I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN...

34
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem dan usaha agribisnis, perlindungan tanaman merupakan bagian penting, baik di on farm maupun off farm. Perlindungan tanaman berperan dalam menjaga kuantitas, kualitas dan kontiunitas hasil atau produksi. Kegiatan perlindungan tanaman erat kaitannya tidak hanya dengan gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), tetapi juga dengan gangguan non-OPT seperti anomali iklim (kebanjiran, kekeringan, kebakaran) dan gangguan usaha berupa penjarahan produksi dan lahan, yang kesemuanya mempengaruhi penurunan produksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu perlindungan tanaman menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam setiap usaha budidaya tanaman. Secara makro kerugian yang diakibatkan oleh OPT maupun dampak anomali iklim dan gangguan usaha cukup berarti. Namun demikian sangat sulit menetapkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki. Kehilangan hasil di tingkat petani karena serangan OPT pada beberapa tanaman hortikultura, diperkirakan masih cukup tinggi meski belum terukur secara memadai. Kerugian secara nyata di lapangan jauh lebih besar karena masih banyak komoditas yang tidak dilaporkan dan dihitung kerugiannya. Berbagai klain terhadap produk ekspor pertanian Indonesia telah menimbulkan kerugian yang cukup besar. Secagai contoh ditolaknya ekspor produk paprika ke Singapura karena alasan residu pestisida dan ke Taiwan karena alasan adanya lalat buah yang ada di Indonesia namun belum ada di Taiwan. Disamping itu banyak klaim dan penolakan produk ekspor pertanian Indonesia akibat tidak memenuhi persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) terutama karena adanya serangga, jamur dan kotoran serta residu pestisida. Dewasa ini telah terjadi perubahan nilai pada konsumen yang mempengaruhi perilaku dalam membeli suatu produk agribisnis. Meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kaitan kesehatan dan kebugaran dengan

Transcript of I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN...

Page 1: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sistem dan usaha agribisnis, perlindungan tanaman merupakan

bagian penting, baik di on farm maupun off farm. Perlindungan tanaman berperan

dalam menjaga kuantitas, kualitas dan kontiunitas hasil atau produksi. Kegiatan

perlindungan tanaman erat kaitannya tidak hanya dengan gangguan Organisme

Pengganggu Tumbuhan (OPT), tetapi juga dengan gangguan non-OPT seperti

anomali iklim (kebanjiran, kekeringan, kebakaran) dan gangguan usaha berupa

penjarahan produksi dan lahan, yang kesemuanya mempengaruhi penurunan

produksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

perlindungan tanaman menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan

dalam setiap usaha budidaya tanaman.

Secara makro kerugian yang diakibatkan oleh OPT maupun dampak

anomali iklim dan gangguan usaha cukup berarti. Namun demikian sangat sulit

menetapkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan data dan informasi yang

dimiliki.

Kehilangan hasil di tingkat petani karena serangan OPT pada beberapa

tanaman hortikultura, diperkirakan masih cukup tinggi meski belum terukur

secara memadai. Kerugian secara nyata di lapangan jauh lebih besar karena

masih banyak komoditas yang tidak dilaporkan dan dihitung kerugiannya.

Berbagai klain terhadap produk ekspor pertanian Indonesia telah

menimbulkan kerugian yang cukup besar. Secagai contoh ditolaknya ekspor

produk paprika ke Singapura karena alasan residu pestisida dan ke Taiwan karena

alasan adanya lalat buah yang ada di Indonesia namun belum ada di Taiwan.

Disamping itu banyak klaim dan penolakan produk ekspor pertanian Indonesia

akibat tidak memenuhi persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) terutama

karena adanya serangga, jamur dan kotoran serta residu pestisida.

Dewasa ini telah terjadi perubahan nilai pada konsumen yang

mempengaruhi perilaku dalam membeli suatu produk agribisnis. Meningkatnya

kesadaran konsumen akan pentingnya kaitan kesehatan dan kebugaran dengan

Page 2: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

2

konsumsi makanan, telah meningkatkan tuntutan konsumen akan kandungan

nutrisi dari produk-produk yang sehat, aman, dan menunjang kebugaran.

Disamping itu meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup, telah mendorong

masuknya aspek kelestarian lingkungan dan pentingnya faktor Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) dalam pengambilan keputusan ekonomi. Penilaian terhadap

aspek keselamatan, ksehatan, dan lingkungan dinilai pada keseluruhan proses

produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

Keamanan Pangan termasuk di dalamnya Sistem Manajemen ISO 9000 tentang

Manajemen Mutu, ISO 14000 tentang Manajemen Lingkungan dan Sistem

Manajemen Keamanan Pangan yang dikenal dengan Sistem HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point). Produk pertanian yang dalam proses

produksinya tidak ramah lingkungan, tidak mengindahkan keselamatan dan

kesehatan kerja serta hak-hak azasi manusia akan ditolak atau tidak diterima oleh

pasar/konsumen.

Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi intrnasional yang berkaitan

dengan mutu komoditas pertanian, seperti International Plant Protection

Convention (IPPC), Codex Alimentarus, World Trade Agreement (WTA) dan

Carthagena Protocols serta yang berkaitan dengan lingkungan seperti KTT Bumi

Rio de Jeniero Tahun 1992. Sebagai konsekuensinya Indonesia harus siap

merealisasikannya sejak dari awal produksi sampai ke tangan konsumen.

Disamping tantangan akibat perubahan internasional, perubahan

lingkungan domestik seperti diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2004, tentang

Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga membawa perubahan

penting dalam pelaksanaan pembangunan agribisnis. Pergeseran peran pemerintah

yang semula dominan dalam pembangunan agribisnis berubah menjadi fasilitator,

stimulator dan regulator agar semua stakeholder yang terkait dapat bergerak dan

berfungsi secara optimal dalam pembangunan. Peran masyarakat menjadi lebih

dominan serta peran pemerintah daerah menjadi lebih besar dalam pembangunan

perlindungan hortikultura. Koordinasi dan sinkronisasi menjadi hal yang sangat

Page 3: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

3

penting untuk dapat terlaksananya pembangunan perlindungan hortikultura yang

sinergi dan optimal.

Dalam kaitannya dengan pengamanan produksi, untuk mencapai sinergi

yang optimal diperlukan langkah-langkah yang terencana, sistematis dan

terkoordinasi yang melibatkan semua stakeholder perlindungan hortikultura.

Strategi dan kebijakan serta program disusun sejalan dengan peraturan

perundangan yang berlaku dengan mengacu kepada kebijakan pembangunan

sistem dan usaha agribisnis, memperhatikan kepentingan semua stakeholder.

Untuk itu maka peran pemerintah sebagai fasilitator, motivator dan regulator serta

kepedulian, kesiapan dan komitmen seluruh stakeholder sangat diharapkam bagi

keberhasilan pengamanan sistem dan usaha agribisnis.

