BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/DRAF LAKIN DITLIN...

28
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagai tindaklanjut dari Peraturan Presiden yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), maka Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun 2016 menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIN) sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja pimpinan beserta jajarannya dalam memanfaatkan anggaran pembangunan yang bersumber dari APBN. Metode penyusunan LAKIN telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan dampak perubahan iklim (DPI) seperti banjir dan kekeringan. Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang- Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Disamping itu, dalam era otonomi daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan- ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip- prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre- emptif dibandingkan pengendalian kuratif. Oleh karena itu pengembangan sistem perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun 2015 difokuskan pada kegiatan meliputi:(1) Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT, (2) Gerakan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/DRAF LAKIN DITLIN...

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai tindaklanjut dari Peraturan Presiden yang tertuang dalam Peraturan Presiden

Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP),

maka Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun 2016 menyusun Laporan Akuntabilitas

Kinerja (LAKIN) sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja pimpinan beserta jajarannya

dalam memanfaatkan anggaran pembangunan yang bersumber dari APBN. Metode

penyusunan LAKIN telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,

Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil

pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi

baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan

mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui

optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan

kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan dampak

perubahan iklim (DPI) seperti banjir dan kekeringan.

Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan

hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-

Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6

Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No.

887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Disamping itu, dalam era otonomi

daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-

ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian

Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-

prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang

pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip

PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-

emptif dibandingkan pengendalian kuratif. Oleh karena itu pengembangan sistem

perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun 2015 difokuskan pada kegiatan

meliputi:(1) Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT, (2) Gerakan

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

2

Pengendalian, dan (3) Rekomendasi dampak perubahan Iklim. Kegiatan diarahkan untuk

mencapai tujuan pengelolaan OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan.

Hasil pelaksanaan kegiatan utama tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas

serangan OPT terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5%.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian

No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen

Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan tugas dan menyelenggarakan

fungsi.

Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:

1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

perlindungan hortikultura.

Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura,

sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dampak perubahan iklim dan bencana

alam.

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura, sayuran

dan obat, data dan kelembagaan PHT,dampak perubahan iklim dan bencana alam.

3. Penyusunannorma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan tanaman buah

dan florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dan dampak perubahan

iklim dan bencana alam.

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah dan

florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dandampak perubahan iklim

dan bencana alam.

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura,

terdiri atas Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah dan Florikultura, Subdirektorat

Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat, Subdirektorat data dan kelembagaan

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

3

Pengendalian OPT, Subdirektorat dampak perubahan iklim dan bencana alam, dan Sub

Bagian Tata Usaha.

- Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah dan Florikultura melaksanakan tugas

penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan

pelaporan kegiatan di bidang peningkatan teknologi dan sarana pengendalian hama

terpadu buah dan florikultura.

- Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat melaksanakan

tugas penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan

pelaporan kegiatan di bidang peningkatan teknologi dan sarana pengendalian hama

terpadu sayuran dan tanaman obat.

- Subdirektorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT melaksanakan tugas

pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data OPT dan kelembagaan

pengendalian OPT.

- Subdirektorat dampak perubahan iklim dan bencana alam melaksanakan tugas

penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, kriteria, serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan pelaporan

kegiatan di bidang penanggulangan dampak perubahan iklim (DPI) dan bencana

alam.

- Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,

keuangan, perlengkapan, rumah tangga, dan surat menyurat, serta kearsipan

Direktorat Perlindungan Hortikultura.

- Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan

jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangan.

Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input, output,

outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara

sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No.239/IX/6/8/2003, tentang

perbaikan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,

danPeraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 53 Tahun 2014, tentang petunjuk teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata

cara review atas kinerja instansi.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

4

Pelaksanaan pembangunan hortikultura Tahun 2016 merupakan awal dari periode

Rencana Strategis 2015-2019. Oleh karena itu pada tahun 2016 Direktorat Perlindungan

Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma baru yang dilaksanakan dalam

kegiatan strategis program perlindungan hortikultura, guna mendukung pengembangan

hortikultura periode 2015-2019 terutama dalam mengawal budidaya tanaman hortikultura

sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang didasari pada penerapan

prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil hortikultura dan terpenuhinya

persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan organisasi perdagangan dunia,

World Trade Organization (WTO).

Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan tahun 2016 dan

menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran pemerintah, maka

disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2016.

Struktur organisasi Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat dilihat pada Lampiran 1.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

5

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah satu alat

manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi yang diharapkan

mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan tranparan kepada publik terhadap

kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan

setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.

SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan. Komponen-

komponentersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen perencanaan kinerja

meliput:a) Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK), b) Rencana Strategis (Renstra),

c) Rencana Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga sering disebut

perjanjian kinerja.

