BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/LAKIN DITLIN 2015.pdf ·...

40
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015 1 BAB I PENDAHULUAN Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim (DPI) seperti tanaman terkena banjir, kekeringan dan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang- Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Di samping itu, dalam era otonomi daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan- ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip- prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik). Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-emptif dibandingkan pengendalian kuratif. Oleh karena itu pengembangan sistem perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun 2015 difokuskan pada kegiatan meliputi: (1) Penerapan PHT, (2) Adaptasi dan Mitigasi Iklim, (3) Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura, (4) Pengembangan Laboratorium PHP/Lab. Agens Hayati/Lab. Pestisida, (5) Pengembangan Klinik PHT, (6) Pedoman- pedoman, (7) Layanan Perkantoran. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan. Hasil pelaksanaan kegiatan utama tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas serangan OPT terhadap total luas panen hortikultura maksimal 5 %.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/LAKIN DITLIN 2015.pdf ·...

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil

pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi

baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan

mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui

optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan

kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim (DPI) seperti tanaman terkena banjir,

kekeringan dan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan

hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-

Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6

Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No.

887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Di samping itu, dalam era otonomi

daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-

ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian

Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-

prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang

pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).

Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan

cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-emptif dibandingkan pengendalian kuratif.

Oleh karena itu pengembangan sistem perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun

2015 difokuskan pada kegiatan meliputi: (1) Penerapan PHT, (2) Adaptasi dan Mitigasi Iklim,

(3) Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura, (4) Pengembangan Laboratorium

PHP/Lab. Agens Hayati/Lab. Pestisida, (5) Pengembangan Klinik PHT, (6) Pedoman-

pedoman, (7) Layanan Perkantoran. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan

OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan. Hasil pelaksanaan kegiatan utama

tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas serangan OPT terhadap total luas

panen hortikultura maksimal 5 %.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

2

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian

No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen

Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan tugas dan menyelenggarakan

fungsi.

Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:

Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

perlindungan hortikultura.

Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan

obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.

1. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,

florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.

2. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan tanaman

buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.

3. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran

dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.

4. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan

Hortikultura, terdiri atas Subdirektorat Dampak Iklim dan Persyaratan Teknis, Subdirektorat

Perlindungan Tanaman Buah, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman

Obat, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Florikultura, 9 (Sembilan) unit Eselon IV dan 1

(satu) Sub Bagian Tata Usaha.

Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input, output,

outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara

sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No. 239/IX/6/8/2003, tentang

perbaikan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, dan

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

53 Tahun 2014, tentang petunjuk teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata cara

review atas kinerja instansi.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

3

Pelaksanaan pembangunan hortikultura Tahun 2015 merupakan awal dari periode

Rencana Strategis 2015-2019. Oleh karena itu pada Tahun 2015 Direktorat Perlindungan

Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma baru yang dilaksanakan dalam

4 (empat) kegiatan strategis yang merupakan IKU program perlindungan hortikultura, guna

mendukung pengembangan hortikultura periode 2015-2019 terutama dalam mengawal

budidaya tanaman hortikultura sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang

didasari pada penerapan prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil

hortikultura dan terpenuhinya persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan

organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO).

Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan TA 2015 dan

menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran pemerintah, maka

disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2015.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

4

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah satu alat

manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi yang diharapkan

mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan tranparan kepada publik terhadap

kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan

setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.

SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan. Komponen-

komponen tersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen perencanaan kinerja

meliput: a) Indikator Kinerja Utama (IKU), b) Rencana Strategis (Renstra), c) Rencana

Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga sering disebut perjanjian

kinerja.

2.1. Perencaaan kinerja

2.1.1 Indikator Kinerja Utama (IKU)

Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Hortikultura telah ditetapkan dengan

keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1185/Kpts/OT.140/3/2010 (terlampir).

Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Hortikultura terkait Perlindungan

Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Perlindungan Hortikultura

No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data

1 Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi.