B. Tujuan Penyusunan Renstra

Renstra Direktorat Perlindungan Hortikultura adalah dokumen

perencanaan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, sasaran strategis, arah

kebijakan, strategi pencapaian, program dan kegiatan dari Direktorat Perlindungan

Hortikultura dalam lima tahun ke depan yang diarahkan untuk mencapai sasaran

yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan Direktorat Jenderal Hortikultura

dan Kementerian Pertanian.

Renstra Direktorat Perlindungan Hortikultura ditujukan untk dimanfaatkan

sebagai panduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hortikultura tahun

2010 – 2014 oleh semua yang terkait dengan pembangunan hortikultura, maka

dalam penyusunannya dilakukan melalui analisa strategis atas potensi,

permasalahan dan tantangan dengan memperhatikan isu aktual terkait bidang

hortikultura di masa mendatang. Dokumen ini diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai acuan bagi unit lingkup Direktorat Perlindungan Hortikultura serta mitra

kerja di provinsi maupun kabupaten dalam melaksanakan pengembangan sistem

perlindungan hortikultura tahun 2010 – 2014, sehingga diharapkan akan tercapai

sasaran perlindungan hortikultura yang yang efisien dan berdaya saing secara

Page 4: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

4

terintegrasi bersama stakeholder terkait lainnya, sehingga dapat memberi nilai

tambah bagi petani hortikultura di Indonesia.

C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor :

61/Permentan/OT.140/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

perlindungan hortikultura. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat

Perlindungan Hortikultura menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah,

sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan

teknis.

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah,sayuran dan obat,

florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.

3. Penyusunan norma, standar, prosedur

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman

buah, sayuran dan obat, florikultura.

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.

Page 5: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

5

II. KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN TANTANGAN

Upaya peningkatan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas hasil pertanian perlu

memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan baik internal maupun

eksternal yang terkait dengan aspek teknis, ekonomi, sosial, budaya maupun ekologi.

A. Kekuatan

Potensi berasal dari kekuatan yang dapat mendukung pengembangan

hortikultura yaitu :

1. Landasan Hukum

Landasan hukum berupa peraturan perundangan yang mengatur

perlindungan tanaman terkait sudah cukup lengkap, yaitu :

a. UU No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya

b. UU No. 12 Tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman

c. UU No. 16 Tahun 1992, tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

d. UU No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan

e. UU No. 23 Tahun 1997, tentang Pengelolan Lingkungan Hidup

f. UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Consumen

g. UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah

h. UU No. 13 Tahun 2010, tentang Hortikultura

i. PP No. 6 Tahun 1995, tentang Perlindungan Tanaman

j. PP No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi

k. PP No. 14 Tahun 2002, tentang Karantina Tumbuhan

l. Inpres No. 3 Tahun 1986, tentang Pengendalian Hama Wereng pada

Tanaman Padi

m. Kepmentan No. 38 Tahun 1990, tentang Syarat-Syarat dan Tindakan

Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman ke

dalam Wilayah Negara RI

n. Kepmentan No. 887 Tahun 1997, tentang Pedoman Pengendalian

Organisme Pengganggu Tumbuhan

Page 6: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

6

o. Kep. Dirjen Bun No. 38 Tahun 1995, tentang Petunjuk Teknis

Pembukaan Lahan Tanpa Bakar

2. Tersedianya Instalasi Perlindungan di Daerah

Kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun daerah cukup

memadai walaupun bervariasi, disamping itu sudah cukup banyak

kelembagaan di tingkat petani, yaitu :

a. Pusat

Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura

Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT)

Jatisari

Kewenangan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam PP No.

25 Tahun 2000, secara garis besar adalah terbatas pada aspek pengaturan,

penetapan standar, pedoman dan norma di bidang perlindungan tanaman,

dengan uraian sebagai berikut :

Pengaturan dan pengawasan produksi, peredaran penggunaan, dan

pemusnahan pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya

Penetapan norma dan standar teknis pemberantasan OPT pertanian.

b. Daerah Provinsi

Dinas Pertanian

UPTD Balai Proteksi Tanaman (Pangan, Hortikultura, Perkebunan)

Laboratorium Lapang

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit.

Brigade Proteksi Tanaman

Laboratorium Pestisida

Page 7: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

7

Kewenangan provinsi di bidang perlindungan tanaman secara garis

besar sebagai berikut :

Penyediaan dukungan pengendalian, eradikasi OPT di bidang pertanian

Pemantauan, peramalan dan pengendalian serta penanggulangan

eksplosi organisme pengganggu tumbuhan di bidang pertanian

Pengawasan pestisida dan alsin

Pelaksanaan pengamatan, peramalan OPT dan Pengendalian Hama

Terpadu ( PHT)

c. Daerah Kabupaten/Kota

Dinas Pertanian (Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan,

Peternakan)

Pengamat Hama dan Penyakit (PHP)/Pengendali OPT (POPT).

Unit Pelaksana Perlindungan Tanaman

Kewenangan Kabupaten/Kota di bidang perlindungan tanaman

adalah selain yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan provinsi

seperti tersebut di atas, uraian lebih rinci adalah sebagai berikut :

Pengamatan, identifikasi, pemetaan, pengendalian, dan analisis dampak

kerugian OPT

Bimbingan pengamatan, peramalan OPT kepada masyarakat.

Pengumpulan dan pengolahan data OPT dan agroklimat

Bimbingan jasa perlindungan tanaman

Penyebaran informasi keadaan serangan OPT dan rekomendasi

pengendaliannya

Pengamatan dan pemantauan daerah yang dicurigai sebagai sumber

infeksi OPT

Menetapkan larangan pemasukan dan pengeluaran media pembawa

hama dan penyakit tanaman

Bimbingan pemanfaatan dan pemantauan penggunan agens hayati

Pengawasan penggunaan pestisida

Page 8: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

8

Penetapan areal puso dan atau eksplosi OPT dan dampak anomali iklim,

seperti bencana banjir serta kekeringan

Penyediaan dukungan pengendalian dan eradikasi tanaman atau bagian

tanaman

Pengendalian eksplosi hama dan penyakit

Pelaksanaan penyidikan hama dan penyakit di bidang pertanian

Pengaturan dan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit

menular di bidang pertanian

Bimbingan dan pemantauan pelaksanaan pengendalian hama dan

penyakit tanaman

Pengelolaan laboratorium hama dan penyakit

d. Petani

Ikatan Petani Alumni PHT

Ikatan Petani Pemandu PHT

Kelompok Tani Pengguna Agens Hayati

Regu Pengendalian Hama (RPH)

Hubungan antar lembaga tersebut di atas tidak bersifat hierarkis

atasan – bawahan, tetapi bersifat komplementer pembagian tugas;

sehingga bersifat hubungan koordinasi, hubungan teknis fungsional, dan

hubungan konsultatif. Hubungan kelembagaan pemerintah di tingkat

pusat – provinsi – kabupaten/kota tidak lagi bersifat hierarkis antara

atasan – bawahan, tetapi bersifat komplementer – pembagian tugas dan

wewenang, sehingga lebih bersifat hubungan koordinasi, hubungan

teknis fungsional dan hubungan konsultatif.

