BAB I.doc

29
BAB I PENDAHULUAN Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang masih relevan untuk para praktisi pediatri. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus akibat infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas. Sebaliknya tidak semua anak yang terkena infeksi akan menunjukkan gejala demam, semakin muda umurnya, semakin tidak jelas gambaran klinisnya. Tindakan pada anak dengan demam diawali dengan pertimbangan apakah ada kegawatan, apa penyebabnya, dan apakah demam perlu segera diturunkan. Agar tindakan tersebut tepat dan terarah, diperlukan suatu pengelompokan/klasifikasi pasien agar dapat digunakan suatu algoritma umum. Pada tiap kelompok tetap ada kriteria kegawatan, kriteria jenis infeksi yang mengarah kepada tindakan yang diambil, terutama perawatan dan pemberian antibiotik sesaat, tetapi merupakan tindakan yang berkesinambungan, sampai pasien lepas dari masalahnya. Keputusan untuk dirawat harus dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemberian antibiotik empirik. Tindakan lanjutan akan disesuaikan dengan hasil 1

description

pediatric

Transcript of BAB I.doc

Page 1: BAB I.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang masih relevan untuk

para praktisi pediatri. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di

hipotalamus akibat infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan

pengeluaran panas. Sebaliknya tidak semua anak yang terkena infeksi akan

menunjukkan gejala demam, semakin muda umurnya, semakin tidak jelas gambaran

klinisnya. Tindakan pada anak dengan demam diawali dengan pertimbangan apakah

ada kegawatan, apa penyebabnya, dan apakah demam perlu segera diturunkan. Agar

tindakan tersebut tepat dan terarah, diperlukan suatu pengelompokan/klasifikasi

pasien agar dapat digunakan suatu algoritma umum. Pada tiap kelompok tetap ada

kriteria kegawatan, kriteria jenis infeksi yang mengarah kepada tindakan yang

diambil, terutama perawatan dan pemberian antibiotik sesaat, tetapi merupakan

tindakan yang berkesinambungan, sampai pasien lepas dari masalahnya. Keputusan

untuk dirawat harus dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemberian

antibiotik empirik. Tindakan lanjutan akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan

penunjang, respons pasien terhadap pengobatan sampai masalahnya selesai dengan

tuntas.1

Penyakit Kawasaki adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang menimbulkan

kesakitan pada pembuluh darah di mana 20% hingga 40% kasus akan berakhir pada

kerusakan pembuluh darah jantung. Penyakit ini pertama kali dideteksi oleh dokter

berkebangsaan Jepang, Tomisaku Kawasaki pada tahun 1967 di Jepang. Penyebab

penyakit ini hingga kini tidak diketahui, namun gejala-gejala yang ditimbulkan sangat

spesifik sehingga dalam dunia kedokteran dikenal sebagai syndrome Kawasaki.

Penyakit ini menyebabkan radang dari seluruh pembuluh darah dalam tubuh, namun

yang sangat khas diserang adalah radang dari pembuluh darah koroner jantung.

1

Page 2: BAB I.doc

Penyakit Kawasaki belum banyak diketahui masyarakat kedokteran sehingga

belum banyak kasus yang diketahui dan diobati. Dalam masyarakat umum, penyakit

ini lebih tidak dikenal, mengingat waktu penemuannya belum terlalu lama, sehingga

jumlah kasus yang terdeteksi masih terlalu kecil, dan tidak segera menyebabkan

kematian. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah demam, dimana demam yang

timbul adalah demam yang tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (penurun

panas) serta antibiotik dan keadaan ini akan berlangsung satu minggu hingga 4

minggu.2

2

Page 3: BAB I.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Beberapa hal yang dapat dipantau dari penyakit ini terutama mengenai anak 8

