BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/LAKIN DITLIN 2015.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/LAKIN DITLIN 2015.pdf ·...
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil
pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi
baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui
optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan
kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim (DPI) seperti tanaman terkena banjir,
kekeringan dan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan
hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-
Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No.
887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Di samping itu, dalam era otonomi
daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-
ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-
prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang
pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).
Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan
cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-emptif dibandingkan pengendalian kuratif.
Oleh karena itu pengembangan sistem perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun
2015 difokuskan pada kegiatan meliputi: (1) Penerapan PHT, (2) Adaptasi dan Mitigasi Iklim,
(3) Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura, (4) Pengembangan Laboratorium
PHP/Lab. Agens Hayati/Lab. Pestisida, (5) Pengembangan Klinik PHT, (6) Pedoman-
pedoman, (7) Layanan Perkantoran. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan
OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan. Hasil pelaksanaan kegiatan utama
tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas serangan OPT terhadap total luas
panen hortikultura maksimal 5 %.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
2
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian
No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan tugas dan menyelenggarakan
fungsi.
Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:
Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
perlindungan hortikultura.
Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan
obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
1. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,
florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
2. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan tanaman
buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
3. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran
dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
4. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan
Hortikultura, terdiri atas Subdirektorat Dampak Iklim dan Persyaratan Teknis, Subdirektorat
Perlindungan Tanaman Buah, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman
Obat, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Florikultura, 9 (Sembilan) unit Eselon IV dan 1
(satu) Sub Bagian Tata Usaha.
Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input, output,
outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara
sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No. 239/IX/6/8/2003, tentang
perbaikan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, dan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
53 Tahun 2014, tentang petunjuk teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata cara
review atas kinerja instansi.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
3
Pelaksanaan pembangunan hortikultura Tahun 2015 merupakan awal dari periode
Rencana Strategis 2015-2019. Oleh karena itu pada Tahun 2015 Direktorat Perlindungan
Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma baru yang dilaksanakan dalam
4 (empat) kegiatan strategis yang merupakan IKU program perlindungan hortikultura, guna
mendukung pengembangan hortikultura periode 2015-2019 terutama dalam mengawal
budidaya tanaman hortikultura sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang
didasari pada penerapan prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil
hortikultura dan terpenuhinya persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan
organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO).
Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan TA 2015 dan
menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran pemerintah, maka
disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2015.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
4
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah satu alat
manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi yang diharapkan
mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan tranparan kepada publik terhadap
kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan
setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.
SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan. Komponen-
komponen tersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen perencanaan kinerja
meliput: a) Indikator Kinerja Utama (IKU), b) Rencana Strategis (Renstra), c) Rencana
Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga sering disebut perjanjian
kinerja.
2.1. Perencaaan kinerja
2.1.1 Indikator Kinerja Utama (IKU)
Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Hortikultura telah ditetapkan dengan
keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1185/Kpts/OT.140/3/2010 (terlampir).
Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Hortikultura terkait Perlindungan
Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data
1 Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi.
1. Penerapan PHT - Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi
2. Pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan
- Laporan Direktorat Perlindungan Hortikultura, UPTD-BPTPH, Dinas Pertanian, BBPOPT Jatisari, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
3. Adaptasi dan mitigasi iklim - Laporan dari UPTD-BPTPH, BMKG, Perguruan Tinggi, dan Instansi Pemerintah.
4. Pengembangan laboratorium PHP/Lab. Agens Hayati/ Lab. Pestisida
- Laporan dari BPTPH
5. Pengembangan Klinik PHT - Laporan BPTPH
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
5
2.1.2 Renstra
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang
sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan
pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi
visi, misi, dan tujuan Direktorat Perlindungan Hortikultura yang selanjutnya
dijabarkan dalam kegiatan Sub Direktorat lingkup Direktorat Perlindungan
Hortikultura. Dalam penyusunan Rencana Strategis hortikultura 2015-2019,
beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang
Hortikultura Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, Strategi Induk
Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian 2015-2019, Rencana
Strategi (Renstra) Kementerian Pertanian 2015-2019 dan cetak Biru (BluePrint)
Pembangunan Hortikultura 2011-2025. Adapun rujukan-rujukan yang digunakan
merupakan substansi penting yang tersirat maupun tersurat dalam dalam
penyusunan rencana startegis hortikultura 2015-2019.
Rencana Strategis pembangunan Hortikultura tahun 2015-2019 menjabarkan visi,
misi, target serta startegi, kebijakan utama Direktorat Jenderal Hortikultura dalam
pembangunan hortikultura lima tahun ke depan. Berbagai kegiatan utama yang
bermanfaat dan berdampak positif untuk pengembangan hortikultura ramah
lingkungan akan terus dilaksanakan serta dengan melakukan beberapa modifikasi
target, strategi dan kegiatan.
Tujuan, Target dan Sasaran Strategis
Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil resiko DPI dan
serangan OPT sehingga produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas
maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, melalui upaya-upaya:
a. Menekan kehilangan hasil hortikultura akibat dari serangan OPT dan dampak
perubahan lingkungan, serta kehilangan hasil pascapanen.
b. Optimalisasi Gerakan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan.
c. Pengembangan sistem pertanian organik.
d. Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan serta
penurunan emisi gas rumah kaca.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
6
e. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan luas serangan
dan kehilangan hasil karena DPI dan serangan OPT serta peningkatan mutu
hasil hortikultura (buah, sayuran dan obat, dan florikultura);
f. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan usahatani yang efektif
dan efisien dalam menerapkan teknologi pengendalian OPT sesuai prinsip PHT;
g. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan
kelestarian lingkungan hidup melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan
pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu
minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia (SPS-WTO);
h. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan kepuasan dan
tanggungjawab di bidang perlindungan tanaman.
Selama lima tahun (2015-2019) program perlindungan baik yang sudah dan akan
dilaksanakan, Direktorat Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 5
kegiatan yang merupakan indikator kegiatan utama (IKU) yaitu :
1. Penerapan PHT
2. Adaptasi dan Mitigasi Iklim
3. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura
4. Pengembangan Laboratorium PHP/Lab. Agens Hayati/Lab. Pestisida
5. Pengembangan Klinik PHT
Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan hortikultura maka
sasaran strategis tahun 2015-2019 adalah meningkatkan produksi, produktivitas
dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2015
No Indikator Strategis KomoditasBuah Sayur Tan. Obat Florikultura
1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap total luas panen (%)
5,0 5,0 5,0 5,0
Keterangan: *) maksimal 5,0 %
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
7
Sedangkan sasaran strategis perlindungan hortikultura yang diharapkan
meliputi:
a. Tercapainya pengamanan produksi hortikultura dari serangan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada tahun 2015 sebesar 98,75% telah berhasil
melebihi target yang ditetapkan yaitu minimal 95%. Keberhasilan pengamanan
produksi hortikultura ini antara lain disebabkan menurunnya luas serangan OPT,
dimana pada tahun 2015 proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen rata-
rata sebesar 1,25% dari target maksimal 5%. Dengan demikian program
perlindungan hortikultura pada TA 2015 mempunyai peran yang besar dalam
mendukung pencapaian produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.
