BAB I RINA

139
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Tidak terkecuali juga pada orang yang sedang menderita sakit, mereka juga memerlukan istirahat dan tidur yang memadai. Namun dalam keadaan sakit, pola tidur seseorang biasanya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk mencukupi ataupun memenuhi kebutuhan tidur tersebut. Secara umum tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkatan kesadaran yang bervariasi, perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh dan penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Diduga penyebab tidur adalah proses 1

Transcript of BAB I RINA

Page 1: BAB I RINA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua

orang. Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan

istirahat dan tidur yang cukup. Tidak terkecuali juga pada orang yang sedang

menderita sakit, mereka juga memerlukan istirahat dan tidur yang memadai.

Namun dalam keadaan sakit, pola tidur seseorang biasanya terganggu,

sehingga perawat perlu berupaya untuk mencukupi ataupun memenuhi

kebutuhan tidur tersebut. Secara umum tidur ditandai dengan aktivitas fisik

minimal, tingkatan kesadaran yang bervariasi, perubahan-perubahan proses

fisiologis tubuh dan penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Diduga

penyebab tidur adalah proses penghambatan aktif. Ada teori lama yang

menyatakan bahwa area eksitatori pada batang otak bagian atas, yang disebut

“sistem aktivasi retikular”, mengalami kelelahan setelah seharian terjaga dan

karena itu, menjadi inaktif. Keadaan ini disebut teori pasif dari tidur.

Percobaan penting telah mengubah pandangan ini ke teori yang lebih baru

bahwa tidur barangkali disebabkan oleh proses penghambatan aktif. Hal ini

terbukti dari suatu percobaan dengan cara melakukan pemotongan batang otak

setinggi regio midpontil, dan berdasarkan perekaman listrik ternyata otak tak

1

Page 2: BAB I RINA

2

pernah tidur. Dengan kata lain, ada beberapa pusat yang terletak dibawah

ketinggian midpontil pada batang otak, diperlukan untuk menyebabkan tidur

dengan cara menghambat bagian-bagian otak lainnya (Choppra, 2003).

Sebagian orang bisa tidur dengan nyenyak merupakan anugerah, tetapi bagi

orang yang mengalami gangguan tidur akan sulit untuk mendapatkan anugrah

untuk tidur nyenyak, karena mengidap gangguan yang biasa disebut sulit tidur.

Seseorang dianggap memiliki gangguan tidur apabila seseorang mengalami

kesulitan tidur dalam beberapa hari. Apabila gangguan tidur tersebut terjadi

dalam kurun waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan akan

mengakibatkan kekebalan tubuh menurun akibat kekurangan tidur atau jadwal

yang terganggu akibat gangguan tidur insomnia yang menyerang. Kesulitan

tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada

penderita yang berkunjung ke praktek dokter psikiater. Kesulitan tidur dapat

dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan

tinggi dan rendah, gangguan tidur juga dialami oleh anak-anak, orang tua,

orang dewasa, maupun para lanjut usia (Japardi, 2004).

Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami,

Perubahan jumlah/kualitas pola tidur dan istirahat sehubungan dengan

keadaan biologis atau kebutuhan emosi. Gangguan tidur adalah kondisi yang

jika tidak diobati, secara umum akan menyebabkan gangguan tidur malam

Page 3: BAB I RINA

3

yang mengakibatkan munculnya sala satu dari ketiga masalah berikut:

insomnia; gerakan atau sensasi abnormal di kala tidur atau ketika terjaga di

tengah malam; atau rasa ngantuk yang berlebihan di siang hari (Naylor dan

Aldrich,1994).

Sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Seringkali

faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis

(penyakit fisik, obat-obatan, kelelahan, dan asupan makanan dan kalori)

psikologis (gaya hidup, stress emosional) , dan lingkungan dapat mengubah

kualitas dan kuantitas tidur. Banyak orang dewasa di Amerika Serikat

memiliki hutang tidur yang signifikan karena ketidak adekuatan dalam hal

kuantitas maupun kualitas tidur malamnnya dan mengalami hipersomnolen di

siang hari selama melaksanakan aktivitas sehari-hari (National Commission

On Sleep Disorders Research, 1993).

WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai

19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok umur

yang tumpang-tindih ini digolongkan sebagai pemuda (young people) yang

mencakup usia 10 sampai 24 tahun. Secara garis besar, fase remaja dibagi

menjadi tiga periode penting, yaitu fase awal, pertengahan, dan lanjut; yang

masing-masing memiliki karakteristik dalam hal biologis, psikologis, dan isu

sosial.

Page 4: BAB I RINA

4

Berdasarkan Nelson dkk, penggolongan fase remaja dibagi menjadi fase

remaja awal, yaitu usia 10 sampai 13 tahun; fase remaja pertengahan, yaitu

usia 14 sampai 16 tahun; dan fase remaja lanjut, yaitu usia 17 samapi 20 tahun

hingga seterusnya. Pola tidur pada remaja perlu perhatian lebih karena

berhubungan pada performa sekolah.pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti

mengenai tidur dari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan

tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada

permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur

menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan remaja

tersebut lebih waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah tidur.

Menurut penelitian, remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam. Untuk

tidur dalam sehari. namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena pengaruh

waktu sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu sekolah dan

kehidupan sosial akan mengkontribusi pengurangan waktu tidur pada remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Iglowstein dkk. terhadap anak di Swiss

mendapatkan hasil bahwa anak usia 12 sampai 15 tahun memiliki rata-rata

jumlah waktu tidur sebanyak 8,4 sampai 9,3 jam per hari. Hampir semua

orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya.

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kurang

lebih 1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap tahunnya.

Page 5: BAB I RINA

5

Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status

kesehatan penderitanya (National Commission On Sleep Disorders Research,

1993).

National Sleep Foundation menyatakan bahwa di Indonesia prevalensi

penderita gangguan pola tidur mencapai 70% paling sedikit seminggu sekali

dan 30 juta orang sulit tidur setiap malamnya.

Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa

gangguan tidur menyerang 10% dari total penduduk di Indonesia atau sekitar

28 juta orang. Total angka kejadian gangguan tidur tersebut 10-15%

merupakan gejala insomnia kronis. Seseorang dapat mengalami insomnia

transien akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah,

jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia temporer

akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan

tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres, dan

kecemasan.

Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang mengalami kesukaran tidur dan 17%

diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur cenderung

meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai

Page 6: BAB I RINA

6

penyebab. Kaplan dan sadock melaporkan kurang lebih 40%-50% dari

populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10%-

15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alcohol.

Menurut data internasional of sleepdisorder, prevalensi penyebab-penyebab

gangguan tidur adalah penyait asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan

(40-40%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%),

sindroma kaki gelisah (5-15%), depresi (65%), demensia (5%), ganggua

perubahan jadwal kerja (2-5%), obstruksi sesak salurana nafas (1-2%),

penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0.16%).

Klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur masih terus berkembang

seiring dengan penelitian yang ada.

Menurut beberapa penelitian yang ada ternyata ada hubungan antara tingkat

stress dengan gangguan pola tidur kecemasan tentang masalah pribadi atau

situasi yang dapqat mengganggu tidur. Stress emosional menyebabkan

seseorang menjadi tegang dan sering kali mengarah frustasi apabila tidak

tidur. Stress juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk

tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stress

yang berlarut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Bliwise,1993)

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan

adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang

Page 7: BAB I RINA

7

individu. Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga dapat terjadi

akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas tidur inadekuat adalah

fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari

yang sering dan berulang ( Chapter. (2011). http://repository.usu.ac.id).

Studi yang dilaksanakan oleh Liu X dkk di SMU di provinsi Shandong, Cina.

Hasil studi menyatakan rata-rata lama tidur di malam hari adalah 7,64 jam dan

menurun dengan meningkatnya usia. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson

EO dkk pada remaja 13 hingga 16 tahun mengenai epidemiologi insomnia

sesuai DSM-IV pada remaja menunjukkan bahwa prevalensi insomnia adalah

10,7% dengan usia median timbulnya insomnia adalah 11 tahun. Penelitian

Halbower dan Marcus yang menyatakan gangguan tidur yang paling banyak

ditemukan pada remaja adalah insomnia. Gangguan tidur pada remaja

dipengaruhi berbagai faktor baik medis maupun nonmedis. Penelitian di

Jepang oleh Ohida T dkk pada tahun 2004 menunjukkan beberapa faktor

risiko terjadinya gangguan tidur, yaitu jenis kelamin perempuan, siswa tingkat

SMU, dan gaya hidup yang tidak sehat (stres psikologis, merokok dan minum

alkohol) (Chapter. (2011). http://repository.usu.ac.id).