Secara skematis gambar hubungan kelembagaan perlindungan

tanaman seperti tercantum pada gambar berikut :

Page 9: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

9

Gambar 1. Hubungan Kelembagaan Perlindungan Hortikultura

3. Konsolidasi Jajaran Perlindungan Hortikultura Intensif

Mekanisme kerja dalam perlindungan hortikultura secara garis besar

sebagai berikut :

a. Keadaan Biasa

Sesuai dengan sistem PHT dan UU No. 12 Tahun 1992, maka

petani sebagai manager usahanya secara rutin mengamati apapun yang

terjadi pada tanamannya (gangguan OPT, kekeringan, kebanjiran,

kebakaran, manusia); lalu menentukan dan melaksanakan

penanggulangannya secara mandiri. Di tingkat kelompok petani ada

lembaga tertentu yang menangani perlindungan tanaman, misalnya Regu

Page 10: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

10

Pengendali Hama (RPH), Ikatan Petani Pemandu PHT, Ikatan Petani

Alumni PHT, Pos Pelayanan Agens Hayati (PPAH) dan sebagainya.

- PHP berkedudukan di kecamatan, jumlahnya + 3.800 orang di seluruh

Indonesia, mengamati gangguan tanaman petani, (serangan OPT,

kekeringan, kebanjiran, kebakaran) secara reguler (setengah bulan)

dan insidentil meliputi jenis gangguan, lokasi, luas, intensitas, waktu

dan kerugian yang terjadi. Hasil pengamatan dilaporkan berjenjang

ke kecamatan – kabupaten – provinsi – pusat. Peringatan dini

diberikan lepada petani melalui penyuluhan agar petani mengetahui

dan mau mengendalikan gangguan yang terjadi.

- Di tiap kabupaten ada petugas koordinator PHP yang bertugas

mengkoordinasikan PHP.

b. Keadaan Luar Biasa (Eksplosif)

Keadaan luar biasa atau eksplosif dicirikan apabila gangguan

(serangan OPT, kebanjiran, kekeringan, kebakaran) terjadi secara cepat

meluas dan petani secara perorangan maupun kelompok tidak sanggup

mengendalikannya, sehingga kerugian yang ditimbulkannya sangat besar

dan dapat menimbulkan kerawanan ekonomi dan sosial masyarakat.

Dalam keadaan demikian pemerintah perlu membantu petani

mengendalikan gangguan, berupa bantuan fisik sarana pengendalian

(pestisida, alat aplikasi pestisida, agens hayati, pompa air dan sebagainya),

biaya, tenaga dan sebagainya, Bantuan pemerintah dilakukan secara

berjenjang dimulai dari pemerintah desa, sebagai berikut :

- Apabila pemerintah desa sudah tidak sanggup, maka mengajukan

permohonan bantuan ke Pemda kabupaten/kota melalui kecamatan

- Apabila Pemda kabupaten/kota tidak sanggup, maka mengajukan

permohonan bantuan ke Pemda provinsi

- Apabila Pemda provinsi tidak sanggup, maka mengajukan permohonan

ke pemerintah pusat.

Page 11: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

11

Gerakan pengendalian dilakukan bersama-sama antara petani

(beserta kelembagaan kelompoknya) dan pemerintah (dalam hal ini

dilakukan Brigade Proteksi Tanaman, didukung oleh Balai Proteksi

Tanaman dan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit serta aparat

terkait lainnya).

4. Ketersediaan Agens Hayati Memadai

Pengembangan dan penerapan agens hayati dan biopestisida di

beberapa provinsi sudah banyak dilakukan baik di Laboratorium PHP

maupun di tingkat petani. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk

mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan, perlindungan hortikultura

mempunyai kekuatan dalam melaksanakannya, karena agens hayati dan

biopestisida adalah bahan pengendali alternatif sebagai pengganti pestisida.

Beberapa agens hayati yang efektif dalam mengendalikan OPT

hortikultura antara lain Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. yang dapat

digunakan untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium dan patogen tular

tanah lainnya. Pseudomonas fluorescens dapat digunakan untuk

mengendalikan penyakit layu bakteri, dan banyak lagi biopestisida yang

efektif dalam mengatasi berbagai OPT tanaman hortikultura.

B. Kelemahan

Meskipun memiliki potensi yang besar, pengembangan sistem

perlindungan hortikultura mempunyai beberapa permasalahan, hal tersebut

merupakan suatu kelemahan yaitu :

1. Pengetahuan dan Pemahaman Aparatur (Petani, Petugas, Penentu

Kebijakan) Terhadap PHT Terbatas

Penerapan PHT dalam kerangka budidaya tanaman yang baik belum

banyak memperhatikan stándar mutu. Seharusnya penerapanPHT dirancang

dengan baik, diarahkan untuk menghasilkan produk pertanian yang memenuhi

persyaratan mutu yang diminta konsumen. Produk yang dihasilkan dan sesuai

Page 12: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

12

estándar mutu akan mempunyai daya saing yang lebih baik, dan selanjutnya

lebih mendorong pemasyarakatan penerapan PHT. Stándar mutu yang

diterapkan sesuai Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia (SI Sakti)

berdasarkan kategori prima 1,2,3. Dalam proses budidaya tanaman

dilaksanakan sesuai praktek GAP (Good Agricultura Practices).

2. Pemanfaatan Metode Pengelolaan OPT Belum Optimal

a. Petani yang telah mendapat pelatihan penerapan PHT, masih belum

seluruhnya mau, mampu dan mandiri untuk menerapkan PHT karena

antara lain : harga produk yang relatif tidak berbeda antara hasil PHT

dengan non PHT, ketersediaan sarana dan prasarana proteksi dengan

tingkat harga yang tidak terjangkau, dan tidak mau mengambil risiko

gagal panen

b. Taktik dan Cara pengendalian OPT masih dilakukan secara parsial, hanya

pada areal proyek, tidak serentak dalam gerakan masal pada seluruh areal

terserang; sehingga kurang efektif, apalagi jika OPT tersebut mempunyai

tingkat mobilitas tinggi

c. Pestisida sebagai salah satu bahan pengendali OPT masih digunakan

berlebihan, terutama disebabkan oleh pengetahuan dan kesadaran petani

yang kurang, lemahnya penyuluhan perlindungan tanaman (termasuk

penggunaan pestisida), kuatnya promosi pestisida, dan konsumen yang

kurang menghargai produk hortikultura yang residu pestisidanya minimal.

3. Kelembagaan Perlindungan Hortikultura Masih Lemah

Kelembagaan petani berupa kelompok tani/koperasi sudah banyak

terbentuk, namun kondisinya banyak yang tidak aktif, belum mandiri, dan

anggotanya masih bekerja secara individu. Dengan demikian kemampuan

untuk akses ke berbagai sumberdaya relatif terbatas dan belum dapat

menggerakkan anggota-anggotanya secara optimal dan terpadu untuk

melaksanakan pengendalian OPT hortikultura.

