BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/DRAF LAKIN DITLIN...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/DRAF LAKIN DITLIN...
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai tindaklanjut dari Peraturan Presiden yang tertuang dalam Peraturan Presiden
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP),
maka Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun 2016 menyusun Laporan Akuntabilitas
Kinerja (LAKIN) sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja pimpinan beserta jajarannya
dalam memanfaatkan anggaran pembangunan yang bersumber dari APBN. Metode
penyusunan LAKIN telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil
pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi
baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui
optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan
kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan dampak
perubahan iklim (DPI) seperti banjir dan kekeringan.
Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan
hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-
Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No.
887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Disamping itu, dalam era otonomi
daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-
ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-
prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang
pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip
PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-
emptif dibandingkan pengendalian kuratif. Oleh karena itu pengembangan sistem
perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun 2015 difokuskan pada kegiatan
meliputi:(1) Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT, (2) Gerakan
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
2
Pengendalian, dan (3) Rekomendasi dampak perubahan Iklim. Kegiatan diarahkan untuk
mencapai tujuan pengelolaan OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan.
Hasil pelaksanaan kegiatan utama tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas
serangan OPT terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5%.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian
No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan tugas dan menyelenggarakan
fungsi.
Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
perlindungan hortikultura.
Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura,
sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dampak perubahan iklim dan bencana
alam.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura, sayuran
dan obat, data dan kelembagaan PHT,dampak perubahan iklim dan bencana alam.
3. Penyusunannorma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan tanaman buah
dan florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dan dampak perubahan
iklim dan bencana alam.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah dan
florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dandampak perubahan iklim
dan bencana alam.
5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura,
terdiri atas Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah dan Florikultura, Subdirektorat
Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat, Subdirektorat data dan kelembagaan
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
3
Pengendalian OPT, Subdirektorat dampak perubahan iklim dan bencana alam, dan Sub
Bagian Tata Usaha.
- Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah dan Florikultura melaksanakan tugas
penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan
pelaporan kegiatan di bidang peningkatan teknologi dan sarana pengendalian hama
terpadu buah dan florikultura.
- Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat melaksanakan
tugas penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan
pelaporan kegiatan di bidang peningkatan teknologi dan sarana pengendalian hama
terpadu sayuran dan tanaman obat.
- Subdirektorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT melaksanakan tugas
pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data OPT dan kelembagaan
pengendalian OPT.
- Subdirektorat dampak perubahan iklim dan bencana alam melaksanakan tugas
penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, kriteria, serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan pelaporan
kegiatan di bidang penanggulangan dampak perubahan iklim (DPI) dan bencana
alam.
- Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,
keuangan, perlengkapan, rumah tangga, dan surat menyurat, serta kearsipan
Direktorat Perlindungan Hortikultura.
- Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan
jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangan.
Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input, output,
outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara
sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No.239/IX/6/8/2003, tentang
perbaikan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
danPeraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2014, tentang petunjuk teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata
cara review atas kinerja instansi.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
4
Pelaksanaan pembangunan hortikultura Tahun 2016 merupakan awal dari periode
Rencana Strategis 2015-2019. Oleh karena itu pada tahun 2016 Direktorat Perlindungan
Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma baru yang dilaksanakan dalam
kegiatan strategis program perlindungan hortikultura, guna mendukung pengembangan
hortikultura periode 2015-2019 terutama dalam mengawal budidaya tanaman hortikultura
sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang didasari pada penerapan
prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil hortikultura dan terpenuhinya
persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan organisasi perdagangan dunia,
World Trade Organization (WTO).
Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan tahun 2016 dan
menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran pemerintah, maka
disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2016.
Struktur organisasi Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat dilihat pada Lampiran 1.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
5
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah satu alat
manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi yang diharapkan
mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan tranparan kepada publik terhadap
kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan
setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.
SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan. Komponen-
komponentersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen perencanaan kinerja
meliput:a) Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK), b) Rencana Strategis (Renstra),
c) Rencana Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga sering disebut
perjanjian kinerja.
2.1. Perencaaan kinerja
2.1.1 Rencana Strategis
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang
sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan
pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi
visi, misi, dan tujuan Direktorat PerlindunganHortikultura yang selanjutnya
dijabarkan dalam kegiatan Sub Direktorat lingkup Direktorat Perlindungan
Hortikultura.Dalam penyusunan Rencana Strategis hortikultura 2015-2019,
beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang
Hortikultura Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, Strategi Induk
Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian 2015-2019, Rencana
Strategi (Renstra) Kementerian Pertanian 2015-2019 dan cetak Biru (BluePrint)
Pembangunan Hortikultura 2011-2025. Adapun rujukan-rujukan yang digunakan
merupakan substansi penting yang tersirat maupun tersurat dalam dalam
penyusunan rencana startegis hortikultura 2015-2019.