Pubertas sebagai salah satu ciri yang dialami oleh remaja juga memberikan

pengaruh terhadap timbulnya gangguan tidur. Hipersomnia adalah lebih sering

Page 8: BAB I RINA

8

terjadi pada remaja dan dewasa muda sedangkan insomnia lebih umum terjadi

pada orang dewasa (Liu X, tahun 2000).

Gangguan pola tidur berupa pola tidur yang berlebihan dapat menimbulkan

efek negative pada performa di sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga

dapat menimbulkan konsekuensi serius lainnya seperti peningkatan angka

kejadian kecelakaan mobil dan motor. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa

berkurangnya waktu tidur dan jadwal tidur yang tidak teratur terkait erat

dengan performa sekolah yang buruk pada remaja ( Chapter. (2011).

http://repository.usu.ac.id).

Stress adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan

tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari dan tidak dapat di hindari, setiap orang mengalaminya. Stress dapat

memberikan dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,

psikologis, intelektual, sosial dan spiritual. Stress dapat mengancam

keseimbangan fisiologis. Stress emosi dapat menimbulkan perasaan negative

atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stress intelektual akan

menganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan

masalah. Stress sosial akan menganggu hubungan individu terhadap

kehidupan. Stress karena perpisahan, kehilangan kontrol, pembatasan

Page 9: BAB I RINA

9

aktivitas, dan perlukaan tubuh serta nyeri sering kali terjadi di rumah sakit

(Rasmun, 2004).

Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf

dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan

pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifuddi, 2006).

Pada saat stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga renin,

angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat

(Klabunde, 2007).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari hasil

wawancara yang diperoleh dari Wakil kepala sekolah dari SMA Negeri 5

Samarinda Tahun 2012, terdapat 942 siswa secara keseluruhannya namun

apabila dibagi sesuai kelas masing-masing maka diperoleh jumlah siswa kelas

X=311 siswa, kelas XI=340 siswa dan kelas XII=291 siswa. Berdasarkan hasil

wawancara dengan beberaapa siswa SMA 5 kelas XII IPA Samarinda,

ternyata kebanyakan mengeluh mengalami pola tidur yang tidak teratur

dikarenakan tingkat stress akibat persaingan dalam bidang akademik yang

begitu berat kemudian dituntut untuk belajar lebih ekstra untuk persiapan

menghadapi Ujian Akhir Nasional. Peneliti menilai hal ini penting untuk

diteliti karena berdasarkan wawancara tersebut beberapa siswa bisa dikatakan

dalam kondisi stress. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peneliti tertarik

Page 10: BAB I RINA

10

untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat stress dengan gangguan

pola tidur pada remaja yang sedang menempuh pendidikan di SMA Negeri 5

kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian “

Apakah ada hubungan tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada remaja

SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada

remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik umum pada remaja SMA Negeri 5 kelas

XII IPA Samarinda Tahun 2013.

b. Mengidentifikasi tingkat stress pada remaja dengan gangguan pola

tidur di SMA Negeri 5 kleas XII IPA Samarinda 2013.

c. Mengidentifikasi gangguan pola tidur pada remaja SMA Negeri 5

kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013.

Page 11: BAB I RINA

11

d. Menganalisis hubungan antara tingkat stress dengan gangguan pola

tidur pada remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun

2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti.

b. Untuk mengembangkan dan menemukan temuan-temuan yang

baru mengenai hubungan tingkat stress dengan gangguan pola

tidur.

2. Manfaat praktis

a. Bagi remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013

Sebagai masukan dan informasi tentang pentingnya pengendalian

tingkat stress sehingga pola tidurnya tidak terganggu.

b. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan, wawasan berpikir dan pengalaman

dilapangan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang

diperoleh dibangku kuliah, sehingga dapat menghasilkan sesuatu

informasi baru tentang hubungan tingkat stress dengan gangguan

Page 12: BAB I RINA

12

pola tidur pada remaja dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Page 13: BAB I RINA

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep istrahat dan tidur

a. Pengertian

Semua makhluk hidup memerlukan istirahat setelah melakukan

aktivitas atau berbagai kegiatan. Karena aktivitas tersebut

menggunakan jaringan sel hidup, sehingga akan timbul kerusakan pada

jaringan tersebut, karenanya makhluk hidup perlu istirahat untuk

memperbaiki kerusakan yan di maksud. Mengenai tidur ini, tidak ada

aturan kaku dan ketat yang diberlakukan, karena istirahat tidur ini

tergantung pada usia, jenis pekerjaan, temperamen setiap individu.

Bayi dan anak-anak memerlukan tidur lebih banyak dibandingkan

orang dewasa. Pada orang-orang yang sudah berumur sebenarnya lebih

memerlukan istirahat daripada tidur yang sebenarnya. Selama

berbaring mereka lebih banyak menggunakan waktu untuk mengubah-

ubah posisi berbaringnya saja. Orang yang bekerja dengan

menggunakan otak atau pikirannya memerlukan lebih banyak tidur

dibandingkan dengan orang yang bekerja dengan fisiknya. Sebagai

suatu ukuran, orang dewasa yang sehat dan banyak bekerja dengan

otak atau pikiran biasanya tidur selama 7 jam. Malam hari adalah

13

Page 14: BAB I RINA

14

waktu terbaik untuk tidur. Hal ini bukanlah masalah kebiasaan saja

bahwa orang-orang yang bekerja pada siang hari akan tidur pada

malam hari, namun secara ilmiah terlihat bahwa siang hari lebih cocok

untuk bekerja dan waktu malam digunakan untuk beristirahat atau

tidur (AAA dkk, 2006).

Istirahat merupakan keadaan yang relaks tanpa adanya tekanan

emosional dan bukan hanya berhenti dalam keadaan tidak beraktifitas

tetapi juga berhenti sejenak kondisi yang membutuhkan ketenangan.

Kata istirahat berarti suatu keadaan melepaskan diri dari segala apa

yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan

(Guyton,1968).

Tidur merupakan suatu kondisi tidak sadar dimana individu dapat

dibangunkan oleh stimulus atau juga dikatakan sebagai suatu keadaan

tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh

ketenangan tanpa kegiatan akan tetapi lebih merupakan suatu urutan

siklus yang berulang (Guyton,1968).

Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status

kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).

Page 15: BAB I RINA

15

Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat

dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986),

atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang

relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi

lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri adanya

aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terhadap

perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap

rangsangan dari luar (Alimul, 2006).

Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan

tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan

masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang

berbeda (Wartonah, 2006).

b. Fungsi dan tujuan tidur

Menurut Aziz (2006) fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak

diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk

menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi

stres pada paru, kardiovaskular, endokrin dan lain-lain. Energi

disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi

seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari

tidur; pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat

Page 16: BAB I RINA

16

memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai

susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan

memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama

tidur terjadi penurunan.

c. Tahapan Tidur

Menurut Tarwoto (2006) EEG, EMG dan EOG dapat mengidentifikasi

perbedaan signal pada level otak, otot dan aktivitas mata. Normalnya

tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan

rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi

menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama

siklus tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira

90 menit sebelum tidur berakhir.

d. Tahapan tidur NREM

1) NREM tahap I

a) Tingkat transisi

b) Merespons cahaya

c) Berlangsung beberapa menit

d) Mudah terbangun dengan rangsangan

e) Aktifitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun

f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

Page 17: BAB I RINA

17

2) NREM tahap II

a) Periode suara tidur

b) Mulai relaksasi otot

c) Berlangsung 10 – 20 menit

d) Fungsi tubuh berlangung lambat

e) Dapat dibangunkan dengan mudah

3) NREM tahap III

a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak

b) Sulit dibangunkan

c) Relaksasi otot menyeluruh

d) Tekanan darah menurun

e) Berlangsung 15 – 30 menit

4) NREM tahap IV

a) Tidur nyenyak

b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif

c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun

d) Sekresi lambung menurun

e) Gerak bola mata cepat

Page 18: BAB I RINA

18

e. Tahapan tidur REM

1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM

2) Pada orang dewasa normal REM yaitu 20 – 25 % dari tidur

malamnya.

3) Jika individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi

mimpi.

4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga

berperan dalam belajar, memori dan adaptasi.

f. Karakteristik tidur REM

1) Mata : Cepat tertutup dan terbuka

2) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar imobilisasi

3) Penapasan : Tidak teratur, kadang dengan apnea

4) Nadi : Cepat dan ireguler

5) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi

6) Sekresi gaster : Meningkat

7) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik

8) Gelombang otak : EEG aktif

9) Siklus tidur : Sulit dibangunkan

10) Pola tidur normal

Page 19: BAB I RINA

19

g. Menurut Tarwoto (2006) pola tidur pada manusia bergantung pada

tingkat perkembangan.