Terbangunnya sinergisme kegiatan perlindungan hortikultura yang merupakan
bagian dari sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
b. Tercapainya koordinasi dan sinkronisasi instansi pemerintah, swasta dan
masyarakat terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
pembangunan perlindungan hortikultura.
c. Terwujudnya sinkronisasi program dan kegiatan perlindungan hortikultura antar
berbagai instansi atau organisasi di tingkat pusat, antar instansi tingkat pusat
dengan perwakilan di luar negeri.
Arah Kebijakan, Strategi dan Program
Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura terkait dengan
sasaran strategis Tahun 2015 – 2019 adalah Pengelolaan OPT melalui pendekatan
konsep PHT; Fasilitasi pelaksanaan perlindungan Tanaman Hortikultura; Penguatan
dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan (BPTPH, Laboratorium PHP/Agens
Hayati/Lab. Pestisida, Klinik PHT dan PPAH); Peningkatan Pengendalian OPT
Ramah Lingkungan; Fasilitasi regulasi perlindungan dalam rangka peningkatan
mutu dan daya saing produk hortikultura; Penanganan Dampak Perubahan Iklim
dan Bencana Alam, menurunkan luas serangan OPT terhadap total luas panen
hortikultura maksimal 5 %, dalam rangka “Meningkatkan produksi, produktifias
dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
8
pengamanan”, yang dilaksanakan melalui upaya kegiatan utama dan kegiatan
pendukung sebagai berikut:
a. Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan
- Gerakan pengendalian OPT secara ramah lingkungan
- Fasilitasi model penerapan pengendalian OPT yang ramah lingkungan
- Pengamatan lapang terhadap serangan OPT dan DPI
- pemasyarakatan sistem perlindungan tanaman hortikultura ramah
lingkungan
- Sistem peringatan dini
b. Penguatan dan Pengembangan Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab. Pestisida
- Sertifikasi/ akreditasi Lab PHP/ Lab agens hayati/ Lab pestisida
- Peningkatan kompetensi POPT
- Peningkatan teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan melalui kaji
terap
- Pengusulan sertifikasi produk
c. Penguatan dan Pengembangan Klinik PHT dan PPAH
- Fasilitasi pemberdayaan klinik PHT-PPAH
- Perbanyakan produk bahan pengendali OPT
- Pemasyarakatan pemanfaatan bahan pengendali OPT
d. Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Penanganan Bencana Alam (Banjir dan
Kekeringan)
- Peramalan OPT
- Analisa DPI
e. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
- Laporan bulanan, tahunan, keuangan
- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak
- Sarana kantor
- Alat pengolah data
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
9
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di atas pada
dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem
perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini:
1. Penerapan PHT
∑ Pengembangan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) merupakan dasar
bagi terwujudnya ”PHT oleh Petani”. Sumber Daya manusia (SDM) atau
petani yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam menerapkan PHT
hortikultura perlu menyebarluaskan dan memberikan keyakinan bagi petani
sekitarnya dalam mengimpementasikan teknologi perlindungan tanaman,
yang salah satunya melalui Petak Percontohan Penerapan Pengendalian
Hama Terpadu (PPHT).
∑ Petak percontohan penerapan PHT dilaksanakan di wilayah pengembangan
sentra komoditas di 32 provinsi oleh alumni SLPHT dan diharapkan akan
menjadi andalan dalam pelaksanaan SOP-GAP pada komoditas yang
dikembangkan di wilayah tersebut. Kegiatan tersebut merupakan salah satu
gerakan pendukung keberhasilan capaian kinerja pengamanan produksi
hortikultura dari serangan OPT.
2. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura Ramah Lingkungan
∑ Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman
dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan
pengendalian OPT melalui gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan
dengan pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai
sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaan gerakan
pengendalian OPT ramah lingkungan ditargetkan dapat dilakukan pada 33
provinsi.
∑ Sedangkan, kegiatan pengamanan produksi cabai dan bawang merah di
lokasi Gerakan Tanam Cabai di Musim Kering/Kemarau (GTCK) dalam bentuk
gerakan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan dilaksanakan di 22
provinsi pada 133 kabupaten/kota.
∑ Salah satu kegiatan pengelolaan dan pengendalian OPT ramah lingkungan
yang telah dilakukan dalam rangka mengurangi penggunaan pestisida kimia
adalah pengendalian hayati/biologis dengan memanfaatkan organisme hidup
lain musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit
pada serangga hama).
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
10
∑ Kegiatan ini terus dilakukan di lapangan untuk menekan tingginya
penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya
tanaman semusim.
∑ Keberhasilan pengendalian hayati juga tidak lepas dari penggunaan musuh
alami serangga hama. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan
populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan
populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak
melampaui ambang toleransi tanaman. Salah satu upaya dalam konservasi
musuh alami yaitu dengan penggunaan tanaman perangkap/border seperti
tanaman jagung, tagetes, orok – orok, dan lainnya. Penanaman tanaman
perangkap/border berguna bagi musuh alami sebagai tanaman pelindung
dan refurgia/habitat musuh alami.
3. Adaptasi Mitigasi Perubahan Iklim
∑ Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura
sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber
daya alam, yang hingga belum mampu dikendalikan oleh manusia. Oleh
karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim
dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan
pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.
∑ Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap
tahun terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan.
Langkah penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak
bencana alam terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan
strategis lebih bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah).
Pendekatan ini didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan
(frekuensi) terjadinya bencana.
∑ Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional
merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis
dan menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di
wilayah yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim,
pemanfaatan sumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air
permukaan (sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah
antisipasi adaptasi dan mitigasinya.
∑ Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil
hortikultura akibat DPI telah dilaksanakan kegiatan utama dalam bentuk
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
11
analisa hasil penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di 32 provinsi
dan peramalan OPT hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan
OPT (BBPOPT) Jatisari. Selain itu, kegiatan pendukung lainnya meliputi
inventarisasi data dan informasi tentang iklim, serta koordinasi penanganan
DPI. Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya
75 rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi
hortikultura nasional.
4. Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman
∑ Upaya pengendalian OPT sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU No.
12/1992 dan PP No. 6/1995 mengisyaratkan bahwa perlindungan tanaman
dilakukan sesuai sistem PHT. Pengembangan kelembagaan pemerintah
dalam bidang perlindungan hortikultura sesuai dengan prinsip - prinsip PHT
di daerah (BPTPH dan LPHP) diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam hal menyediakan
teknologi pengendalian OPT yang spesifik lokasi, serta sebagai pusat
pengembangan Agens Hayati. Oleh karena itu untuk mendukung kegiatan
Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura Ramah Lingkungan maka
dilakukan kegiatan Pengembangan Lab. PHP/Lab. Agensia Hayati/Lab.
Pestisida.
∑ Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 32 UPTD BPTPH
terdiri dari 116 unit LPHP dan Laboratorium Pestisida. Lokasi kegiatan
difokuskan di sentra-sentra produksi hortikultura dan sekitarnya, di lokasi
pengembangan kawasan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengembangan teknologi pengendalian OPT hortikultura
yang ramah lingkungan yang diimplementasikan sebagai perbanyakan
pengembangan agensia hayati dan biopestisida di tingkat kelompok tani
pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama lokal
seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH, Pos IPAH, PUSPAHATI),
serta fasilitasi sarana prasarana laboratorium pengembang agens
hayati/pestisida nabati.