1. Penerapan PHT - Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi

2. Pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan

- Laporan Direktorat Perlindungan Hortikultura, UPTD-BPTPH, Dinas Pertanian, BBPOPT Jatisari, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota

3. Adaptasi dan mitigasi iklim - Laporan dari UPTD-BPTPH, BMKG, Perguruan Tinggi, dan Instansi Pemerintah.

4. Pengembangan laboratorium PHP/Lab. Agens Hayati/ Lab. Pestisida

- Laporan dari BPTPH

5. Pengembangan Klinik PHT - Laporan BPTPH

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

5

2.1.2 Renstra

Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang

sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan

pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi

visi, misi, dan tujuan Direktorat Perlindungan Hortikultura yang selanjutnya

dijabarkan dalam kegiatan Sub Direktorat lingkup Direktorat Perlindungan

Hortikultura. Dalam penyusunan Rencana Strategis hortikultura 2015-2019,

beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang

Hortikultura Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, Strategi Induk

Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian 2015-2019, Rencana

Strategi (Renstra) Kementerian Pertanian 2015-2019 dan cetak Biru (BluePrint)

Pembangunan Hortikultura 2011-2025. Adapun rujukan-rujukan yang digunakan

merupakan substansi penting yang tersirat maupun tersurat dalam dalam

penyusunan rencana startegis hortikultura 2015-2019.

Rencana Strategis pembangunan Hortikultura tahun 2015-2019 menjabarkan visi,

misi, target serta startegi, kebijakan utama Direktorat Jenderal Hortikultura dalam

pembangunan hortikultura lima tahun ke depan. Berbagai kegiatan utama yang

bermanfaat dan berdampak positif untuk pengembangan hortikultura ramah

lingkungan akan terus dilaksanakan serta dengan melakukan beberapa modifikasi

target, strategi dan kegiatan.

Tujuan, Target dan Sasaran Strategis

Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil resiko DPI dan

serangan OPT sehingga produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas

maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan

mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, melalui upaya-upaya:

a. Menekan kehilangan hasil hortikultura akibat dari serangan OPT dan dampak

perubahan lingkungan, serta kehilangan hasil pascapanen.

b. Optimalisasi Gerakan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan.

c. Pengembangan sistem pertanian organik.

d. Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan serta

penurunan emisi gas rumah kaca.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

6

e. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan luas serangan

dan kehilangan hasil karena DPI dan serangan OPT serta peningkatan mutu

hasil hortikultura (buah, sayuran dan obat, dan florikultura);

f. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan usahatani yang efektif

dan efisien dalam menerapkan teknologi pengendalian OPT sesuai prinsip PHT;

g. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan

kelestarian lingkungan hidup melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan

pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu

minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia (SPS-WTO);

h. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan kepuasan dan

tanggungjawab di bidang perlindungan tanaman.

Selama lima tahun (2015-2019) program perlindungan baik yang sudah dan akan

dilaksanakan, Direktorat Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 5

kegiatan yang merupakan indikator kegiatan utama (IKU) yaitu :

1. Penerapan PHT

2. Adaptasi dan Mitigasi Iklim

3. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura

4. Pengembangan Laboratorium PHP/Lab. Agens Hayati/Lab. Pestisida

5. Pengembangan Klinik PHT

Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan hortikultura maka

sasaran strategis tahun 2015-2019 adalah meningkatkan produksi, produktivitas

dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan

berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan dapat

dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2015

No Indikator Strategis KomoditasBuah Sayur Tan. Obat Florikultura

1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap total luas panen (%)

5,0 5,0 5,0 5,0

Keterangan: *) maksimal 5,0 %

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

7

Sedangkan sasaran strategis perlindungan hortikultura yang diharapkan

meliputi:

a. Tercapainya pengamanan produksi hortikultura dari serangan Organisme

Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada tahun 2015 sebesar 98,75% telah berhasil

melebihi target yang ditetapkan yaitu minimal 95%. Keberhasilan pengamanan

produksi hortikultura ini antara lain disebabkan menurunnya luas serangan OPT,

dimana pada tahun 2015 proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen rata-

rata sebesar 1,25% dari target maksimal 5%. Dengan demikian program

perlindungan hortikultura pada TA 2015 mempunyai peran yang besar dalam

mendukung pencapaian produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.