1) Pola tidur pada neonatus sampai dengan usia 3 bulan kira-kira

membutuhkan 16 jam/hari, pada usia neonatus mereka mudah

berespons terhadap stimulus dan pada minggu pertama kelahiran

50% adalah tahap REM

2) Pola tidur bayi pada malam hari kira-kira membutuhkan 8 – 10 jam

pada usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira membutuhkan

tidur 14 jam/hari dan tahap REM 20 – 30%

3) Pola tidur pada toddler membutuhkan waktu 10 – 12 jam/hari dan

tahap REM 25%.

4) Pola tidur pada preschooler membutuhkan waktu 11 jam pada

malam hari dan tahap REM 20%.

5) Pola tidur pada usia sekolah membutuhkan waktu 10 jam pada

malam hari dan tahap REM 18,5%.

Page 20: BAB I RINA

20

6) Pola tidur pada adolensia membutuhkan waktu tidur 8,5 jam pada

malam hari dan tahap REM 20%.

7) Pola tiidur pada dewasa muda membutuhkan waktu 7 – 9 jam/hari

dan tahap REM 20 – 25%.

8) Pola tidur pada usia dewasa pertengahan membutuhkan waktu tidur

± 7 jam/hari dan tahap REM 20%.

9) Pola tidur pada usia tua membutuhkan waktu tidur ± 6 jam/hari dan

tahap REM 20 – 25%, pada tahap IV NREM menurun dan kadang-

kadang absen dan sering terbangun pada malam hari.

h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur

Aziz (2006) menjelaskan bahwa kualitas dan kuantitas tidur

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor psikologis, fisiologis dan

lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Kualitas

tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur

dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di

antara faktor yang dapat mempengaruhinya adalah :

Page 21: BAB I RINA

21

1) Penyakit

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik

(misal : kesulitan bernapas) atau masalah suasana hati, seperti

kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur.

Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah

kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa

klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa. Sebagai contoh,

memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan dimobilisasi

pada traksi dapat mengganggu tidur.

2) Kelelahan

Seseorang yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang

mengistirahatkan, kususnya jika kelelahan adalah hasil dari kerja

atau latihan yang menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum

waktu tidur membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu

keadaan kelelahan yang meningkatkan relaksasi. Akan tetapi,

kelelahan yang berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang

meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur. Hal ini dapat

menjadi masalah yang umum bagi anak sekolah dan remaja.

Page 22: BAB I RINA

22

3) Stres Emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu

tidur. Stres emosional menyebakan seseorang menjadi tegang dan

seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga

menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tertidur,

sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur.

Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang

buruk.

4) Obat

Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Mengantuk adalah

efek samping medikasi yang umum. Medikasi yang diresepkan

untuk tidur seringkali memberi banyak masalah daripada

keuntungan. Orang dewasa muda dan dewasa tengah dapat

tergantung pada obat tidur untuk mengatasi stressor gaya hidupnya.

Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau

mengatasi penyakit kroniknya. Dan efek kombinasi dari beberapa

obat dapat mengganggu tidur secara serius. Beberapa jenis obat

yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat

diuretik menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat

menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang

menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat

Page 23: BAB I RINA

23

berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat

menekan REM sehingga mudah mengantuk.

5) Nutrisi

Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan

makan yang baik adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan

tidur. Makan besar, berat, dan/atau berbumbu pada makan malam

dapat menyebabkan tidak dapat dicerna yang mengganggu tidur.

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat

proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya

proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam

amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan

gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan

terkadang sulit untuk tidur.

6) Lingkungan

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada

kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur. Ventilasi yang baik,

ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas

tidur. Suara dan tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan

untuk tidur. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi

seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur.

Page 24: BAB I RINA

24

7) Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang

untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu,

adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan

gangguan proses tidur.

i. Gangguan Tidur

Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum

akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan

munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut : insomnia; gerakan

atau sensasi abnormal di kala tidur atau ketika terjaga di tengah

malam; atau rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari. berikut

adalah macam-macam gangguan tidur yang sering di alami oleh

sebagian besar orang.

1) Insomnia

Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan

tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan

keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia

terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a) Initial insomnia merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur

atau mengawali tidur.

Page 25: BAB I RINA

25

b) Intermiten insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur

karena selalu terbangun pada malam hari.

c) Terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur

kembali setelah bangun tidur pada malam hari.

Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh

adanya rasa khawatir, tekanan jiwa, ataupun stress (Potter,

2005)

2) Hipersomnia

Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur

berlebihan, pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam

hari, disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologis,

depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati, dan

gangguan metabolisme.

3) Parasomnia

Parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat

mengganggu pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan

dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak, yaitu pada tahap

III dan IV dari tidur NREM. Somnambolisme ini dapat

menyebabkan cidera.

Page 26: BAB I RINA

26

4) Enuresa

Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada

waktu tidur, atau biasa juga disebut dengan istilah mengompol.

Enuresa dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

a) Enuresa nokturnal merupakan mengompol di waktu tidur.

Enuresa nokturnal umumnya merupakan gangguan pada tidur

NREM.

b) Enuresa diurnal merupakan mengompol pada saat bangun tidur.

c) Apnea saat tidur adalah periode henti napas saat tidur. Tanda-

tanda yang dapat diamati adalah mendengkur berlebihan.

gangguan ini dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui

hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat

tidur.

5) Narkolepsi

Narkolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri

untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri,

mengemudikan kendaraan, atau di saat sedang membicarakan

sesuatu. Hal ini merupakan suatu gangguan neurologis.

Page 27: BAB I RINA

27

j. Gangguan pola tidur secara umum

Suatu keadaan dimana individu mengalami atau mempunyai resiko

perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan

ketidak nyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan.

Gangguan terlihat pada pasien dengan kondisi yang memperlihatkan

perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,

kehitaman didaerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva

merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering

menguap atau mengantuk. Penyebab dari gangguan pola tidur ini

antara lain kerusakan transpor oksigen, gangguan metabolisme,

kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilitas, nyeri pada kaki, takut

operasi, faktor lingkungan yang mengganggu, dll (Alimul, 2006).

Gangguan Pola Tidur menurut Wahyudi (2000)

Gangguan pola tidur merupakan suatu keadaan dimana individu

mengalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan

kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau

mengganggu gaya hidup yang diinginkan.

Gangguan pola tidur adalah Keadaan dimana individu mengalami atau

berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola

istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu

Page 28: BAB I RINA

28

gaya hidup yang diinginkan (Capernito, 1995).

Menurut Irwin Feinerg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan

masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif tetap. Menurut

Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor

terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Telah dikatakan

bahwa keluhan terhadap kualitas tidur seiring dengan bertambahnya

usia.

2. Remaja

a. Pengertian

Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang

meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa

anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan

alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Sedangkan yang dimaksud

dengan istilah adolesen, dulu merupakan sinonim dari pubertas,

sekarang lebih ditekankan untuk menyatakan perubahan psikososial

yang menyertai pubertas. Walaupun begitu, akselerasi pertumbuhan

somatik yang merupakan bagian dari perubahan fisik pada pubertas,

disebut sebagai pacu tumbuh adolesen (adolescent growth spurt).

Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak

dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah : puberty (Inggris),

Page 29: BAB I RINA

29

puberteit (Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan yang

dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Ada pula yang

menggunakan istilah adulescentio (Latin) yaitu masa muda. Istilah

Pubescence yang berasal dari kata pubis yang dimaksud pubishair atau

rambut di sekitar kemaluan. Dengan tumbuhnya rambut itu suatu

pertanda masa kanak-kanak berakhir dan menuju kematangan atau

kedewasaan seksual (Rumini, 2004).

Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi

usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi

masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun)

dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa

remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa

remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang

lebih mendekati masa dewasa.

Page 30: BAB I RINA

30

Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan

masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam

Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses

perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan

dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam

hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan

cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian

perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian

kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari

masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis

misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari

masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh

termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai

dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia &

Olds, 2001).

perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

(Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif,

misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya

perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan

Page 31: BAB I RINA

31

Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada

aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang

dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik,

(2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan

sosial.

b. Batasan usia remaja

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan

psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut :

1) Masa remaja awal atau dini (Early adolescence): umur 11-13

tahun.

2) Masa remaja pertengahan (Middle adolescence): umur 14-16

tahun.

3) Masa remaja lanjut (Late adolescence): umur 17-20 tahun.

