TermogulasiI, Nilai Dan Keyakinan
Transcript of TermogulasiI, Nilai Dan Keyakinan
I. TERMOGULASI
Pengertian
Termoregulasi merupakan suhu tubuh dimana suhu tubu dapat mengalami panas dan
dingin “hootness and coldness” yang berpengaruh pada lingkungan sekitar / ruang pada saat
kita berada. Suhu tubuh merupakan perbedaan antara produksi panas dari tubuh dan antara
pengeluaran suhu panas ke luar lingkungan luar tubuh. Sedangkan termoregulasi pada lansia
merupakan Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia yang sudah mengalami penurunan usia
untuk keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.
Pada pengaturan suhu tubuh, hipotalamus di otak bekerja sebagai suatu termostat,
yaitu mengatur suhu tertentu dari tubuh, yang kemudian terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Pada suhu tubuh yang rendah, untuk mengatasi agar suhu tidak turun
lebih rendah lagi maka terjadi mekanisme pengaturan suhu tubuh berupa tegaknya rambut-
rambut pada kulit, mengecilnya pembuluh-pembuluh darah pada kulit, menggigil atau
perasaan dingin yang menyebabkan orang tersebut mengenakan baju lebih tebal dengan
akibat meningkatnya suhu tubuh. Sebaliknya, pada suhu tubuh yang tinggi, maka untuk
mengeluarkan sebahagian panas dari tubuh sehingga suhu tubuh menurun kembali maka
pembuluh darah kulit melebar, berkeringat dan membuka baju.
Faktor-faktor Internal yang Mengkontribusi Kerja Termoregulasi pada lansia
Kulit
Kulit adalah organ yang paling luas pada tubuh, mewakili kira-kira 16%dari berat badan
orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapatdigosok, dipijat, diregangkan,
dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan tahanterdapat perubahan-perubahan yang terjadi
sepanjang kehidupan sehari-hari.Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan yang sederhana
akanmenimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan. Karena kulit dapatterlihat
sangat jelas, kulit tersebut bertindak sebagai suatu suatu jendela terhadapkematian seseorang.
Walaupun benar bahwa tidak seorangpun meninggal karenakulit yang sudah tua atau terjadi
kegagalan kulit karena suatu diagnosis, pemahaman tentang bukti-bukti perubahan fisiologis
pada kulit seiring peningkatan usia memberikan banyak informasi bagi perawat tentang klien
lansia.
Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis, dan
subkutis.
1. Epidermis
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan sesorang.
Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih
sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh
penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah ke bawah ke dalam dermis.
Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan dermis,
menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan kulit ini. Akibatnya adalah
proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan merupakan predisposisi infeksi bagi
individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang
dapat menimbulkan gesekan.
2. Dermis
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan, dermis
menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan
ini termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan
penyembuhan luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan
penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical. Serabut elastis dan jaringan kolagen
secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan perubahan dalam
penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat
elastisitas menurun, dermismeningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih
sedikit ‘’melentur’’ketika kulit mengalami tekanan.
3. Subkutis
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiringdengan peningkatan
usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahankulit dan penampilan kulit
yang kendur/menggantung diatas tulang rangka.Penurunan lapisan lemak terutama dapat
dilihat secara jelas pada wajah,tangan,kaki, dan betis, pembuluh darah menjadi lebih
cenderung untuk mengalamitrauma. Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan pada
abdomen baik padawanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada wanita. Distribusi
kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan gangguan fungsi
perlindungandari kulit tersebut.
Penyebab
Gangguan pengaturan suhu pada lansia berupa keterbatasan fungsi mekanisme pengaturan
suhu dari hipotalamus sehubungan dengan proses menua, mengakibatkan lansia kurang
mampu untuk beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungannya. Hal inilah yang
menyebabkan lansia dapat mengalami kepanasan (hipertermia) maupun kedinginan.
Secara umum, beberapa faktor yang berperan untuk terjadinya hipotermia adalah lingkungan
yang dingin, gangguan pada hipotalamus yang berkaitan dengan bertambahnya usia, obat-
obatan, dan penyakit-penyakit yang menyebabkan berkurangnya pembentukan panas atau
meningkatnya pembuangan panas, ataupun yang mengganggu fungsi hipotalamus.