2.1. Perencaaan kinerja

2.1.1 Rencana Strategis

Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang

sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan

pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi

visi, misi, dan tujuan Direktorat PerlindunganHortikultura yang selanjutnya

dijabarkan dalam kegiatan Sub Direktorat lingkup Direktorat Perlindungan

Hortikultura.Dalam penyusunan Rencana Strategis hortikultura 2015-2019,

beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang

Hortikultura Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, Strategi Induk

Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian 2015-2019, Rencana

Strategi (Renstra) Kementerian Pertanian 2015-2019 dan cetak Biru (BluePrint)

Pembangunan Hortikultura 2011-2025. Adapun rujukan-rujukan yang digunakan

merupakan substansi penting yang tersirat maupun tersurat dalam dalam

penyusunan rencana startegis hortikultura 2015-2019.

Rencana Strategis pembangunan Hortikultura tahun 2015-2019 menjabarkan visi,

misi, target serta startegi, kebijakan utama Direktorat Jenderal Hortikultura dalam

pembangunan hortikultura lima tahun ke depan. Berbagai kegiatan utama yang

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

6

bermanfaat dan berdampak positif untuk pengembangan hortikultura ramah

lingkungan akan terus dilaksanakan serta dengan melakukan beberapa modifikasi

target, strategi dan kegiatan.

A. Visi dan Misi

Visi perlindungan hortikultura adalah :

”Terwujudnya Kemandirian Petani dalam Penerapan Sistem Perlindungan Tanaman

Hortikultura Ramah Lingkungan”.

Untuk mewujudkan visi tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura mempunyai

misi :

1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan petani dan

masyarakat pertanian lainnya tentang PHT

2. Memfasilitasi, motivasi, dan regulasi untuk terbinanya kemandirian petani dan

masyarakat pertanian lainnya dalam pengelolaan OPT hortikultura secara ramah

lingkungan.

3. Melindungi petani dan konsumen dari residu pestisida, karena penggunaan

bahan kimia dalam pengendalian OPT.

4. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan mempertahankan keanekaragaman

hayati di ekosistem pertanian guna mencapai bioindustri hortikultura.

5. Meningkatkan produksi dan pendapatan dan kesejahteraan petani dari usaha

taninya.

B. Tujuan, Target dan Sasaran Strategis

Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil resiko serangan

OPT dan DPI sehingga produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas

maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan

mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, melalui upaya-upaya:

a. Menekan kehilangan hasil hortikultura akibat dari serangan OPT dan dampak

perubahan iklim;

b. Optimalisasi Gerakan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan;

c. Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan serta

penurunan emisi gas rumah kaca;

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

7

d. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan luas serangan OPT

dan kehilangan hasil karena DPI serta peningkatan mutu hasil hortikultura

(buah, sayuran dan obat, dan florikultura);

e. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan usahatani yang efektif

dan efisien dalam menerapkan teknologi pengendalian OPT sesuai prinsip PHT;

f. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan

kelestarian lingkungan hidup melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan

pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu

minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia (SPS-WTO);

g. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan kepuasan dan

tanggungjawab di bidang perlindungan tanaman.

Program perlindungan pada tahun 2016 yang dilaksanakan di Direktorat

Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 3 kegiatan yang

merupakan indikator kegiatan sasaran kinerja (IKSK) yaitu:

1. Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT

2. Gerakan Pengendalian OPT

3. Rekomendasi dampak perubahan Iklim

Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan hortikultura maka

sasaran strategis tahun 2015-2019 adalah meningkatkan produksi, produktivitas

dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan

berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan dapat

dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2016

No Indikator Strategis

Komoditas Buah (%)

Sayur (%)

Florikultura (%)

Tan. Obat

(%)

1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap total luas tanam (%)

5% 5% 5% 5%

Keterangan: *) maksimal 5,0%

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

8

C. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perlindungan

Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura terkait dengan

sasaran strategis Tahun 2015 – 2019 adalah Pengelolaan OPT melalui pendekatan

konsep PHT; Fasilitasi pelaksanaan perlindungan Tanaman Hortikultura; Penguatan

dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan (BPTPH, Laboratorium PHP/Agens

Hayati/Lab. Pestisida, Klinik PHT dan PPAH/Pos IPAH/PUSPAHATI); Peningkatan

Pengendalian OPT Ramah Lingkungan; Fasilitasi regulasi perlindungan dalam

rangka peningkatan mutu dan daya saing produk hortikultura; Penanganan

Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, menurunkan luas serangan OPT

terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5%, dalam rangka

“Meningkatkan produksi, produktifias dan mutu produk tanaman hortikultura yang

aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT

secara ramah lingkungan dalam pengamanan”, yang dilaksanakan melalui upaya

kegiatan utama dan kegiatan pendukung sebagai berikut:

a. Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan

- Gerakan pengendalian OPT secara ramah lingkungan

- Pengamatan lapang terhadap serangan OPT dan DPI

- Pemasyarakatan sistem perlindungan tanaman hortikultura ramah

lingkungan

b. Penguatan Kelembagaan Perlindungan (Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab.