Rencana Strategis pembangunan Hortikultura tahun 2015-2019 menjabarkan visi,
misi, target serta startegi, kebijakan utama Direktorat Jenderal Hortikultura dalam
pembangunan hortikultura lima tahun ke depan. Berbagai kegiatan utama yang
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
6
bermanfaat dan berdampak positif untuk pengembangan hortikultura ramah
lingkungan akan terus dilaksanakan serta dengan melakukan beberapa modifikasi
target, strategi dan kegiatan.
A. Visi dan Misi
Visi perlindungan hortikultura adalah :
”Terwujudnya Kemandirian Petani dalam Penerapan Sistem Perlindungan Tanaman
Hortikultura Ramah Lingkungan”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura mempunyai
misi :
1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan petani dan
masyarakat pertanian lainnya tentang PHT
2. Memfasilitasi, motivasi, dan regulasi untuk terbinanya kemandirian petani dan
masyarakat pertanian lainnya dalam pengelolaan OPT hortikultura secara ramah
lingkungan.
3. Melindungi petani dan konsumen dari residu pestisida, karena penggunaan
bahan kimia dalam pengendalian OPT.
4. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan mempertahankan keanekaragaman
hayati di ekosistem pertanian guna mencapai bioindustri hortikultura.
5. Meningkatkan produksi dan pendapatan dan kesejahteraan petani dari usaha
taninya.
B. Tujuan, Target dan Sasaran Strategis
Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil resiko serangan
OPT dan DPI sehingga produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas
maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, melalui upaya-upaya:
a. Menekan kehilangan hasil hortikultura akibat dari serangan OPT dan dampak
perubahan iklim;
b. Optimalisasi Gerakan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan;
c. Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan serta
penurunan emisi gas rumah kaca;
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
7
d. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan luas serangan OPT
dan kehilangan hasil karena DPI serta peningkatan mutu hasil hortikultura
(buah, sayuran dan obat, dan florikultura);
e. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan usahatani yang efektif
dan efisien dalam menerapkan teknologi pengendalian OPT sesuai prinsip PHT;
f. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan
kelestarian lingkungan hidup melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan
pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu
minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia (SPS-WTO);
g. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan kepuasan dan
tanggungjawab di bidang perlindungan tanaman.
Program perlindungan pada tahun 2016 yang dilaksanakan di Direktorat
Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 3 kegiatan yang
merupakan indikator kegiatan sasaran kinerja (IKSK) yaitu:
1. Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT
2. Gerakan Pengendalian OPT
3. Rekomendasi dampak perubahan Iklim
Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan hortikultura maka
sasaran strategis tahun 2015-2019 adalah meningkatkan produksi, produktivitas
dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2016
No Indikator Strategis
Komoditas Buah (%)
Sayur (%)
Florikultura (%)
Tan. Obat
(%)
1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap total luas tanam (%)
5% 5% 5% 5%
Keterangan: *) maksimal 5,0%
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
8
C. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perlindungan
Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura terkait dengan
sasaran strategis Tahun 2015 – 2019 adalah Pengelolaan OPT melalui pendekatan
konsep PHT; Fasilitasi pelaksanaan perlindungan Tanaman Hortikultura; Penguatan
dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan (BPTPH, Laboratorium PHP/Agens
Hayati/Lab. Pestisida, Klinik PHT dan PPAH/Pos IPAH/PUSPAHATI); Peningkatan
Pengendalian OPT Ramah Lingkungan; Fasilitasi regulasi perlindungan dalam
rangka peningkatan mutu dan daya saing produk hortikultura; Penanganan
Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, menurunkan luas serangan OPT
terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5%, dalam rangka
“Meningkatkan produksi, produktifias dan mutu produk tanaman hortikultura yang
aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT
secara ramah lingkungan dalam pengamanan”, yang dilaksanakan melalui upaya
kegiatan utama dan kegiatan pendukung sebagai berikut:
a. Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan
- Gerakan pengendalian OPT secara ramah lingkungan
- Pengamatan lapang terhadap serangan OPT dan DPI
- Pemasyarakatan sistem perlindungan tanaman hortikultura ramah
lingkungan
b. Penguatan Kelembagaan Perlindungan (Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab.
Pestisida dan Klinik PHT/PPAH )
- Sertifikasi Lab.PHP/ Lab agens hayati
- Peningkatan kompetensi POPT
- Peningkatan teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan
- Fasilitasi pemberdayaan klinik PHT-PPAH
- Perbanyakan produk bahan pengendali OPT
- Sosialisasi pemanfaatan bahan pengendali OPT
c. Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Penanganan Bencana Alam (Banjir dan
Kekeringan)
- Pemetaan daerah rawan banjir dan kekeringan
- Analisa DPI
d. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
- Laporan bulanan, tahunan, keuangan
- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak
- Sarana kantor
- Alat pengolah data
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
9
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di atas pada
dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem
perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini:
1. Pengembangan Lab PHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida
a. Pengembangan Lab PHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida
Upaya pengendalian OPT sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU
No. 12/1992 dan PP No. 6/1995 mengisyaratkan bahwa perlindungan
tanaman dilakukan sesuai sistem PHT. Pengembangan kelembagaan
perlindungan hortikultura sesuai dengan prinsip - prinsip PHT di daerah
(BPTPH, LPHP/LAH/Lab. Pestisida) diarahkan untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama
dalam hal menyediakan teknologi pengendalian OPT yang spesifik lokasi,
serta sebagai pusat pengembangan Agens Hayati. Oleh karena itu untuk
mendukung kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
Ramah Lingkungan maka dilakukan kegiatan Pengembangan Lab.