∑ Klinik PHT Ramah Lingkungan merupakan sebuah lembaga
produksi/perbanyakan sarana pengendalian OPT ramah lingkungan (agens
hayati) yang berperan sebagai pusat koordinasi dan konsultasi petani dan
petugas dalam menyelesaikan masalah OPT di lapang pada gilirannya
sebagai pusat layanan IPTEK pengendalian OPT.
∑ Peran Klinik PHT adalah: (1) Sebagai wadah pusat koordinasi dan konsultasi
petani dan petugas dalam menyelesaikan masalah OPT hortikultura di
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
12
lapang; (2) Mendiagnosa OPT dan kerapatannya yang ada di tanah, benih
dan pertanaman; (3) Membuat bahan pengendalian OPT-RL secara terpadu
sesuai hasil diagnose permasalahan OPT di lapang; (4) Memperbanyak
produksi agens hayati sesuai standar minimal; (5) Melakukan uji coba
penggunaan AH dalam pengendalian OPT di lapang; (6) Menerapkan gerakan
pengendalian OPT ramah lingkungan menggunakan agens hayati secara pre-
emptif,; (7) Sebagai pusat layanan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya pengendalian OPT.
∑ Upaya pengendalian OPT sesuai dengan prinsip – prinsip PHT,
pengembangan, penerapan hingga pemasyarakatan teknologi
pengembangan agens hayati dan biopestisida dalam usaha budidaya
tanaman sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu dilakukan inisiasi
pengembangan fasilitasi, koordinasi dan konsultasi berbagai upaya
pengendalian OPT di tingkat lapangan dengan melibatkan partisipasi para
petani maju dan petugas melalui inisiasi dan pengembangan Klinik PHT
dengan jumlah unit minimal 1 Klinik PHT per Kecamatan.
∑ Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di daerah,
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan
maupun petani dalam mengidentifikasi dan mengelola OPT hortikultura, serta
memberikan pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian OPT ramah
lingkungan kepada petani lainnya dan diharapkan dapat memecahkan
permasalahan perlindungan tanaman hortikultura di lapang. Oleh karena itu
fasilitasi sarana prasarana untuk pengembangan Klinik PHT/PPAH perlu
diberikan berupa peralatan (oven, kompor gas, autoclave/dandang, kulkas,
dsb) untuk pendukung perbanyakan bahan pengendali OPT ramah
lingkungan, forum koordinasi dan konsultasi bagi kelompok tani maju dalam
berkoordinasi/berkomunikasi untuk memecahkan permasalahan dan
mengantisipasi terjadinya serangan OPT di luar kebiasaan. Disamping itu
dalam cakupan komponen kegiatan ini juga memberikan saran/bahan/materi
pengendalian OPT sebagai upaya antisipatif terjadinya serangan OPT, yang
dihasilkan dari hasil koordinasi dan konsultasi diantara para kelompok tani
maju tersebut.
2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada Tahun
2015 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada Tahun 2015
telah sejalan dengan IKU dan disesuaikan dengan sasaran strategis pada
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
13
Rencana Strategis 2015-2019, yang telah disepakati di tingkat Kementerian
Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan telah ditetapkan target-target yang
akan dijadikan ukuran tingkat keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun
target Rencana Kinerja Tahunan 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2015
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan TargetMeningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan
Pengamanan Produksi dari Serangan OPT
% Min 95%
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura
2.2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit tertinggi
beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal dengan
Penetapan Kinerja (PK).
Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja TargetA Meningkatnya produksi,
produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi
1
Pengelolaan OPT Ramah Lingkungan (Kali) 2.183
2Penanganan Dampak Perubahan Iklim (Rekomendasi) 75
3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman (unit) 402
4 Penerapan PHT (kelompok) 6605 Pengamanan Produksi dari Serangan OPT 95
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
14
BAB III.
AKUNTABILITAS KINERJA
Untuk melihat realisasi pencapaian kinerja perlindungan hortikultura yang telah difasilitasi
melalui dana APBN, harus dilakukan pengukuran target yang telah ditetapkan dibandingkan
dengan pencapaian realisasi targetnya. Secara rinci realisasi pencapaian target Penetapan
Kinerja perlindungan hortikultura Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2015
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamananproduksi
1 Peningkatan pengelolaan OPT (kali)
2.183 1.958 89,69
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
75 71 94,67
3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman(unit)
402 391 97,20
5 Penerapan PHT/ SLPHT(Klp)
660 649 98,33
6 Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen
- Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)
5,0 1,25 100
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II (31 Desember 2015)
3.1 Analisis Pencapaian Kinerja
Berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah disahkan untuk program
perlindungan hortikultura Pada Tahun 2015 sebesar
Rp.95.884.777.000,- dengan rincian dana pagu daerah Rp. 85.161.607.000,- (88,82%),
meliputi dana Dekonsentrasi Pagu Rp. 62.323.722.000,- , TP Provinsi pagu Rp.
17.134.425.000,-, TP Kab/Kota Pagu Rp. 5.703.460.000,-, dan Pagu Pusat Rp.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
15
10.723.170.000,- (11,18%). Alokasi dana tersebut dalam upaya pengelolaan OPT dan
DPI (banjir, kekeringan dan bencana alam) yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,
sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat DPI dapat ditekan pada taraf tidak
menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang dihasilkan memenuhi
persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing tinggi di pasaran baik pasar
lokal, regional maupun global.
Sasaran strategi Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura
yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT
secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi dari serangan OPT sebesar 95%,
merupakan target rasional yang dimungkinkan dapat dicapai berdasarkan kemampuan
penganggaran, SDM dan peningkatan koordinasi antar instansi terkait di pusat dan
daerah.
Hasil analisa data yang masuk hingga periode laporan Desember II Tahun 2015 (16-31
Desember 2015) bahwa proporsi luas serangan yang terealisasi justru melebihi target
yang ditetapkan, yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,25 % dari 5 % luas serangan
yang ditetapkan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun 2015
dapat ditekan serendah-rendahnya dengan capaian pengamanan produksi sebesar
98,75%. Dengan demikian program perlindungan hortikultura pada TA 2015 mempunyai
peran yang besar atau menunjukkan prestasi yang baik dalam mendukung pencapaian
produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.
Hasil pengukuran pencapaian masing-masing sasaran di atas secara umum menunjukkan
bahwa pencapaian kegiatan Perlindungan Hortikultura Tahun 2015 rata-rata 1,25%.
Capaian tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata - rata pencapaian tahun
2014 yaitu sebesar 1,94%.
Rincian Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan Hortikultura
pada Tahun 2015, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai berikut:
1. Pengelolan dan Pengendalian OPT Hortikultura Ramah Lingkungan
∑ Capaian pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan sebanyak
2.183 kali di 33 provinsi dan pusat melalui dana APBN (Dekonsentrasi), Tugas
Pembantuan (TP) provinsi maupun dinas kabupaten, dan APBN-P. Capaian yang
diperoleh adalah sebanyak 1.958 kali atau 89,69%. Rendahnya capaian tersebut
salah satunya disebabkan adanya penghematan belanja perjalanan yang
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
16
menyebabkan pelaksanaan gerakan pengendalian tidak dapat terlaksana
keseluruhan. Selain itu, adanya keterlambatan proses pengadaan bahan
pengendali OPT (APBNP) mendukung GTCK berpengaruh terhadap capaian
kegiatan pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura.