Page 13: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

13

4. Teknologi Spesifik Lokasi Untuk Komoditas dan Wilayah Masih Terbatas

Sebagian teknologi pengendalian OPT saat ini relatif sudah tersedia,

baik hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian, Perguruan

Tinggi dan hasil dari Balai Proteksi Tanaman; namun belum banyak tersedia

terutama untuk komoditas hortikultura. Permasalahannya teknologi tepat

guna yang spesifik lokasi sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial budaya, dan

ekologi setempat belum banyak dikembangkan. Penerapan teknologi PHT

masih dilakukan secara parsial terutama pada areal petani peserta proyek dan

kebun di luar proyek yang lebih luas arealnya relatif belum menerapkan PHT.

Pengendalian OPT secara parsial tidak akan efektif dan harus serentak pada

seluruh hamparan yang ada, apalagi jika OPT tersebut tingkat mobilitasnya

tinggi.

5. Jaringan Informasi Perlindungan Hortikultura Belum Optimal

Pengamatan OPT merupakan salah satu subsistem perlindungan

tanaman. Kegiatan pengamatan OPT dilakukan dengan metode dan cara

yang sesuai dengan pedoman yang ada. Hasil pengamatan OPT adalah

informasi serangan OPT, yang terdiri dari luas serangan, tingkat serangan, dan

jenis OPT yang menyerang komoditas yang dibudidayakan. Selain itu

dilakukan juga pengamatan terhadap faktor-faktor iklim. Arus informasi/data

tersebut belum lancar baik ke tingkat pusat maupun sampai ke tingkat petani

dalam waktu yang tepat. Sistem Informasi dan Manajemen (SIM) OPT

hortikultura sudah dibangun, namun pemanfaatannya belum optimal yang

disebabkan akses jaringan yang terbatas, sarana SIM belum memadai, dan

SDM terlatih yang beralih tugas.

C. Peluang

1. Kesadaran Masyarakat Terhadap Produk Bermutu dan Aman Konsumsi

Tinggi

Meningkatnya tuntutan masyarakat maju, dalam maupun luar negeri,

terhadap produk pertanian yang bermutu dan aman konsumsi dan mereka mau

Page 14: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

14

membayar lebih mahal dari pada produk biasa, memberikan peluang yang

sangat baik. Teknik budidaya yang benar melalui proses produksi yang ramah

lingkungan (menerapkan GAP) akan menghasilkan produk yang aman

konsumsi yang seminimal mungkin adanya cemaran (residu pestisida, toksin

dan cemaran lain), pertanian organik dan sejenisnya, menjadi usaha agribisnis

yang berpeluang baik untuk mengisi pasar lokal, regional dan internasional.

2. Terbukanya Pasar Domestik dan Internasional

Dalam era globalisasi, perdagangan dan investasi tidak lagi dibatasi

secara geografis. Penanaman modal asing pada sektor pertanian akan

meningkat terutama pada kegiatan yang mempunyai keunggulan kompetitif,

karena lahan tersedia cukup luas, tenaga kerja cukup tersedia dan relatif murah,

dan potensi pasar domestik cukup besar. Oleh karena itu Indonesia

kemungkinan besar akan menjadi tempat alokasi usaha-usaha agribisnis dari

perusahaan multinasional yang padat modal.

Perusahaan-perusahaan raksasa ini mengisi era globalisasi dan juga

didorong oleh berbagai kebijakan pemerintah khususnya desakan dari negara-

negara maju Eropa Barat dan Amerika Serikat. Perkembangan ini membangun

zaman baru dengan ciri-ciri yang sangat berbeda dengan zaman sebelumnya.

Strategi operasi perusahaan multinasional tidak lagi dibentuk oleh persyaratan

dari “nation state”, tetapi oleh kebutuhan untuk memenuhi pasar yang menarik

di mana saja berada. Akibatnya, terjadi suatu evolusi mengarah kepada

ekonomi tanpa batas negara (borderless economy) di mana región cluster yang

efektif akan menjadi gaya pendorong untuk daya saing yang efektif. Kita dapat

memanfaatkan koneksi, teknolgi maju, SDM, serta sarana perlindungan

tanaman yang mereka miliki.

3. Permintaan Informasi Perlindungan Hortikultura Tinggi

Dengan adanya perdagangan global, maka informasi mengenai

perlindungan hortikultura banyak diperlukan, misalnya mengenai daftar OPT

(pest list) yang menjadi ketentuan dalam pemenuhan persyaratan ekspor.

Demikian pula informasi perlindungan hortikultura banyak diperlukan oleh

Page 15: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

15

petani dan petugas dalam kaitannya dengan peningkatan daya saing untuk

memperoleh produk yang bermutu dan aman dikonsumsi.

4. Dukungan Instansi Lain dan Stakeholder

Dalam pengembangan sistem perlindungan hortikultura, kerjasama

dengan instansi terkait sangat memegang peranan penting, misalnya dengan

Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, Pemda, dan stakeholder lainnya.

Selama ini dukungan instansi dan stakeholder tersebut sangat baik, terutama

dalam hal alih teknologi pengendalian OPT, dan informasi-informasi lain

mengenai perlindungan hortikultura.

5. Kerjasama PHT Antar Negara

Penerapan PHT di Indonesia telah diakui keberhasilannya oleh banyak

negara dan badan dunia. Tenaga-tenaga Indonesia banyak diminta oleh

berbagai negara terutama di Asia dan Afrika untuk membantu menerapkan

PHT di negaranya, di samping banyak petugas/petani dan lembaga negara yang

datang belajar PHT di Indonesia.

Kerjasama internasional ini perlu dikembangkan karena banyak

memberikan keuntungan kepada Indonesia. Salah satu keuntungan adalah

mengurangi risiko masuknya OPT berbahaya dari negara lain, sebab kalau

PHT berhasil diterapkan dan OPT dapat dikendalikan di negara lain secara

tidak langsung mengurangi kemungkinan masuknya OPT dari negara tersebut.

Penerapan prinsip SPS sangat penting dan perlu kerjasama dengan negara-

negara anggota WTO.

D. Tantangan

1. OPT Hortikultura Banyak dan Beragam

OPT hortikultura sangat banyak dan beragam, di samping komoditas

hortikultura yang juga sangat banyak jenisnya. Hal tersebut merupakan

tantangan bagi petugas lapang (PHP/POPT), karena pengamatan OPT

hortikultura akan sangat berat untuk dilaksanakan, terutama pada saat ini

Page 16: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

16

petugas tersebut masih kurang jumlahnya, karena banyak yang memasuki

masa pensiun, alih tugas, dan sebagainya.

2. Tuntutan Kelestarian Lingkungan

Pengusahaan lahan-lahan dengan kemiringan lereng yang curam

(> 30 %), pemanfatan daerah-daerah fungsi lindung/tangkapan air, pembukaan

lahan dengan pembakaran, dan penerapan teknologi budidaya yang kurang

mengindahkan kaídh-kaidah konservasi lahan dan air, mengakibatkan bencana

kekeringan, banjir, dan kebakaran yang semakin meningkat. Hal tersebut

perlu mendapat perhatian yang serius, karena tingginya tuntutan akan

kelestarian lingkungan baik di tingkat nasional maupun internasional.