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing – masing

individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak

mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan

secara berkesinambungan. Batasan masa remaja dari berbagai ahli

Page 32: BAB I RINA

32

memang sangat bervariasi, di sini dapat diajukan batasan Masa remaja

adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang

mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki

masa dewasa.

Hurlock (1990:184) menggunakan istilah masa puber namun ia

menjelaskan bahwa puber adalah periode tumpang tindih, karena

mancakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal

masa remaja. Pembagiannya sebagai berikut:

1) Tahap prapuber yaitu bagi wanita 11-13 tahun dan pria 14-16

tahun.

2) Tahap puber yaitu wanita 13-17 tahun dan pria 14-17 tahun 6

bulan.

3) Tahap pasca puber yaitu wanita 17-21 tahun dan pria 17 tahun 6

bulan-21 tahun.

Jadi, Hurlock membedakan antara wanita dan pria, namun kedua jenis

memerlukan kurun usia puber selama 4 tahun. Dikatakan periode

tumpang tindih karena dua tahun akhir masa anak-anak akhir dan dua

Page 33: BAB I RINA

33

tahun awal masa remaja awal sehingga disebut pula periode unik.

Tinjauan psikologis yang ditujukan pada seluruh proses perkembangan

remaja dengan batas usia 12 sampai dengan 22 tahun. Maka

selanjutnya dari perkembangan kurun waktu dapat disimpulkan:

1) Masa praremaja kurun waktunya sekitar 11 sampai dengan 13

tahun bagi wanita dan pria sekitar 12 sampai dengan 14 tahun.

2) Masa remaja awal sekitar 13 sampai dengan 17 tahun bagi wanita

dan bagi pria 14 sampai dengan 17 tahun 6 bulan;

3) Masa remaja akhir sekitar 17 sampai dengan 21 tahun bagi wanita

dan bagi pria sekitar 17 tahun 6 bulan sampai dengan 22 tahun.

c. Perkembangan mental masa pubertas dan remaja (11-19 tahun)

Dalam masa ini terjadi proses pematangan seksual dan hal ini

diperlukan untuk membentuk ciri-ciri kelakuan dalam pergaulan antara

anak-anak berlainan jenis kelamin. Selain proses ini, juga persamaan

hak dari orang tua merupakan hal yang penting. Persamaan hak ini

membawa perubahan terakhir dalam keseimbangan antara keadaan

masih tergantung dengan kemampuan berdiri sendiri. Hubungan

dengan teman-teman sebaya penting dan baik, karena hubungan ini

Page 34: BAB I RINA

34

memberikan rasa aman dan kepastian kepada seorang remaja dan

merupakan hubungan yang tidak diperoleh di dalam rumah. Seorang

remaja yang sedang dalam suasana memberontak terhadap orang

tuanya, mengetahui bahwa dia tidak mau melaksanakan apa yang

sebenarnya harus ia lakukan. Dengan demikian, seorang remaja dapat

memperluas pengetahuan dan pandangannya, tetapi juga dapat

mengubah kelakuan yang masih kekanak-kanakan menjadi kelakuan

yang lebih sesuai dengan norma yang semestinya. Perkembangan

digunakan untuk menunjukkan bertambahnya keterampilan dan fungsi

yang kompleks. Seseorang berkembang dalam pengaturan

neuromuskuler, berkembang dalam mempergunakan tangan kanannya

dan terbentuk pula kepribadiannya. Maturasi dan diferensiasi sering

dipergunakan sebagai sinonim untuk perkembangan.

d. Tugas perkembangan remaja

Setiap tahun perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan -

kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya.

Pada masa remaja, mereka dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu:

1) Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua.

Page 35: BAB I RINA

35

2) Membentuk identitas untuk tercapainya integrasi dan kematangan

pribadi.

3) Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara

lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.

4) Memperoleh peranan sosial.

5) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif.

6) Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.

7) Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri

sendiri.

8) Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.

9) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga.

10) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.

Page 36: BAB I RINA

36

Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial

tertentu yang harus diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium

selanjutnya dengan atau tanpa konflik. Ia membagi stadium

perkembangan manusia dalam 8 masa, yaitu:

1) Basic trust vs mistrust (oral sensory-infancy).

2) Autonomy vs shame and doubt (muscular anal-early

childhood/toddler)

.

3) Initiative vs guilt (locomotor genital-later childhood/pre-school

age); stadium 1-3 berada pada masa tumpang tindih

4) Industriousness vs sense of inferioriy (latency school age)

Pada stadium Industriousness vs sense of inferiory (latency school

age). sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang di luar

keluarganya. Pengaruh mereka memungkinkan kesempatan

identifikasi lagi yang dapat menghambat, mengubah atau

menambah tingkah laku yang telah terbentuk sebelumnya juga

kesempatan memperoleh keterampilan makin luas. Keinginan anak

untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat besar,

tetapi bila ia gagal maka akan terbentuk perasaan inferior dan

inadekuat. Identifikasi lebih banyak pada orang tua dengan seks

Page 37: BAB I RINA

37

yang sama, jadi perlu sekali hubungan erat dengan mereka atau

substitut (seks yang sama) agar si anak lebih menetapkan

maskulinitas atau feminitas. Dalam masa ini juga cita-cita (ideals)

mulai terbentuk.

5) Identity formation vs diffusion (puberty-adolescence);

Identity formation vs diffusion (puberty-adolescence), di dalam

masa ini termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin

terjadi. Secara emosional banyak terjadi variasi besar antara alam

perasaan, pandangan dan hubungan. Dependensi pada orang tua

dan keinginan untuk kembali (tidak meninggalkan) kepada masa

anak, terbentur keinginan dan kemampuan untuk menjadi

independen sehingga menimbulkan konflik. Dorongan instingtual

yang makin besar, harus disesuaikan dengan larangan keluarga dan

masyarakat. Ia sangat prihatin terhadap penilaian dirinya sendiri. Ia

sedang dalam masa pembentukan suatu identitas diri, yang

identitas biologis dan psikologisnya harus disesuaikan dengan

pekerjaan, keluarga dan peranan sosial.

6) Intimacy vs isolation (dewasa muda).

7) Procreation/generativy vs self absorption (dewasa).

Page 38: BAB I RINA

38

8) Ego integrity vs despair (maturitas).

e. Aspek perkembangan pada masa remaja

1) Perkembangan fisik

perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,

kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001).

Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan

berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ

seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari

tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi

tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan

fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan

kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

2) Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja

termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara

biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif

membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang

didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema

kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal

atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja

Page 39: BAB I RINA

39

juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja

mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja

mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan

suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan

kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan

bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan

bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu

interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan

sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan

remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap

perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam

Papalia & Olds, 2001).

3) Perkembangan kepribadian dan social

perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu

berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik;

sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam

berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah

pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas

diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang

penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).

Page 40: BAB I RINA

40

f. Ciri-ciri masa remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi

perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada

beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

1) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja

awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress.

Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik

terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi

sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja

berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.

Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada

remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah

seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung

jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring

berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang

duduk di awal-awal masa kuliah.

2) Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan

seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak

yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik

yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem

sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan

Page 41: BAB I RINA

41

eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh

sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3) Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan

dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang

menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan

dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga

dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa

remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan

ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan

juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi

berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,

tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

4) Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada

masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah

mendekati dewasa.

5) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi

perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan

kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab

Page 42: BAB I RINA

42

yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan

mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

g. Stress pada remaja

Stres pada remaja sama halnya yang terjadi pada orang dewasa, stress

bisa berefek negatif pada tubuh remaja hanya saja perbedaannya ada

pada sumbernya dan bagaimana mereka merespon penyakit tersebut.

Reaksi mereka tersebut ditentukan oleh suasana dan kondisi kehidupan

yang tengah mereka alami. Gejala stres pada remaja dapat berupa:

menggigit kuku; sulit memusatkan perhatian; menggertakan gigi;

sering menarik-narik telinga, rambut atau pakaian; prestasi belajar

menurun; gagap; makan atau tidur berlebihan; tidak bergairah, tidak

sabar dan terburu-buru; ketakutan dengan penyebab yang tidak masuk

akal; sering mendapat kecelakaan; mencari perhatian; tegang atau was-

was; tertawa-tawa; kagetan; cengeng; kehilangan minat sekolah; cemas

dan gemetaran; serta menarik diri dari kegiatan; perubahan suasana

hati tidak menentu; nyeri leher dan punggung; sulit makan atau tidur;

mengompol; mual-mual atau muntah-muntah; mimpi buruk; selalu

menuntut pembenaran; sering buang air kecil atau air besar; sering

melamun; membenci sekolah; atau kepala sering pusing.