∑ Hasil pengendalian OPT hortikultura berdasarkan sistem PHT pada tahun 2015
mampu menekan luas serangan OPT hortikultura, yaitu proporsi luas serangan
terhadap luas panen Tahun 2015 mencapai 1,25 % atau lebih tinggi dari target
maksimal penurunan luas serangan 5 % yang ditetapkan.
∑ Penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya tanaman
semusim masih tinggi, oleh karena itu perlu terus mengembangkan pengendalian
ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Salah satu
prinsip pengendalian yaitu pengendalian hayati/biologis.
∑ Pengendalian secara biologis mengggunakan agens hayati semakin berkembang
karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa
keunggulan tersebut adalah aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan,
dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder, produk tanaman yang
dihasilkan bebas residu pestisida, terdapat disekitar lingkungan pertanaman
sehingga petani tidak akan tergantung lagi dengan pestisida sintetis dan
menghemat biaya produksi. Sudah banyak agens hayati yang dikembangkan
untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, antara lain Trichoderma sp.,
Pseudomonas fluorescens, Metharhizium sp., Beauveria bassiana,
Corynebacterium sp., Bacillus subtilis, PGPR, dan MOL (Mikroorganisme Lokal).
∑ Era pasar global dan tuntutan konsumen yang kecenderungan memilih produk
hortikultura ramah lingkungan dan aman dikonsumsi, mendorong pemerintah dan
stakeholder untuk meningkatkan penyediaan pestisida biologi di lapangan. Hal ini
relevan dengan paradigma baru pembangunan pertanian, yaitu pertanian
bioindustri.
∑ Terkait hal tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam peningkatan
mutu pestisida biologi yang berupa agens hayati, telah menyusun 7 (tujuh)
standar mutu minimal agens hayati yang dimulai pada tahun 2014 dan 2015.
Agens hayati tersebut yaitu Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis,
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
17
Trichoderma viridae., Spodoptera nucleopolyhedrosis virus (Se-NPV), Mikoriza,
Paecilomyces sp., dan Paenibacillus polimexa.
∑ Salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura dan
dengan berlakunya ketentuan SPS-WTO yang mengikat dalam perdagangan
global produk pertanian, maka setiap negara anggotanya diminta untuk
memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan oleh pasar internasional. Perdagangan
internasional akan menuntut tersedianya produk-produk hortikultura yang
bermutu yang diyakini tidak terinfeksi atau bebas dari kandungan OPT dan residu
pestisida. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu upaya dalam pemenuhan
persyaratan SPS–WTO maka Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan
sinergisme sistem perlindungan hortikultura.
∑ Untuk mendukung tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan surveilans OPT
hortikultura sebagai draft pest list, identifikasi OPT hasil surveilans, pembuatan
koleksi, penyusunan laporan di 13 provinsi, penerapan AWM (Area Wide
Management) pada tanaman mangga Gedong di Indramayu. Hasilnya diperoleh
14 draft pest list hortikultura atau capaian 100 %.
∑ Upaya lain dalam pemenuhan tujuan ekspor dan pemantauan produk dari
penggunaan pestisida juga dilakukan analisa residu pestisida pada produk
hortikultura. Pada tahun 2015, produk hortikultura yang telah dianalisa residunya
sebanyak 38 sampel buah impor (jeruk, anggur, apel, pear, plum, blueberries,
nectarine, peach, lengkeng, kiwi, jambu, srikaya dan buah naga), dan 3 (tiga)
sampel sayuran impor yaitu bawang putih, wortel, dan kubis. Sedangkan 2 (dua)
sayuran lokal yang dianalisa residu pestisidanya yaitu bawang merah, dan cabai.
Hasil analisa residu pestisida pada produk hortikultura umumnya masih di bawah
BMR dengan rincian dapat dilihat pada tabel.
∑ Selain menganalisa residu pestisida pada produk hortikultura, juga dilakukan
analisa kandungan formalin pada buah impor. Buah impor yang diuji kandungan
formalin sebanyak 100 sampel yang diambil dari supermarket/pasar buah di
Jakarta yang terdiri atas buah jeruk, jambu air, kiwi, apel, lengkeng bangkok,
pear, peach yellow, plum, dan anggur.
∑ Hasil analisa residu pestisida kimia pada hortikultura Tahun 2015 khususnya pada
tanaman buah masih di bawah BMR dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
18
Tabel 6. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura Tahun 2015
No. KomoditasTerdeteksi
dibawah BMRTidak
terdeteksiBelum ditetapkan
1. Buah Impor 1 (2,5 %) 39 (97,5%) 0 (0%)
2. Sayur - - -
Jumlah 1 (2,5%) 39 (97,5%) 0 (0%)
Dari 40 sampel bahan aktif yang diuji pada 38 sampel buah impor dengan
menggunakan uji kromatografi gas, yang terdeteksi dibawah BMR sebanyak 1 bahan
aktif atau 2.5 %. Sedangkan yang tidak terdeteksi sebanyak 39 bahan aktif atau
97.5 %. Dari hasil analisis residu formalin pada 100 sampel buah dengan
menggunakan metode uji spektrofotometer tidak terdeteksi adanya kandungan
formalin pada buah impor tersebut. Sedangkan pada produk sayuran lokal yang diuji
masih dalam proses analisa residu pestisida.
2. Antisipasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
∑ Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya 75
rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi hortikultura
nasional.
∑ Capaian yang diperoleh adalah 71 rekomendasi atau sebesar 94,67%. Tidak
maksimalnya capaian tersebut salah satunya disebabkan adanya pengurangan
pagu anggaran yang menyebabkan dibeberapa daerah tidak dapat merealisasikan
kegiatan analisa DPI. Selain itu juga, kemampuan untuk analisis korelasi antara
unsur iklim terhadap OPT masih kurang.
∑ Salah satu upaya dalam penerapan model adaptasi dan mitigasi DPI yaitu
penerapan teknologi irigasi tetes sederhana pada tanaman cabai dalam bentuk
petak percontohan. Tujuan dari model penerapan teknologi ini adalah untuk
mendapatkan rakitan teknologi adaptasi dan mitigasi penanganan DPI khususnya
di musim kemarau serta memasyarakatkan teknologi adaptasi dan mitigasi
terhadap DPI pada tanaman hortikultura pada umumnya. Hasil penerapan irigasi
tetes sederhana pada tanaman cabai, selain hemat penggunaan air juga
menghemat waktu dan tenaga kerja.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
19
Model penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI menggunakan irigasi tetes sederhana pada tanaman cabai
∑ Salah satu kegiatan BBPOPT Jatisari yaitu pengembangan dan penerapan
peramalan OPT hortikultura. Penerapan peramalan OPT dapat diimplementasikan
pada berbagai komoditas tanaman hortikultura terutama pada beberapa
komoditas unggulan hortikultura baik pada komoditas buah-buahan, sayuran
maupun komoditas hortikultura lainnya. Namun untuk mendapatkan model
peramalan yang baik maka perlu diupayakan pengembangan model peramalan
yang lebih sesuai dengan karakteristik OPT hortikultura.