Terbangunnya sinergisme kegiatan perlindungan hortikultura yang merupakan

bagian dari sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,

berkelanjutan, dan terdesentralisasi.

b. Tercapainya koordinasi dan sinkronisasi instansi pemerintah, swasta dan

masyarakat terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian

pembangunan perlindungan hortikultura.

c. Terwujudnya sinkronisasi program dan kegiatan perlindungan hortikultura antar

berbagai instansi atau organisasi di tingkat pusat, antar instansi tingkat pusat

dengan perwakilan di luar negeri.

Arah Kebijakan, Strategi dan Program

Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura terkait dengan

sasaran strategis Tahun 2015 – 2019 adalah Pengelolaan OPT melalui pendekatan

konsep PHT; Fasilitasi pelaksanaan perlindungan Tanaman Hortikultura; Penguatan

dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan (BPTPH, Laboratorium PHP/Agens

Hayati/Lab. Pestisida, Klinik PHT dan PPAH); Peningkatan Pengendalian OPT

Ramah Lingkungan; Fasilitasi regulasi perlindungan dalam rangka peningkatan

mutu dan daya saing produk hortikultura; Penanganan Dampak Perubahan Iklim

dan Bencana Alam, menurunkan luas serangan OPT terhadap total luas panen

hortikultura maksimal 5 %, dalam rangka “Meningkatkan produksi, produktifias

dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan

berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

8

pengamanan”, yang dilaksanakan melalui upaya kegiatan utama dan kegiatan

pendukung sebagai berikut:

a. Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan

- Gerakan pengendalian OPT secara ramah lingkungan

- Fasilitasi model penerapan pengendalian OPT yang ramah lingkungan

- Pengamatan lapang terhadap serangan OPT dan DPI

- pemasyarakatan sistem perlindungan tanaman hortikultura ramah

lingkungan

- Sistem peringatan dini

b. Penguatan dan Pengembangan Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab. Pestisida

- Sertifikasi/ akreditasi Lab PHP/ Lab agens hayati/ Lab pestisida

- Peningkatan kompetensi POPT

- Peningkatan teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan melalui kaji

terap

- Pengusulan sertifikasi produk

c. Penguatan dan Pengembangan Klinik PHT dan PPAH

- Fasilitasi pemberdayaan klinik PHT-PPAH

- Perbanyakan produk bahan pengendali OPT

- Pemasyarakatan pemanfaatan bahan pengendali OPT

d. Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Penanganan Bencana Alam (Banjir dan

Kekeringan)

- Peramalan OPT

- Analisa DPI

e. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura

- Laporan bulanan, tahunan, keuangan

- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak

- Sarana kantor

- Alat pengolah data

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

9

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di atas pada

dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem

perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini:

1. Penerapan PHT

∑ Pengembangan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) merupakan dasar

bagi terwujudnya ”PHT oleh Petani”. Sumber Daya manusia (SDM) atau

petani yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam menerapkan PHT

hortikultura perlu menyebarluaskan dan memberikan keyakinan bagi petani

sekitarnya dalam mengimpementasikan teknologi perlindungan tanaman,

yang salah satunya melalui Petak Percontohan Penerapan Pengendalian

Hama Terpadu (PPHT).

∑ Petak percontohan penerapan PHT dilaksanakan di wilayah pengembangan

sentra komoditas di 32 provinsi oleh alumni SLPHT dan diharapkan akan

menjadi andalan dalam pelaksanaan SOP-GAP pada komoditas yang

dikembangkan di wilayah tersebut. Kegiatan tersebut merupakan salah satu

gerakan pendukung keberhasilan capaian kinerja pengamanan produksi

hortikultura dari serangan OPT.

2. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura Ramah Lingkungan

∑ Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman

dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan

pengendalian OPT melalui gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan

dengan pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai

sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaan gerakan

pengendalian OPT ramah lingkungan ditargetkan dapat dilakukan pada 33

provinsi.

∑ Sedangkan, kegiatan pengamanan produksi cabai dan bawang merah di

lokasi Gerakan Tanam Cabai di Musim Kering/Kemarau (GTCK) dalam bentuk

gerakan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan dilaksanakan di 22

provinsi pada 133 kabupaten/kota.

∑ Salah satu kegiatan pengelolaan dan pengendalian OPT ramah lingkungan

yang telah dilakukan dalam rangka mengurangi penggunaan pestisida kimia

adalah pengendalian hayati/biologis dengan memanfaatkan organisme hidup

lain musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit

pada serangga hama).

