BAB I.doc
-
Upload
adhitya-pratama-sutisna -
Category
Documents
-
view
8 -
download
3
description
Transcript of BAB I.doc
BAB I
PENDAHULUAN
Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang masih relevan untuk
para praktisi pediatri. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di
hipotalamus akibat infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan
pengeluaran panas. Sebaliknya tidak semua anak yang terkena infeksi akan
menunjukkan gejala demam, semakin muda umurnya, semakin tidak jelas gambaran
klinisnya. Tindakan pada anak dengan demam diawali dengan pertimbangan apakah
ada kegawatan, apa penyebabnya, dan apakah demam perlu segera diturunkan. Agar
tindakan tersebut tepat dan terarah, diperlukan suatu pengelompokan/klasifikasi
pasien agar dapat digunakan suatu algoritma umum. Pada tiap kelompok tetap ada
kriteria kegawatan, kriteria jenis infeksi yang mengarah kepada tindakan yang
diambil, terutama perawatan dan pemberian antibiotik sesaat, tetapi merupakan
tindakan yang berkesinambungan, sampai pasien lepas dari masalahnya. Keputusan
untuk dirawat harus dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemberian
antibiotik empirik. Tindakan lanjutan akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
penunjang, respons pasien terhadap pengobatan sampai masalahnya selesai dengan
tuntas.1
Penyakit Kawasaki adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang menimbulkan
kesakitan pada pembuluh darah di mana 20% hingga 40% kasus akan berakhir pada
kerusakan pembuluh darah jantung. Penyakit ini pertama kali dideteksi oleh dokter
berkebangsaan Jepang, Tomisaku Kawasaki pada tahun 1967 di Jepang. Penyebab
penyakit ini hingga kini tidak diketahui, namun gejala-gejala yang ditimbulkan sangat
spesifik sehingga dalam dunia kedokteran dikenal sebagai syndrome Kawasaki.
Penyakit ini menyebabkan radang dari seluruh pembuluh darah dalam tubuh, namun
yang sangat khas diserang adalah radang dari pembuluh darah koroner jantung.
1
Penyakit Kawasaki belum banyak diketahui masyarakat kedokteran sehingga
belum banyak kasus yang diketahui dan diobati. Dalam masyarakat umum, penyakit
ini lebih tidak dikenal, mengingat waktu penemuannya belum terlalu lama, sehingga
jumlah kasus yang terdeteksi masih terlalu kecil, dan tidak segera menyebabkan
kematian. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah demam, dimana demam yang
timbul adalah demam yang tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (penurun
panas) serta antibiotik dan keadaan ini akan berlangsung satu minggu hingga 4
minggu.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Beberapa hal yang dapat dipantau dari penyakit ini terutama mengenai anak 8
bulan hingga 5 tahun, dan terutama mengenai anak-anak di negara berkembang. Di
negara maju seperti Jepang, didapatkan 125.000 kasus sejak 1967 hingga 1999. Di
Negara Berkembang, didapatkan 50 – 100 kasus per 100.000 anak di bawah 5 tahun,
per tahun, dengan perbandingan anak lelaki banding anak perempuan 1½ : 1. Di
Indonesia sendiri pada penelitian bulan Januari 2005, didapatkan 100 kasus, di mana
sebagian besar kasus terjadi pada anak anak usia 3 bulan hingga dibawah 4 tahun,
namun kurang pada bayi usia dibawah 3 bulan atau anak diatas 8 tahun. Diperkirakan
di Indonesia, penyakit Kawasaki mengenai 6000 kasus hingga 7000 kasus pertahun
berdasarkan perhitungan statistik, di mana secara alamiah kasus ini lebih sering
didapatkan pada anak keturunan cina.2
DR. Dr. Najib Advani dkk dalam International Symposium on Kawasaki
Disease di San Diego, Amerika, Februari 2005 lalu, melaporkan kondisi penyakit
Kawasaki di Indonesia bahwa pada tahun 2005, belum ada laporan mengenai adanya
penyakit Kawasaki di Indonesia. Setelah dilakukannya penelitian retrospektif oleh
DR. Dr. Najib Advani sebagai pakar jantung anak beserta rekan-rekan, ditemukan 27
pasien yang dikonfirmasi secara klinis terdiagnosa sebagai penyakit Kawasaki. Sejak
saat itu diperkirakan insiden penyakit Kawasaki adalah 6000 kasus per tahun. tetapi
yang terdiagnosa kurang dari 100 kasus per tahun3
3
2.2 Definisi
Penyakit Kawasaki adalah suatu keadaan demam yang mengenai anak dan
terutama karena kaitannya dengan vaskulitis pembuluh darah koronaria besar dan
kumpulan keluhan sistemik lainnya. Pertama kali dilaporkan pada anak-anak Jepang
sesudah Perang Dunia II, serupa dengan keadaaan yang jarang, yang sebelumnya
disebut poliarteritis infantil. Penyakit Kawasaki telah mengungguli demam reumatik
sebagai penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak di Amerika Serikat,
yang telah dikenali di seluruh dunia dan tampaknya frekuensinya semakin bertambah.