∑ Optimalisasi pengembangan, penerapan dan evaluasi model peramalan serangan
OPT dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan bimbingan teknis oleh Balai
Besar Peramalan OPT ke UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Substansi materi bimbingan teknis tersebut meliputi substansi (1) penguatan
sistem pengamatan OPT, (2) pengembangan model peramalan OPT, (3) teknik
penyajian data prakiraan dan evaluasi peramalan OPT melalui pemetaan, dan (4)
pengendalian OPT.
∑ Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani khususnya
hortikultura dengan menyusun rencana pengelolaan hortikultura yang adaptis
terhadap DPI, meliputi pemeliharaan lokasi di luar daerah DPI, memperbanyak
pemupukan organik, penggunaan benih unggul yang toleran banjir/kekeringan,
dan menyesuaikan pola tanam dengan kondisi musim, serta menyiapkan sarana
embung dan pompanisasi untuk membuang air bila terjadi banjir dan mengairi
kebun saat mengalami kekeringan.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
20
4. Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman
∑ Capaian pengembangan lembaga perlindungan tanaman 391 unit dari target yang
ditetapkan yaitu sebesar 402 unit atau 97,20 %.
∑ Mendorong peningkatan mutu produk LPHP/LAH, maka sejak tahun 2014
Direktorat Perlindungan Hortikultura telah menginisiasi sertifikasi ISO 9001:2008
beberapa LPHP/LAH di Indonesia. LPHP yang telah berhasil tersertifikasi pada
tahun 2014 yaitu LPHP Pandak, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan LPHP
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015, 3 LPHP/LAH dalam proses
sertifikasi yaitu LPHP Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, LAH Bukit Tinggi Provinsi
Sumatera Barat, dan LAH Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan perbanyakan agens hayati di LAH Maros –Provinsi Sulawesi Selatan
∑ Fasilitasi yang dilakukan melalui kegiatan ini berupa forum koordinasi dan
konsultasi bagi kelompok tani maju dalam berkoordinasi/berkomunikasi untuk
memecahkan permasalahan dan mengantisipasi terjadinya serangan OPT di luar
kebiasaan. Disamping itu dalam cakupan komponen kegiatan ini juga
memberikan saran/bahan/materi pengendalian OPT sebagai upaya antisipatif
terjadinya serangan OPT, yang dihasilkan dari hasil koordinasi dan konsultasi
diantara para kelompok tani maju tersebut.
b. Penerapan PHT
∑ Dalam rangka menunjang suksesnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Perlindungan Hortikultura, maka kegiatan penerapan PHT dilaksanakan
pada UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) di 32
Propinsi, serta 1(satu) fungsi perlindungan tanaman hortikultura pada Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultra Propinsi Kepulauan Riau.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
21
∑ Petak percontohan penerapan PHT dilaksanakan di wilayah pengembangan sentra
komoditas oleh alumni SLPHT dan diharapkan akan menjadi andalan dalam
pelaksanaan SOP-GAP pada komoditas yang dikembangkan di wilayah tersebut.
∑ Petak percontohan penerapan PHT dengan menerapkan 4 prinsip PHT guna
melindungi tanaman dari serangan OPT dapat dilaksanakan dalam bentuk skala
kawasan, pada 1 kelompok pelaksanaan penerapan PHT pada petak percontohan
diawali dengan pertemuan koordinasi, pelaksanaan (penyediaan sarana produksi,
komponen bahan pengendalian, pestisida biologi dan kompensasi lahan),
pengamatan agroekosistem, pembinaan teknis, temu lapang dan pelaporan,
dengan luasan minimal 2.000 m2 per satu petak percontohan di tiap kecamatan
sentra/kawasan pengembangan hortikultura yang ditetapkan Direktorat Budidaya
(Buah, Sayur, Florikultura) di propinsi tertentu.
∑ Kontrol implementasi penerapan PHT, diharapkan menjadi masukan perbaikan
dalam pelaksanaan penerapan PHT yang dilaksanakan di daerah masing-masing
dan sebagai perbandingan antara yang diharapkan dengan realisasi yang
dilakukan.
∑ Lokasi kegiatan petak contoh penerapan PHT: DKI Jakarta (2 kelompok), Jawa
Barat (26 kelompok), Jawa Tengah (36 kelompok), DI Yogyakarta (26 kelompok),
Jawa Timur (34 kelompok), Aceh (20 kelompok), Sumatera Utara (38 kelompok),
Sumatera Barat (40 kelompok), Riau (20 kelompok), Jambi (25 kelompok),
Sumatera Selatan (22 kelompok), Lampung (25 kelompok), Kalimantan Barat (28
kelompok), Kalimantan Tengah (12 kelompok), Kalimantan Selatan (23
kelompok), Kalimantan Timur (21 kelompok), Sulawesi Utara (22 kelompok),
Sulawesi Tengah (20 kelompok), Sulawesi Selatan (30 kelompok), Sulawesi
Tenggara (12 kelompok), Maluku (12 kelompok), Bali (15 kelompok), NTB (24
kelompok), NTT (18 kelompok), Papua (10 kelompok), Bengkulu (28 kelompok),
Maluku Utara (9 kelompok), Banten (7 kelompok), Gorontalo (15 kelompok),
Kepri (6 kelompok), Papua Barat (9 kelompok), Sulawesi Barat (9 kelompok).
∑ Pada tahun 2015 realisasi PPHT adalah 649 kelompok dengan capaian 98,33%
dari target 660 kelompok.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
22
Lokasi penerapan PHT pada komoditas bawang merah di Daerah Istimewa Yogyakarta
c. Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan OPT pada
Komoditas Hortikultura
∑ Capaian pengamanan produksi hortikultura Tahun Anggaran 2015 dari serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) telah melebihi target yang ditetapkan,
yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,25 % atau pengamanan produksi
hortikultura terhadap serangan OPT pada Tahun 2015 mencapai 98,75%. Hal ini
melebihi target capaian kinerja yaitu pengamanan produksi dari serangan OPT
minimal sebesar 95%. Dengan demikian program perlindungan hortikultura pada
TA 2015 mempunyai peran yang besar dalam mendukung pencapaian produksi
dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.
∑ Pengamatan OPT hortikultura merupakan bagian penting dalam PHT, karena itu
sangat penting pula untuk dilaksanakan di lapangan, agar populasi OPT
hortikultura dapat diketahui secara dini, sehingga pengendalian OPT dapat
dilakukan secara efektif dan efisien serta minimal penggunaan pestisida kimia.
Untuk mendukung kegiatan tersebut telah dilaksanakan kegiatan penerapan
metode pengamatan OPT hortikultura, pengamatan, analisis dan manajemen data
OPT, peningkatan kemampuan teknis POPT dan petugas Laboratorium PHP, dan
pemetaan wilayah sebar serangan OPT hortikultura di 33 provinsi, yaitu sebanyak
324 kali, dengan capaian 95 %. Rendahnya capaian kegiatan pelaporan
pengamatan OPT, karena di beberapa daerah terjadi pergantian petugas
pelaporan, sehingga pelaporan bulanan yang disampaikan tidak memenuhi
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
23
target. Terbatasnya jumlah petugas POPT di lapangan yang tidak sebanding
dengan jumlah dan luas wilayah pengamatan yang diamati serta usia yang rata-
rata hampir memasuki masa pensiun menyebabkan pelaksanaan kegiatan
pengamatan menjadi tidak optimal.