Pestisida dan Klinik PHT/PPAH )

- Sertifikasi Lab.PHP/ Lab agens hayati

- Peningkatan kompetensi POPT

- Peningkatan teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan

- Fasilitasi pemberdayaan klinik PHT-PPAH

- Perbanyakan produk bahan pengendali OPT

- Sosialisasi pemanfaatan bahan pengendali OPT

c. Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Penanganan Bencana Alam (Banjir dan

Kekeringan)

- Pemetaan daerah rawan banjir dan kekeringan

- Analisa DPI

d. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura

- Laporan bulanan, tahunan, keuangan

- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak

- Sarana kantor

- Alat pengolah data

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

9

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di atas pada

dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem

perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini:

1. Pengembangan Lab PHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida

a. Pengembangan Lab PHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida

Upaya pengendalian OPT sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU

No. 12/1992 dan PP No. 6/1995 mengisyaratkan bahwa perlindungan

tanaman dilakukan sesuai sistem PHT. Pengembangan kelembagaan

perlindungan hortikultura sesuai dengan prinsip - prinsip PHT di daerah

(BPTPH, LPHP/LAH/Lab. Pestisida) diarahkan untuk meningkatkan

kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama

dalam hal menyediakan teknologi pengendalian OPT yang spesifik lokasi,

serta sebagai pusat pengembangan Agens Hayati. Oleh karena itu untuk

mendukung kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura

Ramah Lingkungan maka dilakukan kegiatan Pengembangan Lab.

PHP/Lab. Agensia Hayati/Lab. Pestisida.

Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 25 UPTD

BPTPH terdiri dari 119 unit LPHP. Lokasi kegiatan difokuskan di sentra-

sentra produksi hortikultura dan sekitarnya, di lokasi pengembangan

kawasan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan yang dilakukan berupa

pengembangan teknologi pengendalian OPT hortikultura yang ramah

lingkungan yang diimplementasikan sebagai perbanyakan

pengembangan agens hayati dan biopestisida di tingkat kelompok tani

pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama

lokal seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH/Pos IPAH/

PUSPAHATI), serta fasilitasi sarana prasarana laboratorium

pengembangan agens hayati/pestisida nabati.

b. Klinik PHT

Upaya pengendalian OPT sesuai dengan prinsip–prinsip PHT,

pengembangan, penerapan hingga pemasyarakatan teknologi

pengembangan agens hayati dan biopestisida dalam usaha budidaya

tanaman sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu dilakukan inisiasi

pengembangan fasilitasi, koordinasi dan konsultasi berbagai upaya

pengendalian OPT di tingkat lapangan dengan melibatkan partisipasi

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

10

para petani maju dan petugas melalui inisiasi dan pengembangan Klinik

PHT dengan jumlah unit minimal 1 Klinik PHT per Kecamatan.

Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di daerah,

dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan

maupun petani dalam mengidentifikasi dan mengelola OPT hortikultura,

serta memberikan pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian

OPT ramah lingkungan kepada petani lainnya dan diharapkan dapat

memecahkan permasalahan perlindungan tanaman hortikultura di

lapang. Klinik PHT juga sebagai forum koordinasi dan konsultasi bagi

kelompok tani maju dalam berkoordinasi/berkomunikasi untuk

memecahkan permasalahan dan mengantisipasi terjadinya serangan OPT

di luar kebiasaan. Disamping itu dalam cakupan komponen kegiatan ini

juga memberikan saran/bahan/materi pengendalian OPT sebagai upaya

antisipatif terjadinya serangan OPT, yang dihasilkan dari hasil koordinasi

dan konsultasi diantara para kelompok tani maju tersebut.

2. Gerakan Pengendalian

Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman

dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan

pengendalian OPT melalui gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan

dengan pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai

sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaan gerakan

pengendalian OPT ramah lingkungan ditargetkan dapat dilakukan pada 25

provinsi.

Salah satu kegiatan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan yang telah

dilakukan dengan pengendalian hayati/biologis memanfaatkan organisme

hidup lain (agens hayati, predator, parasitoid, dan patogen penyebab

penyakit pada serangga hama) dalam rangka mengurangi penggunaan

pestisida kimia.

Kegiatan ini terus dilakukan di lapangan untuk menekan tingginya

penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya

tanaman semusim.

Keunggulan pengendalian hayati adalah aman bagi manusia dikarenakan

produk yang dihasilkan bebas residu pestisida, dapat mencegah timbulnya

ledakan OPT sekunder, musuh alami terdapat di sekitar lingkungan

pertanaman sehingga petani tidak akan tergantung lagi dengan pestisida

sintetis dan menghemat biaya produksi. Beberapa agens hayati yang telah

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

11

dikembangkan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman antara lain

Trichoderma sp., Pseudomonas fluorescens, Metharhizium sp., Beauveria

bassiana, Corynebacterium sp., Bacillus subtilis, PGPR, dan MOL (Mikro

Organisme Lokal).

Keberhasilan pengendalian hayati dengan musuh alami mampu menekan

populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan

populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak

melampaui ambang toleransi tanaman. Salah satu upaya dalam konservasi

musuh alami yaitu dengan penggunaan tanaman perangkap/border seperti

tanaman jagung, tagetes, orok – orok, dan lainnya. Penanaman tanaman

perangkap/border berguna bagi musuh alami sebagai tanaman pelindung

dan refurgia/habitat musuh alami.

3. Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim

Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura

sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber

daya alam, yang hingga belum mampu dikendalikan oleh manusia. Oleh

karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim

dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan

pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.

Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap

tahun terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan.

Langkah penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak

bencana alam terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan

strategis lebih bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah).

Pendekatan ini didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan

(frekuensi) terjadinya bencana.

Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional

merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis

dan menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di

wilayah yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim,

pemanfaatan sumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air

permukaan (sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah

antisipasi adaptasi dan mitigasinya.

Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil

hortikultura akibat DPI telah dilaksanakan kegiatan utama dalam bentuk

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

12

analisa hasil penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di provinsi dan

peramalan OPT hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan OPT

(BBPOPT) Jatisari. Selain itu, kegiatan pendukung lainnya meliputi

inventarisasi data dan informasi tentang iklim, serta koordinasi penanganan

DPI. Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya

15 rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi

hortikultura nasional.

2.1.2 Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK)

Program perlindungan pada tahun 2016 yang dilaksanakan di Direktorat

Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 3 kegiatan yang

merupakan indikator kegiatan sasaran kinerja (IKSK) yaitu:

1. Fasilitasi sarana prasarana laboratorium LPHP/LAH/Lab. Pestisida dan klinik

PHT

2. Gerakan Pengendalian OPT

3. Rekomendasi dampak perubahan Iklim

Indikator Kinerja Sasaran Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura terkait

Perlindungan Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Indikator Kinerja Sasaran Kinerja (IKSK) Direktorat Perlindungan

Hortikultura

No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data

1 Meningkatnya produksi,

produktivitas dan mutu

produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya

saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan

OPT secara ramah lingkungan dalam

pengamanan.

1. Fasilitasi Sarana dan

Prasarana Laboratorium

dan Klinik PHT (UNIT)

- Laporan dari BPTPH

2. Gerakan Pengendalian OPT (KELOMPOK))

- Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi

3. Dampak Perubahan Iklim (REKOMENDASI)

- Laporan dari UPTD-BPTPH, BMKG, Perguruan Tinggi, dan

Instansi Pemerintah.

2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun

2016 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2016

disesuaikan dengan sasaran strategis pada Rencana Strategis 2015-2019, yang

telah disepakati di tingkat Kementerian Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan

telah ditetapkan target-target yang akan dijadikan ukuran tingkat

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

13

keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun target Rencana Kinerja Tahunan

2016 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2016

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

Pengamanan Produksi dari Serangan OPT

%

Min 95%

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura

2.2. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit tertinggi

beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal dengan

Penetapan Kinerja (PK).

Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

A Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

1 Fasilitasi Sarana dan Prasarana Laboratorium dan Klinik PHT (UNIT)

119

2. Gerakan Pengendalian OPT (KALI)) 287

3 Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim (REKOMENDASI)

15

6 Pengamanan Produksi dari Serangan OPT

95

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

14

BAB III.

AKUNTABILITAS KINERJA

Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan yang telah

diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara

terukur dengan sasaran atau target Kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja

instansi pemerintah yang disusun secara periodik.

3.1. Pengukuran Kinerja

Akuntabilitas kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016 diukur dengan cara

membandingkan realisasi kinerja dengan target kinerja yang tercantum dalam dokumen

Perjanjian Kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN tahun berjalan, membandingkan

antara realisasi kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan membandingkan realisasi kinerja

sampai tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen

perencanaan strategis. Untuk mengukur tingkat capaian kinerja tahun 2016 tersebut

digunakan metode scoring yang mengelompokkan capaian kedalam 4 (empat) kategori

kinerja, yaitu: 1) sangat berhasil (capaian >100%), 2) berhasil (capaian 80 - 100%), 3)

cukup berhasil (capaian 60 - 79%), dan 4) kurang berhasil (capaian < 60%) terhadap

sasaran yang telah ditetapkan.

Pengukuran pencapaian kinerja Tahun 2016 dilakukan dengan membandingkan target

yang telah ditetapkan dengan pencapaian realisasinya. Secara rinci, realisasi pencapaian

target penetapan kinerja tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2016

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) % Kategori

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

1 Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT (Unit)

119 119 100 Berhasil

2 Gerakan pengendalian OPT ( kali)

287 275

95,82 Berhasil

3 Rekomendasi dampak perubahan iklim (rekomendasi)

15 15 100 Berhasil

4 -

Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas tanam Maksimal luas serangan terhadap luas tanam (%)

Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II (23 Januari 2017)

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

15

3.2 Analisis Capaian Kinerja 2016

Berdasarkan pengukuran kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016, dari 3

(tiga) indikator kinerja utama menghasilkan kinerja dengan capaian kategori Berhasil

(capaian 80 - 100%) sebanyak 3 (tiga) indikator meliputi jumlah gerakan pengendalian

OPT, jumlah fasilitasi sara prasarana Laboratorium dan Klinik PHT dan jumlah

rekomendasi Dampak Perubahan Iklim.

Berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah disahkan untuk program

perlindungan hortikultura pada tahun 2016 sebesar Rp.19.876.207.000,- dengan rincian

dana Dekonsentrasi Pagu Rp.11.528.710.000 (58%) dan Pagu Pusat Rp. 8.347.497.000

(42%). Alokasi dana tersebut dalam upaya pengelolaan serangan OPT dan DPI (banjir

dan kekeringan), sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat serangan OPT dan DPI

dapat ditekan pada taraf tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang

dihasilkan memenuhi persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing tinggi

di pasaran baik pasar lokal, regional maupun global.

Sasaran strategi proporsi luas serangan OPT utama terhadap total luas tanam

hortikultura maksimal 5% merupakan target rasional yang dimungkinkan dapat dicapai

berdasarkan kemampuan penganggaran, SDM dan peningkatan koordinasi antar instansi

terkait di pusat dan daerah.

Hasil analisa data yang masuk hingga periode laporan Desember II Tahun 2016 (16-31

Desember 2016) bahwa proporsi luas serangan yang terealisasi sesuai dengan target

yang ditetapkan, yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,99% dari 5 % luas serangan

yang ditetapkan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun 2016

dapat ditekan serendah-rendahnya dengan capaian produksi 98,01%. Dengan demikian

program perlindungan hortikultura pada TA 2016 mempunyai peran yang besar atau

menunjukkan prestasi yang baik dalam mendukung pencapaian produksi dan mutu

hortikultura pada taraf tinggi.

Rincian Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan Hortikultura

pada Tahun 2016, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai berikut:

1. Gerakan Pengendalian OPT Hortikultura

Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman dikonsumsi

dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan pengendalian OPT

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

16

melalui gerakan pengendalain OPT ramah lingkungan dengan pemanfaatan

bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai sistem PHT. Capaian

pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan sebanyak 287 kali di

25 provinsi dan pusat melalui dana APBN (Dekonsentrasi). Capaian yang

diperoleh adalah sebanyak 275 kali atau 95,82%.

Penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya tanaman

semusim masih tinggi, oleh karena itu perlu terus mengembangkan pengendalian

ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Salah satu

prinsip pengendalian yaitu pengendalian hayati/biologis. Pengendalian hayati

adalah pengendalian hama dengan memanfaatkan organisme hidup lain musuh

alami (predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit pada serangga

hama).

Era pasar global dan tuntutan konsumen yang kecenderungan memilih produk

hortikultura ramah lingkungan dan aman dikonsumsi, mendorong pemerintah dan

stakeholder untuk meningkatkan penyediaan pestisida biologi di lapangan. Hal ini

relevan dengan paradigma baru pembangunan pertanian, yaitu pertanian

bioindustri.

Salah satu upaya peningkatan daya saing produk hortikultura dan dengan

berlakunya ketentuan SPS-WTO yang mengikat dalam perdagangan global

produk pertanian, maka setiap negara anggotanya diminta untuk memenuhi

tuntutan yang dipersyaratkan oleh pasar internasional. Perdagangan internasional

akan menuntut tersedianya produk-produk hortikultura yang bermutu yang

diyakini tidak terinfeksi atau bebas dari kandungan OPT dan residu pestisida.

Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu upaya dalam pemenuhan

persyaratan SPS–WTO maka Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan

sinergisme sistem perlindungan hortikultura.

Upaya lain dalam pemenuhan tujuan ekspor dan pemantauan produk dari

penggunaan pestisida juga dilakukan analisa residu pestisida pada produk

hortikultura. Pada tahun 2016, produk hortikultura yang telah dianalisa residunya

sebanyak 29 sampel buah dan florikultura (mangga, manggis, strawberi, jeruk,

melon, krisan dan melati), dan 31 sampel sayuran lokal yang dianalisa residu

pestisidanya yaitu bawang merah, cabai merah, bawang daun, paprika dan

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

17

kentang. Hasil analisa residu pestisida pada produk hortikultura umumnya masih

di bawah BMR dengan rincian dapat dilihat pada tabel.

Tabel 6. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura Tahun 2016

No. Komoditas Terdeteksi

dibawah BMR Tidak

terdeteksi Belum ditetapkan

1. Buah 1 (3,45%) 22 (75,86%) 6 (20,69%)

2. Sayur 0 31 (100%) 0

Dari 60 sampel yang dianalisis dengan menggunakan uji gas chromatografi terdapat 1

(satu) bahan aktif yang terdeteksi di bawah BMR (3,45%), sedang yang tidak

terdeteksi sebayak 53 bahan aktif dan yang belum ditetapkan sebanyak 6 bahan aktif

(20,69%).

2. Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim

Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya 15

rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi hortikultura

nasional. Capaian yang diperoleh adalah 15 rekomendasi atau sebesar

100%.Tidak maksimalnya capaian tersebut salah satunya disebabkan adanya

daerah yang tidak merealisasikan kegiatan analisa DPI.

Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura sangat

dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber daya alam,

yang hingga saat ini manusia masih relatif belum mampu mengendalikannya.

Oleh karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya

iklim dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan

pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.

Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap tahun

terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan. Langkah

penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam

terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan strategis lebih

bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah). Pendekatan ini

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

18

didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan (frekuensi)

terjadinya bencana.

Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional

merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis dan

menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di wilayah

yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim,

pemanfaatansumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air permukaan

(sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah antisipasi adaptasi

dan mitigasinya.

Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil hortikultura

akibat DPI telah melaksanakan kegiatan utama dalam bentuk analisa hasil

penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di 14 provinsi dan peramalan OPT

hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan OPT (BBPOPT) Jatisari.

Selain itu, kegiatan pendukungnya meliputi inventarisasi data dan informasi

tentang iklim,serta koordinasi penanganan DPI.

Salah satu kegiatan BBPOPT Jatisari yaitu pengembangan dan penerapan

peramalan OPT hortikultura. Penerapan peramalan OPT dapat diimplementasikan

pada berbagai komoditas tanaman hortikultura terutama pada beberapa

komoditas unggulan hortikultura baik pada komoditas buah-buahan, sayuran

maupun komoditas hortikultura lainnya. Namun untuk mendapatkan model

peramalan yang baik maka perlu diupayakan pengembangan model peramalan

yang lebih sesuai dengan karakteristik OPT hortikultura.

Optimalisasi pengembangan, penerapan dan evaluasi model peramalan serangan

OPT dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan bimbingan teknis oleh Balai

Besar Peramalan OPT ke UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Substansi materi bimbingan teknis tersebut meliputi substansi (1) penguatan

sistem pengamatan OPT, (2) pengembangan model peramalan OPT, (3) teknik

penyajian data prakiraan dan evaluasi peramalan OPT melalui pemetaan, dan

(4) pengendalian OPT.

Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani dengan menyusun

rencana pengelolaan hortikultura yang adaptis terhadap DPI, meliputi

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

19

pemeliharaan lokasi di luar daerah DPI, memperbanyak pemupukan organik,

penggunaan benih unggul yang toleran banjir/kekeringan, dan menyesuaikan

pola tanam dengan kondisi musim, serta menyiapkan sarana embung dan

pompanisasi untuk membuang air bila terjadi banjir dan mengairi kebun saat

mengalami kekeringan.

3. Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT

Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 25 UPTD BPTPH terdiri

dari 119 unit LPHP. Lokasi kegiatan difokuskan di sentra-sentra produksi

hortikultura dan sekitarnya, di lokasi pengembangan kawasan hortikultura lokasi

pelaksanaan program pengembangan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan

yang akan dilakukan berupa pengembangan teknologi pengendalian OPT

hortikultura yang ramah lingkungan yang diimplementasikan sebagai

perbanyakan pengembangan agensia hayati dan biopestisida di tingkat kelompok

tani pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama lokal

seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH, Pos IPAH, PUSPAHATI),

perjalanan pembinaan, fasilitasi sarana prasarana laboratorium pengembang

agens hayati/pestisida nabati.

Capaian pengembangan LPHP/LAH/Laboratorium pestisida 119 unit dari target

yang ditetapkan yaitu sebesar 119 unit atau 100%.

Mendorong peningkatan mutu produk LPHP/LAH, maka sejak tahun 2014

Direktorat Perlindungan Hortikultura telah menginisiasi sertifikasi ISO 9001:2008

beberapa LPHP/LAH di Indonesia. LPHP yang telah berhasil tersertifikasi pada

tahun 2014 yaitu LPHP Pandak, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan LPHP

Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015 telah berhasil disertifikasi

3 LPHP/LAH yaitu LPHP Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, LAH Bukit Tinggi

Provinsi Sumatera Barat, dan LAH Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun

2016 Direktorat Perlindungan Hortikultura telah disertifikasi ISO 9001 : 2008

LPHP Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

20

Informasi lain yang diperoleh pada tahun 2016 dalam peningkatan pengamatan OPT

antara lain :

1) Pelaporan serangan OPT dan dampak DPI serta Bencana Alam dinilai cukup baik

meskipun belum lancar dan tepat waktu, karena sebagian besar pelaporan masih

melalui pos dan email email ([email protected]). Penyampaian laporan oleh

UPTD BPTPH terlampir. (Lampiran 5),

2) Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan

optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai masih

lambat,

3) Informasi dan analisa dampak fenomena iklim terkait terjadinya bencana alam

(banjir dan kekeringan), belum banyak ditangani secara optimal.

4) Kurangnya SDM petugas PHP (Pengamat Hama dan Penyakit) karena banyak

yang sudah purna tugas

5) Sarana laboratorium dan fasilitasi Klinik PHT masih belum memadai, sehingga

perlu inventarisasi sarana minimal laboratorium dan Klinik PHT.

6) Petugas POPT lebih fokus ke program upsus peningkatan produksi padi, jagung

dan kedelai, sehingga pengawalan terhadap hortikultura kurang intensif.

3.2 Analisis Pencapaian Keuangan

Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian sasaran

strategis yang telah tergambar di Penetapan Kinerja dapat dicapai dengan ketersediaan

anggaran.