bulan hingga 5 tahun, dan terutama mengenai anak-anak di negara berkembang. Di

negara maju seperti Jepang, didapatkan 125.000 kasus sejak 1967 hingga 1999. Di

Negara Berkembang, didapatkan 50 – 100 kasus per 100.000 anak di bawah 5 tahun,

per tahun, dengan perbandingan anak lelaki banding anak perempuan 1½ : 1. Di

Indonesia sendiri pada penelitian bulan Januari 2005, didapatkan 100 kasus, di mana

sebagian besar kasus terjadi pada anak anak usia 3 bulan hingga dibawah 4 tahun,

namun kurang pada bayi usia dibawah 3 bulan atau anak diatas 8 tahun. Diperkirakan

di Indonesia, penyakit Kawasaki mengenai 6000 kasus hingga 7000 kasus pertahun

berdasarkan perhitungan statistik, di mana secara alamiah kasus ini lebih sering

didapatkan pada anak keturunan cina.2

DR. Dr. Najib Advani dkk dalam International Symposium on Kawasaki

Disease di San Diego, Amerika, Februari 2005 lalu, melaporkan kondisi penyakit

Kawasaki di Indonesia bahwa pada tahun 2005, belum ada laporan mengenai adanya

penyakit Kawasaki di Indonesia. Setelah dilakukannya penelitian retrospektif oleh

DR. Dr. Najib Advani sebagai pakar jantung anak beserta rekan-rekan, ditemukan 27

pasien yang dikonfirmasi secara klinis terdiagnosa sebagai penyakit Kawasaki. Sejak

saat itu diperkirakan insiden penyakit Kawasaki adalah 6000 kasus per tahun. tetapi

yang terdiagnosa kurang dari 100 kasus per tahun3

3

Page 4: BAB I.doc

2.2 Definisi

Penyakit Kawasaki adalah suatu keadaan demam yang mengenai anak dan

terutama karena kaitannya dengan vaskulitis pembuluh darah koronaria besar dan

kumpulan keluhan sistemik lainnya. Pertama kali dilaporkan pada anak-anak Jepang

sesudah Perang Dunia II, serupa dengan keadaaan yang jarang, yang sebelumnya

disebut poliarteritis infantil. Penyakit Kawasaki telah mengungguli demam reumatik

sebagai penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak di Amerika Serikat,

yang telah dikenali di seluruh dunia dan tampaknya frekuensinya semakin bertambah.

Penyakit ini terjadi secara sporadis atau dalam bentuk epidemik. Yang terutama

terkena adalah anak yang berusia 5 tahun atau kurang; keadaan ini sangat jarang

dijumpai pada orang dewasa. Walaupun penyakit Kawasaki telah diuraikan pada

semua kelompok ras, namun tampak adanya kecenderungan terjadi pada orang

Jepang, dan keadaan ini agaknya jarang terjadi pada beberapa daerah geografis

seperti Afrika sub-Sahara. Tidak dijumpai bukti adanya penularan dari orang-ke-

orang. Penyebabnya masih belum diketahui, tetapi toksin bakteri yang serupa dengan

toksin stafilokokus dari sindrom syok toksik mungkin terlibat dalam patogenesisnya.

Stafilokokus dan streptokokus hemolitik yang menghasilkan toksin demikian telah

dibiakkan dari anak-anak yang menderita penyakit Kawasaki pada suatu penelitian

pendahuluan. Penelitian –penelitian yang telah dilakukan, untuk mencari perang

langsung dari agen-agen infeksi seperti retrovirus atau ricketsiae pada keadaan ini,

belum dapat membuktikannya. Tidak ada bukti bahwa autoimunitas memainkan

peran pada pathogenesis; penemuan jumlah subset sel-T yang meningkat (Sel T-

positif-Vß2) cocok dengan rangsangan toksin superantigen.4

4

Page 5: BAB I.doc

2.3 Etiologi

Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui. Banyak peneliti berpendapat 

mungkin akibat infeksi (virus atau bakteri). Terdapat kecenderungan kearah faktor 