Sejumlah penyakit dan obat-obatan dapat mengganggu mekanisme pengaturan suhu tubuh,
seperti pada keadaan berkurangnya kadar gula darah dibandingkan normal (hipoglikemia),
penyakit-penyakit yang menyebabkan lansia tidak mampu atau sangat terbatas aktivitas
fisiknya, seperti penyakit Parkinson, kelumpuhan, penyakit sendi, demensia dapat
menyebabkan berkurangnya pembentukan panas yang meningkatkan risiko terjadinya
hipotermia.
Meningkatnya pembuangan panas tubuh dapat terjadi pada infeksi kulit, minum alkohol,
berkurangnya lapisan lemak di bawah kulit yang berfungsi sebagai penahan keluarnya panas
dari tubuh.
Gejala-gejala
Gejala-gejala awal biasanya ringan dan tidak jelas, dapat berupa rasa lelah, lemah, langkah
yang melambat, bicara pelo, tridak peduli lingkungan sekitarnya (apatis), kacau pikiran,
menggigil, kulit yang dingin dan merasa dingin. Pada keadaan yang berat didapati infeksi
paru (pneumonia) serta menurunnya tekanan darah, yang dapat menyebabkan kematian.
II. NILAI DAN KEYAKINAN
Pengertian Nilai
Nilai merupakan konsep yang dibentuk akibat dari penampilan kehidupan keluarga, teman,
budaya, pendidikan, pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individu dalam
mempersepsikannya. Nilai antara positif dan negatif sangat berbeda. Masyarakat lebih
cenderung menyukai nilai yang berasal dari keyakinan agama, kedekatan keluarga,
pandangan seksual, kelompok etnik lainnya, dan keyakinan akan peran jenis kelamin. Ada 7
kriteria yang digunakan untuk mengartikan nilai yaitu: kehendak lebih pada kemampuan
kognitif, proses pendewasaan nilai, berubah-ubah dan fleksibel, penampilan nilai, penampilan
diri memberikan informasi tentang nilai, secara psikologi kedewasaan orang dewasa karena
adanya kepercayaan diri dan kearifan/kebijaksanaan dan proses nilai seseorang dimulai
dengan keterbukaan akan kesiapan penampilan.
Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)
Definisi nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1997; Feather, 1994). Nilai itu
sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa cara
atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan. Rokeach(1973)
mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam
suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan
perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan
tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:
Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan
pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.
Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang
diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa
yang diinginkan itu.
Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang
berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.
Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling rendah
Sikap merupakan suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang obyek atau
situasi. Perubahan sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas pada tingkah laku.
Nilai (value) adalah keyakinan berikutnya yang lebih sentral. Nilai melampaui suatu obyek
dan situasi tertentu. Nilai memegang peranan penting karena merupakan representasi kognitif
dari kebutuhan individu di satu sisi dan tuntutan sosial di sisi lain.
Konsep diri (self-conceptions) adalah keyakinan sentral. Menurut Rokeach(1973) konsep diri
adalah keseluruhan konsepsi individu tentang dirinya yang meliputi organisasi semua kognisi
dan konotasi afektif yang berupaya menjawab pertanyaan "Siapa diri saya ini?”
e. Hubungan Nilai dan Tingkah Laku
Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku.
Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah
laku dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai
memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman
untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai
berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku
sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).
Klarifikasi Nilai(value)
Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem nilai-
nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan
seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang
dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis
secara rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya. Ada tiga fase dalam
klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat.
Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu;
(2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang
diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan
mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan bahwa
penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua
masyarakat.
Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa
senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta
sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang
dilakukan; (2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak
bersedia memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.
Tindakan (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari;
(2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi
dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan(Joomla, 2009).
Faktor Nilai dan Keyakinan
Nilai dan keyakinan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
1. Faktor Internal
Faktor Internal meliputi:
a. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta
sikap ilmuan itu sendiri sebagai dasar untuk tingkah laku selanjutnya. Sehubungan
dengan proses perolehan ilmu penegtahuan dengan metode yang benar dan teruji
kebenarannya secara ilmiah, maka ilmu pengetahuan dijadikan sumber yang
memberikan motivasi untuk melakukan sebuah perbuatan baik dan berbudi pekerti
luhur.