Pagu sesuai penetapan kinerja (PK) sebesar Rp. 19.876.207.000,- dengan rincian pagu

Dana Dekonsentrasi di BPTPH Rp. 11.528.710.000,- dan pagu Pusat Rp . 8.347.497.000,-

Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura tahun 2016, menuntut adanya suatu

sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja.

Adapun realisasi Kegiatan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura per output

tertanggal Januari 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

21

Tabel 7. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut Kegiatan Utama (Spanint)

KEGIATAN OUTPUT SATUAN PAGU RKAKL-DIPA REALISASI-

DIPA %

1773

Pengembangan

Sistem

Perlindungan

Tanaman

Hortikultura

Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT

unit 4.275.110.000 4.127.903.945 96,56

Gerakan pengendalian OPT

Kali 15.091.247.000 13.723.300.702

90,94

Rekomendasi dampak perubahan Iklim

Rekomendasi 509.850.000 470.068.100. 92,20

TOTAL 19.876.207.000 18.409.722.247 92,62

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diakses di laporan Spanint dari Evaluasi dan

Pelaporan per 23 Januari 2017.

Sampai dengan tanggal 23 Januari 2016, realisasi kegiatan Direktorat Perlindungan

Hortikultura untuk Daerah sebesar Rp. 11.528.710.000, dan pagu Pusat Rp.

8.347.497.000 total sebesar Rp. 19.876.207.000. Dengan realisasi sesuai PMK 249 Tahun

2012 : Pusat Rp. 7.271.581.350,- (87,11%) dan BPTPH Rp.11.138.140.897,- (96,61%).

Pagu Direktorat Perlindungan Pusat dan Daerah sebesar Rp. 19.876.207.000,- dengan

realisasi Rp. 18.409.722.247,- (92,62%).

Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016 sebesar

92,62% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja keras petugas dan

stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, sehingga

Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien,

ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan OPT ramah lingkungan dan DPI untuk

mendukung pengembangan agribisnis hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-

WTO, yaitu produk minimal residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing

di pasar global.

3.3. Permasalahan Secara Umum

Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan

hortikultura tahun 2016, namun demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami,

berbagai permasalahan dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek

manajemen. Beberapa permasalahan dan hambatan yang ditemui dalam pembangunan

agribisnis selama ini sebagai berikut:

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

22

1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura pada

periode Januari-Juli 2016 antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada

proses pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di dinas

pertanian, penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu lebih lama, dan

adanya kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi iklim.

2. Pengembangan sistem perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih

belum didukung sarana laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai,

sehingga pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai

maksimal.

3. Kurangnya koordinasi antara petugas/pelaksana kegiatan di daerah dengan

petugas/pelaksana di pusat, sehingga capaian target pelaksanaan kegiatan belum

optimal. Masih adanya beberapa Satker yang belum melaporkan capaian output

fisik, sehingga capaian realisasi fisik tidak sesuai dengan capaian realisasi

keuangan;

4. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, luas lahan pertanian semakin

berkurang/menyempit,dan penggabungan Satuan Kerja menyebabkan masih

terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong sehingga

pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat pengawasan dan

laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan sasaran (obyek) komoditas

tanaman yang dikawal oleh seorang POPT terlalu banyak (pangan dan

hortikultura) yang berakibat pada kurang intensifnya pengamatan OPT.

5. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah antara lain

kekurangan SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dan sarana

prasarana yang tersedia terbatas, sehingga cukup menyulitkan para petugas

POPT–PHP dalam mengcover wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2

kecamatan untuk melaksanakan tupoksinya.

6. Minimnya sarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan POPT antara lain, buku

pedoman perlindungan bergambar, alat pengolah data, identifikasi OPT,

komputer SIM dan perekam data cuaca/iklim..

7. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka pelaksanaan

pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data membutuhkan

rentang waktu yang panjang;

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

23

8. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan menghadapi

perubahan iklim antara lain perlu ditingkatkan kembali sistem peringatan

dini/bahaya dan sistem pelaporan perlindungan hortikultura yang baik.

3.4 TindakLanjut

Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat

Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi capaian

kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih baik dibandingkan

sebelumnya.

2. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata sepanjang

tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal 5 musim/tahun) di

daerah karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim dengan perkembangan

OPT dan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam kegiatan DPI.

3. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka kesejahteraan

petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik antara satker, ULP dan tim

teknis kegiatan, sehingga output yang dihasilkan tersedianya sarana perlindungan

sesuai rencana, efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).

4. Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan

perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani dan

petugas lapang. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan

kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan OPT

berdasarkan sistem PHT.

5. Koordinasi antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka pelaksanaan

kegiatan.

6. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas lapang (POPT-PHP) terutama

petugas lapang yang baru dalam pengamatan serangan OPT dan pengendalian OPT.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

24

BAB IV.