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

10

∑ Kegiatan ini terus dilakukan di lapangan untuk menekan tingginya

penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya

tanaman semusim.

∑ Keberhasilan pengendalian hayati juga tidak lepas dari penggunaan musuh

alami serangga hama. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan

populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan

populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak

melampaui ambang toleransi tanaman. Salah satu upaya dalam konservasi

musuh alami yaitu dengan penggunaan tanaman perangkap/border seperti

tanaman jagung, tagetes, orok – orok, dan lainnya. Penanaman tanaman

perangkap/border berguna bagi musuh alami sebagai tanaman pelindung

dan refurgia/habitat musuh alami.

3. Adaptasi Mitigasi Perubahan Iklim

∑ Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura

sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber

daya alam, yang hingga belum mampu dikendalikan oleh manusia. Oleh

karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim

dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan

pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.

∑ Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap

tahun terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan.

Langkah penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak

bencana alam terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan

strategis lebih bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah).

Pendekatan ini didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan

(frekuensi) terjadinya bencana.

∑ Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional

merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis

dan menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di

wilayah yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim,

pemanfaatan sumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air

permukaan (sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah

antisipasi adaptasi dan mitigasinya.

∑ Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil

hortikultura akibat DPI telah dilaksanakan kegiatan utama dalam bentuk

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

11

analisa hasil penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di 32 provinsi

dan peramalan OPT hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan

OPT (BBPOPT) Jatisari. Selain itu, kegiatan pendukung lainnya meliputi

inventarisasi data dan informasi tentang iklim, serta koordinasi penanganan

DPI. Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya

75 rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi

hortikultura nasional.

4. Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman

∑ Upaya pengendalian OPT sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU No.

12/1992 dan PP No. 6/1995 mengisyaratkan bahwa perlindungan tanaman

dilakukan sesuai sistem PHT. Pengembangan kelembagaan pemerintah

dalam bidang perlindungan hortikultura sesuai dengan prinsip - prinsip PHT

di daerah (BPTPH dan LPHP) diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam hal menyediakan

teknologi pengendalian OPT yang spesifik lokasi, serta sebagai pusat

pengembangan Agens Hayati. Oleh karena itu untuk mendukung kegiatan

Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura Ramah Lingkungan maka

dilakukan kegiatan Pengembangan Lab. PHP/Lab. Agensia Hayati/Lab.

Pestisida.

∑ Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 32 UPTD BPTPH

terdiri dari 116 unit LPHP dan Laboratorium Pestisida. Lokasi kegiatan

difokuskan di sentra-sentra produksi hortikultura dan sekitarnya, di lokasi

pengembangan kawasan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan yang

dilakukan berupa pengembangan teknologi pengendalian OPT hortikultura

yang ramah lingkungan yang diimplementasikan sebagai perbanyakan

pengembangan agensia hayati dan biopestisida di tingkat kelompok tani

pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama lokal

seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH, Pos IPAH, PUSPAHATI),

serta fasilitasi sarana prasarana laboratorium pengembang agens

hayati/pestisida nabati.

∑ Klinik PHT Ramah Lingkungan merupakan sebuah lembaga

produksi/perbanyakan sarana pengendalian OPT ramah lingkungan (agens

hayati) yang berperan sebagai pusat koordinasi dan konsultasi petani dan

petugas dalam menyelesaikan masalah OPT di lapang pada gilirannya

sebagai pusat layanan IPTEK pengendalian OPT.

∑ Peran Klinik PHT adalah: (1) Sebagai wadah pusat koordinasi dan konsultasi

petani dan petugas dalam menyelesaikan masalah OPT hortikultura di

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

12

lapang; (2) Mendiagnosa OPT dan kerapatannya yang ada di tanah, benih

dan pertanaman; (3) Membuat bahan pengendalian OPT-RL secara terpadu

sesuai hasil diagnose permasalahan OPT di lapang; (4) Memperbanyak

produksi agens hayati sesuai standar minimal; (5) Melakukan uji coba

penggunaan AH dalam pengendalian OPT di lapang; (6) Menerapkan gerakan

pengendalian OPT ramah lingkungan menggunakan agens hayati secara pre-

emptif,; (7) Sebagai pusat layanan ilmu pengetahuan dan teknologi

khususnya pengendalian OPT.