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang
terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan
untuk menjaga kesehatan sendirinya.
b. Tahap Perkembangan
Status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan
dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Untuk
itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan.
Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan
penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau
mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
c. Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang
kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak
pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung
berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut
yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara
mereka melaksanakannya.
d. Emosi
Factor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan
hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan
dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam
kehidupannya.
e. Spiritual atau Agama
Agama sebagai keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari system-sistem nilai yang
ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong
dan penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masayarakat
tersebut tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran-ajaran agamanya. Pengaruh
ajaran agama itu sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai dari kebudayaan masyarakat
bersangkutan, maka sistem-sistem nilai dari kebudayaan tersebut terwujud sebagai
symbol-simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran-ajaran agama yang
menjadi acuannya. Dalam keadaan demikian secara langsung atau tidak langsung,
etos yang menjadi pedoman dari eksistensi dan kegiatan berbagai pranata yang ada
dalam masyarakat dipengaruhi, digerakkan dan diarahkan oleh berbagai sistem nilai
yang sumbernya adalah pada agama yang dianutnya dan terwujud dalam kegiatan-
kegiatan para warga masyarakatnya sebagai tindakan-tindakan dan karya-karya yang
diselimuti oleh simbol-simbol suci.
f. Falsafah Hidup
Falsafah hidup merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang diyakini kebenarnnya,
ketepatan dan kemanfaatnya yang kemudian menimbulkan tekad untuk
mewujudkannya dalam bentuk sikap, tingkah lalu dan perbuatan. Falsafah atau
pandangan hidup bukan timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja,
melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil
pemikiran itu dapat teruji kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil
pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman atau petunjuk yang disebut falsafah atau
pandanagn hidup.
g. Observasi, Pertimbangan, Pengalaman
Pengalaman dan pengetahuan manusia tentang pengenalan alam yang mengitari
dirinya, kehidupan budaya yang menlingkupi diri, serta dirinya sendiri, melahirkan
suatu pemikiran, gambaran dan gagasan tentang kesemestaan dunia dan kedudukan
manusia di dalamnya. Inti dari pemikiran/gambaran/gagasan tersebut membentuk
pendirian dan keyakinan manusia tentang arti hidup, tugas dan tanggung jawabnya
sebagai manusia. Hal ini terwujud dalam suatu sikap atau panadanga hidup yang
menuntunnya kea rah perbuatan-perbuatan tertentu dalam hubungnnya dengan tuhan,
alam sekitar, massyarakat, sesame manusia, dan dengan dirinya sendiri. Seorang
individu akan mengobservasi tingkah laku dari lingkungan tertentu dan mencatat
respons yang dihasilkan. Tingkah laku yang berhasil atau produktif kemudian akan
dapat diadopsi sebagai panduan untuk melakukannya.
2. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi nilai dan keyakinan meliputi:
a. Keluarga
Manusia sebagai mahluk individu dan juga sebagai mahluk sosial membutuhkan
adanya ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan
masyarakat. Dalam hubungan keterikatan ini manuisa membanguan sebuah keluarga
yang menjalin perbedaan karakter dan kepribadian menjadi satu kesepakatan bersama.
Keluarga disebut sebagai institusi sosial yang di dalamnya terdapat banyak nilai
norma yang mengatur kehidupan bersama. Kelurga sebagai unit terkecil dari
masyarakat, menjadi media yang sangat signifikan dalam membudayakan nilai-nilai
akhlak dan budi pekerti yang terpuji.
b. Masyarakat
Masyarakat merupakan suatu komunitas yang lebih luas dari sebuah keluarga.Dalam
kehidupan masyarakat terdapat banyak nilai yang diyakini kebenarannya kemudian
dijadikan falsafah hidup dipakai sebagai sumber dalam berprilaku.
c. Teknologi
Teknologi yang berkembang pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia.
Masa sekarang tampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi,
bahkan sudah merupakan kebutuhan manusia. Teknologi telah menguasai seluruh
sector kehidupan manusia. Manusia semakin harus beradapatasi dengan dunia
teknologi dan tidak ada lagi unsure pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
Pada masyarakat teknologi, ada tendendi bahwa kemajuan adalah suatu proses
dehumanisasi secara perlahan-lahan sampai akhirnya manusia takluk pada teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi erat hubungannya dengan nilai dan moral.
d. Budaya
Budaya adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, aturan-aturan dan norma-norma yang
melingkupi suatu kelompok masyarakat akan mempengaruhi sikap dan tindakan
individu dalam masyarakat tersebut. Sikap dan tindakan individu dalam suatu
masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan
norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika
setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka
sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam.
Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam
menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara
menjalani kehidupan sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya
masyarakat tersebut. Satu definisi klasik mengenai budaya adalah sebagai berikut:
"budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis
melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (Wallendorf
& Reilly dalam Mowen: 1995)".
e. Sosiekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan
kerja. Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok
sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
Konflik Nilai dalam Situasi Asuhan Keperawatan
Konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara
perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang terancam (Deutsch, 1969, dalam La
Monica,1998). Definisi lain konflik adalah perjuangan diantara kekuatan-kekuatan
interdependen (Douglass dan Bevis, 1979 dalam La Monica,1998). Jadi, konflik merupakan
suatu keadaan dimana terjadi adanya pertentangan antara dua atau beberapa kekuatan yang
berlawanan. Umumnya kekuatan yang dimaksud bersumber dari keinginan manusia.
Konflik ini sering terjadi dalam setiap tatanan asuhan keperawatan sehingga perawat sebagai
seorang manager harus memiliki dua asumsi dasar mengenai konflik yaitu:
a. Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi,
b. Jika konflik dapat kelola dengan baik, konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi,
penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan
(Nursalam, 2002).
Terjadinya konflik dalam setiap situasi seperti dalam asuhan keperawatan dapat dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal ini meliputi:
a. Karakteristik kepribadian
b. Sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki
c. Kebutuhan
d. Perbedaan persepsi
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal yang mempengaruhi terjadinya konflik meliputi:
a. Keterbatasan sumber daya
b. Kekaburan peraturan
c. Derajat ketergantungan
Dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik yang telah disebutkan di
atas, sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki seseorang adalah salah satu faktor yang dapat
menyebabkan konflik. Kluckhon, 1951; Maslow,1959;Rokeach, 1973 dalam Fundamental
Keperawatan, menyebutkan bahwa nilai adalah keyakinan personal mengenai harga atas
suatu ide, tingkah laku, kebiasaan atau objek yang menyusun suatu standar yang
mempengaruhi tingkah laku lain. Nilai setiap orang berbeda-beda tergantung dengan
perkembangan dan perubahan seseorang yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi lebih
dewasa. Seseorang yang sudah dapat mendefinisikan nilai dengan baik merasa tidak frustasi
dan terhindar dari konflik dalam menghadapi kehidupan sehari-hari (Potter & Perry: 1985).
Nilai atau keyakinan dapat menyebabkan terjadinya konflik atau yang lebih dikenal dengan
konflik nilai. Konflik nilai terjadi karena adanya perbedaan nilai atau keyakinan yang dianut
oleh pihak-pihak terkait. Konflik nilai muncul ketika orang berusaha untuk memaksakan
suatu sistem nilai kepada yang lain, atau mengklaim suatu sistem nilai yang eksklusif di mana
di dalamnya tidak dimungkinkan adanya perbedaan kepercayaan. Padahal, seharusnya
perbedaan nilai tidak harus menyebabkan konflik asalkan manusia dapat hidup berdampingan
dengan sedikit adanya perbedaan sistem nilai yang dianut (PP LAKPESDAM NU: 2008)
Menurut Craven & Hirnle tahun 2000, disebutkan bahwa konflik nilai ini akan terjadi
kapanpun ketika ada interaksi antara manusia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam situasi asuhan keperawatan. Konflik nilai yang terjadi dalam situasi asuhan
keperawatan dapat diatasi jika perawat dapat peka terhadap nilai pribadinya dan juga nilai
yang dimiliki oleh orang lain (klien). Selain itu, perawat juga harus mampu untuk
menghargai dan menerima perbedaan . Dengan terjadinya konflik nilai antara perawat dan
klien dapat mempengaruhi kepatuhan klien dalam asuhan keperawatan yang diberikan.