Penyakit ini terjadi secara sporadis atau dalam bentuk epidemik. Yang terutama
terkena adalah anak yang berusia 5 tahun atau kurang; keadaan ini sangat jarang
dijumpai pada orang dewasa. Walaupun penyakit Kawasaki telah diuraikan pada
semua kelompok ras, namun tampak adanya kecenderungan terjadi pada orang
Jepang, dan keadaan ini agaknya jarang terjadi pada beberapa daerah geografis
seperti Afrika sub-Sahara. Tidak dijumpai bukti adanya penularan dari orang-ke-
orang. Penyebabnya masih belum diketahui, tetapi toksin bakteri yang serupa dengan
toksin stafilokokus dari sindrom syok toksik mungkin terlibat dalam patogenesisnya.
Stafilokokus dan streptokokus hemolitik yang menghasilkan toksin demikian telah
dibiakkan dari anak-anak yang menderita penyakit Kawasaki pada suatu penelitian
pendahuluan. Penelitian –penelitian yang telah dilakukan, untuk mencari perang
langsung dari agen-agen infeksi seperti retrovirus atau ricketsiae pada keadaan ini,
belum dapat membuktikannya. Tidak ada bukti bahwa autoimunitas memainkan
peran pada pathogenesis; penemuan jumlah subset sel-T yang meningkat (Sel T-
positif-Vß2) cocok dengan rangsangan toksin superantigen.4
4
2.3 Etiologi
Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui. Banyak peneliti berpendapat
mungkin akibat infeksi (virus atau bakteri). Terdapat kecenderungan kearah faktor
herediter/keturunan,misalnya lebih sering ditemukan pada keturunan Jepang.Saat ini
tidak ada bukti bahwa penyakit ini bisa menular.8 Ada yang berpendapat bahwa PK
ini disebabkan oleh adanya reaksi autoimun (kelainan imunologi yang didahului
infeksi), disebabkan zat-zat kimia, bahkan ada yang melaporkan pada kasus bayi
berusia 35 hari PK terjadi setelah vaksinasi hepatitis B yang kedua.10
2.4 Patogenesis
Vaskulitis terjadi akibat aktivasi proses imunologi pada dinding pembuluh
darah. Keadaan imunologi yang dapat menerangkan timbulnya aktivasi imunologi
ditentukan oleh beberapa keadaan, yaitu jumlah antigen, kemampuan tubuh mengenai
antigen, kemampuan respons imun untuk mengeliminasi antigen dan route (target
organ) yang dirusak. Beberapa mediator yang dapat terlibat dalam vaskulitis ini,
misal : Interleukin (sitokin) yaitu suatu molekul yang dihasilkan oleh sel yang
teraktivasi oleh respons imun yang dapat berpengaruh terhadap mekanisme imunologi
selanjutnya. Interleukin yang berperan pada vaskulitis ialah : IL-1, IL-2, IL-6, IL-4,
TNF alfa, dan Interferon gamma. Sedangkan mediator inflamasi lainnya yang terlibat
dalam terjadinya vaskulitis misalnya histamin, serotonin, PAF dan endotelin.
Walaupun etiologi tidak diketahui akan tetapi endapan Ig A di jaringan merupakan
gambaran imunpatogenesis yang patognomonik.10
Pada fase akut dan subakut:
5
a. Edema pada endotel dan otot polos, disertai inflamasi dinding vaskuler.