PHP/Lab. Agensia Hayati/Lab. Pestisida.
Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 25 UPTD
BPTPH terdiri dari 119 unit LPHP. Lokasi kegiatan difokuskan di sentra-
sentra produksi hortikultura dan sekitarnya, di lokasi pengembangan
kawasan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan yang dilakukan berupa
pengembangan teknologi pengendalian OPT hortikultura yang ramah
lingkungan yang diimplementasikan sebagai perbanyakan
pengembangan agens hayati dan biopestisida di tingkat kelompok tani
pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama
lokal seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH/Pos IPAH/
PUSPAHATI), serta fasilitasi sarana prasarana laboratorium
pengembangan agens hayati/pestisida nabati.
b. Klinik PHT
Upaya pengendalian OPT sesuai dengan prinsip–prinsip PHT,
pengembangan, penerapan hingga pemasyarakatan teknologi
pengembangan agens hayati dan biopestisida dalam usaha budidaya
tanaman sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu dilakukan inisiasi
pengembangan fasilitasi, koordinasi dan konsultasi berbagai upaya
pengendalian OPT di tingkat lapangan dengan melibatkan partisipasi
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
10
para petani maju dan petugas melalui inisiasi dan pengembangan Klinik
PHT dengan jumlah unit minimal 1 Klinik PHT per Kecamatan.
Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di daerah,
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan
maupun petani dalam mengidentifikasi dan mengelola OPT hortikultura,
serta memberikan pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian
OPT ramah lingkungan kepada petani lainnya dan diharapkan dapat
memecahkan permasalahan perlindungan tanaman hortikultura di
lapang. Klinik PHT juga sebagai forum koordinasi dan konsultasi bagi
kelompok tani maju dalam berkoordinasi/berkomunikasi untuk
memecahkan permasalahan dan mengantisipasi terjadinya serangan OPT
di luar kebiasaan. Disamping itu dalam cakupan komponen kegiatan ini
juga memberikan saran/bahan/materi pengendalian OPT sebagai upaya
antisipatif terjadinya serangan OPT, yang dihasilkan dari hasil koordinasi
dan konsultasi diantara para kelompok tani maju tersebut.
2. Gerakan Pengendalian
Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman
dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan
pengendalian OPT melalui gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan
dengan pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai
sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaan gerakan
pengendalian OPT ramah lingkungan ditargetkan dapat dilakukan pada 25
provinsi.
Salah satu kegiatan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan yang telah
dilakukan dengan pengendalian hayati/biologis memanfaatkan organisme
hidup lain (agens hayati, predator, parasitoid, dan patogen penyebab
penyakit pada serangga hama) dalam rangka mengurangi penggunaan
pestisida kimia.
Kegiatan ini terus dilakukan di lapangan untuk menekan tingginya
penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya
tanaman semusim.
Keunggulan pengendalian hayati adalah aman bagi manusia dikarenakan
produk yang dihasilkan bebas residu pestisida, dapat mencegah timbulnya
ledakan OPT sekunder, musuh alami terdapat di sekitar lingkungan
pertanaman sehingga petani tidak akan tergantung lagi dengan pestisida
sintetis dan menghemat biaya produksi. Beberapa agens hayati yang telah
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
11
dikembangkan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman antara lain
Trichoderma sp., Pseudomonas fluorescens, Metharhizium sp., Beauveria
bassiana, Corynebacterium sp., Bacillus subtilis, PGPR, dan MOL (Mikro
Organisme Lokal).
Keberhasilan pengendalian hayati dengan musuh alami mampu menekan
populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan
populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak
melampaui ambang toleransi tanaman. Salah satu upaya dalam konservasi
musuh alami yaitu dengan penggunaan tanaman perangkap/border seperti
tanaman jagung, tagetes, orok – orok, dan lainnya. Penanaman tanaman
perangkap/border berguna bagi musuh alami sebagai tanaman pelindung
dan refurgia/habitat musuh alami.
3. Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim
Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura
sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber
daya alam, yang hingga belum mampu dikendalikan oleh manusia. Oleh
karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim
dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan
pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.
Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap
tahun terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan.
Langkah penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak
bencana alam terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan
strategis lebih bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah).
Pendekatan ini didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan
(frekuensi) terjadinya bencana.
Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional
merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis
dan menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di
wilayah yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim,
pemanfaatan sumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air
permukaan (sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah
antisipasi adaptasi dan mitigasinya.
Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil
hortikultura akibat DPI telah dilaksanakan kegiatan utama dalam bentuk
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
12
analisa hasil penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di provinsi dan
peramalan OPT hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan OPT
(BBPOPT) Jatisari. Selain itu, kegiatan pendukung lainnya meliputi
inventarisasi data dan informasi tentang iklim, serta koordinasi penanganan
DPI. Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya
15 rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi
hortikultura nasional.
2.1.2 Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK)
Program perlindungan pada tahun 2016 yang dilaksanakan di Direktorat
Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 3 kegiatan yang
merupakan indikator kegiatan sasaran kinerja (IKSK) yaitu:
1. Fasilitasi sarana prasarana laboratorium LPHP/LAH/Lab. Pestisida dan klinik
PHT
2. Gerakan Pengendalian OPT
3. Rekomendasi dampak perubahan Iklim
Indikator Kinerja Sasaran Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura terkait
Perlindungan Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Indikator Kinerja Sasaran Kinerja (IKSK) Direktorat Perlindungan
Hortikultura
No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data
1 Meningkatnya produksi,
produktivitas dan mutu
produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya
saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan
OPT secara ramah lingkungan dalam
pengamanan.
1. Fasilitasi Sarana dan
Prasarana Laboratorium
dan Klinik PHT (UNIT)
- Laporan dari BPTPH
2. Gerakan Pengendalian OPT (KELOMPOK))
- Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi
3. Dampak Perubahan Iklim (REKOMENDASI)
- Laporan dari UPTD-BPTPH, BMKG, Perguruan Tinggi, dan
Instansi Pemerintah.
2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun
2016 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2016
disesuaikan dengan sasaran strategis pada Rencana Strategis 2015-2019, yang
telah disepakati di tingkat Kementerian Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan
telah ditetapkan target-target yang akan dijadikan ukuran tingkat
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
13
keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun target Rencana Kinerja Tahunan
2016 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan
Pengamanan Produksi dari Serangan OPT
%
Min 95%
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura
2.2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit tertinggi
beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal dengan
Penetapan Kinerja (PK).
Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
A Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan
1 Fasilitasi Sarana dan Prasarana Laboratorium dan Klinik PHT (UNIT)
119
2. Gerakan Pengendalian OPT (KALI)) 287
3 Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim (REKOMENDASI)
15
6 Pengamanan Produksi dari Serangan OPT
95
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
14
BAB III.
AKUNTABILITAS KINERJA
Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan yang telah
diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara
terukur dengan sasaran atau target Kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja
instansi pemerintah yang disusun secara periodik.
3.1. Pengukuran Kinerja
Akuntabilitas kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016 diukur dengan cara
membandingkan realisasi kinerja dengan target kinerja yang tercantum dalam dokumen
Perjanjian Kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN tahun berjalan, membandingkan
antara realisasi kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan membandingkan realisasi kinerja
sampai tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen
perencanaan strategis. Untuk mengukur tingkat capaian kinerja tahun 2016 tersebut
digunakan metode scoring yang mengelompokkan capaian kedalam 4 (empat) kategori
kinerja, yaitu: 1) sangat berhasil (capaian >100%), 2) berhasil (capaian 80 - 100%), 3)
cukup berhasil (capaian 60 - 79%), dan 4) kurang berhasil (capaian < 60%) terhadap
sasaran yang telah ditetapkan.
Pengukuran pencapaian kinerja Tahun 2016 dilakukan dengan membandingkan target
yang telah ditetapkan dengan pencapaian realisasinya. Secara rinci, realisasi pencapaian
target penetapan kinerja tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) % Kategori
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan
1 Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT (Unit)
119 119 100 Berhasil
2 Gerakan pengendalian OPT ( kali)
287 275
95,82 Berhasil
3 Rekomendasi dampak perubahan iklim (rekomendasi)
15 15 100 Berhasil
4 -
Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas tanam Maksimal luas serangan terhadap luas tanam (%)
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II (23 Januari 2017)
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
15
3.2 Analisis Capaian Kinerja 2016
Berdasarkan pengukuran kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016, dari 3
(tiga) indikator kinerja utama menghasilkan kinerja dengan capaian kategori Berhasil
(capaian 80 - 100%) sebanyak 3 (tiga) indikator meliputi jumlah gerakan pengendalian
OPT, jumlah fasilitasi sara prasarana Laboratorium dan Klinik PHT dan jumlah
rekomendasi Dampak Perubahan Iklim.
Berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah disahkan untuk program
perlindungan hortikultura pada tahun 2016 sebesar Rp.19.876.207.000,- dengan rincian
dana Dekonsentrasi Pagu Rp.11.528.710.000 (58%) dan Pagu Pusat Rp. 8.347.497.000
(42%). Alokasi dana tersebut dalam upaya pengelolaan serangan OPT dan DPI (banjir
dan kekeringan), sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat serangan OPT dan DPI
dapat ditekan pada taraf tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing tinggi
di pasaran baik pasar lokal, regional maupun global.