herediter/keturunan,misalnya lebih sering ditemukan pada keturunan Jepang.Saat ini

tidak ada bukti bahwa penyakit ini bisa menular.8 Ada yang berpendapat bahwa PK

ini disebabkan oleh adanya reaksi autoimun (kelainan imunologi yang didahului

infeksi), disebabkan zat-zat kimia, bahkan ada yang melaporkan pada kasus bayi

berusia 35 hari PK terjadi setelah vaksinasi hepatitis B yang kedua.10

2.4 Patogenesis

Vaskulitis terjadi akibat aktivasi proses imunologi pada dinding pembuluh

darah. Keadaan imunologi yang dapat menerangkan timbulnya aktivasi imunologi

ditentukan oleh beberapa keadaan, yaitu jumlah antigen, kemampuan tubuh mengenai

antigen, kemampuan respons imun untuk mengeliminasi antigen dan route (target

organ) yang dirusak. Beberapa mediator yang dapat terlibat dalam vaskulitis ini,

misal : Interleukin (sitokin) yaitu suatu molekul yang dihasilkan oleh sel yang

teraktivasi oleh respons imun yang dapat berpengaruh terhadap mekanisme imunologi

selanjutnya. Interleukin yang berperan pada vaskulitis ialah : IL-1, IL-2, IL-6, IL-4,

TNF alfa, dan Interferon gamma. Sedangkan mediator inflamasi lainnya yang terlibat

dalam terjadinya vaskulitis misalnya histamin, serotonin, PAF dan endotelin.

Walaupun etiologi tidak diketahui akan tetapi endapan Ig A di jaringan merupakan 

gambaran imunpatogenesis yang patognomonik.10

Pada fase akut dan subakut:

5

Page 6: BAB I.doc

a. Edema pada endotel dan otot polos, disertai inflamasi dinding vaskuler.

Kasus berat peradangan pada tiga lapis dinding menyebabkan dilatasi dan

aneurisma.

b. Trombus dapat terbentuk pada lumen menyebabkan penyumbatan aliran

darah.

c. Fase subakut semua jenis immunoglobulin meningkat (respon antibody

yang hebat)

Fase penyembuhan, lesi menjadi fibrotik dengan proliferasi intima

mengakibatkan stenosis atau sumbatan vaskuler.

2.5 Manifestasi Klinis

6

Page 7: BAB I.doc

Diagnosis didasarkan pada peragaan tanda-tanda klinis yang khas (Tabel 1).

Tabel 1 Kriteria Diagnostik untuk Penyakit Kawasaki

A. Demam yang bertahan setidak-tidaknya selama 5 hari *

B. Ada empat dari lima keadaan berikut:

1. Injeksi konjungtiva nonpurulen bilateral

2. Perubahan mukosa orofaring, termasuk faring yang terinfeksi, bibir

terinfeksi dan/atau kering pecah-pecah, lidah strawberry.

3. Perubahan-perubahan ekstremitas perifer, seperti edema dan/atau

eritema tangan atau kaki, deskuamasi, biasanya mulai secara

periungual.

4. Ruam, terutama badan; polimorf tetapi nonvesikuler.

5. Limfadenopati servikal.

C. Penyakit tidak terjelaskan melalui proses penyakit lain yang telah diketahui

Pernyataan consensus yang dipersiapkan oleh North American Participants of the Third

International Kawsaki Disease Symposium, Tokyo, Japan, December 1988. Pediatr infect.

Dis. J. 8:663, 1989 by Williams & Wilkins, 1989.

* Banyak pakar yang percaya bahwa, bila ada tanda-tanda klasik, diagnosis penyakit

Kawasaki dapat ditegakkan (dan dilakukan pengobatan) sebelum hari ke-5 demam oleh

individu yang berpengalaman).