∑ Hasil prakiraan dari data series serangan OPT hortikultura lima tahun terakhir,
bahwa OPT yang perlu perhatian untuk pengelolaannya setiap perubahan musim,
yaitu jenis hama pada musim kemarau dan jenis penyakit pada musim hujan.
∑ Untuk mengatasi keterbatasan SDM pelindungan ke depan, fasilitasi sarana
pendukung kegiatan pengamatan yang modern dan kelengkapan buku-buku
perlindungan bergambar dalam jumlah nyang memadai sangat membantu
efektifitas pengamatan di lapangan.
∑ Informasi lain yang diperoleh pada Tahun 2015 dalam peningkatan pengamatan
OPT antara lain :
1) Pelaporan serangan OPT dan dampak BA dinilai cukup baik meskipun belum
lancar dan tepat waktu, karena sebagian besar pelaporan masih melalui pos.
Penyampaian laporan oleh UPTD BPTPH rata-rata terlambat 2 bulan (Tabel
9),
2) Program SIM dan atau pelaporan melalui email ([email protected]) yang
telah dirancang sejak Tahun 2003, belum dimanfaatkan secara optimal oleh
UPTD BPTPH,
3) Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan
optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai
masih lambat,
4) Informasi dan analisa dampak fenomena iklim terkait terjadinya bencana
alam (banjir dan kekeringan) dan timbulnya OPT baru, belum banyak
ditangani secara optimal.
∑ Beberapa permasalahan antara lain : 1) Analisa serangan OPT dan rekomendasi
pengendaliannya belum dilakukan optimal sehingga respon terhadap
permasalahan OPT dinilai masih lambat, 2) Informasi dan analisa DPI terkait
terjadinya bencana alam (banjir dan kekeringan) dan timbulnya OPT baru belum
banyak ditangani secara optimal, dan 3) Sosialisasi keberadaan fungsional
khususnya POPT perlu ditingkatkan untuk pembinaan karier PNS sehingga dapat
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
24
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, 4) Pengembangan sistem
perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih belum didukung sarana
laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai, sehingga pengamanan
produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai maksimal.
d. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
∑ Menunjang kegiatan sistem perlindungan tanaman, maka dibutuhkan kelengkapan
kerja pendukung dan fasilitas yang memadai agar penyelenggaraan kegiatan dapat
berjalan dengan baik. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat
berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat maupun di
daerah antara lain berupa sarana pendukung kegiatan sinergisme sistem perlindungan
hortikultura dengan SPS-WTO, analisis dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan
perlindungan hortikultura difokuskan pada penyelesaian OPT di lapangan melalui
kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura.
∑ Di pusat telah dilaksanakan pengadaan secara langsung berupa sarana penunjang
kegiatan sistem perlindungan hortikultura berupa laptop 13 unit, PC 14 unit, Printer
14 unit, mini mikroskop 4 unit, kamera DSLR 1 unit, dan handycamp 1 unit.
∑ Pedoman-pedoman pengendalian dan pengamatan hortikultura sangat penting untuk
mengelola dan mengendalikan serangan OPT hortikultura dan menurunkan potensi
serangan sehingga berdampak pada peningkatan kualitas produksi dan pascapanen
hortikultura. Output kegiatan ini ditargetkan sebanyak 6 judul dan terealisasi
seluruhnya (100%).
∑ Layanan perkantoran dilaksanakan di 33 provinsi dengan target selama 12 bulan
layanan dan terealisasi seluruhnya (100%).
3.2 Analisis Pencapaian Keuangan
Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian sasaran strategis yang telah tergambar di Penetapan Kinerja dapat dicapai dengan ketersediaan anggaran.
Pagu sesuai penetapan kinerja (PK) sebesar Rp. 95.884.777.000,- dengan rincian pagu Dana Dekonsentrasi di BPTPH Rp.62.323.722.000,-, Dana TP Propinsi Rp. 17.134.425.000,- Pagu TP Kab/Kota Rp. 5.703.460.000,- dan pagu Pusat Rp 10.723.170.000,-
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
25
Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura Tahun 2015, menuntut adanya suatu sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja.
Adapun realisasi Kegiatan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura per output tertanggal 15 Januari 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut Kegiatan Utama
KEGIATAN OUTPUT SATUANPAGU RKAKL-
DIPAREALISASI-
DIPA %Pengembangan
Sistem
Perlindungan
Tanaman
Hortikultura
SLPHT/PPHT Kelompok 18.376.876.000 17.814.563.050 96,94
Adaptasi dan Mitigasi Iklim
Rekomendasi 2.279.529.000 2.092.744.550 91,80
Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura
Kali 54.203.267.000 49.367.722.780 91,00
Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman
Unit 12.372.616.000 11.330.884.000 91,50
Pedoman-Pedoman
Judul 467.677.000 443.561.150 94,84
Layanan Perkantoran
Bulan Layanan 4.868.162.000 4.835.366.836 99,30
TOTAL 95.884.777.000 86.561.841.466 90,28Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diakses di laporan PMK 249 dari Evaluasi dan Pelaporan per 15 Januari 2016.
Sampai dengan tanggal 15 Januari 2016, realisasi kegiatan Direktorat Perlindungan
Hortikultura untuk Daerah sebesar Rp. 62.323.722.000, Dana TP Propinsi
Rp. 17.134.425.000,- Pagu TP Kab/Kota Rp. 5.703.460.000,- dan pagu Pusat
Rp 10.723.170.000,- Total sebesar Rp. 95.884.777.000,- Dengan realisasi sesuai PMK
249 Tahun 2012 : Pusat Rp. 10.225.270.300,- (95,36%) , dana TP Propinsi
Rp. 12.665.581.580,- (73,92%), dan TP Kab/Kota Rp. 4.755.233.600,- (83,37%), dan
BPTPH Rp. 58.915.755.986,- (94,53%). Pagu Direktorat Perlindungan Pusat dan Daerah
sebesar Rp. 95.884.777.000,- dengan realisasi Rp. 86.561.841.466,- (90,28%).
Rendahnya capaian realisasi anggaran di Satker daerah terjadi setelah satker UPTD-
BPTPH berada atau dikelola oleh Satker Diperta Propinsi.
Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2015 sebesar
95,46% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja keras petugas dan
stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, sehingga
Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien,
ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan OPT dan DPI ramah lingkungan untuk
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
26
mendukung pengembangan agribisnis hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-
WTO, yaitu produk minimal residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing
di pasar global.
3.3.Permasalahan Secara Umum
Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
hortikultura tahun 2015, namun demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami,
berbagai permasalahan dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek
manajemen. Beberapa permasalahan dan hambatan yang ditemui dalam
pembangunan agribisnis selama ini sebagai berikut:
1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura
tersebut antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada proses
pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di dinas pertanian,
penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu lebih lama, dan adanya
kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi iklim (SLPHT/Penerapan PHT).