Page 43: BAB I RINA

43

3. Stress

a. Pengertian

Stress menurut Hawari (2001) dalam Sunaryo (2004) adalah reaksi

atau respon tubuh terhadap stressor psikososial, (tekanan mental atau

beban kehidupan). Sedangkan menurut Vincent Cornelli, sebagaimana

dikutip oleh Grant Brecht (2000) dalam Sunaryo (2004) bahwa yang

dimaksud stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang

disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi

baik oleh lingkungan maupun penampilan individu didalam

lingkungan tersebut.

Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan

bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap

setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres

mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang

bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan

baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang

dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik),

tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk

stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif,

hal tersebut dikatakan eustres.

Page 44: BAB I RINA

44

Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan

menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres

membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori

Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada

tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau

negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor

atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).

Stres adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial

(tekanan mental atau beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan

secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan

intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis,

perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani

pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stress,

semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003; 158).

Dalam Mubina (2009), Gunarsa (2001) berpendapat bahwa stress

dirumuskan sebagai setiap tekanan, ketegangan yang mempengaruhi

seorang dalam kehidupan dan pengaruhnya dapat bersifat wajar

ataupun tidak, tergantung dari reaksi orang terhadap ketegangan

tersebut. Faktor individu menentukan reaksi seseorang terhadap

keadaan stress dan selanjutnya akan dirasakan atau sebaliknya tidak

Page 45: BAB I RINA

45

dirasakan sebagai stress. Pengertian tersebut menekankan adanya

proses persepsi yang dilakukan oleh individu terhadap kejadian atau

keadaan dilingkungan yang menjadi sumber stress. Stress memberi

dampak positif dan negatif.

Stress tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks

negatif, karena stress memiliki nailai positif ketika menjadi Peluang

saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak professional

memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tingkat waktu

yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan

mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.

Stress bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa

stress tantangan, atau stress yang menyertai tantangan di lingkungan

kerjan, beroperasi sangat berbeda dari stress hambatan, atau stress

yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mangenai

stress tantangan dan stress hambatan baru tahap permulaan, bukti awal

menunjukan bahwa stress tantangan memiliki banyak implikasi yang

lebih sedikit negatifnya dibandingkan stress hambatan (Ensiklopedia

bebas, 2011).

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan

menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik

Page 46: BAB I RINA

46

nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.

Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara

yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental

lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat

berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan

kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan

dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya. Empat variabel

psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres

(Papero, 1997):

1) Kontrol

keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor

yang mengurangi intensitas respons stres.

2) Prediktabilitas

stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang

tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.

3) Persepsi

pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini

dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.

Page 47: BAB I RINA

47

4) Respons koping

ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat

menambah atau mengurangi respons stres.

b. Jenis stress

Sementara dilihat dari efeknya stress oleh para psikolog dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1. Eutress

hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positf, dan

konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk

kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiakan

dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan

tingkat performance yang tinggi.

2. Distress

hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak sehat, negative,

dan destruktif ( bersifat merusak). Hal tersebut termasuk

konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit

kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang

tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan

kematian.

Page 48: BAB I RINA

48

c. Penggolongan stress

Apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sri Kusmiati dan

Desminiarti (1990) dalam Sunaryo (2004), dapat digolongkan sebagai

berikut:

1) Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu

tinggi atau rendah, suara yang amat bising, sinar yang terlalu

terang atau terserang arus listrik.

2) Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat

beracun, hormon atau gas.

3) Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit

yang menimbulkan penyakit.

4) Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi

jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh

tidak normal.

5) Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh

gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga

tua.

Page 49: BAB I RINA

49

6) Stress psikis atau emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan

interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.

d. Sumber stress psikologis

Menurut Maramis (1999) dalam Sunaryo (2004), ada empat sumber

atau penyebab stress psikologis, yaitu:

1) Frustasi

Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral

melintang, misalnya apabila ada perawat pukesmas lulusan SPK

bercita-cita ingin mengikuti D3 Akper program khusus Pukesmas,

tetapi tidak di ijinkan oleh istri atau suami, tidak punya biaya dan

sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan atau

kegagalan usaha), dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,

kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,

pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).

2) Konflik

Timbulnya karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam

keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach

conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-avoidance

conflict.

Page 50: BAB I RINA

50

3) Tekanan

Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat

berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang

terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri individu,

misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu

ranngking satu, atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan

kepada suami.

4) Krisis

Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress

pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi,

kecelakaan, dan penyakit yang harus segera operasi. Keadaan

stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi,

konflik, dan tekanan.

e. Psikofisiologi stress

Menurut Selye (1982) dalam Yosep (2009) stress merupakan

tanggapan nonspesifik terhadap setiap tuntutan yang diberikan pada

suatu organisme dan digambarkan sebagai GAS. Konsep ini

menunjukan reaksi stress dalam tiga fase, yaitu fase sinyal (alarm),

fase perlawanan (resistance), dan fase keletihan (exhaustion). Ilustrasi

dari ketiga fase tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Page 51: BAB I RINA

51

Gambar 2.1 Dikutip dari: Psichology Health (Taylor, S., 1991) dalam

Yosep (2009).

Tahap sinyal adalah mobilisasi dimana badan menemui tantangan yang

diberikan oleh penyebab stress. Ketika penyebab stress ditemukan,

otak mengirimkan suatu pesan biokimia pada semua system tubuh.

Pernafasan meningkat, tekanan darah naik, anak mata membesar,

ketegangan otot naik, dan seterusnya. Jika penyebab stress terus aktif,

GAS beralih ke tahap perlawanan. Tanda-tanda masuknya tahap

perlawanan termasuk keletihan, dan ketegangan. Pribadi yang

mengalami tahap tersebut selanjutnya melawan penyebab stress.

Sementara perlawanan terhadap suatu penyebab stress khusus mungkin

tinggi selama tahap ini, perlawanan terhadap stress lain mungkin

rendah. Seseorang hanya memiliki sumber energy terbatas, konsentrasi

dan kemampuan untuk menahan penyebab-penyebab stress. Individu-

individu sering lebih mudah sakit selama periode stress ketimbang

pada waktu lainnya. Tahap terakhir GAS adalah keletihan. Perlawanan

A B C

Alarm Resisten Exhaustion

Page 52: BAB I RINA

52

pada penyebab stress yang sama dalam jangka panjang dan terus

menerus mungkin akhirnya menaikkan pengguanaan energi

penyesuaian yang bisa dipakai, dan system menyerang penyebab stress

menjadi letih.

f. Faktor yang mempengaruhi stress (Sunaryo, 2004).

1) Faktor biologis: herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik,

neurofisiologik, dan neurohormonal.

2) Faktor psikoedukatif/sosiokultural: perkembangan kepribadian,

pengalaman, dan kondisi lain yang mempengaruhi.

g. Tahapan stress

Yosep (2009) berpendapat bahwa, gangguan stress biasanya muncul

secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali kita tidak

menyadarinya. Namun meskipun demikian dari pengalaman praktik

psikiatri, para ahli mencoba membagi stress tersebut dalam enam

tahapan. Setiap tahap memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang

dirasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi seseorang

dalam rangka mengenali gejala stress sebelum memeriksakannya ke

dokter. Petunjuk-petunjuk tahapan stress tersebut dikemukakan oleh

Robert J. Van Amberg (psikiater) sebagai berikut:

Page 53: BAB I RINA

53

1) Stress tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan

biasanya disertai dengan perasaan sebagai berikut:

a) Semangat besar;

b) Pengelihatan tajam tidak sebagaimana biasanya;

c) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan

pekerjaan lebih dari biasanya. Tahapan ini biasanya

menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat tapi tanpa

disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.

2) Stress tingkat II

Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan

energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan sebagai berikut:

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi;

b) Merasa lelah sesudah makan siang;

c) Merasa lelah menjelang sore;

d) Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan (gangguan usus,

perut kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar;

e) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang

leher);

Page 54: BAB I RINA

54

f) Perasaan tidak bisa santai.

3) Stress tingkat III

Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin Nampak disertai

dengan gejala-gejala:

a) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mules, sering ingin

Kebelakang)

b) Otot-otot terasa lebih tegang;

c) Perasaan tegang yang semakin meningkat;

d) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar

tidur kembali, atau bangun terlalu pagi);

e) Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh

pingsan). Pada tahap ini penderita sudah harus berkonsultasi

pada dokter, kecuali kalau beban atau tuntutan-tuntutan

dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat

atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.