Kasus-kasus atipik menampakkan sedikit tanda awal tetapi kemudian

dilaporkan adanya lesi arteri koronaria khas. Penderita atipik, yang sering kali berusia

kurang dari 1 tahun, dapat mengalami salah diagnosis saat masuk (gastroenteritis,

sindrom virus, sepsis), dan tingkat morbiditas tinggi.

7

Page 8: BAB I.doc

Mulainya penyakit biasanya mendadak, ditampakkan dengan timbulnya

demam tinggi yang terus menerus lebih dari 1020F (kadang-kadang mencapai 1040F

atau lebih), dimana demam bertahan lebih dari 1-2 minggu dan biasanya tidak

menghilang dengan pemberian dosis normal asetaminofen ataupun ibuprofen.6 serta

tidak responsive terhadap terapi antibiotik.4 Tanda-tanda khas lainnya adalah

konjungtivitis bilateral tanpa kotoran, bibir pecah-pecah eritematosa kering, lidah

strawberry (serupa dengan lidah yang tampak pada infeksi streptokokus), dan mukosa

faring oral terinjeksi. Limfadenopati dapat mengenai satu atau beberapa kelenjar,

biasanya servikal, atau mungkin jarang menyeluruh; kelenjar tidak bernanah, dapat

besar, dan biasanya tidak lunak. Erupsi kulit eritematosa dapat mengenai tubuh,

muka, atau tungkai; ruam dapat berbentuk makulopapuler, morbiliformis, atau

eritema multiformis. Ada erupsi perineum eritematosa, terkelupas pada banyak

penderita selama minggu pertama menderita penyakit. Sesudah beberapa hari sakit,

tangan, dan kaki menjadi edema, membengkak dan nyeri; terjadi pengelupasan kulit

dari ujung jari tangan, ujung jari kaki, telapak tangan, dan telapak kaki, biasanya

selama minggu ke-2-3 penyakit (Tabel 2).

Tabel 2 Penyakit Kawasaki. Fase, Komplikasi dan Tingkat Arteritis pada Penderita yang

Tidak Diobati

Tanda-tanda Akut Subakut Konvalesens Kronis

Lamanya 1-11 hari 11-21 hari 21-60 hari 7 tahun

Tanda-tanda

klinis

Demam,

konjungtivitis,

perubahan oral,

perubahan tungkai,

iritabilitas, ruam,

limfadenopati

servikal, nilai laju

endap darah tinggi

Iritabilitas menetap

Pemanjangan demam

dapat terjadi

Normalisasi

kebanyakan tanda-

tanda klinis

Dapat terjadi

Kebanyakan tanda

klinis sembuh

Dilatasi aneurisma

pembuluh darah

perifer dapat menetap

Konjungtivitis dapat

8

Page 9: BAB I.doc

aneurisma yang dapat

diraba

menetap

Komplikasi Artritis dini

Miokarditis

Perikarditis

Insufisiensi mitral

Gagal jantung

kongestif

Iridosiklitis

Meningitis

Piuria steril

Aneurisma koronaria

Artritis mulai-lambat

Insufisiensi mitral

Pengumpulan air

(hydrops) kandung

empedu

Pengelupasan kulit

ujung jari-jemari kaki

dan tangan

Trombositosis

Trombosis koronaria

dengan infark

Artritis dapat menetap,

Aneurisma koronaria

dan perifer dapat

menetap, Normalisasi

reaktan fase akut

Dapat terjadi

angina pektoris,

stenosis

koronaria, atau

insufisiensi

miokardium

Berkorelasi

dengan arteri

Perivaskulitis,

vaskulitis kapiler,

arteriola, venula

Radang intima

arteri sedang dan

besar

Aneurisma, trombus,

stenosis arteri ukuran

medium,

panvaskulitis, edema

dinding pembuluh

darah

Miokarditis kurang

menonjol

Pengukuran radang

vaskuler

Pembentukan

jaringan parut

Penebalan intima

Penyebab

kematian

Miokarditis Infark miokardium

Robekan aneurisma

Miokarditis

Infark miokardium

Penyakit jantung

iskemik

Infark

miokardium

Fase akut:

9

Page 10: BAB I.doc

Ruam kemerahan

Bengkak dan kemerahan

10

Page 11: BAB I.doc

Mata merah yang tidak disertai sekret purulen (belekan)

Lidah merah terlihat seperti strawberry

11

Page 12: BAB I.doc

Dapat terjadi artritis sementara, terutama pada anak-anak yang lebih tua;

pembengkakan sendi yang nyeri biasanya simetris dalam penyebarannya, dan dapat

mengenai sendi besar maupun kecil. Manifestasi akut lainnya adalah diare, muntah,

nyeri perut, kandung empedu, berisi cairan (hidrops), miositis, meatitis dengan piuria

steril, timpanitis, stomatitis ulseratif, batuk (kadang-kadang disertai dengan infiltrate

paru), rinorea, meningitis aseptik, kejang-kejang, kelumpuhan saraf kranial atau

perifer, dan hepatosplenomegali. Iridosiklitis mungkin ditemukan pada anak yang

menjalani pemeriksaan lampu celah. Hampir semua anak yang terkena iritabel, dan

banyak yang mengalami perubahan status mental. Aneurisma arteri perifer besar

(aksilaris, poplitea) dan bukti adanya gangguan vaskuler distal kadang-kadang dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik.

Fase sub-akut

12

Page 13: BAB I.doc

Kulit ujung jari terkelupas

Kulit ujung jari terkelupas

Fase Konvalesens (penyembuhan)

Garis beau

13

Page 14: BAB I.doc

Keterlibatan jantung merupakan manifestasi paling penting penyakit

Kawasaki. Sepuluh sampai empat puluh persen anak yang tidak diobati mempunyai

bukti adanya vaskulitis koronaria dalam minggu-minggu pertama penyakit, yang

ditampakkan oleh dilatasi atau pembentukan aneurisma pada arteri koronaria seperti

tampak pada ekokardiografi dua-dimensi. Uji ini harus dilakukan pada semua anak

yang diketahui atau diduga menderita penyakit Kawasaki pada saat presentasi dan

juga selama 2 minggu penyakit. Manifestasi klinis arteritis koronaria meliputi tanda-

tanda iskemia miokardium atau jarang infark miokardium yang jelas atau aneurisma

terobek. Dapat juga terjadi perikarditis, miokarditis, endokarditis, gagal jantung, dan

aritmia (lihat Tabel 2)

2.6 Laboratorium

Tidak ada uji diagnostik. Leukositosis dengan bentuk-bentuk imatur terlihat

menonjol dan trombositosis (pada minggu ke-2-3) dapat mencolok; sering juga

didapati anemia. Laju endap darah dan kadar protein C-reaktif biasanya meningkat

tinggi. Hasil uji untuk autoantibodi termasuk ANA dan faktor reumatoid negatif, dan

kadar komplemen hemolitik normal atau tinggi. Mungkin dijumpai proteinuria dan

piuria ringan, seperti halnya pleositosis dalam cairan serebrospinal. Kadar serum

transaminase hati dan bilirubin mungkin sedikit meningkat.

Pemeriksaan jantung dalam bentuk rontgenogram dada, elektrokardiogram,

dan ekokardiogram sangat penting untuk evaluasi awal semua penderita; dari

pemeriksaan-pemeriksaan ini, ekokardiogram dua-dimensi paling berguna untuk

mengenali penyakit pembuluh koroner dan menunjukkan dilatasi pembuluh koroner

atau pembentukan aneurisma. Pemeriksaan ini harus dilakukan sejak dari mulanya

dan pada tindak lanjut semua penderita. Arteriografi pembuluh darah koronaria juga

dapat menunjukkan lesi pada penderita penyakit Kawasaki, tetapi prosedur invasive

14

Page 15: BAB I.doc

ini tidak rutin diperlukan. Kadang-kadang, arteriografi pembuluh darah sentral dapat

diperkuat dengan penemuan-penemuan klinis.