Sasaran strategi proporsi luas serangan OPT utama terhadap total luas tanam
hortikultura maksimal 5% merupakan target rasional yang dimungkinkan dapat dicapai
berdasarkan kemampuan penganggaran, SDM dan peningkatan koordinasi antar instansi
terkait di pusat dan daerah.
Hasil analisa data yang masuk hingga periode laporan Desember II Tahun 2016 (16-31
Desember 2016) bahwa proporsi luas serangan yang terealisasi sesuai dengan target
yang ditetapkan, yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,99% dari 5 % luas serangan
yang ditetapkan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun 2016
dapat ditekan serendah-rendahnya dengan capaian produksi 98,01%. Dengan demikian
program perlindungan hortikultura pada TA 2016 mempunyai peran yang besar atau
menunjukkan prestasi yang baik dalam mendukung pencapaian produksi dan mutu
hortikultura pada taraf tinggi.
Rincian Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan Hortikultura
pada Tahun 2016, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai berikut:
1. Gerakan Pengendalian OPT Hortikultura
Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman dikonsumsi
dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan pengendalian OPT
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
16
melalui gerakan pengendalain OPT ramah lingkungan dengan pemanfaatan
bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai sistem PHT. Capaian
pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan sebanyak 287 kali di
25 provinsi dan pusat melalui dana APBN (Dekonsentrasi). Capaian yang
diperoleh adalah sebanyak 275 kali atau 95,82%.
Penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya tanaman
semusim masih tinggi, oleh karena itu perlu terus mengembangkan pengendalian
ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Salah satu
prinsip pengendalian yaitu pengendalian hayati/biologis. Pengendalian hayati
adalah pengendalian hama dengan memanfaatkan organisme hidup lain musuh
alami (predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit pada serangga
hama).
Era pasar global dan tuntutan konsumen yang kecenderungan memilih produk
hortikultura ramah lingkungan dan aman dikonsumsi, mendorong pemerintah dan
stakeholder untuk meningkatkan penyediaan pestisida biologi di lapangan. Hal ini
relevan dengan paradigma baru pembangunan pertanian, yaitu pertanian
bioindustri.
Salah satu upaya peningkatan daya saing produk hortikultura dan dengan
berlakunya ketentuan SPS-WTO yang mengikat dalam perdagangan global
produk pertanian, maka setiap negara anggotanya diminta untuk memenuhi
tuntutan yang dipersyaratkan oleh pasar internasional. Perdagangan internasional
akan menuntut tersedianya produk-produk hortikultura yang bermutu yang
diyakini tidak terinfeksi atau bebas dari kandungan OPT dan residu pestisida.
Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu upaya dalam pemenuhan
persyaratan SPS–WTO maka Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan
sinergisme sistem perlindungan hortikultura.
Upaya lain dalam pemenuhan tujuan ekspor dan pemantauan produk dari
penggunaan pestisida juga dilakukan analisa residu pestisida pada produk
hortikultura. Pada tahun 2016, produk hortikultura yang telah dianalisa residunya
sebanyak 29 sampel buah dan florikultura (mangga, manggis, strawberi, jeruk,
melon, krisan dan melati), dan 31 sampel sayuran lokal yang dianalisa residu
pestisidanya yaitu bawang merah, cabai merah, bawang daun, paprika dan
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
17
kentang. Hasil analisa residu pestisida pada produk hortikultura umumnya masih
di bawah BMR dengan rincian dapat dilihat pada tabel.
Tabel 6. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura Tahun 2016
No. Komoditas Terdeteksi
dibawah BMR Tidak
terdeteksi Belum ditetapkan
1. Buah 1 (3,45%) 22 (75,86%) 6 (20,69%)
2. Sayur 0 31 (100%) 0
Dari 60 sampel yang dianalisis dengan menggunakan uji gas chromatografi terdapat 1
(satu) bahan aktif yang terdeteksi di bawah BMR (3,45%), sedang yang tidak
terdeteksi sebayak 53 bahan aktif dan yang belum ditetapkan sebanyak 6 bahan aktif
(20,69%).
2. Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim
Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya 15
rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi hortikultura
nasional. Capaian yang diperoleh adalah 15 rekomendasi atau sebesar
100%.Tidak maksimalnya capaian tersebut salah satunya disebabkan adanya
daerah yang tidak merealisasikan kegiatan analisa DPI.
Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura sangat
dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber daya alam,
yang hingga saat ini manusia masih relatif belum mampu mengendalikannya.
Oleh karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya
iklim dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan
pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.
Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap tahun
terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan. Langkah
penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam
terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan strategis lebih
bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah). Pendekatan ini
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
18
didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan (frekuensi)
terjadinya bencana.
Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional
merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis dan
menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di wilayah
yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim,
pemanfaatansumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air permukaan
(sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah antisipasi adaptasi
dan mitigasinya.
Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil hortikultura
akibat DPI telah melaksanakan kegiatan utama dalam bentuk analisa hasil
penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di 14 provinsi dan peramalan OPT
hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan OPT (BBPOPT) Jatisari.
Selain itu, kegiatan pendukungnya meliputi inventarisasi data dan informasi
tentang iklim,serta koordinasi penanganan DPI.
Salah satu kegiatan BBPOPT Jatisari yaitu pengembangan dan penerapan
peramalan OPT hortikultura. Penerapan peramalan OPT dapat diimplementasikan
pada berbagai komoditas tanaman hortikultura terutama pada beberapa
komoditas unggulan hortikultura baik pada komoditas buah-buahan, sayuran
maupun komoditas hortikultura lainnya. Namun untuk mendapatkan model
peramalan yang baik maka perlu diupayakan pengembangan model peramalan
yang lebih sesuai dengan karakteristik OPT hortikultura.
Optimalisasi pengembangan, penerapan dan evaluasi model peramalan serangan
OPT dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan bimbingan teknis oleh Balai
Besar Peramalan OPT ke UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Substansi materi bimbingan teknis tersebut meliputi substansi (1) penguatan
sistem pengamatan OPT, (2) pengembangan model peramalan OPT, (3) teknik
penyajian data prakiraan dan evaluasi peramalan OPT melalui pemetaan, dan
(4) pengendalian OPT.
Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani dengan menyusun
rencana pengelolaan hortikultura yang adaptis terhadap DPI, meliputi
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
19
pemeliharaan lokasi di luar daerah DPI, memperbanyak pemupukan organik,
penggunaan benih unggul yang toleran banjir/kekeringan, dan menyesuaikan
pola tanam dengan kondisi musim, serta menyiapkan sarana embung dan
pompanisasi untuk membuang air bila terjadi banjir dan mengairi kebun saat
mengalami kekeringan.
3. Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT
Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 25 UPTD BPTPH terdiri
dari 119 unit LPHP. Lokasi kegiatan difokuskan di sentra-sentra produksi
hortikultura dan sekitarnya, di lokasi pengembangan kawasan hortikultura lokasi
pelaksanaan program pengembangan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan
yang akan dilakukan berupa pengembangan teknologi pengendalian OPT
hortikultura yang ramah lingkungan yang diimplementasikan sebagai
perbanyakan pengembangan agensia hayati dan biopestisida di tingkat kelompok
tani pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama lokal
seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH, Pos IPAH, PUSPAHATI),
perjalanan pembinaan, fasilitasi sarana prasarana laboratorium pengembang
agens hayati/pestisida nabati.
Capaian pengembangan LPHP/LAH/Laboratorium pestisida 119 unit dari target
yang ditetapkan yaitu sebesar 119 unit atau 100%.
Mendorong peningkatan mutu produk LPHP/LAH, maka sejak tahun 2014
Direktorat Perlindungan Hortikultura telah menginisiasi sertifikasi ISO 9001:2008
beberapa LPHP/LAH di Indonesia. LPHP yang telah berhasil tersertifikasi pada
tahun 2014 yaitu LPHP Pandak, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan LPHP
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015 telah berhasil disertifikasi
3 LPHP/LAH yaitu LPHP Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, LAH Bukit Tinggi
Provinsi Sumatera Barat, dan LAH Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun
2016 Direktorat Perlindungan Hortikultura telah disertifikasi ISO 9001 : 2008
LPHP Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
20
Informasi lain yang diperoleh pada tahun 2016 dalam peningkatan pengamatan OPT
antara lain :
1) Pelaporan serangan OPT dan dampak DPI serta Bencana Alam dinilai cukup baik
meskipun belum lancar dan tepat waktu, karena sebagian besar pelaporan masih
melalui pos dan email email ([email protected]). Penyampaian laporan oleh
UPTD BPTPH terlampir. (Lampiran 5),
2) Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan
optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai masih
lambat,
3) Informasi dan analisa dampak fenomena iklim terkait terjadinya bencana alam
(banjir dan kekeringan), belum banyak ditangani secara optimal.
4) Kurangnya SDM petugas PHP (Pengamat Hama dan Penyakit) karena banyak
yang sudah purna tugas
5) Sarana laboratorium dan fasilitasi Klinik PHT masih belum memadai, sehingga
perlu inventarisasi sarana minimal laboratorium dan Klinik PHT.
6) Petugas POPT lebih fokus ke program upsus peningkatan produksi padi, jagung
dan kedelai, sehingga pengawalan terhadap hortikultura kurang intensif.
3.2 Analisis Pencapaian Keuangan
Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian sasaran
strategis yang telah tergambar di Penetapan Kinerja dapat dicapai dengan ketersediaan
anggaran.