2. Fasilitasi Bantuan untuk Pengembangan Kawasan yang menggunakan sistem
lelang capaian realisasi fisik masih terkendala beberapa hal misalnya menunggu
waktu musim yang tepat dan masalah lainnya.
3. Pengembangan sistem perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih
belum didukung sarana laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai,
sehingga pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai
maksimal.
4. Kemampuan SDM pengelola Satker belum memadai terutama pada daerah yang
mendapatkan alokasi dana cukup besar dan adanya alih tugas tenaga yang belum
terlatih, menyebabkan kegiatan pembangunan hortikultura tidak dapat berjalan
maksimal bahkan tidak berjalan optimal.
5. Masih adanya pengelola Satker dan atau pelaksana kegiatan yang belum
mencermati POK, Pedum dan Juklak secara cermat. Sehingga masih terdapat
kegiatan yang tidak megacu pada aturan dan atau ketentuan yang berlaku;
6. Masih adanya pengelola Satker dan atau pelaksana kegiatan yang belum
mencermati POK, Pedum dan Juklak secara cermat. Sehingga masih terdapat
kegiatan yang tidak megacu pada aturan dan atau ketentuan yang berlaku;
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
27
7. Kurangnya koordinasi antara petugas/pelaksana kegiatan di daerah dengan
petugas/pelaksana di pusat, sehingga capaian target pelaksanaan kegiatan belum
optimalMasih adanya beberapa Satker yang belum melaporkan capaian output
fisik, sehingga capaian realisasi fisik tidak sesuai dengan capaian realisasi
keuangan;
8. Kelembagaan petani pada umumnya masih lemah dan adopsi teknologi maju
masih rendah.
9. Laporan BPTPH yang disampaikan belum menggambarkan potret realisasi 5
kegiatan IKU perlindungan hortikultura, tetapi umumnya melaporkan realisasi
kegiatan gerakan pengendalian OPT dan SLPHT/Penerapan PHT. Akibatnya,
menyulitkan untuk mengetahui kendala teknis masing-masing kegiatan yang
terjadi di lapangan, sehingga solusi konkrit yang diberikan untuk kelancaran
pelaksanaan kegiatan ke depan kurang efektif.
10. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, luas lahan pertanian semakin
berkurang/menyempit,dan penggabungan Satuan Kerja menyebabkan masih
terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong sehingga
pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat pengawasan dan
laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan sasaran (obyek) komoditas
tanaman yang dikawal oleh seorang POPT terlalu banyak (pangan dan
hortikultura) yang berakibat pada kurang intensifnya pengamatan OPT.
11. Masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan petani terhadap
identifikasi OPT, penggunaan bahan kimia masih merupakan alternatif pertama
dalam sistem pengelolaan OPT hortikultura oleh petani, bahan pengendalian OPT
Hortikultura belum tersedia pada tingkat lapang yang bersifat ramah lingkungan
(Agens Hayati ataupun biopestisida).
12. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah antara lain
kekurangan SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dan sarana
prasarana yang tersedia terbatas, sehingga cukup menyulitkan para petugas
POPT – PHP dalam mengcover wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2
kecamatan untuk melaksanakan tupoksinya. Minimnya sarana untuk menunjang
pelaksanaan kegiatan POPT antara lain, buku pedoman perlindungan bergambar,
alat pengolah data, identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
28
cuaca/iklim. Sedangkan prasarana yang belum memadai antara lain ruangan lab
untuk pengembangan agens hayati dan biopestisida, serta dukungan pemerintah
dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan UU N0. 13 Tahun 2010 tentang
Hortikultura, antara lain gerakan pengelolaan OPT dan DPI yang ramah
lingkungan.
13. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka pelaksanaan
pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data membutuhkan
rentang waktu yang panjang;
14. Bahan starter agens hayati yang diperlukan untuk pengembangan agens hayati
masih relatif sulit untuk diperoleh, SDM dalam hal ini petani yang belum
sepenuhnya terampil dalam perbanyakan agens hayati, sarana untuk
pengembangan agens hayati di tingkat kelompok tani kurang memadai, dan tidak
semua petugas POPT di lapangan handal dalam teknik pengembangan agens
hayati di tingkat lapangan, serta belum tersedianya payung hukum untuk
menjamin pengembangan biopestisida.
15. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan menghadapi
perubahan iklim antara lain perlu digalakkan kembali sistem peringatan
dini/bahaya dan sistem pelaporan perlindungan hortikultura yang baik.
3.4 Tindak Lanjut
Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat
Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi capaian
kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih baik dibandingkan
sebelumnya.
2. Pada TA 2015, sebaiknya Satker dinas menunjuk petugas UPTD menjadi verifikator
kegiatan masing–masing, supaya proses penyiapan administrasi cepat dan pencairan
dana untuk kegiatan dapat dipenuhi dalam jangka waktu 2 – 3 hari.
3. Laporan evaluasi perlindungan yang disampaikan sebaiknya dapat memotret
realisasi 5 IKU perlindungan, atau minimal menyajikan secara ringkas dalam bentuk
matrik dan permasalahan serta progress penyelesaiannya dijelaskan secara lisan,
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
29
sehingga kendala yang timbul di lapangan dapat dicarikan solusi penanganan yang
lebih efektif guna meningkatkan capaian kegiatan pada tahun mendatang.
4. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata sepanjang
tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal 5 musim/tahun) di
daerah karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim dengan perkembangan
OPT, menjadi bahan rekomendasi dalam kegiatan DPI.
5. Revitalisasi SLPHT hortikultura mendesak dilakukan dengan melibatkan pakar dan
stakeholder, agar pelaksanaannya di lapangan sesuai pedum, sehingga
pengendalian OPT ramah lingkungan dan tersedianya mutu produk aman konsumsi
makin meningkat dari tahun ke tahun.
6. Untuk mengurangi emisi GRK pada hortikultura, diperlukan demplot–demplot
budidaya sesuai GAP yang mampu menurunkan emisi GRK baik pada hortikultura
semusim maupun tanaman tahunan.
7. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka kesejahteraan
petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik antara satker, ULP dan tim
teknis kegiatan, sehingga output yang dihasilkan tersedianya sarana perlindungan
sesuai rencana, efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).
8. Upaya pemecahan masalah dalam kegiatan perlindungan hortikultura tahun 2014
yaitu meningkatkan kegiatan fasilitasi pelaksanaan SLPHT/Penerapan PHT/SLI, Klinik
tanaman/PPAH, dan gerakan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan oleh
kelompok tani, sehingga mendorong penumbuhan keyakinan kepada petani
terhadap upaya alternatif pengendalian yang berwawasan/ramah lingkungan, yang
apabila dilaksanakan dengan baik dan benar mampu menekan serangan OPT dan
meningkatkan kwalitas hasil.
9. Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan
perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani dan
petugas lapang. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan
kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan OPT
berdasarkan sistem PHT, pemberdayaan petani melalui kegiatan SLI dan SLPHT
perlu ditingkatkan THL POPT perlu dimaksimalkan dan diusulkan menjadi PNS.