Penggunaan agens hayati dan biopestisida akan meminimalkan

penggunaan pestisida sintetis. Hal tersebut akan memberikan tempat bagi

musuh alami untuk berkembang sehingga tercipta keseimbangan dengan

tingkat OPT yang terkendali. Disamping itu, penggunaan agens hayati dan

biopestisida dapat menghindarkan lingkungan dari pencemaran pestisida

sintetis sehingga mendorong terciptanya lingkungan yang lestari.

3. Tuntutan Penerapan Prinsip SPS, WTO

Era globalisasi menuntut mutu produk yang tinggi sehingga masalah

mutu produk menjadi lebih kompleks. Mutu yang semula didasarkan pada

aspek kenampakan (appearances) saja, pada era globalisasi ini aspek

keselamatan manusia, tumbuh-tumbuhan serta aspek lingkungan (sanitary and

phytosanitary/SPS), Technical Barrier to Trade/TBT) turut ambil bagian

dalam penentuan stándar mutu produk. Kalau aspek kenampakan produk

terutama hanya ditentukan oleh kesepakatan antara penjual dan pembeli saja,

maka aspek SPS dan TBT ditentukan oleh pemerintah, yang dituangkan dalam

regulasi teknik seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat

terhadap ekspor kakao Indonesia.

Dengan melihat pasar dunia sebagai titik masuk analisis, maka yang

menjadi persoalan adalah bagaimana meningkatkan daya saing produk

Page 17: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

17

pertanian di pasar global. Tanpa daya saing yang tinggi, maka produk

Indonesia akan kalah bersaing di pasar internasional dan ini akan

menimbulkan dampak yang berat bagi perekonomian Indonesia, khususnya

apabila dilihat dari sudut pandang penyerapan tenaga kerja dan penerimaan

devisa negara. Oleh karena itu menjadi hal yang sangat penting untuk melihat

secara mendalam kaitan antara seluruh kebijaksanaan nasional dengan proses

pembentukan daya saing produk pertanian di pasar dunia, termasuk di

dalamnya adalah otonomi daerah, khususnya dikaitkan dengan pelaksanaan

perlindungan tanaman dan kesehatan hewan (termasuk karantina pertanian).

Konsekuensi diratifikasinya berbagai konvensi internasional yang

berkaitan dengan mutu komoditas pertanian, seperti Internasional Plant

Protection Convention (IPPC), Codex Alimentarius, World Trade Agreement

(WTA), dan Cartagena Protocols, maka Indonesia harus siap

merealisasikannya. Kemampuan Indonesia dalam melaksanakan hal tersebut

masih sangat rendah.

4. Adanya Anomali Iklim

Dengan adanya anomali iklim, pengaruh terhadap perkembangan OPT

hortikultura sangat besar sekali, baik terhadap jenis OPT yang semula tidak

penting kemudian menjadi penting, maupun munculnya OPT baru yang

sebelumnya tidak dilaporkan menyerang tanaman hortikultura. Beberapa

OPT dalam 5 tahun terakhir yang menunjukkan indikasi peningkatan serangan

di beberapa daerah, antara lain : trips, kutu kebul, Liriomyza, Paracoccus,

virus kuning, antraknosa, layu bakteri, Phytopthora, Verticillium,

Colletotrichum. Hal tersebut merupakan tantangan dalam mengatasi akibat

dari adanya anomali iklim tersebut. Upaya-upaya melakukan mitigasi dan

antisipasi Dampak Perubahan Iklim (DPI) sangat penting melalui koordinasi,

pemantauan dan analisisnya secara baik.

Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) yang

menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan tercantum dalam

Lampiran 1.

Page 18: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

18

III. CAPAIAN KINERJA TAHUN 2005 – 2009

A. Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Selama kurun waktu tahun 2005 – 2009 kumulatif luas serangan OPT

utama pada tanaman buah cenderung mengalami penurunan dan serangan OPT

pada tanaman sayuran cenderung fluktuatif. Berbagai upaya pengendalian OPT

pada tanaman buah dilakukan termasuk upaya-upaya eradikasi tanaman

terserang (HLB/CVPD pada jeruk, layu pada pisang), perangkap (lalat buah),

pengolesan bubur bordo (jeruk, mangga), pengaturan irigasi (getah kuning

manggis). Kecenderungan fluktuasi serangan OPT sayuran disebabkan oleh

fluktuasinya luas dan lokasi penanaman komoditas sayuran, yang agak

menyulitkan pembinaan dan penerapan teknologi pengendaliannya.

Kecenderungan peningkatan serangan OPT pada tanaman hias dan

biofarmaka antara lain disebabkan sangat terbatasnya informasi teknis OPT dan

pengendalian yang dikuasainya, meningkatnya frekuensi pelaporan dari daerah

dan perkembangan luas tanam di berbagai daerah.

B. Pemenuhan Persyaratan Teknis Perdagangan

Di bidang persyaratan ekspor-impor, telah ditetapkan ketentuan yang

diatur dalam perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS). Ketentuan SPS

merupakan dasar dalam pemenuhan persyaratan internasional dengan

memperhatikan justifikasi ilmiah, dan merujuk pada standar,

pedoman/rekomendasi teknis yang ada dengan perangkat kelembagaannya.

Ketentuan tersebut yang terkait dengan standar ISPM yang mengatur

keberadaan OPT pada produk yang akan diekspor ataupun diimpor, serta

standar yang terkait mutu produk dari cemaran residu pestisida.

Sampai dengan tahun 2009 telah dihasilkan 15 komoditas yang

disediakan pest list nya yaitu untuk komoditas mangga, salak, manggis,

strawberry, sirsak, raphis, temulawak, kentang, paprika, anggrek, pisang, tomat,

kubis, bawang merah, dan cabai. Tiga komoditas diantaranya yaitu salak,

Page 19: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

19

manggis, dan mangga merupakan komoditas unggulan ekspor. Salak telah

berhasil diekspor ke China.

C. Penyelenggaraan Sekolah Lapang

Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas

maupun petani hortikultura dalam penanganan/pengendalian OPT yang ramah

lingkungan sesuai dengan sistem PHT. SLPHT sangat bermanfaat dalam

meningkatkan kemandirian petani untuk mengambil tindakan korektif, serta

memberikan pengetahuan cara penggunaan pestisida yang baik dan benar agar

residu pada tanaman dapat diminimalisasi.

Pada tahun 2007 telah dilaksanakan kegiatan SLPHT di 31 provinsi,

yaitu sebanyak 380 unit, terdiri dari 287 unit bersumber dari APBN

dekonsentrasi dan 93 unit dilaksanakan oleh Badan Pengembangan SDM

Pertanian. Jumlah tersebut belum termasuk pelaksanaan SLPHT bersumber

dana APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan swadaya masyarakat.