Pagu sesuai penetapan kinerja (PK) sebesar Rp. 19.876.207.000,- dengan rincian pagu
Dana Dekonsentrasi di BPTPH Rp. 11.528.710.000,- dan pagu Pusat Rp . 8.347.497.000,-
Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura tahun 2016, menuntut adanya suatu
sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja.
Adapun realisasi Kegiatan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura per output
tertanggal Januari 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
21
Tabel 7. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut Kegiatan Utama (Spanint)
KEGIATAN OUTPUT SATUAN PAGU RKAKL-DIPA REALISASI-
DIPA %
1773
Pengembangan
Sistem
Perlindungan
Tanaman
Hortikultura
Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT
unit 4.275.110.000 4.127.903.945 96,56
Gerakan pengendalian OPT
Kali 15.091.247.000 13.723.300.702
90,94
Rekomendasi dampak perubahan Iklim
Rekomendasi 509.850.000 470.068.100. 92,20
TOTAL 19.876.207.000 18.409.722.247 92,62
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diakses di laporan Spanint dari Evaluasi dan
Pelaporan per 23 Januari 2017.
Sampai dengan tanggal 23 Januari 2016, realisasi kegiatan Direktorat Perlindungan
Hortikultura untuk Daerah sebesar Rp. 11.528.710.000, dan pagu Pusat Rp.
8.347.497.000 total sebesar Rp. 19.876.207.000. Dengan realisasi sesuai PMK 249 Tahun
2012 : Pusat Rp. 7.271.581.350,- (87,11%) dan BPTPH Rp.11.138.140.897,- (96,61%).
Pagu Direktorat Perlindungan Pusat dan Daerah sebesar Rp. 19.876.207.000,- dengan
realisasi Rp. 18.409.722.247,- (92,62%).
Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016 sebesar
92,62% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja keras petugas dan
stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, sehingga
Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien,
ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan OPT ramah lingkungan dan DPI untuk
mendukung pengembangan agribisnis hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-
WTO, yaitu produk minimal residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing
di pasar global.
3.3. Permasalahan Secara Umum
Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
hortikultura tahun 2016, namun demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami,
berbagai permasalahan dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek
manajemen. Beberapa permasalahan dan hambatan yang ditemui dalam pembangunan
agribisnis selama ini sebagai berikut:
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
22
1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura pada
periode Januari-Juli 2016 antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada
proses pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di dinas
pertanian, penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu lebih lama, dan
adanya kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi iklim.
2. Pengembangan sistem perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih
belum didukung sarana laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai,
sehingga pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai
maksimal.
3. Kurangnya koordinasi antara petugas/pelaksana kegiatan di daerah dengan
petugas/pelaksana di pusat, sehingga capaian target pelaksanaan kegiatan belum
optimal. Masih adanya beberapa Satker yang belum melaporkan capaian output
fisik, sehingga capaian realisasi fisik tidak sesuai dengan capaian realisasi
keuangan;
4. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, luas lahan pertanian semakin
berkurang/menyempit,dan penggabungan Satuan Kerja menyebabkan masih
terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong sehingga
pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat pengawasan dan
laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan sasaran (obyek) komoditas
tanaman yang dikawal oleh seorang POPT terlalu banyak (pangan dan
hortikultura) yang berakibat pada kurang intensifnya pengamatan OPT.
5. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah antara lain
kekurangan SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dan sarana
prasarana yang tersedia terbatas, sehingga cukup menyulitkan para petugas
POPT–PHP dalam mengcover wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2
kecamatan untuk melaksanakan tupoksinya.
6. Minimnya sarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan POPT antara lain, buku
pedoman perlindungan bergambar, alat pengolah data, identifikasi OPT,
komputer SIM dan perekam data cuaca/iklim..
7. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka pelaksanaan
pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data membutuhkan
rentang waktu yang panjang;
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
23
8. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan menghadapi
perubahan iklim antara lain perlu ditingkatkan kembali sistem peringatan
dini/bahaya dan sistem pelaporan perlindungan hortikultura yang baik.
3.4 TindakLanjut
Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat
Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi capaian
kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih baik dibandingkan
sebelumnya.
2. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata sepanjang
tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal 5 musim/tahun) di
daerah karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim dengan perkembangan
OPT dan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam kegiatan DPI.
3. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka kesejahteraan
petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik antara satker, ULP dan tim
teknis kegiatan, sehingga output yang dihasilkan tersedianya sarana perlindungan
sesuai rencana, efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).
4. Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan
perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani dan
petugas lapang. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan
kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan OPT
berdasarkan sistem PHT.
5. Koordinasi antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka pelaksanaan
kegiatan.
6. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas lapang (POPT-PHP) terutama
petugas lapang yang baru dalam pengamatan serangan OPT dan pengendalian OPT.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
24
BAB IV.