4) Stress tingkat IV

Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk yang

ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit;

Page 55: BAB I RINA

55

b) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit;

c) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan

sosial, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat;

d) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan dan

sering terbangun dini hari;

e) Perasaan negativistik;

f) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam;

g) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti

mengapa.

5) Stress tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan

IV diatas, yaitu:

a) Keletihan yang mendalam (physical and psychological

exhaustion);

b) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang

mampu;

c) Gangguan system pencernaan (sakit maag atau usus) lebih

sering,sukar buang air besar atau sebaliknya feses cair dan

sering kebelakang;

d) Perasaan takut yang semakin menjadi mirip panik.

Page 56: BAB I RINA

56

6) Stres tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan

gawat darurat.tidak jarang penderita dengan tahapan ini dibawa ke

ICCU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan;

a) Debar jantung terasa amat keras,hal ini disebabkan zat adrenalin

yang dikeluarkan,karena stress tersebut cukup tinggi dalam

peredaran darah;

b) Nafas sesak, megap-megap;

c) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran;

d) Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan

atau collaps. Bilamana diperhatikan, maka dalam tahapan stress

diatas menunjukan manifestasi disbandingfisik dan psikis.

Disbanding fisik berupa kelelahan, sedangkan disbanding psikis

berupa kecemasan dan depresi. Hal ini dikarenakan penyedian

energy fisik maupun mental yang mengalami deficit terus-

manerus. Sering buang air kecil dan sukar tidur merupakan

pertanda dari depresi.

h. Pengukuran tingkat stress

Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress

yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur

dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42)

Page 57: BAB I RINA

57

oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The

Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS

adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur

status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42

dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai

status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk

pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun

dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai

stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu

untuk tujuan penelitian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa

normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of

The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item,

yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item,

penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu

fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item

tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89

(sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).

i. Stuart dan Sundeen (1998) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:

1) Stress Ringan

Page 58: BAB I RINA

58

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan

kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan

bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

2) Stress Sedang

Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat

ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit

lahan persepsinya.

3) Stress Berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan

cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua

perilaku ditujukan untuk mengurangi stres, individu tersebut

mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan

banyak pengarahan.

j. Reaksi tubuh terhadap stress

1) Rambut

Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami

perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan

Page 59: BAB I RINA

59

(rambut memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula

dengan kerontokan rambut.

2) Mata

Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca

tidak jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola

mata mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga

mempengaruhi fokus lensa mata.

3) Telinga

Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging

(tinitus).

4) Daya pikir

Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.

Orang menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala

pusing.

5) Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic

nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau

tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).

Page 60: BAB I RINA

60

6) Mulut

Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.

Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan

sehingga dia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot

lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps)

sehingga serasa “tercekik”.

7) Kulit

Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam

pada kulit dari sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau

keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah,

kulit menjadi lebih kering. Selain dari pada itu perubahan kulit

lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya ensim,

urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali

timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah

tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).

8) Sistem Pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat

terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi

penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung,

tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan

Page 61: BAB I RINA

61

berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antar tulang iga)

mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis sebagaimana

biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk

menarik nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma

(asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran

nafas paruparu juga mengalami spasme.

9) Sistem Kardiovaskuler

Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat

terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar,

pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit

(constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya

merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian

ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa

dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh

tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.

10) Sistem Pencernaan

Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada

sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung,

mual dan pedih; hal ini disebabkan karena asam lambung yang

Page 62: BAB I RINA

62

berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut

gastritis

atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag.

Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi

pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas,

sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.

11) Sistem Perkemihan

Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat

juga terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi

untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun dia

bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).

12) Sistem Otot dan tulang

Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada

otot dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering

mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan

tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang persendian

sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila

menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering

mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.

Page 63: BAB I RINA

63

13) Sistem Endokrin

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang

mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini

berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita

penyakit kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal

lain misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak

teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

k. Mekanisme koping

Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk

mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai

stress menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi

untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stress. Mekanisme koping

merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak

disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi

mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan

(Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).

Page 64: BAB I RINA

64

Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan

masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan

respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu.

Kemampuan individu menahan stress (Sunaryo, 2004)

Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam

menahan stress. Hal tersebut bergantung pada:

1) Sifat dan hakikat stress, yaitu intensitas, lamanya, lokal dan umum

(general).

2) Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.

l. Stress berdasarkan tipe kepribadian individu

Menurut Rosenmen dan Chesney (1980), sebagaimana dikemukakan

oleh Hawari (2001) dalam Sunaryo (2004), bahwa stress apabila

ditinjau dari tipe kepribadaian individu dibedakan menjadi 2 macam,

yaitu:

1) Tipe yang rentan (Vulnerable)

Terdapat pada tipe A yang disebut A type personality dengan pola

prilaku type A behavior pattern. Individu dengs tipe ini memiliki

resiko tinggi mengalami stress dengan ciri-ciri kepribadian sebagai

berikut:

a) Cita-citanya tinggi (ambisius);

Page 65: BAB I RINA

65

b) Suka menyerang (agresif);

c) Suka bersaing (kompetitip) yang kurang sehat;

d) Banyak jabatan rangkap;

e) Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah

tersinggung, mudah mengalami ketegangan, dan kurang sabar;

f) Terlalu percaya diri (over confident);

g) Self control kuat;

h) Terlalu waspada;

i) Tindakan dan cara bicaranya cepat dan tidak dapat diam

(hiperaktif);

j) Cakap dalam berorganisasi (organisatoris);

k) Cakap dalam memimpin (leader);

l) Tipe kepemimpinan otoriter;

m) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic);

n) Bila menghadapi tantangan senang menghadapi sendiri;

o) Disiplin waktu yang ketat;

p) Kurang rileks dan serba terburu-buru;

q) Kurang atau tidak ramah;

r) Tidak mudah bergaul;

s) Mudah empati, tapi mudah bersikap bermusuhan;

t) Sulit dipengaruhi;

u) Sifatnya kaku (tidak fleksibel);

Page 66: BAB I RINA

66

v) Pikiran tercurah kepekerjaan walaupun sedang libur;

w) Bekerja keras agar segala sesuatunya terkendali.

2) Tipe yang Kebal (immune)

Terdapat pada tipe B yang disebut B Type Personality dengan pola

prilaku Type B Behavior Pattern. Individu seperti ini kebal

terhadap stres, yang ciri-ciri kepribadiannya sebagai berikut:

a) Cita-cita atau ambisinya wajar, Berkompetisi secara sehat;

b) Tidak agresif;

c) Tidak memaksakan diri;

d) Emosi terkendali, yang ditandai dengan tidak mudah marah,

tidak mudah tersinggung, penyabar, dan tenan;

e) Kewaspadaan wajar);

f) Self control wajar;

g) Self confident wajar;

h) Cara bicara tenang;

i) Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat;

j) Ada keseimbangan waktu bekerja dan istirahat;

k) Sikap dalam memimpin maupun berorganisasi akomodatif dan

manusiawi;

l) Mudah bekerja sama (kooperatif);

Page 67: BAB I RINA

67

m) Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan;

n) Bersikap ramah;

o) Mudah bergaul;

p) Dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan

(mutual benefit);

q) Bersikap fleksibel, akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling

benar;

r) Dapat melepaskan masalah pekerjaan ataupun kehidupan disaat

libur;

s) Mampu menahan dan mengendalikan diri.

m. Cara mengendalikan stress

Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) dalam

Sunaryo (2004) sebagai berikut:

1) Sikap, keyakinan, dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional,

dan adaptif terhadap orang lain. Artinya jangan terlebih dahulu

menyalahkan terhadap orang lain sebelum introfeksi diri dengan

pengendalian internal.

2) Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan:

a) Kemampuan menyadari (awareness skills)

Page 68: BAB I RINA

68

Kemampuan menyadari diri adalah dimana manusia menyadari

bahwa dirinya (aku nya) memiliki ciri khas atau karakteristik

diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya

dengan aku-aku yang lain. Yang lebih istimewa ialah bahwa

manusia di karuniai kemampuan untuk membuat jarak

(distansi) dengan akunya sendiri.

b) Kemampuan untuk menerima (acepetance skills)

Belajarlah untuk menerima kenyataan bahwa kita memiliki

kemampuan yang terbatas dan tidak bisa melakukan segala hal

sendiri. Belajar pula untuk bisa menolak permintaan ataupun

janji yang tidak ingin kita penuhi. Dan sadarilah bahwa banyak

hal yang terjadi yang di luar kendali diri kita. Dengan belajar

menerima hal ini, kita akan terkejut dengan betapa banyaknya

beban yang tak perlu ada yang selama ini bertambat pada bahu

kita.

c) Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)

Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba

untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional

yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan,

seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk

mengurangi stress. skumpulan strategi mental baik disadari

maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi

Page 69: BAB I RINA

69

yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam

keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).

d) Kemampuan untuk bertindak (action skills)

Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat

dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada

dua konsep yang saling mengisi homestasis dan adaptasi.

Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang

harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal

selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih

menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai

berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan

respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon

tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis

maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam

dunia yang selalu berubah.

3) Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta

lingkungan anda. Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui

bahwa lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap

prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok

Page 70: BAB I RINA

70

dalam masyarakat tersebut. Tuntutan inilah yang dapat membuat

individu tersebut harus selalu berlaku positif sesuai dengan

pandangan masyarakat di lingkungan tersebut. Diri sendiri, terdiri

dari Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang

ingin dicapai. Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu

untuk terus-menerus menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai

dengan perkembangan.

4) Kembangkan sikap efesien

Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya

mengalami lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih

terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain

pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas

jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan

waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu

yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus

dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi

dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu

(Peddicord,1991).

5) Relaksasi

Page 71: BAB I RINA

71

Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik

manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional

stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan

membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi

terampil dalam tehnik ini, ketegangan dikurangi dan parameter

fisiologis berubah. Mengikuti kelas atau latihan yoga, melakukan

meditasi dan bahkan sekedar menarik nafas dalam-dalam beberapa

kali dalam sehari bisa memberikan dampak yang sangat besar bagi

penurunan stress.

6) Visualisasi (angan-angan terarah)

Teknik singkat untuk menghilangkan stress, misalnya melakukan

pernafasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat,

membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara

teratur), istirahat teratur dan ngobrol.

7) Circuit breaker dan korider stress

Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan

pernafasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat,

membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara

teratur), istirahat teratur dan ngobrol.

Page 72: BAB I RINA

72

B. Kerangka Teori Penelitian

Sumber stress psikologis:1. Frustasi2. Konflik3. Tekanan4. Krisis

(Maramis, 1999)

Faktor yang mempengaruhi stress:1. Faktor biologis2. Faktor

sosiokultural (Sunaryo, 2004)

Cara mengendalikan Stress:1. Kemampuan menyadari2. Kemampuan menerima3. Kemampuan menghadapi4. Kemampuan bertindak

(Sunaryo, 2004)

Kemampuan individu menahan Stress :1. Sifat dan hakikat stress2. Proses adaptasi

(Sunaryo, 2004)

DASS 42 Tingkat stress : 1. Normal2. Ringan3. Sedang 4. Berat5. Sangat berat

(Hadjana, 1994)

Gangguan pola tidur :1. Ada ganguan pola tidur2. Tidak ada gangguan pola tidur

(Tarwoto, 2006 & Wahyudi, 2000).

Page 73: BAB I RINA

73

Skema 2.1 Kerangka Teori

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESA DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi,

2007). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Input proses output

Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA di Samarinda

Tingkat stress pada remaja :1. Normal2. Ringan3. Sedang4. Berat5. Sangat berat

Gangguan pola tidur:

1. Ada gangguan pola tidur

2. Tidak ada gangguan pola tidur

Responden Variable Independen Variable Dependen

Variabel counfonding :

1. Usia2. Psikologis3. Fisiologis4. Obat-obatan5. Lingkungan6. Kelelahan7. Nutrisi

Page 74: BAB I RINA

74

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Mempengaruhi

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian. Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan, karena hipotesis

akan bisa memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisa, dan

interpretasi data (Nursalam, 2003). Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai

berikut :

Ha : ada hubungan antara tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada

remaja SMA Negeri 5 Samarinda kelas XII IPA Tahun 2013 .

Ho : tidak ada hubungan antara tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada

remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPS Samarinda Tahun 2013 .

C. Definisi Operasional

Definisi operasional memberikan suatu pengertian terhadap masing-masing

variabel yang akan diteliti dan menggambarkan aktivitas-aktivitas yang

diperlukan untuk mengukurnya (Young, 2000).

No Variabel Definisi Operasional

Alat ukur

Hasil ukur Skala

73

Page 75: BAB I RINA

75

1. Independen Tingkat Stress

Respon remaja yang bersifat nonspesifik terhadap stressor yang ditandai dengan perubahan fisiologis,psikologis dan prilaku. Akibat dari stressor yang di alami sehingga terjadi perubahan dalam kualitas tidurnya.

kuesioner 1. Stress normal jika 0-29

2. Stress ringan Jika 30-593. Stress sedang jika 60-894. Stress berat jika 90-1195. Stress sangat berat jika >120

Ordinal

2. Dependen gangguan pola tidur

Keadaan dimana individu berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu gaya hidup yang diinginkan.

kuisioner 1.Gangguan pola tidur jika ≥ mean / median 2. Tidak ada Gangguan poa tidur jika ≤ mean / Median

Ordinal

Table Definisi Operasional

Page 76: BAB I RINA

76

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi atau

rerata suatu variabel dan mengetahui hubungan antara variabel (Dahlan,

2009).

Rancangan penelitian merupakan strategi untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab

spertanyaan penelitian dan sebagai alat untuk mengontrol atau mengendalikan

pelbagai variabel yang berpengaruh dalam penelitian. Dengan demikian,

desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai

tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2003).

Page 77: BAB I RINA

77

pada penelitian ini adalah Cross sectional, yaitu penelitian dimana variabel

sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian

diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu

kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) (Setiadi, 2007).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini, yang

dijadikan populasi adalah Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda

dengan jumlah siswa ∑942.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA Negeri 5 Samarinda.

Alasan peneliti memilih kelas XII IPA karena berdasarkan hasil

wawancara terhadap siswa/i kelas XII IPA tingkat stress yang dialami

lebih tinggi karena pelajaran yang diberikan lebih sulit.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 90 sampel.

76

Page 78: BAB I RINA

78

Menurut Notoatmodjo (2005), sampel penelitian merupakan sebagian dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Menurut Arikunto (2002) menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang

dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi , selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil antara

10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari:

a. Kemampuan penelitian dilihat dari dari segi waktu, keuangan, dan

dana.

b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal

ini menyangkut sedikit banyaknya data.

c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Menurut Arikunto (2002), menentukan jumlah sampel dapat dirumuskan

sebagai berikut :

n=

Dimana :

n = jumlah sampel

N = Jumlah Populasi yang diketahui

d = Presisi yang ditetapkan 10%

Page 79: BAB I RINA

79

n=

n=

n=

n= 90,40

Menurut perhitungan rumus ini, populasi sebanyak 942 siswa/i yang

mengikuti pendidikan di SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda dengan

presisi 10% maka sampel yang sesuai dengan penelitian ini adalah

berjumlah 90 Responden.

3. Tekhnik sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008).

Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah nonprobabilitas

dimana teknik sampling nonprobabilitas adalah suatu teknik pengambilan

sampel secara tidak acak nonrandom sampling. Tidak semua populasi

mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Pada saat

Page 80: BAB I RINA

80

melakukan pemilihan satuan sampling tidak dilibatkan unsur peluang,

sehingga tidak diketahui unsur peluang sesuatu unit sampling  terpilih

kedalam sampling. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa

disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya

sudah direncanakan oleh peneliti. Sampling tipe ini tidak boleh dipakai

untuk menggeneralisasi hasil penelitian terhadap populasi, karena dalam

penarikan sampel sama sekali tidak ada unsur probabilitas. Peneliti

menggunakan sampling purposive yang satuan samplingnya dipilih

berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh

satuan sampling yang memiliki karakteristik atau kriteria yang

dikehendaki dalam pengambilan sampel. Sesuai dengan namanya, sampel

diambil dengan maksud dan tujuan yang diinginkan peneliti atau sesuatu

diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau

sesuatu tersebut memiliki atau mengetahui informasi yang diperlukan bagi

penelitian yang dia buat.

Adapun kriteria sampel yang akan diteliti adalah:

a. Kriteria inklusi :

1) Remaja tersebut adalah siswa/i yang sekolah di SMA Negeri 5

kelas XII IPA Samarinda.

2) Bisa menulis

Page 81: BAB I RINA

81

3) Bersedia menjadi Responden.

b. Kriteria eksklusi

Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA tidak bersedia mengisi inform

consent.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda. Pada siswa/i

di Ruang kelas XII SMA Negeri 5 Samarinda..

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari Tahun 2013 di SMA Negeri 5

kelas XII IPA Samarinda.

E. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer, karena data yang

didapat oleh usaha peneliti sendiri, dengan alat pengumpul data berupa

kuesioner yang disebarkan kepada responden. Kuisioner berisi beberapa

pertanyaan tertutup dalam bentuk checklist (√) yang harus diisi oleh responden.