PENUTUP

Perlindungan tanaman sebagai suatu subsistem produksi, diharapkan berperan luas

dalam peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk yang berdaya saing, dan akses

pasar yang lebih baik. Peran tersebut adalah menurunnya luas serangan OPT dan kehilangan

hasil akibat serangan OPT dan DPI. Keberhasilan usahatani melalui upaya pengelolaannya

yang efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT, sehingga

terwujudnya produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian

lingkungan hidup, serta terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS–WTO. Harapan

tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan tanaman, yaitu

membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien serta tertib aturan.

Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat

Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:

a. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas dan

petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis

dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi,

sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi

ramah lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui gerakan

pengendalian OPT.

b. Koordinasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga penelitian dan

perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil pengembangan teknologi dari

institusi perlindungan tanaman dapat diterapkan oleh petugas POPT-PHT maupun petani.

c. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II,

maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman.

Semoga laporan LAKIN 2016 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di bidang

perlindungan untuk masa–masa yang akan datang.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

25

Lampiran 1. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

Direktur Perlindungan

Hortikultura

Kepala Seksi Data dan

Informasi OPT

Kepala Seksi Kelembagaan

Pengendalian OPT

Kepala Subdit Data dan

Kelembagaan POPT Kepala Subdit POPT Buah dan Florikultura

Kepala Subdit POPT Sayuran dan Tanaman Obat

Kepala Subdit Dampak Perubahan Iklim dan

Bencana Alam

Subbagian Tata Usaha

Kepala Seksi Teknologi PHT Buah

dan Florikultura

Kepala Seksi Sarana

Pengendalian OPT Buah dan

Florikultura

Kepala Seksi Teknologi PHT Sayuran dan

Tanaman Obat

Kepala Seksi Sarana

Pengendalian OPT Sayuran dan

Tanaman Obat

Kepala Seksi Penanggulangan

Dampak Perubahan Iklim

Kepala Seksi Penanggulangan Bencana

Alam

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

26

Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN

UNIT ORGANISASI ESELON II : (a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

TAHUN ANGGARAN : (b) 2016

Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(1) (2) (3) (4) (5)

Peningkatan usaha pengamanan dan sistem perlindungan hortikultura

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

1 Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT (unit)

119

2 Gerakan pengendalian OPT (kali)

287

3 Rekomendasi dampak perubahan iklim (rekomendasi)

15

4 Maksimal luas serangan terhadap luas tanam (%)

5,0

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

27

Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT dibandingkan Luas Tanam Hortikultura Tahun 2014-2016*

No. Uraian Nilai LS/LT *) (+/-),

2016* -2015 2015 2016*

1 2 4 5 6

1. Buah-buahan**

Luas tanam, LT (ha)

Luas serangan OPT, LS

(ha)

Porsi LS/LT (%)

548.770,61

4.315,75

0,79

334.989,6

794,4

0,24

- 0,55

2. Sayuran**

Luas tanam, LT (ha)

Luas serangan OPT, LS

(ha)

Porsi LS/LT (%)

699.282

18.655,7

2,67

550.923,6

19.567,59

3,55

+0,88

3. Florikultura**

Luas tanam, LT (ha)

Luas serangan OPT, LS

(ha)

Porsi LS/LT (%)

3.998,02

183,6

4,59

2.415,04

93,67

3,88

-0,71

4. Tanaman Obat**

Luas tanam, LT (ha)

Luas serangan OPT, LS

(ha)

Porsi LS/LT (%)

22.720,68

35,1

0,15

33.065,62

90,9

0,27

+0,12

Rerata 2,05 1,99

*) Nilai LS / LT, proporsi luas serangan terhadap luas tanam Luas tanam : diasumsikan 2% lebih besar dari luas panen **) Data sementara, belum semua data terkumpul (data OPT dan data luas tanam) Sayuran : Cabai besar, cabai rawit, bawang merah, kentang Buah : mangga, manggis, jeruk Florikultura : anggrek dan krisan Tanaman obat : jahe dan kunyit

- Capaian Proporsi luas serangan OPT terhadap luas tanam sampai dengan Desember 2016 rata-rata sebesar 1,99% dengan kisaran 0,24% - 3,88%. Meliputi OPT buah 0,24%, sayuran 3,55%, florikultura 3,88% dan tanaman obat 0,27%. Proporsi luas serangan OPT tahun 2016 turun 0,06% dibandingkan dengan tahun 2015.

- Luas serangan OPT hortikultura tahun 2016 lebih rendah dibandingkan dengan target renstra 5%, artinya kemampuan mempertahankan kecilnya luas serangan opt mencapai 100% terjadap maksimal luas serangan 5% sesuai dengan target yang ditetapkan.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2016

28

Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun 2016

No Provinsi Bulan %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. NAD √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 87,5

2. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

3. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

4. Riau √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 66,67

5. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,66

6. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

7. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

8. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

9. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

10. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √ √ √√ √√ √ 70,83

11. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

12. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

13. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

14. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

15. NTB √ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,5

16. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

17. Kalbar √√ √√ √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 91,67

18. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,33

19. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

20. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ 50

21. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

22. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,67

23. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

24. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 75

25. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,67

26. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

27. Malut 0

28. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,33

29. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

30. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

31. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

32. Babel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100

Rata-rata 89,71