Perubahan-perubahan histologis pada autopsi penderita dengan lesi yang

mematikan meliputi infiltrat sel radang yang berat pada tunika media dan intima

pembuluh darah koronaria besar dan pembuluh darah sentral serta penyumbatan arteri

oleh trombus trombosit. Perubahan ini sangat menyerupai perubahan keadaan yang

jarang, yang sebelumnya disebut periarteritis nodosa infantil.4

2.7 Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas tanda-tanda klinis. Tidak ada uji laboratorium

daignostik, walaupun gambaran keterlibatan arteria koronaria yang ditunjukkan

melalui ekokardiografi sangat member kesan keadaan ini. Manifestasi dan diagnosis

penyakit tergantung pada fase penyakit Kawasaki (lihat Tabel 2). Diagnosis banding

termasuk demam scarlet, sindrom syok toksik, leptospirosis, infeksi virus Epstein-

Barr, arthritis rheumatoid juvenile, campak, akrodinia, demam berbintik Rocky

Mountain, reaksi obat, sindrom Stevens-johnson, dan sindrom vaskulitis lain.4

2.8 Penatalaksanaan

Penyakit Kawasaki (PK) menunjukkan respons yang dramatis terhadap terapi

gamma globulin intravena yang diberikan selama penyakit dalam masa demam aktif.

Demam dan manifestasi sistemik lain yang menyertai sering mereda dalam 24 jam

terapi inisial. Lagipula, penelitian terkendali menunjukkan bahwa terapi gamma

globulin intravena yang diberikan pada awal penyakit mencegah keterlibatan

pembuluh koronaria, sebagaimana yang diperagakan oleh ekokardiograf. Regimen

yang dianjurkan terdiri atas infus intravena 2gr/kgBB diberikan sebagai dosis tunggal

selama 10-12 jam. Terapi yang diberikan dalam 10 hari sejak timbulnya penyakit

tampak efektif dalam mencegah kerusakan pembuluh koronaria; terapi yang diberikan

15

Page 16: BAB I.doc

pada penderita yang bergejala (demam, LED naik) sesudah 10 hari sejak timbulnya

manifestasi dapat efektif juga dalam meredakan gejala. Efek samping terapi gamma

globulin intravena jarang, dan meliputi anafilaksis, menggigil, demam, nyeri kepala,

dan mialgia.4

Penelitian oleh Moran dkk terhadap 25 pasien KD dilakukan untuk menilai

keefektifan IVIG pada miokardial yang abnormal. Sebelum diterapi dengan IVIG,

kontraktilitas ventrikel kiri hanya 56% namun setelah diterapi IVIG meningkat

menjadi 86%. Semua pasien menjadi normal dalam waktu  di atas 12 bulan.3 Selama

pemberian, pantau laju jantung dan tekanan darah setiap 30 menit, kemudian 1 jam,

dan selanjutnya tiap 2 jam. Immunoglobulin memberikan hasil optimal bila diberikan

pada hari 5-10 awitan.5

Terapi salisilat juga terindikasi selama fase demam penyakit; kadar terapeutik

serum 20-30 mg/dL sangat diperlukan tetapi mungkin sukar dicapai, walaupun

dengan dosis salisilat setinggi 100 mg/24 jam. Terapi salisilat dosis-tunggal dan

rendah yang terus-menerus, karena pengaruh antitrombositnya (antiplatelet),

dianjurkan diberikan selama 6-8 minggu sesudah periode aktif penyakit mereda.