∑ Upaya pengendalian OPT sesuai dengan prinsip – prinsip PHT,

pengembangan, penerapan hingga pemasyarakatan teknologi

pengembangan agens hayati dan biopestisida dalam usaha budidaya

tanaman sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu dilakukan inisiasi

pengembangan fasilitasi, koordinasi dan konsultasi berbagai upaya

pengendalian OPT di tingkat lapangan dengan melibatkan partisipasi para

petani maju dan petugas melalui inisiasi dan pengembangan Klinik PHT

dengan jumlah unit minimal 1 Klinik PHT per Kecamatan.

∑ Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di daerah,

dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan

maupun petani dalam mengidentifikasi dan mengelola OPT hortikultura, serta

memberikan pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian OPT ramah

lingkungan kepada petani lainnya dan diharapkan dapat memecahkan

permasalahan perlindungan tanaman hortikultura di lapang. Oleh karena itu

fasilitasi sarana prasarana untuk pengembangan Klinik PHT/PPAH perlu

diberikan berupa peralatan (oven, kompor gas, autoclave/dandang, kulkas,

dsb) untuk pendukung perbanyakan bahan pengendali OPT ramah

lingkungan, forum koordinasi dan konsultasi bagi kelompok tani maju dalam

berkoordinasi/berkomunikasi untuk memecahkan permasalahan dan

mengantisipasi terjadinya serangan OPT di luar kebiasaan. Disamping itu

dalam cakupan komponen kegiatan ini juga memberikan saran/bahan/materi

pengendalian OPT sebagai upaya antisipatif terjadinya serangan OPT, yang

dihasilkan dari hasil koordinasi dan konsultasi diantara para kelompok tani

maju tersebut.

2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada Tahun

2015 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada Tahun 2015

telah sejalan dengan IKU dan disesuaikan dengan sasaran strategis pada

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

13

Rencana Strategis 2015-2019, yang telah disepakati di tingkat Kementerian

Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan telah ditetapkan target-target yang

akan dijadikan ukuran tingkat keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun

target Rencana Kinerja Tahunan 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2015

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan TargetMeningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

Pengamanan Produksi dari Serangan OPT

% Min 95%

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura

2.2. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit tertinggi

beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal dengan

Penetapan Kinerja (PK).

Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja TargetA Meningkatnya produksi,

produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi

1

Pengelolaan OPT Ramah Lingkungan (Kali) 2.183

2Penanganan Dampak Perubahan Iklim (Rekomendasi) 75

3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman (unit) 402

4 Penerapan PHT (kelompok) 6605 Pengamanan Produksi dari Serangan OPT 95

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

14

BAB III.

AKUNTABILITAS KINERJA

Untuk melihat realisasi pencapaian kinerja perlindungan hortikultura yang telah difasilitasi

melalui dana APBN, harus dilakukan pengukuran target yang telah ditetapkan dibandingkan

dengan pencapaian realisasi targetnya. Secara rinci realisasi pencapaian target Penetapan

Kinerja perlindungan hortikultura Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2015

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %

(1) (2) (3) (4) (5)

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamananproduksi

1 Peningkatan pengelolaan OPT (kali)

2.183 1.958 89,69

2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)

75 71 94,67

3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman(unit)

402 391 97,20

5 Penerapan PHT/ SLPHT(Klp)

660 649 98,33

6 Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen

- Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)

5,0 1,25 100

Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II (31 Desember 2015)

3.1 Analisis Pencapaian Kinerja

Berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah disahkan untuk program

perlindungan hortikultura Pada Tahun 2015 sebesar

Rp.95.884.777.000,- dengan rincian dana pagu daerah Rp. 85.161.607.000,- (88,82%),

meliputi dana Dekonsentrasi Pagu Rp. 62.323.722.000,- , TP Provinsi pagu Rp.

17.134.425.000,-, TP Kab/Kota Pagu Rp. 5.703.460.000,-, dan Pagu Pusat Rp.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

15

10.723.170.000,- (11,18%). Alokasi dana tersebut dalam upaya pengelolaan OPT dan

DPI (banjir, kekeringan dan bencana alam) yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,

sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat DPI dapat ditekan pada taraf tidak

menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang dihasilkan memenuhi

persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing tinggi di pasaran baik pasar

lokal, regional maupun global.