PENUTUP
Perlindungan tanaman sebagai suatu subsistem produksi, diharapkan berperan luas
dalam peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk yang berdaya saing, dan akses
pasar yang lebih baik. Peran tersebut adalah menurunnya luas serangan OPT dan kehilangan
hasil akibat serangan OPT dan DPI. Keberhasilan usahatani melalui upaya pengelolaannya
yang efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT, sehingga
terwujudnya produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian
lingkungan hidup, serta terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS–WTO. Harapan
tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan tanaman, yaitu
membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien serta tertib aturan.
Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat
Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:
a. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas dan
petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis
dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi,
sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi
ramah lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui gerakan
pengendalian OPT.
b. Koordinasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga penelitian dan
perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil pengembangan teknologi dari
institusi perlindungan tanaman dapat diterapkan oleh petugas POPT-PHT maupun petani.
c. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II,
maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman.
Semoga laporan LAKIN 2016 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di bidang
perlindungan untuk masa–masa yang akan datang.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
25
Lampiran 1. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
Direktur Perlindungan
Hortikultura
Kepala Seksi Data dan
Informasi OPT
Kepala Seksi Kelembagaan
Pengendalian OPT
Kepala Subdit Data dan
Kelembagaan POPT Kepala Subdit POPT Buah dan Florikultura
Kepala Subdit POPT Sayuran dan Tanaman Obat
Kepala Subdit Dampak Perubahan Iklim dan
Bencana Alam
Subbagian Tata Usaha
Kepala Seksi Teknologi PHT Buah
dan Florikultura
Kepala Seksi Sarana
Pengendalian OPT Buah dan
Florikultura
Kepala Seksi Teknologi PHT Sayuran dan
Tanaman Obat
Kepala Seksi Sarana
Pengendalian OPT Sayuran dan
Tanaman Obat
Kepala Seksi Penanggulangan
Dampak Perubahan Iklim
Kepala Seksi Penanggulangan Bencana
Alam
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
26
Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN
UNIT ORGANISASI ESELON II : (a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN ANGGARAN : (b) 2016
Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3) (4) (5)
Peningkatan usaha pengamanan dan sistem perlindungan hortikultura
Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan
1 Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT (unit)
119
2 Gerakan pengendalian OPT (kali)
287
3 Rekomendasi dampak perubahan iklim (rekomendasi)
15
4 Maksimal luas serangan terhadap luas tanam (%)
5,0
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
27
Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT dibandingkan Luas Tanam Hortikultura Tahun 2014-2016*
No. Uraian Nilai LS/LT *) (+/-),
2016* -2015 2015 2016*
1 2 4 5 6
1. Buah-buahan**
Luas tanam, LT (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LT (%)
548.770,61
4.315,75
0,79
334.989,6
794,4
0,24
- 0,55
2. Sayuran**
Luas tanam, LT (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LT (%)
699.282
18.655,7
2,67
550.923,6
19.567,59
3,55
+0,88
3. Florikultura**
Luas tanam, LT (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LT (%)
3.998,02
183,6
4,59
2.415,04
93,67
3,88
-0,71
4. Tanaman Obat**
Luas tanam, LT (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LT (%)
22.720,68
35,1
0,15
33.065,62
90,9
0,27
+0,12
Rerata 2,05 1,99
*) Nilai LS / LT, proporsi luas serangan terhadap luas tanam Luas tanam : diasumsikan 2% lebih besar dari luas panen **) Data sementara, belum semua data terkumpul (data OPT dan data luas tanam) Sayuran : Cabai besar, cabai rawit, bawang merah, kentang Buah : mangga, manggis, jeruk Florikultura : anggrek dan krisan Tanaman obat : jahe dan kunyit
- Capaian Proporsi luas serangan OPT terhadap luas tanam sampai dengan Desember 2016 rata-rata sebesar 1,99% dengan kisaran 0,24% - 3,88%. Meliputi OPT buah 0,24%, sayuran 3,55%, florikultura 3,88% dan tanaman obat 0,27%. Proporsi luas serangan OPT tahun 2016 turun 0,06% dibandingkan dengan tahun 2015.
- Luas serangan OPT hortikultura tahun 2016 lebih rendah dibandingkan dengan target renstra 5%, artinya kemampuan mempertahankan kecilnya luas serangan opt mencapai 100% terjadap maksimal luas serangan 5% sesuai dengan target yang ditetapkan.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016
28
Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun 2016
No Provinsi Bulan %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. NAD √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 87,5
2. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
3. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
4. Riau √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 66,67
5. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,66
6. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
7. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
8. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
9. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
10. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √ √ √√ √√ √ 70,83
11. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
12. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
13. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
14. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
15. NTB √ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,5
16. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
17. Kalbar √√ √√ √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 91,67
18. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,33
19. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
20. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ 50
21. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
22. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,67
23. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
24. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 75
25. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,67
26. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
27. Malut 0
28. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,33
29. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
30. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
31. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
32. Babel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
Rata-rata 89,71