Kasus berat peradangan pada tiga lapis dinding menyebabkan dilatasi dan
aneurisma.
b. Trombus dapat terbentuk pada lumen menyebabkan penyumbatan aliran
darah.
c. Fase subakut semua jenis immunoglobulin meningkat (respon antibody
yang hebat)
Fase penyembuhan, lesi menjadi fibrotik dengan proliferasi intima
mengakibatkan stenosis atau sumbatan vaskuler.
2.5 Manifestasi Klinis
6
Diagnosis didasarkan pada peragaan tanda-tanda klinis yang khas (Tabel 1).
Tabel 1 Kriteria Diagnostik untuk Penyakit Kawasaki
A. Demam yang bertahan setidak-tidaknya selama 5 hari *
B. Ada empat dari lima keadaan berikut:
1. Injeksi konjungtiva nonpurulen bilateral
2. Perubahan mukosa orofaring, termasuk faring yang terinfeksi, bibir
terinfeksi dan/atau kering pecah-pecah, lidah strawberry.
3. Perubahan-perubahan ekstremitas perifer, seperti edema dan/atau
eritema tangan atau kaki, deskuamasi, biasanya mulai secara
periungual.
4. Ruam, terutama badan; polimorf tetapi nonvesikuler.
5. Limfadenopati servikal.
C. Penyakit tidak terjelaskan melalui proses penyakit lain yang telah diketahui
Pernyataan consensus yang dipersiapkan oleh North American Participants of the Third
International Kawsaki Disease Symposium, Tokyo, Japan, December 1988. Pediatr infect.
Dis. J. 8:663, 1989 by Williams & Wilkins, 1989.
* Banyak pakar yang percaya bahwa, bila ada tanda-tanda klasik, diagnosis penyakit
Kawasaki dapat ditegakkan (dan dilakukan pengobatan) sebelum hari ke-5 demam oleh
individu yang berpengalaman).
Kasus-kasus atipik menampakkan sedikit tanda awal tetapi kemudian
dilaporkan adanya lesi arteri koronaria khas. Penderita atipik, yang sering kali berusia
kurang dari 1 tahun, dapat mengalami salah diagnosis saat masuk (gastroenteritis,
sindrom virus, sepsis), dan tingkat morbiditas tinggi.
7
Mulainya penyakit biasanya mendadak, ditampakkan dengan timbulnya
demam tinggi yang terus menerus lebih dari 1020F (kadang-kadang mencapai 1040F
atau lebih), dimana demam bertahan lebih dari 1-2 minggu dan biasanya tidak
menghilang dengan pemberian dosis normal asetaminofen ataupun ibuprofen.6 serta
tidak responsive terhadap terapi antibiotik.4 Tanda-tanda khas lainnya adalah
konjungtivitis bilateral tanpa kotoran, bibir pecah-pecah eritematosa kering, lidah
strawberry (serupa dengan lidah yang tampak pada infeksi streptokokus), dan mukosa
faring oral terinjeksi. Limfadenopati dapat mengenai satu atau beberapa kelenjar,
biasanya servikal, atau mungkin jarang menyeluruh; kelenjar tidak bernanah, dapat
besar, dan biasanya tidak lunak. Erupsi kulit eritematosa dapat mengenai tubuh,
muka, atau tungkai; ruam dapat berbentuk makulopapuler, morbiliformis, atau
eritema multiformis. Ada erupsi perineum eritematosa, terkelupas pada banyak
penderita selama minggu pertama menderita penyakit. Sesudah beberapa hari sakit,
tangan, dan kaki menjadi edema, membengkak dan nyeri; terjadi pengelupasan kulit
dari ujung jari tangan, ujung jari kaki, telapak tangan, dan telapak kaki, biasanya
selama minggu ke-2-3 penyakit (Tabel 2).
