BAB I,2,3 .LAPKAS

27
BAB I PENDAHULUAN Ketuban pecah dini atau Premature Rupture Of Membrane (PROM) merupakan rupture membrane fetal sebelum onset persalinan. Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu, maka disebut preterm PROM atau ketuban pecah dini preterm. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan terjadinya infeksi dan persalinan prematur. Keadaan tersebut menyebabkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas perinatal dan maternal, infeksi korioamnionitis, sampai sepsis merupakan bagian terpenting bagi kelangsungan hidup pasien. Dilaporkan kejadian korioamnionitis pada KPD antara : 4,2-10,5 %. Sedangkan masalah dalam persalinan prematur adanya gawat napas serta besarnya biaya perawatan bayi prematur itu sendiri. Dilaporkan 5,6 % kematian bayi prematur disebabkan oleh Hyaline Membrane Disease. Pecahnya ketuban biasanya akan diikuti dengan mulainya proses persalinan. Nelson (1994) melaporkan lebih dari 50 % yang mampu bertahan sampai hari ketujuh setelah pecahnya ketuban. Kepustakaan lain melaporkan pada persalinan prematur 30 % didahului oleh KPD. Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling sering dijumpai. Insiden ketuban

description

BAB I,2,3 .LAPKAS

Transcript of BAB I,2,3 .LAPKAS

Page 1: BAB I,2,3 .LAPKAS

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini atau Premature Rupture Of Membrane (PROM)

merupakan rupture membrane fetal sebelum onset persalinan. Sebagian besar kasus

ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa

gestasi 37 minggu, maka disebut preterm PROM atau ketuban pecah dini preterm.

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

berkaitan dengan terjadinya infeksi dan persalinan prematur. Keadaan tersebut

menyebabkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas perinatal dan maternal,

infeksi korioamnionitis, sampai sepsis merupakan bagian terpenting bagi

kelangsungan hidup pasien. Dilaporkan kejadian korioamnionitis pada KPD antara :

4,2-10,5 %.

Sedangkan masalah dalam persalinan prematur adanya gawat napas serta

besarnya biaya perawatan bayi prematur itu sendiri. Dilaporkan 5,6 % kematian bayi

prematur disebabkan oleh Hyaline Membrane Disease. Pecahnya ketuban biasanya

akan diikuti dengan mulainya proses persalinan. Nelson (1994) melaporkan lebih

dari 50 % yang mampu bertahan sampai hari ketujuh setelah pecahnya ketuban.

Kepustakaan lain melaporkan pada persalinan prematur 30 % didahului oleh KPD.

Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling

sering dijumpai. Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%

, dimana sekitar 20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu.

Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi

intrauterine akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang.

Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana

sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal.

Ketuban pecah dini merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas

perinatal serta berhubungan dengan infeksi perinatal dan kompresi umbilical cord

akibat oligohidramnion. Infeksi koriodesidual memiliki peranan penting dalam

etiologi terjadinya ketuban pecah dini terutama pada usia gestasi awal. Pendekatan

ketuban pecah dini pada kehamilan minggu ke 34 hari pertama hingga minggu ke 36

hari ke 6 hingga saat ini masih tetap mengundang banyak kontroversi.

Page 2: BAB I,2,3 .LAPKAS

Beberapa studi menunjukan bahwa pemanjangan masa gestasi minggu ke 34

hari pertama memberikan sedikit atau tidak memberikan reduksi morbiditas neonatal

karena insiden morbiditas dan kematian bayi ini tidak berbeda bermakna, dengan

mereka yang dilahirkan setelah usia gestasi 36 minggu 6 hari. Ketuban pecah dini

preterm antara minggu ke 34 hingga 37 berhubungan erat dengan korioamnionitis

dan morbiditas neonatal. Pelaksanaan persalinan aktif dan melalui operasi Caesar

pada kasus ketuban pecah dini tidak menunjukan perbedaan bermakna.

Ketuban pecah dini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi pada

neonatus meliputi respiratory distress syndrome, cord compression,

oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans, gangguan neurology, infeksi neonatal

dan perdarahan interventrikular. Oleh sebab itu klinisi yang mengawasi pasien harus

mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dan memberikan terapi yang

akurat untuk memperbaiki luaran dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan

bayinya.