Aspirin dosis rendah dengan atau tanpa dipiradamol harus dilanjutkan sampai lesi

koroner teratasi.4 Asetosal per oral dosis 80-100mg/kg/hari dalam 4 dosis hingga hari

ke-14 awitan atau 2-3 hari setelah demam reda. Selanjutnya dosis diturunkan menjadi

3-10mg/kg sekali sehari samapi 6-8 minggu sejak awitan dan kemudian dihentikan

jika pada ekokardiografi tidak ditemukan kelainan. Pemberian astosal 2-5mg/kg

jangka panjang dianjurkan pada kasus dengan aneurisma arteri koroner yang menetap

dan dihentikan jika membaik.5 Beberapa pakar menambahkan terapi heparin atau

warfarin (Coumadin) untuk penderita dengan anuerisma obstruktif atau nonobstruktif

persisten yang besar atau banyak. Evaluasi pemantauan yang diteliti dan berulang-

ulang melalui uji stress, ekokardiografi, dan kadang-kadang angiografi, diperlukan

pada anak-anak dengan sisa perubahan pembuluh koronaria yang jelas. Dampak

16

Page 17: BAB I.doc

perubahan pembuluh koronaria yang demikian pada insidens dan keparahan penyakit

arteri koronaria aterosklerotik di kemudian hari belum diketahui.4 Enam penelitian

yang melibatkan 1629 pasien memperlihatkan prevalensi aneurisma arteri koroner

pada tahap penyembuhan dengan penggunaan aspirin atau imunoglobulin (IVIG).

Dengan pengobatan aspirin saja, prevalensi aneurisma sekitar 14.7%. Kemudian

dengan aspirin plus < 1 g/kg IVIG : 8,6%. Aspirin plus 1-1,2 g/kg IVIG : 7%, aspirin

plus 1,6 g/kg IVIG : 3,7%, aspirin plus 2 g/kg IVIG : 2,6%. Dari studi oleh Terai dkk

ini memperlihatkan keefektivan terapi dengan IVIG.3

Terapi kortikosteroid jarang digunakan pada penyakit Kawasaki, dan beberapa

pakar memandangnya sebagai kontraindikasi.

Terapi trombolitik dengan agen seperti streptokinase telah digunakan pada

penderita dengan trombosis koronaria akut atau iskemia arteri perifer. Pembedahan

pintas (bypass) arterial mungkin tepat untuk penderita penyumbatan koronaria berat

yang jarang.4

2.9 Pencegahan

Tidak dikenal cara pencegahan untuk penyakit ini sampai saat ini.

Meskipun demikian, berbagai kegiatan seperti Kawasaki Disease Research Program d

i SanDiego bekerja sama dengan para peneliti di seluruh Amerika Srikat dan Jepang u

ntuk memahami lebih lanjut penyakit  misterius ini.8 Kepada orangtua yang anaknya

menderita penyakit Kawasaki dengan kelainan koroner ditekankan perlunya tindak

lanjut (minum obat teratur, follow-up ekokardiografi).5    

17

Page 18: BAB I.doc

2.10 Komplikasi

Komplikasi Penyakit Kawasaki atau Kawasaki Disease (selanjutnya disingkat

KD saja) yang berbahaya adalah aneurisma arteri koroner (CAA) yang bisa

menyebabkan kerusakan permanen. Komplikasi ini menimpa 20-40% pasien yang

tidak diterapi dengan baik. Angka kematian biasanya sekitar 1-5%.2 Hingga saat ini

satu-satunya terapi yang paling efektif adalah pemberian imunoglobulin. Terapi

imunoglobulin bisa mengurangi CAA sekitar 5-6%. Lima puluh persen dari CAA

akan regresi dalam waktu 5 tahun karena kemampuan koroner untuk remodeling.