Pada tahun 2008 telah dilaksanakan 300 unit penerapan PHT terdiri dari

193 unit di berbagai sentra produksi hortikultura melalui pemasyarakatan PHT

(dengan pola SLPHT); yaitu dengan dana dekonsentrasi kepada UPTD BPTPH,

dan 173 unit kelompok SLPHT dalam rangka pengendalian OPT hortikultura di

11 provinsi yang mencakup 42 kabupaten/kota. Di samping itu, pada tahun

2008 juga telah berkembang penerapan PHT dengan pola SLPHT dalam rangka

penerapan GAP/SOP pada berbagai komoditas hortikultura. Jajaran

perlindungan tanaman di daerah (UPTD BPTPH) saat ini berperan aktif

mensosialisasikan dan memasyarakatkan PHT dengan penerapan GAP/SOP

budidaya hortikultura.

Pada tahun 2009, dengan dana APBN Pusat melalui dana Tugas

Pembantuan, pemasyarakatan PHT dengan pola SLPHT telah dilaksanakan

sebanyak 415 unit, terdiri dari 254 unit SLPHT di 29 Provinsi pada 32

komoditas dan 161 unit SLPHT di kabupaten/kota pada 21 komoditas

hortikultura.

Page 20: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

20

D. Kelompok Pengguna Agens Hayati

Di bidang perlindungan tanaman, peran kelompok-kelompok alumni

SLPHT dan kelompok pengguna/penerap teknologi ramah lingkungan dengan

menggunakan agens hayati dan biopestisida tidak berdampak negatif bagi

lingkungan, hewan, dan manusia. Di samping itu, memiliki 3 keuntungan bila

dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama pestisida, yaitu :

permanen, aman, dan ekonomis. Peran kelompok-kelompok tersebut sangat

penting dalam penanggulangan OPT.

Kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati yang telah terbentuk

antara lain : Sumatera Barat, POS IPAH (POS Informasi Pelayanan Agens

Hayati) 73 kelompok; Jawa Timur, PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 210

kelompok; Jawa Tengah, PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati)

99 kelompok; Jambi, POS IPAH 10 kelompok; dan provinsi lain yaitu Provinsi

Sumatera Selatan 12 kelompok; Kalimantan Timur 3 kelompok; Sumatera

Utara 4 kelompok; Bali 2 kelompok; Banten 1 kelompok; Bengkulu

6 kelompok; DIY 36 kelompok; Sulawesi Utara 3 kelompok; Nusa Tenggara

Barat 7 kelompok; Aceh 27 kelompok; Jawa Barat 4 kelompok; Lampung

12 kelompok; Gorontalo 15 kelompok; dan Maluku 3 kelompok. Jumlah

keseluruhan kelompok yang telah menerapkan agens hayati adalah sebanyak

527 kelompok.

E. Penguatan Laboratorium Hama Penyakit dan Laboratorium Pestisida

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) dan Laboratorium

Pestisida yang berada di bawah UPTD BPTPH berperan penting dalam

pengembangan penerapan perlindungan tanaman hortikultura. Pada tahun 2009

telah diberikan pelatihan-pelatihan teknis kepada petugas-petugas dari 18

Laboratorium PHP di 12 provinsi dan BBPOPT Jatisari tentang pemenuhan

persyaratan teknis SPS-WTO, dalam kerangka keterpaduan sistem perlindungan

tanaman dengan penerapan SPS–WTO melalui sinergisme sistem perlindungan

tanaman dalam pemenuhan prinsip SPS-WTO. Latihan-latihan tersebut berupa

latihan teknis mengacu pada International Standard for Phyto-sanitary

Page 21: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

21

Measures (ISPM) yaitu tentang surveillance, identifikasi, pembuatan koleksi

referensi yang merupakan bahan untuk pembuatan pest list. Selain pelatihan

teknis juga diberikan bantuan kelengkapan peralatan laboratorium antara lain

mikroskop untuk identifikasi.

Lokasi Laboratorium PHP yang menerima bantuan adalah di Sumatera

Utara (1 lab), Sumatera Barat (1 lab), Riau (1 lab), Lampung (1 lab), DKI

Jakarta (1 lab), Jawa Barat (3 lab), Jawa Tengah (3 lab), DI Yogyakarta (1 lab),

Jawa Timur (3 lab), Nusa Tenggra Barat (1 lab), Bali (1 lab), Kalimantan Barat

(1 lab).

Pada tahun 2009, juga telah dibantu kelengkapan peralatan

laboratorium pestisida di tingkat pusat. Peralatan tersebut antara lain alat

analisis residu pestisida dan kelengkapannya, untuk meningkatkan kemampuan

laboratorium dalam menganalisis residu pestisida yang terdapat dalam produk

hortikultura. Selain kelengkapan peralatan juga diberikan pelatihan teknis bagi

para analis untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Laboratorium pestisida

yang menerima peralatan tersebut adalah laboratorium pestisida di Maros dan

Surabaya.

F. Pemantauan Residu pestisida

Pemantauan residu pestisida yang dilakukan sejak tahun 2000-an oleh

Direktorat Perlindungan Hortikultura sampai saat ini memberikan gambaran

bahwa produk hortikultura (buah dan sayuran) baik dari wilayah produksi

maupun dari ekspor, dinilai aman untuk dikonsumsi.

Dari analisis yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Mutu Produk

Pertanian (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan) menunjukkan bahwa selama

5 tahun (2005 – 2009) semua sampel buah dan sayuran yang dianalisis tidak

menunjukkan residu pestisida yang melampaui BMR (Batas Maksimum

Residu) yang ditetapkan. Hasil analisis residu produk buah, tidak terdeteksi

residunya rata-rata 64,1 %, terdeteksi >BMR = 0 %, dan terdeteksi <BMR rata-

rata 35,9%. Produk sayuran tidak terdeteksi residunya rata-rata sebesar

72,25 %, terdeteksi >BMR = 0%, dan terdeteksi <BMR = 27,75%.

Page 22: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

22

Hasil pemantauan residu pestisida pada produk buah dan sayur pada

tahun 2009 menunjukkan hasil yang relatif sama, ialah sebagian besar produk

yang diuji menunjukkan residu yang aman dikonsumsi. Pada produk buah-

buahan telah dianalisis 4 komoditas (apel, mangga, anggur, markisa) dan

sayuran 7 komoditas (cabe merah, sawi hijau, bawang merah, tomat, kentang,

paprika, caisim).

Page 23: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

23

IV. VISI, MISI, DAN TUJUAN

A. Visi

Visi perlindungan hortikultura adalah ”Terwujudnya Kemandirian

Petani dan Masyarakat Pertanian Lain dalam Penerapan Pengendalian Hama

Terpadu (PHT) pada komoditas hortikultura dalam Sistem Pertanian

Berkelanjutan dan Berwawasan Agribisnis”.

B. Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut, perlindungan hortikultura mempunyai misi :

1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan petani dan

masyarakat pertanian lainnya tentang PHT

2. Memfasilitasi, motivasi, dan regulasi untuk terbinanya kemandirian petani

dan masyarakat pertanian lainnya dalam pengelolaan OPT hortikultura.

3. Melindungi petani dan konsumen dari akibat samping penggunaan bahan

kimia yang digunakan dalam pengendalian OPT.

4. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan mempertahankan

keanekaragaman hayati di ekosistem pertanian.

5. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dari usaha taninya.

C. Tujuan

1. Menurunkan kerugian hasil karena gangguan OPT, anomali iklim

(kebanjiran, kekeringan); meningkatkan ekspor produksi hortikultura,

produksi hortikultura untuk konsumsi dalam negeri, baik jumlah maupun

mutu; serta meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani dan pelaku

agribisnis lainnya; mengurangi residu pestisida dalam proses produksi;

mengendalikan impor hortikultura.

2. Menyelamatkan kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam

akibat serangan OPT dan anomali iklim.

3. Meningkatkan koordinasi instansi pemerintah, swasta dan masyarakat

terkait dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian perlindungan

hortikultura.

Page 24: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

24

4. Mensinkronkan program dan kegiatan perlindungan hortikultura antar

berbagai instansi atau organisasi di tingkat pusat, antar instansi tingkat

pusat dengan perwakilan di luar negeri, antar Pusat dan Daerah (Provinsi

dan Kabupaten/Kota), dan antar daerah/wilayah.

5. Mensinergikan kegiatan perlindungan hortikultura yang merupakan bagian

dari sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,

berkelanjutan, dan terdesentralisasi.

Page 25: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

25

V. TARGET UTAMA DAN SASARAN STRATEGIS

A. Target Utama

Selama lima tahun ke depan (2010 – 2014) Kementerian Pertanian

mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu :

1. Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan

2. Peningkatan diversifikasi pangan

3. Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor

4. Peningkatan kesejahteraan petani

Mengacu pada target utama tersebut, maka target utama yang akan

dicapai Direktorat Jenderal Hortikultura adalah peningkatan produksi dan mutu

hortikultura dalam rangka mendukung peningkatan diversifikasi pangan,

peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor serta peningkatan

kesejahteraan petani.

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang

mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Mengacu pada

SK Menteri Pertanian No. 511/Kpts/PD.310/9/2006 komoditas binaan

Direktorat Jenderal Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas, yang terdiri

dari 60 jenis komoditas buah, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas

tanaman obat, dan 117 jenis komoditas tanaamn hias. Hingga saat ini

pengolahan data statistik baru menangani 90 jenis komoditas, yaitu

26 komoditas buah, 26 komoditas sayuran, 24 komoditas tanaman hias, dan

15 komoditas tanaman obat.

Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam mendukung program

pengembangan hortikultura, memprioritaskan penanganan komoditas unggulan

yaitu :

1. Tanaman buah : pisang, jeruk, mangga, manggis, durian

2. Tanaman sayuran : cabai, bawang merah, kentang, kubis, tomat

3. Tanaman hias : anggrek, krisan

4. Tanaman Obat : jahe, lidah buaya

Page 26: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

26

B. Sasaran Strategis

Sasaran strategis perlindungan hortikultura Tahun 2010 – 2014 adalah

proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen. Luas

serangan OPT utama hortikultura selama Tahun 2010 -2014 maksimal 5 %

terhadap luas panen dengan rincian seperti grafik berikut :

Gambar 2. Proporsi Luas Serangan OPT Utama Hortikultura Terhadap

Total Luas Panen Tahun 2010-2014

Target Pembangunan dan Kebutuhan Pendanaan Perlindungan

Hortikultura Tahun 2010 – 2014 tercantum dalam Lampiran 2.

Page 27: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

27

VI. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A. Arah Kebijakan

Secara garis besar kebijakan perlindungan hortikultura adalah sebagai

berikut :

a. Perlindungan Tanaman dengan Sistem PHT

Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 12/1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman, bahwa pelaksanaan perlindungan tanaman

menggunakan sistem PHT. Sistem PHT bukan merupakan paket teknologi

yang siap diterapkan di berbagai daerah secara seragam , tetapi mendorong

dikembangkannya cara-cara pengendalian OPT hortikultura spesifik lokasi

sesuai dengan kondisi yang ada.

Sistem PHT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem

budidaya tanaman hortikultura serta pengamanan produksinya dalam

kerangka pengembangan agribisnis. Sistem PHT harus dirancang dan

dilaksanakan sejak perencanaan tanam sampai dengan setelah panen.

Paling tidak terdapat 6 (enam) kata kunci dalam penerapan PHT yaitu :

Keanekaragaman ekologi, sosial, dan budaya

Keuntungan ekonomi

Keberlanjutan produksi

Kuantitas dan kualitas produksi

Ketahanan terhadap pengaruh faktor luar

Kemandirian masyarakat petani.

Pendekatan ekologi (termasuk budaya) dan ekonomi harus merupakan

landasan utama dalam pengendalian OPT tanaman hortikultura.

Penggunaan pestisida tidak dilarang dalam sistem PHT, tetapi

penggunaan pestisida harus secara bijaksana dan diusahakan sekecil

mungkin atau proposional agar dihasilkan produk hortikultura yang bermutu

dan aman konsumsi, di samping memperkecil dampak negatifnya terhadap

Page 28: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

28

manusia, makhluk hidup lainnya, serta lingkungan. Oleh karena itu

penggunaan pestisida dalam sistem PHT merupakan alternatif terakhir,

apabila cara pengendalian yang lain dinilai tidak memadai.

b. Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah

Perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat (petani)

bersama pemerintah. Oleh karena itu kemandirian petani dalam mengambil

keputusan pengelolaan OPT hortikultura di lahan usahataninya sangat

penting. Peranan pemerintah terutama dalam hal fasilitasi, motivasi, dan

regulasi. Kewenangan pemerintah pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

telah diatur dalam Undang-Undang No. 32/2004 beserta aturan

pelaksanaannya.

c. Penanggulangan Eksplosi OPT Hortikultura

Dalam keadaan normal, pengendalian OPT hortikultura menjadi

tanggung jawab petani sebagai pengusaha tani. Tetapi dalam keadaan

eksplosi/wabah, sehingga petani/kelompok tani tidak mampu

mengendalikan; pemerintah dapat membantu sarana, peralatan atau

pembiayaan; sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Bantuan dilakukan

secara berjenjang sesuai kemampuan yang dimiliki dari Pemerintah Desa,

Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat. Bantuan pengendalian

OPT hortikultura juga dapat diberikan untuk pengendalian daerah sumber

infeksi.

d. Penanganan Bencana Alam (Banjir dan Kekeringan dan Pelestarian

Lingkungan Hidup, Mitigasi dan Antisipasi DPI

Penanganan bencana alam (kekeringan dan banjir) ditekankan

kepada upaya mitigasi/antisipasi dan pencegahan melalui penerapan

pelestarian lingkungan antara lain melalui penghijauan daerah fungsi

lindung dan tangkapan air dengan tanaman keras/tahunan yang mempunyai

nilai ekonomis, penerapan teknologi budidaya yang memperhatikan kaidah-

kaidah konservasi tanah dan air, menghindari pemanfaatan lahan dengan

Page 29: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

29

kemiringan lereng lebih dari 300 untuk tanaman hortikultura musiman dan

kemiringan lereng lebih dari 450 untuk lahan hortikultura tahunan

(pepohonan).