Sasaran strategi Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura

yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT

secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi dari serangan OPT sebesar 95%,

merupakan target rasional yang dimungkinkan dapat dicapai berdasarkan kemampuan

penganggaran, SDM dan peningkatan koordinasi antar instansi terkait di pusat dan

daerah.

Hasil analisa data yang masuk hingga periode laporan Desember II Tahun 2015 (16-31

Desember 2015) bahwa proporsi luas serangan yang terealisasi justru melebihi target

yang ditetapkan, yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,25 % dari 5 % luas serangan

yang ditetapkan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun 2015

dapat ditekan serendah-rendahnya dengan capaian pengamanan produksi sebesar

98,75%. Dengan demikian program perlindungan hortikultura pada TA 2015 mempunyai

peran yang besar atau menunjukkan prestasi yang baik dalam mendukung pencapaian

produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.

Hasil pengukuran pencapaian masing-masing sasaran di atas secara umum menunjukkan

bahwa pencapaian kegiatan Perlindungan Hortikultura Tahun 2015 rata-rata 1,25%.

Capaian tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata - rata pencapaian tahun

2014 yaitu sebesar 1,94%.

Rincian Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan Hortikultura

pada Tahun 2015, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai berikut:

1. Pengelolan dan Pengendalian OPT Hortikultura Ramah Lingkungan

∑ Capaian pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan sebanyak

2.183 kali di 33 provinsi dan pusat melalui dana APBN (Dekonsentrasi), Tugas

Pembantuan (TP) provinsi maupun dinas kabupaten, dan APBN-P. Capaian yang

diperoleh adalah sebanyak 1.958 kali atau 89,69%. Rendahnya capaian tersebut

salah satunya disebabkan adanya penghematan belanja perjalanan yang

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

16

menyebabkan pelaksanaan gerakan pengendalian tidak dapat terlaksana

keseluruhan. Selain itu, adanya keterlambatan proses pengadaan bahan

pengendali OPT (APBNP) mendukung GTCK berpengaruh terhadap capaian

kegiatan pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura.

∑ Hasil pengendalian OPT hortikultura berdasarkan sistem PHT pada tahun 2015

mampu menekan luas serangan OPT hortikultura, yaitu proporsi luas serangan

terhadap luas panen Tahun 2015 mencapai 1,25 % atau lebih tinggi dari target

maksimal penurunan luas serangan 5 % yang ditetapkan.

∑ Penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya tanaman

semusim masih tinggi, oleh karena itu perlu terus mengembangkan pengendalian

ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Salah satu

prinsip pengendalian yaitu pengendalian hayati/biologis.

∑ Pengendalian secara biologis mengggunakan agens hayati semakin berkembang

karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa

keunggulan tersebut adalah aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan,

dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder, produk tanaman yang

dihasilkan bebas residu pestisida, terdapat disekitar lingkungan pertanaman

sehingga petani tidak akan tergantung lagi dengan pestisida sintetis dan

menghemat biaya produksi. Sudah banyak agens hayati yang dikembangkan

untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, antara lain Trichoderma sp.,

Pseudomonas fluorescens, Metharhizium sp., Beauveria bassiana,

Corynebacterium sp., Bacillus subtilis, PGPR, dan MOL (Mikroorganisme Lokal).

∑ Era pasar global dan tuntutan konsumen yang kecenderungan memilih produk

hortikultura ramah lingkungan dan aman dikonsumsi, mendorong pemerintah dan

stakeholder untuk meningkatkan penyediaan pestisida biologi di lapangan. Hal ini

relevan dengan paradigma baru pembangunan pertanian, yaitu pertanian

bioindustri.

∑ Terkait hal tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam peningkatan

mutu pestisida biologi yang berupa agens hayati, telah menyusun 7 (tujuh)

standar mutu minimal agens hayati yang dimulai pada tahun 2014 dan 2015.

Agens hayati tersebut yaitu Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis,

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

17

Trichoderma viridae., Spodoptera nucleopolyhedrosis virus (Se-NPV), Mikoriza,

Paecilomyces sp., dan Paenibacillus polimexa.