Konflik nilai dalam situasi asuhan keperawatan terdiri dari dua macam yaitu,
a. Konflik yang terjadi antara klien dan keluarga
Konflik nilai antar anggota keluarga terjadi karena adanya perbedaan dalam tahap
perkembangan, pengalaman dan kesenangan pribadi. Sebagai contoh adalah sesuai
dengan pengalaman seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan yang dianutnya,
mungkin dapat terjadi penolakan salah satu anggota keluarga untuk melakukan check up
kesehatan sebelum sakit dan merasa hal tersebut tidak perlu untuk dilakukan. Hal ini
mungkin dapat terjadi karena nilai tradisi yang dianut, kontrol pribadi, kebebasan
seseorang dan juga resiko yang dipandang berlebihan dibandingkan dengan tindakan
pencegahan yang biasanya. Namun, salah satu anggota keluarganya tidak sependapat
dengan hal tersebut dan menganggap bahwa chek up itu penting sehingga terjadi lah
konflik di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan peran perawat dalam membantu anggota
keluarga untuk menggali tentang riwayat kesehatan dan kebutuhan yang diperlukan klien
dibandingkan tetap melanjutkan perdebatan mengenai pentingnya chek up.
Idealnya, perawat dapat membantu masing-masing anggota keluarga dalam mengatur
tujuan kesehatan yang hendak dicapai oleh masing-masing individu. Selain itu, perawat
juga harus membantu keluarga untuk mewujudkan nilai yang tepat melalui sharing, saling
mendengarkan, saling percaya dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan.
b. Konflik yang terjadi antara klien dan pelayanan kesehatan
Area konflik antara klien dan penyedia pelayanan kesehatan dapat terjadi karena adanya
perbedaan pengetahuan, perbedaan budaya, perbedaan perkembangan dan kesenangan
pribadi yang berbeda-beda. Sebagai contoh adalah dalam kasus keluarga yang neneknya
baru saja meninggal, orang tua mungkin lebih suka kalau anak bungsunya yang masih
kecil tidak hadir dalam pemakaman. Hal ini terjadi karena keyakinan orang tua yang
beranggapan bahwa anak-anak tidak mengerti tentang kematian dan mungkin sangat
susah bagi mereka kalau kematian adalah hal yang traumatic. Selain itu, orang tua juga
ingin untuk melindungi atau menjaga perasaan anak-anaknya dari perasaan sedih.
Ada hal yang perlu ditekankan ketika terjadi suatu konflik yaitu, konflik perlu
diselesaikan bukan untuk terus dibiarkan.Ketika menghadapi konflik nilai yang terjadi,
terdapat dua sikap yang ditunjukkan oleh perawat yaitu sikap negative dan positif
terhadap konflik yang terjadi. Ketika perawat menunjukkan sikap yang negative, perawat
akan lebih merasakan bahwa dirinya terancam sehingga muncul banyak pertanyaan dalam
dirinya. Sebaliknya, jika perawat dapat menunjukkan sikap yang positif, maka nilai-nilai
yang muncul dalam diri perawat adalah rasa menghormati, care, seimbang dan lain
sebagainya.
Salah satu cara untuk mengatasi konflik nilai yang terjadi dalam asuhan keperawatan
adalah dengan adanya resolusi konflik. Oleh karena itu, tujuan yang paling utama yang
diberikan oleh perawat adalah menemani atau membantu klien untuk menggali dan
mendefinisikan masalah yang relevan, perilaku dan keyakinan mereka. Klarifikasi atau
penjelasan ini mungkin adalah suatu resolusi atau mungkin menjadi tahap pertama dalam
proses resolusi ( Craven & Hirnle:2000).
Definisi kedua tentang resolusi adalah resolusi terjadi karena menjawab suatu pertanyaan.
Klien mungkin memiliki banyak pertanyaan yang berhubungan dengan kasus yang
mereka alami. Peran perawat yang mungkin bisa menjadi resolusi dari konflik nilai yang
terjadi adalah dengan menawarkan diri siap membantu klien, dengan cara bertanya
kepada klien apakah klien ada hal yang ingin ditanyakan atau tidak. Definisi lain resolusi
adalah resolusi melibatkan atau menentukan tindakan selanjutnya. Definisi keempat
mengenai resolusi adalah resolusi melibatkan pemecahan masalah. Mungkin perawat dan
klien dapat setuju dengan beberapa situasi yang memfasilitasi untuk terjadinya
penyelesaian konflik nilai di antara mereka.