10. Menyusun regulasi tentang pendaftaran, produksi, standar mutu dan peredaran
pestisida biologi.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
30
11. Melakukan pencermatan pada Pedoman Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan kegiatan
agar pelaksanaan kegiatan berjalan dengan benar dan sesuai aturan. Disamping itu
pencermatan POK perlu dilakukan agar jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan rencana semula dapat segera dilakukan ralat dan atau revisi POK;
12. Identifikasi CP/CL agar dapat dilakukan di tahun sebelumnya, proses lelang dapat
dilakukan di awal tahun, sehingga pelaksanaan kegiatan tanam juga dapat
dilakukan pada musim tanam di awal tahun;
13. Berkoordinasi secara intensif antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka
mempercepat pelaksanaan kegiatan strategis;
14. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM POPT dan sarana pengamatan OPT dan
iklim serta gerakan pengelolaan OPT Hortikultura ramah lingkungan dengan
optimalisasi pelaksanaan SLPHT, Klinik PHT, dan pengembangan agens hayati pada
masing-masing lokasi kawasan pengembangan hortikultura dan peningkatan
kualitas laboratorium pengamatan hama penyakit serta laboratorium pestisida pada
wilayah tertentu.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
31
BAB IV.
PENUTUP
Perlindungan tanaman sebagai suatu subsistem produksi, diharapkan berperan luas dalam
peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk yang berdaya saing, dan akses pasar
yang lebih baik. Peran tersebut adalah menurunnya luas kerusakan lahan dan kehilangan
hasil akibat DPI dan serangan OPT, terwujudnya keberhasilan usahatani melalui upaya
pengelolaannya yang efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT,
terwujudnya produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian
lingkungan hidup, serta terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS–WTO. Harapan
tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan tanaman, yaitu
membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien serta tertib aturan.
Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat
Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:
a. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas dan
petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis
dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi,
sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi
ramah lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui SLPHT,
telah menjadi kegiatan penting jajaran UPTD BPTPH, sehingga perlu dijadikan ciri khusus
pelaksanaan perlindungan tanaman.
b. Koordinasi apresiasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga penelitian
dan perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil pengembangan teknologi dari
institusi perlindungan tanaman, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP),
memperoleh dukungan keilmiahan, sehingga teknologi tersebut mudah diterima,
diterapkan dan dimasyarakatkan oleh petani.
c. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II,
maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman, terus
diupayakan dan didorong ketersediaannya oleh semua pihak.
d. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi yang efektif antara satker dan penanggung
jawab kegiatan dalam memilih pemenang tender barang supaya kualitas dan waktu
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
32
penyaluran alat dan bahan sesuai aturan yang ditetapkan bersama dan memenuhi kaedah
SPI.
Semoga laporan LAKIN 2015 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di bidang
perlindungan untuk masa – masa yang akan datang.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
33
Lampiran 1. IKU DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
1. Tugas
Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang perlindungan hortikultura.
2. Fungsi
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran
dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,
florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan
tanaman buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan
persyaratan teknis;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah,
sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;
dan
e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
3. Sasaran dan Indikator Kinerja Utama
No. Sasaran Indikator Kinerja Utama
Sumber Data
1. Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi
1. Pengelolaan OPT ramah lingkungan
Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Propinsi.
2. Dampak Perubahan Iklim
Laporan dari BPTPH dan BMKG
3. Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman
Laporan dari Balai Proteksi tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH)
4. Penerapan PHT/SLPHT Laporan dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura(BPTPH)
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
34
Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN
UNIT ORGANISASI ESELON II :(a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN ANGGARAN : (b) 2015
Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3) (4) (5)
Peningkatan usaha pengamanan dan system perlindungan hortikultura
Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi
1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali)
2.183
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
75
3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman (unit)
402
4 Penerapan PHT(Klp) 660
5 Pengamanan Produksi dari Serangan OPT
Min 95
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
35
Lampiran 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
37
Lampiran 4. PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2015 DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi
1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali) 2.183
1.958 89,69
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
75 71 94,67
3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman (unit)
402 391 97,20
4 Penerapan PHT (Klp) 660 649 98,33
5 Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen
- Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)
5,0 1,25 100
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II (31 Desember 2015)
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
38
Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT Dibandingkan Luas Panen Hortikultura Tahun 2014-2015*
No. Uraian
Nilai LS/LP *) (+/-),
2015* -
20142014 2015*
1 2 6
1. Buah-buahan
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
100.793,67
3.147,54
3,12
457.308,84
4.315,75
0,94 (2,18)
2. Sayuran
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
519.806,3
20.901,1
4,00
582.735
18.655,7
3,20 (0,8)
3. Florikultura
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
1.110.518
3.918
0,35
3.331,68
183,6
0,45 0,1
4. Tanaman Obat
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
26.930
82,4
0,30
18.933,9
35,1
0,40 0,1
Rerata 1,94 1,25 (0,79)
*) Nilai LS / LP, proporsi luas serangan terhadap luas panen
*) Data sementara, belum semua data terkumpul
- Capaian Proporsi Luas Serangan OPT Terhadap Luas Panen, sampai dengan
bulan Desember 2015, rata-rata adalah 1,25 % dengan kisaran antara 0,4% -
3,20%. Meliputi OPT buah 0,94%, OPT Sayuran 3,20%, OPT Florikultura 0,45 % dan
OPT tanaman obat 0,4 %. Proporsi luas serangan OPT Tahun 2015 turun 0,69%
dibandingkan dengan TA 2014 (1,94 %).
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
39
Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen
(2014-2015*)
- Pada tahun 2014 - 2015 mulai terjadi penurunan serangan OPT hortikultura yaitu
pada tahun 2014 sebesar 1,94% dengan pengamanan produksi sebesar 98,06%; dan
1,25 % pada tahun 2015 atau mampu mengamankan produksi sebesar 98,75%.
- Keberhasilan pencapaian pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT yang
cukup baik ini merupakan hasil atas dukungan pemerintah melalui kegiatan
penerapan PHT/SLPHT, gerakan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan,
model penerapan adaptasi dan mitigasi iklim, penguatan kelembagaan perlindungan
hortikultura (pengembangan LPHP/LAH/Lab. Pestisida, dan pengembangan Klinik
PHT), serta kegiatan pendukung lainnya sinergisme sistem perlindungan menghadapi
SPS – WTO (Sanitary and Phytosanitary of the World Trade Organization) dan
kerjasama ACIAR (Australian Centre for International Agriculture Research) dalam
penanganan lalat buah dalam rangka menurunkan luas serangan OPT hortikultura.
2014 2015*
Buah-buahan 3.12 0.94
Sayuran 4 3.2
Florikultura 0.35 0.45
Tanaman Obat 0.3 0.4
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
Prop
orsi
LS/
LP (%
)
Grafik Proporsi Luas Serangan (LS) OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen (LP) (2014-2015*)
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015
40
Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun 2015
No ProvinsiBulan %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121. NAD √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1002. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1003. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1004. Riau √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1005. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1006. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1007. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1008. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1009. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10010. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10011. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10012. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10013. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10014. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10015. NTB √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10016. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10017. Kalbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10018. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10019. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10020. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10021. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10022. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10023. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10024. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10025. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10026. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10027. Malut - - - - - - - - - - - - 028. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10029. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10030. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10031. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10032. Babel √√ √√ √√ √√ √√ 41,7
Rata-rata 95,1