Tabel 2 Penyakit Kawasaki. Fase, Komplikasi dan Tingkat Arteritis pada Penderita yang
Tidak Diobati
Tanda-tanda Akut Subakut Konvalesens Kronis
Lamanya 1-11 hari 11-21 hari 21-60 hari 7 tahun
Tanda-tanda
klinis
Demam,
konjungtivitis,
perubahan oral,
perubahan tungkai,
iritabilitas, ruam,
limfadenopati
servikal, nilai laju
endap darah tinggi
Iritabilitas menetap
Pemanjangan demam
dapat terjadi
Normalisasi
kebanyakan tanda-
tanda klinis
Dapat terjadi
Kebanyakan tanda
klinis sembuh
Dilatasi aneurisma
pembuluh darah
perifer dapat menetap
Konjungtivitis dapat
8
aneurisma yang dapat
diraba
menetap
Komplikasi Artritis dini
Miokarditis
Perikarditis
Insufisiensi mitral
Gagal jantung
kongestif
Iridosiklitis
Meningitis
Piuria steril
Aneurisma koronaria
Artritis mulai-lambat
Insufisiensi mitral
Pengumpulan air
(hydrops) kandung
empedu
Pengelupasan kulit
ujung jari-jemari kaki
dan tangan
Trombositosis
Trombosis koronaria
dengan infark
Artritis dapat menetap,
Aneurisma koronaria
dan perifer dapat
menetap, Normalisasi
reaktan fase akut
Dapat terjadi
angina pektoris,
stenosis
koronaria, atau
insufisiensi
miokardium
Berkorelasi
dengan arteri
Perivaskulitis,
vaskulitis kapiler,
arteriola, venula
Radang intima
arteri sedang dan
besar
Aneurisma, trombus,
stenosis arteri ukuran
medium,
panvaskulitis, edema
dinding pembuluh
darah
Miokarditis kurang
menonjol
Pengukuran radang
vaskuler
Pembentukan
jaringan parut
Penebalan intima
Penyebab
kematian
Miokarditis Infark miokardium
Robekan aneurisma
Miokarditis
Infark miokardium
Penyakit jantung
iskemik
Infark
miokardium
Fase akut:
9
Ruam kemerahan
Bengkak dan kemerahan
10
Mata merah yang tidak disertai sekret purulen (belekan)
Lidah merah terlihat seperti strawberry
11
Dapat terjadi artritis sementara, terutama pada anak-anak yang lebih tua;
pembengkakan sendi yang nyeri biasanya simetris dalam penyebarannya, dan dapat
mengenai sendi besar maupun kecil. Manifestasi akut lainnya adalah diare, muntah,
nyeri perut, kandung empedu, berisi cairan (hidrops), miositis, meatitis dengan piuria
steril, timpanitis, stomatitis ulseratif, batuk (kadang-kadang disertai dengan infiltrate
paru), rinorea, meningitis aseptik, kejang-kejang, kelumpuhan saraf kranial atau
perifer, dan hepatosplenomegali. Iridosiklitis mungkin ditemukan pada anak yang
menjalani pemeriksaan lampu celah. Hampir semua anak yang terkena iritabel, dan
banyak yang mengalami perubahan status mental. Aneurisma arteri perifer besar
(aksilaris, poplitea) dan bukti adanya gangguan vaskuler distal kadang-kadang dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik.
Fase sub-akut
12
Kulit ujung jari terkelupas
Kulit ujung jari terkelupas
Fase Konvalesens (penyembuhan)
Garis beau
13
Keterlibatan jantung merupakan manifestasi paling penting penyakit
Kawasaki. Sepuluh sampai empat puluh persen anak yang tidak diobati mempunyai
bukti adanya vaskulitis koronaria dalam minggu-minggu pertama penyakit, yang
ditampakkan oleh dilatasi atau pembentukan aneurisma pada arteri koronaria seperti
tampak pada ekokardiografi dua-dimensi. Uji ini harus dilakukan pada semua anak
yang diketahui atau diduga menderita penyakit Kawasaki pada saat presentasi dan
juga selama 2 minggu penyakit. Manifestasi klinis arteritis koronaria meliputi tanda-
tanda iskemia miokardium atau jarang infark miokardium yang jelas atau aneurisma
terobek. Dapat juga terjadi perikarditis, miokarditis, endokarditis, gagal jantung, dan
aritmia (lihat Tabel 2)
2.6 Laboratorium
Tidak ada uji diagnostik. Leukositosis dengan bentuk-bentuk imatur terlihat
menonjol dan trombositosis (pada minggu ke-2-3) dapat mencolok; sering juga
didapati anemia. Laju endap darah dan kadar protein C-reaktif biasanya meningkat
tinggi. Hasil uji untuk autoantibodi termasuk ANA dan faktor reumatoid negatif, dan
kadar komplemen hemolitik normal atau tinggi. Mungkin dijumpai proteinuria dan
piuria ringan, seperti halnya pleositosis dalam cairan serebrospinal. Kadar serum
transaminase hati dan bilirubin mungkin sedikit meningkat.