Kuisioner ini dibuat menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban: Tidak

Page 82: BAB I RINA

82

Pernah (TP), kadang-kadang (KD), sering (SR), selalu (SL). Skala ini

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,persepsi seseorang tentang gejala

atau masalah yang ada dimasyarakat atau berupa angket atau kuisioner dengan

beberapa pertanyaan, alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya besar

dan tidak buta huruf ( Hidayat,2007).

Adapun kisi-kisi kuesioner dalam penelitian ini adalah :

a. Kuesioner A : Berisi identitas, umur dan jenis kelamin.

b. Kuesioner B : Berisi tentang tingkat stress yang berisi 42 Pertanyaan

(DASS) dengan penilaian derajat tingkat stress 0-29 = normal, 30-59 =

ringan, 60-89 = sedang, 90-119 = berat, >120 = sangat berat. Pertanyaan

menurut skala DASS dengan skor tertinggi >120 poin dan terendah 0 poin.

c. Kuesioner C : Berisi gangguan pola tidur yang berisi 10 pertanyaan

yang terdiri dari 5 pertanyaan positif (favourable 1,4,6,8,10) dan 5

pertanyaan nagatif (unfavourable 2,3,5,7,9). Tidak ada gangguan pola

tidur

jika ≥ mean/median, ada gangguan pola tidur jika ≤ mean/median.

1) Kuesioner tingkat stress

Kuesioner Depressions Anxiety Stress Scala 42 (DASS) yang

dimodifikasi yang terdiri dari 42 items DASS. Merupakan instrumen

Page 83: BAB I RINA

83

yang digunakan oleh Lovibon (1995) untuk mengetahui tingkat stres.

Tes ini merupakan tes standar yang sudah diterima secara

internasional.

Bentuk pertanyaan terdiri dari pertanyaan DASS 42 Tingkat stress

No Variabel Sub Variabel Item

1. DASS 42 Tingkat StressNormalRingan SedangBeratSangat berat

1.Respon Fisiologis

2.Respon Psikologis

3.Respon Prilaku

12,16,19,32,33,34,35,36,3

7,38,39,40,41,42,18

2,3,5,6,7,8,9,10,11,13,14,15,17,20,21,22,23,24,27,29

1,4,26,28,30,31,3

Table 4.2 kisi-kisi kuesioner tentang tingkat stress

2) Kuesioner gangguan pola tidur

Kuesioner gangguan pola tidur merupakan kuesioner tidak baku yang

dibuat oleh peneliti sendiri yang nantinya akan dilakukan uji validitas

untuk mengetahui kuesioner gangguan pola tidur valid atau tidak valid.

Page 84: BAB I RINA

84

Bentuk pertanyaan gangguan pola tidur

No

Variabel

Item pertanyaan

Favourable Unfavourable

1 Gangguan pola tidur 1,4,6,8,10 2,3,5,7,9,

Jumlah

10

Tabel 4.3 kisi-kisi kuesioner gangguan pola tidur

Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian apabila sudah

teruji validitas dan reliabilitasnya.

1. Uji validitas

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai

standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan

reliabilitas data. Uji validitas dapat menggunakan rumus pearson

product moment (Hidayat, 2007)

r =

Page 85: BAB I RINA

85

Keterengan :

N = Jumlah sampel

X = Pertanyaan nomor

Y = Skor total

XY = Skor pertanyaan nomor dikali skor total

Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel.

2. Uji reliabilitas

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah

alat ukur dapat digunakan atau tidak (Hidayat, 2007).

Menurut Arikunto (2002), Uji reliabilitas adalah salah satu cara untuk

mengetahui tingkat kehandalan suatu instrumen yang diperoleh dengan

cara uji coba berdasarkan data instrumen tersebut. Tinggi rendahnya tes

reliabilitas tercermin oleh Nilai Cronbach Alpha yaitu dengan

membandingkan r alpha dengan r tabel. Jika r alpha > r tabel maka

dikatakan pernyataan tersebut reliabilitas sedangkan tidak reliabilitas jika

r alpha < r tabel (Hastono, 2001).

Page 86: BAB I RINA

86

r =

Keterangan :

r : Reliabilitas intrumen ( nilai alpha )

k : banyaknya butir pertanyaan

∑ᵟb² : Jumlah varians butir

ᵟ1² : Varians total

Pada penelitian ini untuk tingkat stress tidak dilakukan uji validitas dan

reliabilitas karena berdasarkan skala DASS dan untuk gangguan pola

tidur dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

F. Prosedur pengumpulan data

1. Meminta surat pengantar dari Ketua Stikes Wiyata Husada Samarinda

untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 5 kelas XII IPA

Samarinda.

2. Meminta ijin kepada kepala sekolah SMA Negeri 5 Samarinda untuk

melakukan penelitian kepada siswa/i yang memenuhi kriteria inklusi.

3. Peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang maksud dan

tujuan penelitian kepada siswa/i yang memenuhi kriteria inklusi.

4. Saat pengumpulan data, peneliti menjalin hubungan kerjasama dan

saling percaya dan dengan memberikan kuesioner yang diisi oleh

Page 87: BAB I RINA

87

responden yang memenuhi kriteria inklusi dimana dalam pengisian

tersebut responden ditemani/ditunggu oleh peneliti di SMA Negeri 5

kelas XII IPA Samarinda.

5. Peneliti memberikan informed consent untuk kemudian ditandatangani

bila responden bersedia diteliti.

6. Apabila Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA ini mengalami kesulitan

dalam pengisian kuesioner peneliti membantu menjelaskan.

7. Data yang dikumpulkan melalui kuesioner untuk menilai tingkat stress

dan gangguan pola tidur pada Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA

Samarinda kemudian diberi skor dan dijumlah, sehingga memperoleh

hasil bagaimana hubungan tingkat stres dengan gangguan pola tidur

pada remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda.

G. Analisis data

Hidayat, 2009 dalam melakukan analisis data terlebih dahulu harus diolah

dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik informasi

yang diperoleh dipergunakan untuk proses pangambilan keputusan, terutama

dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengelohan data terdapat langkah-

langkah yang harus ditempuh, diantaranya:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan.

Page 88: BAB I RINA

88

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa katagori. Pengkodean dalam dalam

penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Untuk jenis kelamin : 1 = perempuan, 2 = laki-laki.

b. Untuk gangguan pola tidur : 1 = gangguan pola tidur, 2 = tidak ada

gangguan pola tidur.

c. Untuk tingkat stress : 1 = Normal, 2 = Ringan, 3 = Sedang, 4 =

Berat, 5 = Sangat berat.

3. Entri data

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat

distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel

kontigensi.

4. Melakukan tekhnik analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang

Page 89: BAB I RINA

89

hendak dianalisis. Penelitian ini menggunakan dua tahap analisis data

yaitu univariat dan bivariat.

a. Analisis univariat

Menurut Notoatmodjo (2002), analisis univariat adalah analisis yang

dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umum nya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari

tiap variabel. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah : tingkat

stress, gangguan pola tidur, dan jenis kelamin.

Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan :

P = Persentase

X = Skor item yang diperoleh

N = Skor total

b. Analisa bivariat

Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu

pengumpulan data, pengelompokan data, dan penghitungan nilai

statistik dengan bantuan komputerisasi. Analisa dilakukan terhadap

Page 90: BAB I RINA

90

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoadmodjo,

2002). Data yang diperoleh melalui kuesioner diproses dan diolah

sehingga dapat memberi makna guna menyimpulkan masalah

penelitian. Tekhnik analisis data yang digunakan untuk menguji

hubungan tingkat stress dengan gangguan pola tidur menggunakan uji

korelasi Rank Spearman :

Rumus Korelasi Rang Spearman :

Keterangan :

rs = korelasi spearman

n = banyak pasangan

d = selisih pasangan data

Korelasi Rank Spearrman dipakai apabila :

a. Kedua variabel yang akan dikorelasikan itu mempunyai tingkatan

data ordinal.

b. Sampel ≥ 10

c. Data tersebut memang diubah dari interval ke ordinal

d. Data interval tersebut ternyata tidak berdistribusi normal

H. Etika penelitian

Page 91: BAB I RINA

91

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari

STIKES Wiyata Husada Samarinda dan persetujuan dari Kepala Sekolah

SMA Negeri 5 Samarinda. Setelah mendapatkan persetujuan kemudian

dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi

(Setiadi, 2007):

1. Informed Consent

Lembar persetujaun diberikan pada subyek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan riset dilakukan. Jika subyek bersedia

diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan mencantumkan

nama subyek pada lembar likert scale yang diisi oleh subyek. Lembar

tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden.