAP kecil. Selain itu, perusahaan audit yang lebih besar

umumnya dianggap sebagai penyedia kualitas audit tinggi dan memiliki reputasi

tinggi di lingkungan bisnis serta KAP yang lebih besar juga dianggap lebih

mandiri dari KAP yang kecil dalam menahan tekanan manejemen jika terjadi

perselisihan karena biasanya memiliki lebih banyak klien dan mampu mengatasi

kesulitan.

2.1.7 Audit Tenure

Audit tenure adalah masa jabatan dari Kantor Akuntan Publik (KAP)

dalam memberikan jasa audit terhadap kliennya. Ketentuan mengenai audit

tenure telah dijelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 yaitu masa jabatan untuk KAP paling lama 5

tahun berturut-turut.

Adanya kewajiban rotasi auditor memiliki kebaikan dan kelemahan. Rotasi

auditor dapat meningkatkan kualitas audit dan independensi audit melalui suatu

pengurangan pengaruh klien terhadap auditor. Kurangnya pengaruh

memungkinkan terjadinya risiko kehilangan klien jika auditor tidak menyetujui

pilihan pelaporan keuangan manajer (Farmer et al.,1987 dalam Adibowo, 2009).

Beberapa kasus skandal akuntansi menyebutkan bahwa lamanya hubungan

klien dan auditor menjadi penyebab kegagalan audit. Knapp (1991) menunjukkan

bahwa lamanya hubungan antara klien dan auditor dapat mengganggu

independensi serta keakuratan auditor untuk menjalankan tugas pengauditan.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa auditor yang memiliki masa kerja lebih

28

dari 20 tahun serta kurang dari 5 tahun tidak dapat menemukan kesalahan

pelaporan yang material. Metcalf Committee (US.Senate 1977) menyatakan

bahwa hubungan yang lama antara auditor dan klien dapat merusak kualitas

profesionalisme kantor akuntan.

The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW)

2002, menyatakan bahwa pada hubungan KAP-klien yang lebih panjang akan

menjadi kurang tegas dalam pendekatan mereka dan suatu kesalahan (disengaja

atau tidak disengaja) kemungkinan besar menjadi luput dari perhatian, dan rotasi

KAP kemungkinan dapat meningkatkan effektifitas dan kualitas audit.

Di Indonesia, rotasi KAP bersifat mandatory dengan ditetapkannya

Keputusan Menteri Keuangan nomor: 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan

publik dan direvisi dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor

359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 yang mewajibkan perusahaan untuk

membatasi masa penugasan KAP selama lima tahun dan akuntan publik selama

tiga tahun. Selanjutnya, peraturan ini direvisi menjadi Peraturan Menteri

Keuangan No. 17 tahun 2008. Dalam bab 2, pasal 3, ayat 1, peraturan tersebut

membatasi masa penugasan KAP selama enam tahun dan akuntan publik selama

tiga tahun. KAP dan akuntan hanya dapat menerima penugasan audit kembali

untuk klien yang sama setelah 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut tidak

melakukan pemberian jasa audit atas laporan keuangan pada klien tersebut.

Dengan demikian, pemerintah telah mengatur kewajiban rotasi auditor

dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 17/PMK.01/2008 pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari

29

suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku

berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun

buku berturut-turut.

Alasan teoritis yang mendasari penerapan rotasi wajib yaitu bagi auditor

dan KAP diharapkan akan meningkatkan independensi auditor baik secara

tampilan maupun secara fakta. Ketika tenur audit dibatasi dan kontrak audit

dihentikan, kegagalan audit yang disebabkan karena berkurangnya independensi

berkurang dari waktu ke waktu. KAP harus bisa mempertahankan

independensinya sebagai seorang auditor, sehingga kualitas audit bisa

dipertahankan.

Peraturan-peraturan ini menimbulkan polemik panjang di kalangan

akuntan publik sampai saat ini (Giri, 2010:5). Berikut ini, argumen berbagai

kalangan yang mendukung dan menolak adanya ketentuan rotasi wajib:

1) Argumen Pendukung Ketentuan Rotasi Wajib

Dua dasar argumentasi rotasi yang bersifat mandatory umumnya

dikelompokan menjadi dua hal: (1) kualitas dan kompetensi pekerjaan audit

cenderung menurun secara signifikan dari waktu kewaktu, (2) independensi

auditor dapat rusak oleh panjangnya hubungan dengan manajemen.

Argumen pertama yang mendukung rotasi wajib adalah bahwa ketentuan

ini akan mendorong peningkatan kualitas audit. Regulator menunjukkan adanya

hubungan antara tenur auditor dan pengurangan dalam kualitas laba dan

menyinggung rotasi auditor wajib sebagai solusi yang paling memungkinkan

untuk hal ini. Alasan mereka adalah sebagai berikut: (1) Pendekatan baru akan

30

dibawa masuk oleh KAP baru setiap lima tahun sekali. Auditor yang mengaudit

perusahaan yang sama dari tahun ke tahun akan kurang kreatif merancang

prosedur audit; (2) Peningkatan kompetisi antara KAP akan didasarkan pada

kualitas jasa audit; (3) Auditor tidak akan tergantung secara ekonomi (economic

independence) kepada klien, dan (4) Rotasi auditor akan memampukan KAP

untuk saling mengawasi satu dengan yang lain.

Argumen yang mendukung pendukung rotasi wajib umumnya khawatir

bahwa independensi auditor dan dengan demikian kualitas audit akan menurun

dengan meningkatnya tenur auditor. Hubungan dalam waktu yang lama dengan

manager perusahaan merupakan alasan utama yang mengancam dan merusak

independensi auditor. Ada dua masalah praktis yang dapat mengancam

kemampuan aktual auditor untuk mempertahankan sikap independensi selama

melaksanakan tugas audit, yaitu: (1) auditor harus memperhatikan rekomendasi

manajemen untuk melanjutkan tugas audit dari tahun ke tahun, dan (2)

keberlanjutan tugas audit menyebabkan anggota KAP menjadi semakin dekat

dengan manajemen secara personal. Hubungan yang semakin dekat dengan

manajemen menyebabkan auditor lebih mengidentifikasikan dirinya dengan

kepentingan manajemen daripada dengan kepentingan publik.

2) Argumen Penolak Ketentuan Rotasi Wajib

Pernyataan bahwa rotasi mandatori dapat memperbaiki kualitas audit

mempertimbangkan beberapa hal berikut. Pertama, kompleksitas kelompok

perusahaan besar dan kompleksitas seputar pelaporan keuangan yang meningkat

mensugestikan bahwa KAP baru memerlukan beberapa tahun untuk secara penuh

31

memahami bisnis klien. Hal ini berarti kompleksitas dan ukuran perusahaan tidak

mendukung pelaksanaan audit jangka pendek.

Kedua, pertimbangan di atas didasarkan pada argumen bahwa auditor

dengan tenure pendek memiliki kekurangan dalam pengetahuan khusus klien yang

diperlukan untuk melakukan audit yang berkualitas tinggi. Hal ini didukung oleh

pendapat profesi akuntansi yang berpendapat bahwa tenure singkat mungkin

melibatkan risiko kegagalan audit yang tinggi, karena auditor yang masuk dengan

cukup pengetahuan khusus klien harus lebih berat mengandalkan pada perkiraan

dan pernyataan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan klien.

Pertimbangan-pertimbangan di atas kemudian memunculkan pertimbangan

akhir yaitu tenure yang singkat menimbulkan tambahan biaya audit bagi klien,

dan juga bagi publik. Selain itu, rotasi mandatori memunculkan masalah

penyimpangan audit dan risiko litigasi. Pernyataan yang memperkuat argumen di

atas adalah rotasi auditor merupakan langkah drastis sederhana, namun belum

teruji manfaatnya dan justru akan menambah biaya audit.

2.1.8 Audit Report Lag

Audit report lag mempengaruhi investor untuk mempercayai kejujuran dari

laporan keuangan, Feltham (1972; Standish 1975) dalam penelitian Kam-Wah Lai

dan Leo Cheuk (2005) menyatakan bahwa pengalaman terdahulu pada pasar

modal memperlihatkan bahwa waktu penyelesaian laporan keuangan sangat

mempengaruhi kesempatan investor untuk percaya, tingkatan ketidak percayaan

pada evaluasi investasinya dan pemberian pay-off yang diharapkan. Shaleh (2004)

menguji pengaruh ukuran perusahaan yang diproksi dengan market value atas

32

market capitalization, dan menemukan bahwa adanya pengaruh insignifikan

antara ukuran perusahaan terhadap audit report lag.

Dyer dan McHugh (1975) membagi keterlambatan (lag) menjadi 3 bagian,

yaitu :

1) preliminary lag, merupakan interval waktu antara tanggal berakhirnya tahun

buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahuluan

oleh pasar modal.

2) Auditors signature lag, yaitu interval waktu antara tanggal berakhirnya

tahun buku sampai dengan tanggal yang tertera dalam laporan auditor

independen;

3) Total lag, yaitu interval waktu antara tanggal berakhirnya tahun buku

sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan publikasi auditan

pasar modal.

Keterlambatan penyelesaian dapat disebabkan karena perusahaan berusaha

mengumpulkan informasi yang banyak untuk menjamin keandalan laporan

keuangan (SAK;2013). Dapat dikatakan bahwa perusahaan membuat laporan

keuangan mempertimbangkan trade-off antara relevansi dan keandalan

(reliability) dari laporan keuangan (Kieso,2004)

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Berikut ini adalah pembahasan penelitian sebelumnya yang pernah

dilakukan terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

Mayangsari (2003) pada hasil penelitiannya menemukan adanya hubungan

negatif antara komite audit dengan integritas laporan keuangan. Keberadaan

33

komite audit dianggap kurang efektif terkait dalam peningkatan kinerja

perusahaan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa komisaris independen

berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan. Hal ini menunjukkan

bahwa keberadaan komisaris independen tidak mempengaruhi kualitas laporan

keuangan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel dependen

integritas laporan keuangan diukur dengan indeks Konservatisme. Variabel

independen penelitian ini independensi diproksikan dengan spektrum jasa KAP

dan lamanya hubungan auditor-auditee, Mekanisme corporate governance

diproksikan dengan presentase kepemilikan institusi, persentase kepemilikan

manajerial, komite audit, dan komisaris independen, kualitas audit diproksikan

dengan spesialisasi auditor.

Widya (2005) Variabel dependen konservatisme. Variabel independen

struktur kepemilikan, kontrak utang, kos politis, Growth. Penelitian ini

menemukan bahwa semakin besar konsentrasi struktur kepemilikan perusahaan

terhadap modal, semakin memilih akuntansi yang lebih konservatif. Semakin

besar kos politis yang dikeluarkan perusahaan maka perusahaan semakin memilih

akuntansi yang lebih konservatif. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pada

perusahaan yang konservatif identik dengan perusahaan yang tumbuh. Untuk

hipotesa kedua mengenai kontrak utang ditolak, hal ini disebabkan karena

perilaku oportunistik perusahaan tidak dapat dilihat dalam jangka waktu yang

lama, selain itu penggunaan proksi leverage yaitu utang jangka panjang/total aset

(Qiang, 2003) yang mengikuti penelitian Defond dan Jiambalvo (1994) dan

Sweneey (1994) pada perusahaan yang bermasalah, sedangkan penelitian ini tidak

34

dilakukan pada perusahaan yang bermasalah, ini dibuktikan dengan pengambilan

sampel dengan kriteria perusahaan harus terdaftar selama 8 tahun berturut-turut

Susiana dan Herawaty (2007) Variabel dependen integritas laporan

keuangan diukur dengan indeks konservatisme. Variabel independen

independensi; mekanisme corporate governance diproksikan dengan presentase

kepemilikan institusi, persentase kepemilikan manajerial, komite audit, dan

komisaris independen, kualitas audit. Penelitian ini menghasilkan hasil bahwa

independensi auditor, mekanisme corporate governance dan kualitas audit

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap integritas laporan keuangan

Jamaan (2008) dalam penelitiannya variabel dependen yaitu integritas

laporan keuangan. Variabel indenpenden mekanisme corporate governance

(kepemilikan institusional, komite audit, komisaris independen) dan kualitas

kantor akuntan publik. Hasil penelitian ini menemukan pengaruh antara

mekanisme corporate governance (kepemilikan institusional, komisaris

independen dan komite audit) serta kualitas kantor akuntan publik menunjukkan

hasil yang positif signifikan.

Oktadella dan Zulaikha (2011) Variabel dependen integritas laporan

keuangan. Variabel indenpenden kepemilikan manajerial, kepemilikan institusi,

komite audit, dewan direksi, dewan komisaris dan kulitas audit. Metode analisis

yang digunakan adalah regresi logistik hasil penelitian kepemilikan institusional,

komite audit, kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap integritas laporan

keuangan. Kepemilikan manajerial, komisaris independen, kepemilikan institusi

berpengaruh tidak signifikan terhadap integritas laporan keuangan.

35

Daniel Salfauz Tawakal Putra dan Dul Muid (2012) Variabel dependen

integritas laporan keuangan. Variabel independen independensi, Mekanisme

corporate governance, kualitas audit dan manajemen laba hasil penelitian

menemukan independensi, komite audit, kualitas audit dan manajemen laba

berpengaruh signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Kepemilikan

manajerial, komisaris independen, kepemilikan institusi berpengaruh tidak

signifikan terhadap integritas laporan keuangan.

Yani Wulandari dan I Ketut Budiartha (2014) Penelitian ini bertujuan

untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen,

komite audit, komisaris independen dan dewan direksi terhadap integritas laporan

keuangan. Hasil dari penelitian ini variabel kepemilikan institusional dan dewan

direksi berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan. Sementara variabel

kepemilikan manajemen, komite audit serta komisaris independen tidak memiliki

pengaruh terhadap integritas laporan keuangan.

Paramita dan Nur (2014) Penelitian ini menguji penerapan integritas laporan

keuangan perusahaan dan faktor-faktor penentu integritas laporan keuangan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor penentu integritas laporan

keuangan seperti kepemilikan manajerial, komisaris independen, ukuran KAP,

ukuran perusahaan dan kepemilikan auditor berpengaruh signifikan terhadap

integritas laporan keuangan. Namun, faktor-faktor lain seperti kepemilikan

institusional dan komite audit independen tidak menjelaskan penerapan integritas

yang tinggi dalam laporan keuangan perusahaan.

36

Rona Tridiyanto dan Ietje Nazaruddin (2014) variabel dependen integrias

laporan keuangan. Variabel independen Mekanisme Corporate Governance,

Pergantian Auditor, Spesialisasi Industri auditor, dan Ukuran KAP Hasil ini

menunjukkan bahwa: Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap

Integritas Laporan Keuangan, Komite Audit berpengaruh positif terhadap

Integritas Laporan Keuangan, Kepemilikan Efek Kelembagaan positif pada

Integritas Laporan Keuangan, Kepemilikan Manajerial berdampak buruk terhadap

Integritas Laporan Keuangan, Spesialisasi Industri Auditor berpengaruh negatif

terhadap Integritas Laporan Keuangan dan Ukuran Perusahaan berpengaruh

negatif terhadap Integritas Laporan Keuangan.

Rozania Ratna dan Marsellisa Nindito (2013). Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Pergantian Auditor,

dan Spesialisasi Industri Auditor atas Integritas Laporan Keuangan. Hasil

pengujian Secara Simultan menyatakan bahwa Mekanisme Corporate Governance,

Pergantian Auditor, dan Spesialisasi Industri Auditor memiliki pengaruh

signifikan terhadap Integritas Laporan Keuangan. Hasil Uji Parsial yang

menyatakan bahwa Komisaris Independen, Komite Audit dan Auditor Spesialisasi

Industri berpengaruh signifikan terhadap Integritas Laporan Keuangan. Sementara

Pergantian Auditor, tidak signifikan mempengaruhi Integritas Laporan Keuangan

Lita Nurjannah dan Dudi Pratomo (2013) Penelitian ini bertujuan untuk

membahas pengaruh komite audit, komisaris independen dan kualitas audit

terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

komite audit dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap integritas

37

laporan keuangan, sedangkan kualitas audit memiliki pengaruh terhadap integritas

laporan keuangan. Untuk meningkatkan kinerja komite audit dan komisaris

independen sebaiknya perusahaan meningkatkan presentase komite audit dan

komisaris independen.

Widodo Budi Santoso dan Carmel Meiden (2013) Penelitian ini dilakukan

untuk menguji hubungan antara mekanisme tata kelola perusahaan yang baik,

ketepatan waktu pelaporan, kualitas audit, dan kepemilikan saham oleh keluarga

terhadap integritas laporan keuangan. Hasil analisis dari penelitian ini

menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen,

jumlah komite audit dan kepemilikan saham oleh keluarga tidak berpengaruh

pada integritas laporan keuangan, sedangkan jumlah dewan direksi, ketepatan

waktu pelaporan dan kualitas audit berpengaruh terhadap integritas laporan

keuangan.

Octavia Nicolin (2013) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pengaruh struktur corporate governance, audit tenure dan spesialisasi industri

auditor terhadap integritas laporan keuangan perusahaan sektor manufaktur di

Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

struktur corporate governance yang di analisis dengan (komisaris independen,

kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, dan komite audit), audit

tenure dan spesialisasi industri auditor. Variabel dependen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah integritas laporan keuangan yang di analisis dengan

konservatisme, Hasil penelitian ini menunjukan bahwa komisaris independen dan

komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap integritas laporan

38

keuangan; sedangkan kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, audit

tenure dan spesialisasi industri auditor tidak berpengaruh terhadap integritas

laporan keuangan.

Terdapat tiga belas hasil penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai

rujukan dalam penelitian ini, dan untuk ringkasan penelitian terdahulu dapat

dilihat pada Lampiran 1