B. Strategi

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijaksanaan di atas pada

dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem

perlindungan hortikultura, sebagaimana diuraikan di bawah ini :

1. Peningkatan Sosialisasi PHT

2. Kampanye Produk-Produk Hasil PHT

3. Peningkatan Penerapan PHT Melalui SLPHT

4. Penerapan PHT sebagai inti dari penerapan GAP/SOP

5. Optimalisasi Pemanfaatan Sarana Perlindungan Ramah Lingkungan

6. Peningkatan SDM Perlindungan Tanaman Hortikultura

7. Peningkatan Peran Kelembagaan Perlindungan Tanaman Hortikultura

8. Peningkatan Sistem Informasi Manajemen Perlindungan Hortikultura

9. Peningkatan Pemahaman Sistem PHT Bagi Stakeholder (Sosialisasi,

Apresiasi)

10. Penerapan Pemenuhan Ketentuan-Ketentuan SPS

11. Peningkatan Jumlah (Unit) Pelaksanaan SLPHT

12. Peningkatan Pengamatan, Peramalan OPT , dan Bencana Alam

13. Peningkatan Efisiensi Pengendalian OPT Yang Ramah Lingkungan

14. Peningkatan Peran Perlindungan dalam Perdagangan Global

15. Peningkatan Kaji Terap Teknologi Pengendalian OPT Yang Spesifik

Komoditas dan Wilayah

16. Pelatihan-Pelatihan Teknis Petugas dan Petani

17. Peningkatan Identifikasi dan Pengendalian OPT Utama pada Komoditas

Prioritas

Page 30: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

30

VII. PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Program

Mengacu pada program pembangunan 2010 – 2014, fokus program

kerja Direktorat Perlindungan Hortikultura adalah :

”Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman

Hortikultura Berkelanjutan”

B. Kegiatan

Kegiatan dari program Direktorat Perlindungan Hortikultura antara lain

sebagai berikut :

1. Administrasi Kegiatan

2. Penyusunan Program dan Rencana Kerja/Teknis/Program

a. Temu Teknis, Penyusunan dan Pemantapan Program Perlindungan

Hortikultura, dan Pemantapan Perencanaan

b. Pertemuan Koordinasi Komisi Perlindungan Tanaman (KPT)

c. Koordinasi Kelompok Kerja (POKJA) Nasional Penanggulangan OPT

Hortikultura

d. Koordinasi, Evaluasi dan Pelaporan Perlindungan Hortikultura

3. Pengembangan Hubungan Kerjasam Luar Negeri

a. Penerapan Thermal Treatment dalam Rangka Kerja sama IJ-EPA

4. Pengamatan, Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan

Fenomena Iklim

a. Pembinaan dan Penyempurnaan Metode Pengamatan, Identifikasi dan

Pelaporan OPT Hortikultura

b. Peramalan OPT Hortikultura Dampak Fenomena Iklim

c. Penyempurnaan Database SPS-SLPHT

d. Analisis dan Mitigasi Dampak Fenomena Iklim Terhadap Hortikultura

Page 31: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

31

5. Monitoring dan Pengawasan Pelaksanaan Program dan Kegiatan

a. Koordinasi, Pemantauan dan Pengawasan Internal Lingkup Direktorat

Perlindungan Hortikultura

6. Penyediaan Buku-Buku Pedoman

a. Penyusunan Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT Tanaman

Hortikultura

b. Penyusunan Lembar Teknologi Pengendalian OPT Hortikultura

c. Penyusunan Buku Saku, Leaflet, Poster Perlindungan Hortikultura

7. Pengembangan Kelembagaan Perlindungan Tanaman Hortikultura

a. Penyusunan Program Perencanaan

b. Pengembangan Jaringan Referensi Koleksi OPT Hortikultura

c. Surveilans dalam Rangka Penyusunan Pest List OPT Hortikultura

d. Pengembangan Penerapan Teknologi Thermal Treatment dalam

Pengelolaan Lalat Buah Mangga

e. Pameran/Visualisasi/Publikasi/Promosi

f. Pengembangan Pengendalian NSK Skala Luas

8. Pemasyarakatan Perlindungan Hortikultura

a. Penyediaan Informasi Perlindungan Hortikultura Melalui Media

Massa

b. Pengembangan SIM Perlindungan Hortikultura

c. Pembinaan Tugas Fungsional POPT dalam Pengamatan dan

Pengendalian OPT Hortikultura

d. Perjalanan Kerjasama Luar Negeri

e. Gelar Teknologi Pengendalian OPT Hortikultura

f. Pembinaan dalam Rangka Penerimaan Penghargaan

9. Pengendalian OPT Hortikultura

a. Pembinaan Penanggulangan OPT Endemis pada Tanaman

Hortikultura

b. Pembinaan Penanggulangan OPT Baru

Page 32: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

32

c. Pembinaan Penerapan Penggunaan Pestisida Secara Baik dan Benar

dengan Residu Minimum dalam Usahatani Hortikultura

d. Pembinaan Penerapan Penggunaan Agens Hayati dan Biopestisida

pada Tanaman Hortikultura

e. Pembinaan Teknis Operasional Laboratorium PHP Hortikultura

f. Pembinaan Penanggulangan OPT Utama Hortikultura

g. Pengelolaan Hama Lalat Buah (ACIAR)

h. Dukungan Kerjasama ACIAR dalam Pengelolaan OPT Mangga,

Manggis, Pisang

i. Penanganan OPT Pasca Panen

j. Tinjauan Pemanfaatan Pestisida pada Tanaman Hortikultura

10. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan Standar SPS-

WTO

a. Sosialisasi Pemantapan Kegiatan Sinergisme Perlindungan Tanaman

Hortikultura dalam Pemenuhan Persyaratan Ekspor

b. Penyusunan Pedoman Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura

c. Workshop TOT Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dalam

Pemenuhan Persyaratan Ekspor

d. Area Low Pest Prevalence (Lalat Buah, Penggerek biji Mangga, Kutu

Putih Salak)

e. Host Pest List pada Tanaman Hortikultura Untuk Mendukung Ekspor

Page 33: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

33

VIII. PENUTUP

Rencana Strategis Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2010 – 2014

merupakan dokumen perencanan lima tahunan yang digunakan sebagai acuan

dalam pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dalam penyusunannya

telah mengakomodasi berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai pihak

diantaranya para pelaku usaha, para pakar dari Perguruan Tinggi, Eselon II terkait

lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura, Dinas Pertanian, UPTD BPTPH dan

masyarakat.

Pengembangan sistem perlindungan hortikultura diharapkan dapat lebih

baik dilaksanakan, sehingga akan meningkatkan produksi dan mutu hortikultura

yang ramah lingkungan, dapat memperbaiki tingkat pendapatan dan kesejahteraan

petani serta masyarakat lainnya.

Page 34: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - :: SAKIP …sakip.pertanian.go.id/admin/file/RENSTRA DITLIN 2010-2014...produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem Mutu dan

34

LAMPIRAN