Pemeriksaan jantung dalam bentuk rontgenogram dada, elektrokardiogram,
dan ekokardiogram sangat penting untuk evaluasi awal semua penderita; dari
pemeriksaan-pemeriksaan ini, ekokardiogram dua-dimensi paling berguna untuk
mengenali penyakit pembuluh koroner dan menunjukkan dilatasi pembuluh koroner
atau pembentukan aneurisma. Pemeriksaan ini harus dilakukan sejak dari mulanya
dan pada tindak lanjut semua penderita. Arteriografi pembuluh darah koronaria juga
dapat menunjukkan lesi pada penderita penyakit Kawasaki, tetapi prosedur invasive
14
ini tidak rutin diperlukan. Kadang-kadang, arteriografi pembuluh darah sentral dapat
diperkuat dengan penemuan-penemuan klinis.
Perubahan-perubahan histologis pada autopsi penderita dengan lesi yang
mematikan meliputi infiltrat sel radang yang berat pada tunika media dan intima
pembuluh darah koronaria besar dan pembuluh darah sentral serta penyumbatan arteri
oleh trombus trombosit. Perubahan ini sangat menyerupai perubahan keadaan yang
jarang, yang sebelumnya disebut periarteritis nodosa infantil.4
2.7 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas tanda-tanda klinis. Tidak ada uji laboratorium
daignostik, walaupun gambaran keterlibatan arteria koronaria yang ditunjukkan
melalui ekokardiografi sangat member kesan keadaan ini. Manifestasi dan diagnosis
penyakit tergantung pada fase penyakit Kawasaki (lihat Tabel 2). Diagnosis banding
termasuk demam scarlet, sindrom syok toksik, leptospirosis, infeksi virus Epstein-
Barr, arthritis rheumatoid juvenile, campak, akrodinia, demam berbintik Rocky
Mountain, reaksi obat, sindrom Stevens-johnson, dan sindrom vaskulitis lain.4
2.8 Penatalaksanaan
Penyakit Kawasaki (PK) menunjukkan respons yang dramatis terhadap terapi
gamma globulin intravena yang diberikan selama penyakit dalam masa demam aktif.
Demam dan manifestasi sistemik lain yang menyertai sering mereda dalam 24 jam
terapi inisial. Lagipula, penelitian terkendali menunjukkan bahwa terapi gamma
globulin intravena yang diberikan pada awal penyakit mencegah keterlibatan
pembuluh koronaria, sebagaimana yang diperagakan oleh ekokardiograf. Regimen
yang dianjurkan terdiri atas infus intravena 2gr/kgBB diberikan sebagai dosis tunggal
selama 10-12 jam. Terapi yang diberikan dalam 10 hari sejak timbulnya penyakit
tampak efektif dalam mencegah kerusakan pembuluh koronaria; terapi yang diberikan
15
pada penderita yang bergejala (demam, LED naik) sesudah 10 hari sejak timbulnya
manifestasi dapat efektif juga dalam meredakan gejala. Efek samping terapi gamma
globulin intravena jarang, dan meliputi anafilaksis, menggigil, demam, nyeri kepala,
dan mialgia.4
Penelitian oleh Moran dkk terhadap 25 pasien KD dilakukan untuk menilai
keefektifan IVIG pada miokardial yang abnormal. Sebelum diterapi dengan IVIG,
kontraktilitas ventrikel kiri hanya 56% namun setelah diterapi IVIG meningkat
menjadi 86%. Semua pasien menjadi normal dalam waktu di atas 12 bulan.3 Selama
pemberian, pantau laju jantung dan tekanan darah setiap 30 menit, kemudian 1 jam,
dan selanjutnya tiap 2 jam. Immunoglobulin memberikan hasil optimal bila diberikan
pada hari 5-10 awitan.5
Terapi salisilat juga terindikasi selama fase demam penyakit; kadar terapeutik
serum 20-30 mg/dL sangat diperlukan tetapi mungkin sukar dicapai, walaupun
dengan dosis salisilat setinggi 100 mg/24 jam. Terapi salisilat dosis-tunggal dan
rendah yang terus-menerus, karena pengaruh antitrombositnya (antiplatelet),
dianjurkan diberikan selama 6-8 minggu sesudah periode aktif penyakit mereda.