Tapi biasanya ini berlaku untuk aneurisma yang relatif kecil.  Regresi aneurisma

menimbulkan penebalan intima dan disfungsi endotel yang akan menyebabkan

aterosklerosis prematur. CAA yang tidak mengalami regresi bisa menyebabkan

trombus, stenosis, atau penyumbatan dan meningkatkan risiko infak miokardial.3

KD merupakan jenis penyakit jantung paling sering terjadi pada anak-anak di

negara maju. Jepang adalah negara dengan kasus KD tertinggi, yaitu 125.000 kasus

sampai tahun 1999. Di Asia, terutama Jepang dan Korea, insiden KD sekitar  100

kasus per 100.000 anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering

dibandingkan anak perempuan (1,5 : 1). Di Indonesia, dari 6000 kasus per tahun,

80% terjadi pada anak di bawah 4 tahun. Jarang menimpa anak di bawah 3 bulan atau

di atas 8 tahun.2

Penyakit Kawasaki juga menyebabkan kondisi patologis berupa perubahan

pada dimensi luminal, struktur vaskular, fungsi vaskular, kecukupan aliran darah,

aterosklerosis dan faktor-faktor risikonya, yang semuanya berdampak terhadap

mortalitas. Kematian bisa terjadi segera setelah onset, atau bertahun-tahun kemudian

tergantung seberapa besar penyakit ini menginvasi sistem koroner.

Dampak jangka panjang penyakit Kawasaki telah diteliti oleh Kato dkk. Ia

memonitor 594 penderita selama 10-21 tahun, dengan rata-rata pemantauan 13,6

tahun. Pemeriksaan angiografi pertama menunjukkan sebanyak 146 (25%) penderita

KD mengalami aneurisma. Pemeriksaan angiografi 1-2 tahun kemudian menujukkan

18

Page 19: BAB I.doc

49% aneurisma mengalami regresi, 51% persisten, dan 18% mengalami stenosis. Dari

74 pasien yang mengalami aneurisma persisten, 14 di antaranya mengalami stenosis

pada pemeriksaan angiografi kedua, 14 lagi didiagnosa stenosis pada pemeriksaan

berikutnya. Jadi sebanyak 38% pasien dengan aneurisma persisten mengalami

stenosis. Kato juga menemukan 11 pasien mengalami infark miokardial (1,9%). 5

pasien tanpa MI menjalani bypass dan 5 meninggal karena MI.

Baker dkk meneliti kasus infark miokardial pada pasien KD. Ada 195 kasus

MI yang diteliti, 73% Mi muncul di tahun pertama sejak didiagnosa KD, 72% pasien

laki-laki. 65% MI terjadi saat istirahat atau tidur, 37% asimptomatik, 22% meninggal

saat serangan Mi pertama, dan 16% pasien yang selamat dari serangan Mi pertama,

mengalami MI. Kebanyakan survivor MI mengalami disfungsi ventrikel kiri atau

aneurisma.

Anak-anak dengan KD memiliki kondisi fisik dan psikososial yang berbeda

dengan anak yang sehat. Namun dalam penelitian Baker dkk., ternyata 110 dari 201

penderita KD berusia 5-18 tahun yang melengkapi Child Health Questionnaire, tidak

memiliki perbedaan psikososial dengan anak normal, tetapi memiliki persepsi umum

kesehatan yang lebih rendah, seperti mengalami kecemasan, alergi, dan masalah per-

sendian/tulang lebih besar. Tetapi untuk  tingkah laku, minat, dan belajar, tidak ada

perbedaan antara penderita KD dengan anak lain yang sehat.3

19

Page 20: BAB I.doc

2.11 Prognosis

Penyembuhan biasanya sempurna pada penderita yang tidak menderita

vaskulitis koronaria yang dapat dideteksi; serangan kedua jarang sekali terjadi.

Kebanyakan anak dengan keterlibatan jantung juga tampak sehat, walaupun

prognosis jangka panjangnya belum diketahui. Pada awal seri orang Jepang, 1-2%

dari semua anak yang menderita penyakit Kawasaki meninggal karena komplikasi

jantung, biasanya dalam 1-2 bulan sejak timbulnya penyakit. Ada sedikit laporan rinci

yang mengatakan bahwa selain aneurisma arteri koronaria, di kemudian hari dapat

terjadi aneurisma pembuluh darah besar.4

                                                 

20