Page 3: BAB I,2,3 .LAPKAS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN STRUKTUR MEMBRAN FETAL

Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan

dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian

kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion. Normalnya antara 1 liter

sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga

mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau

1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam.

Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak

mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan

amnion. Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epithelium amniotik.

Epitel amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non

kolagen (laminin, nidogen dan fibronectin) dari membrane basalis, lapisan amnion

disebelahnya.

Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini

membentuk skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta

disekresikan oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial (Tipe I

dan III) mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan

integritas mekanikan amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi

filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial. Tidak ada

interposisi dari materi yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotic

sehingga amnion dapat mempertahankan tensile strength selama stadium akhir

kehamilan normal.

Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari

sel mesenkimal dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini

membentuk jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa.

Lapisan intermediate (spongy layer atau zona spongiosa) terletak diantara

amnion dan korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan

glikoprotein yang memberikan sifat “spongy” pada gambaran histology. Lapisan ini

Page 4: BAB I,2,3 .LAPKAS

juga mengandung nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen

tipe III. Lapisan intermediate ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.

Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength

yang lebih besar. Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas

langsung menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara

lapisan korionik dari membrane fetal (bebas plasenta) mengalami regresi. Dibawah

lapisan sitotrofoblas (dekat janin) merupakan membrane basalis dan jaringan knektif

korionik yang kaya akan serat kolagen. Membran fetal memperlihatkan variasi

regional. Walaupun tidak ada bukti yang menunjukan adanya titik lemah dimana

membrane akan pecah, observasi harus dilakukan untuk menghindari terjadinya

perubahan struktur dan komposisi membrane yang memicu terjadinya ketuban pecah

dini.

Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion

mengandung materi bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi

potensial dan penurunan volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan

pasien dalam menghadapi infeksi. Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa

pasien dengan oligohidramnion (AFI<5) memiliki risiko tinggi menderita

korioamnionitis dan sepsis pada neonatus. Sebagian besar bukti mengarah bahwa

ketuban pecah dini berhubungan dengan proses biokimia meliputi rusaknya kolagen

antarmatriks ekstraseluler amnion dan korion dan programmed death of cell pada

membrane janin dan lapisan uteri maternal (desidua) sebagai respon terhadap

berbagai rangsangan seperti peregangan membrane (membrane stretching) dan

infeksi saluran reproduksi , yang menghasilkan mediator seperti prostaglandin,

sitokin dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi matriks.

2.2. Anatomi Fisiologi Air Ketuban

Volume air ketuban

Normalnya, pada usia kehamilan 10 – 20 minggu, jumlah air ketuban sekitar 50 –

250 ml. Ketika memasuki minggu 30 – 40, jumlahnya mencapai 500 – 1500 ml.

Page 5: BAB I,2,3 .LAPKAS

Ciri-ciri kimiawi :

Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis,

reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 %

air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks

kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama

sebagai albumin.

Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk

mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab

peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat

surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila

persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak sungsang akan kita

jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan

mekonium.

Fungsi Air Ketuban

1. Untuk proteksi janin.

2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.

3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.

4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.

5. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin

6. Meratakan tekanan intra – uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban

pecah.

7. Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-

kira 350 - 500 cc.

Asal Air Ketuban

1. Kencing janin (fetal urin)

2. Transudasi dari darah ibu

3. Sekresi dari epitel amnion

4. Asal campuran (mixed origin)

Kelainan jumlah cairan amnion

1. Hidramnion (polihidramnion)

air ketuban berlebihan, di atas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan

adanya kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau

gangguan sirkulasi, atau hiperaktifitas sitem urinarius janin.

Page 6: BAB I,2,3 .LAPKAS

2. Oligohidramnion

air ketuban sedikit, di bawah 500 cc. Umumnya kental, keruh, berwarna

kuning kehijauan.

2.3. DEFINISI

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada

sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001).

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah

kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat

terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan

aterm. (saifudin,2002)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila

pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sarwono

Prawirohardjo, 2005).

2.4. INSIDEN

Insiden KPD sangat bervariasi dikarenakan definisinya yang berbeda-beda

dilaporkan berkisar antara 2,7 – 17 %. PROM (Prelabour Rupture Of

Membrane/ Ketuban pecah premature) 6-19% kehamilan. PPROM (Preterm

Prelabour Rupture Of Membrane/ Preterm Prelabour Rupture Of Membrane) 2%

kehamilan.

Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :

1. Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal

2. Inkompetensi serviks

3. Infeksi vagina/serviks

4. Kehamilan ganda

5. Polihidramnion

6. Trauma

7. Distensi uteri

8. Stress maternal

9. Stress fetal

10. Infeks

11. Serviks yang pendek

12. Prosedur medis

Page 7: BAB I,2,3 .LAPKAS

2.5. ETIOLOGI

Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi Ketuban pecah dini

disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya

tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran

disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu

ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.

Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :

1. Serviks inkompeten.

2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.

3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.

4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo

pelvic disproporsi).

5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam

bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/

Korioamnionitis).

6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa

menimbulkan morbiditas janin

2.6. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD.

Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun

amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

Page 8: BAB I,2,3 .LAPKAS

4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.

5. Keadaan sosial ekonomi

6. Faktor lain

a. Faktor golonngan darah

b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan

kelemahan

b. bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.

c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

2.7. FAKTOR RESIKO

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)

2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

3. Riwayat KPD sebelumya

4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

5. Kehamilan multiple : kembar dua (50%) , kembar tiga (90 %).

6. Trauma

7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu,

risiko 25%

8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

9. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x

10. Fibronectin > 50 mg/ml : risiko 83%

11. Tindakan segama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika hygiene buruk ,

predisposisi terhadap infeksi.

12. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x) , trimester kedua/ketiga

(20x)

13. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7 %)

14. PH vagina di atas 4,5 : risiko 32%

15. Kadar CRH (corticotropoin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada

stress psikologis, dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

Page 9: BAB I,2,3 .LAPKAS

Faktor-Faktor Yang Dihubungkan Dengan Partus Preterm

1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic

2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-

eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion

subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut,

Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.

3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin

terhambat, gawat janin, kematian janin.

4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah

pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.

5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih),

sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.

6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas

uterus idiopatik

Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut :

a. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.

Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat

bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.

b. Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )

c. Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )

d. Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,

disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.

e. Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu

dini.

2.8. PATOFISIOLOGI

Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi.

Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).

High virulensi : Bacteroides

Low virulensi : Lactobacillus

Page 10: BAB I,2,3 .LAPKAS

Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane

fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami

rupture premature ini tampak memiliki defek fokal disbanding kelemahan

menyeluruh. Daerah dekat tempat pecahnya membrane ini disebut “ restricted zone

of extreme altered morphology” yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan

kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast maupun

spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan

daerah breakpoint awal.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler

korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh

sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi

dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan

kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput

korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah

spontan.

2.9. MANIFESTASI/TANDA DAN GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah:

1) Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan

sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

2) Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.

3) Janin mudah diraba.

4) Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.

5) Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air

ketuban sudah kering.

Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan

memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah

dini preterm, periode latensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik

dengan usia gestasional, misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-

rata periode latensi sekitar 12 hari. Pada kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34,

periode latensi berkisar hanya 4 hari.

Page 11: BAB I,2,3 .LAPKAS

Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi.

Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit.

Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas

pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama

minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi

akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen.

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui

vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,

mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,dengan ciri pucat

dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering

karena terusdiproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri,

kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat"

kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,

denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang

terjadi.

2.10. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pasien mengeluarkan air ketuban dari kemaluan/vagina atau kebocoran dari

servikal terutama saat pasien batuk atau saat diberikan fundal pressure dapat

membantu menegakan diagnosis ketuban pecah dini

2. Pemeriksaan Klinis

Dengan melihat langsung keluar air ketuban dari kemaluan

Dengan inspekulo, melihat air ketuban mengalir keluar dari kanalis servikalis

(bila perlu lakukan tekanan ringan pada fundus uteri atau ibu disuruh batuk

atau mengedan)

Dengan periksa dalam, tidak teraba adanya selaput ketuban.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Leukosit ; >15.000/µl bila terjadi infeksi

Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan lanugo

Pemeriksaan sel-sel janin

4. Pemeriksaan Ph Air Ketuban

Page 12: BAB I,2,3 .LAPKAS

Vaginan mempunyai keasaman 4,5–5,5 sedangkan air ketuban mempunyai Ph

7,0-7,5. Sehingga dengan pecahnya selaput ketuban Ph vagina menjadi 6,0–8,1.

Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan

trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.

5. Tes Cairan Amnion

Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin,

glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis maka

angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal

sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin

atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

b. Amniosintesis

Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan

paru janin.

c. Pemantauan janin

Membantu dalam mengevaluasi janin

d. Protein C-reaktif

Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan

korioamnionitis

7. Tes Arborisasi (Fern), Tes Valsava, Tes Nitrazin

Uji kertas lakmus/nitrazine test

Jadi biru (basa) : air ketuban

Jadi merah (asam) : air kencing

8. Tes Lainnya (Diamin oksidase, Fetal Fibronektin, Alfa fetoprotein)

2.11. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda

infeksi intrauterin

Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan

melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban

untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin

Page 13: BAB I,2,3 .LAPKAS

Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian

antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis,

pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih

kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif

(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun

partus pervaginam

Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah

langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia

kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan

tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu

dan kemampuan finansial keluarga.

Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan

mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.

Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian

profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan

penatalaksanaan sama halnya dengan aterm

Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan

konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka

perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B,

pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh

para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.

Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan

tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course

kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama

fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)

Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien

dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak

direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid,

pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian

yang lama)

Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode

fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu

(untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory

distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital

Page 14: BAB I,2,3 .LAPKAS

cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk

jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek

dapat dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid,

antibiotik dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu

dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan

Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu

deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)

Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis

(nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat,

oksitosin antagonis (atosiban)

Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element

terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam

metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik,

namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM

Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis,

terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan

antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan

KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin

3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid

KPD pada kehamilan  > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan

ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan

induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC

KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik

ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan

induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC

2.12. KOMPLIKASI

1. Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.

Komplikasi infeksi intrapartum

a. Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia,

atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki

vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.

b. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin

Page 15: BAB I,2,3 .LAPKAS

2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.

3. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia

(sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

4. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban

habis.

2.13. PROGNOSIS

Tergantung dari cara penatalaksanaannya dan komplikasi-komplikasi yang mungkin

timbul serta umur kehamilan.

Page 16: BAB I,2,3 .LAPKAS

BAB III

KESIMPULAN

1. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

dengan terjadinya infeksi dan persalinan prematur. Keadaan tersebut menyebabkan

meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas perinatal dan maternal, infeksi

korioamnionitis, sampai sepsis merupakan bagian terpenting bagi kelangsungan

hidup pasien.

2. Ketuban pecah dini merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas

perinatal serta berhubungan dengan infeksi perinatal dan kompresi umbilical cord

akibat oligohidramnion.

3. Ketuban pecah dini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi pada

neonatus meliputi respiratory distress syndrome, cord compression,

oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans, gangguan neurology, infeksi neonatal

dan perdarahan interventrikular.

4. Oleh sebab itu klinisi yang mengawasi pasien harus mampu menegakkan

diagnosis ketuban pecah dini dan memberikan terapi yang akurat untuk memperbaiki

luaran dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.

Page 17: BAB I,2,3 .LAPKAS

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarkawi W. Hasil Penelitian KPD di RS Pirngadi Medan. Tesis Bagian Obstetri

dan Ginekologi FK USU / RSPM, 1983.

2. Kappy K.A Premature Rupture of Membranes, in Risk Pregnancy, 2nd ed. W.B.

Saunders Company, Philadelphia, 1993 : 378 – 95.

3. Saifuddin A.B., Adriaansz G., Wiknjosastro G.H., KPD, dalam : Buku Acuan

Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal, edisi 1, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2000 : 218 – 20.

4. Cunningham F.G., Mac Donald P.C., Gant N.F., et al. Preterin Birth. In :

William’s Obstetric, 20th ed. Appleteon and Lange, 1997 : 797 – 826.

5. Arias F. Premature Rupture of Membranes, in : Pratical Guide to High Risk

Pregnancy. 2nd, Mosby, St. Louis, 1993 : 100 – 13.

6. Staff Bagian Obstetri & Ginekologi FK-USU. KPD, dalam : Pedoman

Diagnostik & Terapy Obstetric & Ginekologi FK-USU / RsPM 1993 : 52–5

7. Mochtar R. : Sinopsis Obstetri, Edisi I, EGC, Jakarta, 1998 : 285 – 7 .