Aspirin dosis rendah dengan atau tanpa dipiradamol harus dilanjutkan sampai lesi
koroner teratasi.4 Asetosal per oral dosis 80-100mg/kg/hari dalam 4 dosis hingga hari
ke-14 awitan atau 2-3 hari setelah demam reda. Selanjutnya dosis diturunkan menjadi
3-10mg/kg sekali sehari samapi 6-8 minggu sejak awitan dan kemudian dihentikan
jika pada ekokardiografi tidak ditemukan kelainan. Pemberian astosal 2-5mg/kg
jangka panjang dianjurkan pada kasus dengan aneurisma arteri koroner yang menetap
dan dihentikan jika membaik.5 Beberapa pakar menambahkan terapi heparin atau
warfarin (Coumadin) untuk penderita dengan anuerisma obstruktif atau nonobstruktif
persisten yang besar atau banyak. Evaluasi pemantauan yang diteliti dan berulang-
ulang melalui uji stress, ekokardiografi, dan kadang-kadang angiografi, diperlukan
pada anak-anak dengan sisa perubahan pembuluh koronaria yang jelas. Dampak
16
perubahan pembuluh koronaria yang demikian pada insidens dan keparahan penyakit
arteri koronaria aterosklerotik di kemudian hari belum diketahui.4 Enam penelitian
yang melibatkan 1629 pasien memperlihatkan prevalensi aneurisma arteri koroner
pada tahap penyembuhan dengan penggunaan aspirin atau imunoglobulin (IVIG).
Dengan pengobatan aspirin saja, prevalensi aneurisma sekitar 14.7%. Kemudian
dengan aspirin plus < 1 g/kg IVIG : 8,6%. Aspirin plus 1-1,2 g/kg IVIG : 7%, aspirin
plus 1,6 g/kg IVIG : 3,7%, aspirin plus 2 g/kg IVIG : 2,6%. Dari studi oleh Terai dkk
ini memperlihatkan keefektivan terapi dengan IVIG.3
Terapi kortikosteroid jarang digunakan pada penyakit Kawasaki, dan beberapa
pakar memandangnya sebagai kontraindikasi.
Terapi trombolitik dengan agen seperti streptokinase telah digunakan pada
penderita dengan trombosis koronaria akut atau iskemia arteri perifer. Pembedahan
pintas (bypass) arterial mungkin tepat untuk penderita penyumbatan koronaria berat
yang jarang.4
2.9 Pencegahan
Tidak dikenal cara pencegahan untuk penyakit ini sampai saat ini.
Meskipun demikian, berbagai kegiatan seperti Kawasaki Disease Research Program d
i SanDiego bekerja sama dengan para peneliti di seluruh Amerika Srikat dan Jepang u
ntuk memahami lebih lanjut penyakit misterius ini.8 Kepada orangtua yang anaknya
menderita penyakit Kawasaki dengan kelainan koroner ditekankan perlunya tindak
lanjut (minum obat teratur, follow-up ekokardiografi).5
17
2.10 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Kawasaki atau Kawasaki Disease (selanjutnya disingkat
KD saja) yang berbahaya adalah aneurisma arteri koroner (CAA) yang bisa
menyebabkan kerusakan permanen. Komplikasi ini menimpa 20-40% pasien yang
tidak diterapi dengan baik. Angka kematian biasanya sekitar 1-5%.2 Hingga saat ini
satu-satunya terapi yang paling efektif adalah pemberian imunoglobulin. Terapi
imunoglobulin bisa mengurangi CAA sekitar 5-6%. Lima puluh persen dari CAA
akan regresi dalam waktu 5 tahun karena kemampuan koroner untuk remodeling.
Tapi biasanya ini berlaku untuk aneurisma yang relatif kecil. Regresi aneurisma
menimbulkan penebalan intima dan disfungsi endotel yang akan menyebabkan
aterosklerosis prematur. CAA yang tidak mengalami regresi bisa menyebabkan
trombus, stenosis, atau penyumbatan dan meningkatkan risiko infak miokardial.3
KD merupakan jenis penyakit jantung paling sering terjadi pada anak-anak di
negara maju. Jepang adalah negara dengan kasus KD tertinggi, yaitu 125.000 kasus
sampai tahun 1999. Di Asia, terutama Jepang dan Korea, insiden KD sekitar 100
kasus per 100.000 anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering
dibandingkan anak perempuan (1,5 : 1). Di Indonesia, dari 6000 kasus per tahun,
80% terjadi pada anak di bawah 4 tahun. Jarang menimpa anak di bawah 3 bulan atau
di atas 8 tahun.2
Penyakit Kawasaki juga menyebabkan kondisi patologis berupa perubahan
pada dimensi luminal, struktur vaskular, fungsi vaskular, kecukupan aliran darah,
aterosklerosis dan faktor-faktor risikonya, yang semuanya berdampak terhadap
mortalitas. Kematian bisa terjadi segera setelah onset, atau bertahun-tahun kemudian
tergantung seberapa besar penyakit ini menginvasi sistem koroner.
Dampak jangka panjang penyakit Kawasaki telah diteliti oleh Kato dkk. Ia
memonitor 594 penderita selama 10-21 tahun, dengan rata-rata pemantauan 13,6
tahun. Pemeriksaan angiografi pertama menunjukkan sebanyak 146 (25%) penderita
KD mengalami aneurisma. Pemeriksaan angiografi 1-2 tahun kemudian menujukkan
18
49% aneurisma mengalami regresi, 51% persisten, dan 18% mengalami stenosis. Dari
74 pasien yang mengalami aneurisma persisten, 14 di antaranya mengalami stenosis
pada pemeriksaan angiografi kedua, 14 lagi didiagnosa stenosis pada pemeriksaan
berikutnya. Jadi sebanyak 38% pasien dengan aneurisma persisten mengalami
stenosis. Kato juga menemukan 11 pasien mengalami infark miokardial (1,9%). 5
pasien tanpa MI menjalani bypass dan 5 meninggal karena MI.
Baker dkk meneliti kasus infark miokardial pada pasien KD. Ada 195 kasus
MI yang diteliti, 73% Mi muncul di tahun pertama sejak didiagnosa KD, 72% pasien
laki-laki. 65% MI terjadi saat istirahat atau tidur, 37% asimptomatik, 22% meninggal
saat serangan Mi pertama, dan 16% pasien yang selamat dari serangan Mi pertama,
mengalami MI. Kebanyakan survivor MI mengalami disfungsi ventrikel kiri atau
aneurisma.
Anak-anak dengan KD memiliki kondisi fisik dan psikososial yang berbeda
dengan anak yang sehat. Namun dalam penelitian Baker dkk., ternyata 110 dari 201
penderita KD berusia 5-18 tahun yang melengkapi Child Health Questionnaire, tidak
memiliki perbedaan psikososial dengan anak normal, tetapi memiliki persepsi umum
kesehatan yang lebih rendah, seperti mengalami kecemasan, alergi, dan masalah per-
sendian/tulang lebih besar. Tetapi untuk tingkah laku, minat, dan belajar, tidak ada
perbedaan antara penderita KD dengan anak lain yang sehat.3
19
2.11 Prognosis
Penyembuhan biasanya sempurna pada penderita yang tidak menderita
vaskulitis koronaria yang dapat dideteksi; serangan kedua jarang sekali terjadi.
Kebanyakan anak dengan keterlibatan jantung juga tampak sehat, walaupun
prognosis jangka panjangnya belum diketahui. Pada awal seri orang Jepang, 1-2%
dari semua anak yang menderita penyakit Kawasaki meninggal karena komplikasi
jantung, biasanya dalam 1-2 bulan sejak timbulnya penyakit. Ada sedikit laporan rinci
yang mengatakan bahwa selain aneurisma arteri koronaria, di kemudian hari dapat
terjadi aneurisma pembuluh darah besar.4
20