∑ Salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura dan

dengan berlakunya ketentuan SPS-WTO yang mengikat dalam perdagangan

global produk pertanian, maka setiap negara anggotanya diminta untuk

memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan oleh pasar internasional. Perdagangan

internasional akan menuntut tersedianya produk-produk hortikultura yang

bermutu yang diyakini tidak terinfeksi atau bebas dari kandungan OPT dan residu

pestisida. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu upaya dalam pemenuhan

persyaratan SPS–WTO maka Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan

sinergisme sistem perlindungan hortikultura.

∑ Untuk mendukung tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan surveilans OPT

hortikultura sebagai draft pest list, identifikasi OPT hasil surveilans, pembuatan

koleksi, penyusunan laporan di 13 provinsi, penerapan AWM (Area Wide

Management) pada tanaman mangga Gedong di Indramayu. Hasilnya diperoleh

14 draft pest list hortikultura atau capaian 100 %.

∑ Upaya lain dalam pemenuhan tujuan ekspor dan pemantauan produk dari

penggunaan pestisida juga dilakukan analisa residu pestisida pada produk

hortikultura. Pada tahun 2015, produk hortikultura yang telah dianalisa residunya

sebanyak 38 sampel buah impor (jeruk, anggur, apel, pear, plum, blueberries,

nectarine, peach, lengkeng, kiwi, jambu, srikaya dan buah naga), dan 3 (tiga)

sampel sayuran impor yaitu bawang putih, wortel, dan kubis. Sedangkan 2 (dua)

sayuran lokal yang dianalisa residu pestisidanya yaitu bawang merah, dan cabai.

Hasil analisa residu pestisida pada produk hortikultura umumnya masih di bawah

BMR dengan rincian dapat dilihat pada tabel.

∑ Selain menganalisa residu pestisida pada produk hortikultura, juga dilakukan

analisa kandungan formalin pada buah impor. Buah impor yang diuji kandungan

formalin sebanyak 100 sampel yang diambil dari supermarket/pasar buah di

Jakarta yang terdiri atas buah jeruk, jambu air, kiwi, apel, lengkeng bangkok,

pear, peach yellow, plum, dan anggur.

∑ Hasil analisa residu pestisida kimia pada hortikultura Tahun 2015 khususnya pada

tanaman buah masih di bawah BMR dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

18

Tabel 6. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura Tahun 2015

No. KomoditasTerdeteksi

dibawah BMRTidak

terdeteksiBelum ditetapkan

1. Buah Impor 1 (2,5 %) 39 (97,5%) 0 (0%)

2. Sayur - - -

Jumlah 1 (2,5%) 39 (97,5%) 0 (0%)

Dari 40 sampel bahan aktif yang diuji pada 38 sampel buah impor dengan

menggunakan uji kromatografi gas, yang terdeteksi dibawah BMR sebanyak 1 bahan

aktif atau 2.5 %. Sedangkan yang tidak terdeteksi sebanyak 39 bahan aktif atau

97.5 %. Dari hasil analisis residu formalin pada 100 sampel buah dengan

menggunakan metode uji spektrofotometer tidak terdeteksi adanya kandungan

formalin pada buah impor tersebut. Sedangkan pada produk sayuran lokal yang diuji

masih dalam proses analisa residu pestisida.

2. Antisipasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

∑ Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya 75

rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi hortikultura

nasional.

∑ Capaian yang diperoleh adalah 71 rekomendasi atau sebesar 94,67%. Tidak

maksimalnya capaian tersebut salah satunya disebabkan adanya pengurangan

pagu anggaran yang menyebabkan dibeberapa daerah tidak dapat merealisasikan

kegiatan analisa DPI. Selain itu juga, kemampuan untuk analisis korelasi antara

unsur iklim terhadap OPT masih kurang.

∑ Salah satu upaya dalam penerapan model adaptasi dan mitigasi DPI yaitu

penerapan teknologi irigasi tetes sederhana pada tanaman cabai dalam bentuk

petak percontohan. Tujuan dari model penerapan teknologi ini adalah untuk

mendapatkan rakitan teknologi adaptasi dan mitigasi penanganan DPI khususnya

di musim kemarau serta memasyarakatkan teknologi adaptasi dan mitigasi

terhadap DPI pada tanaman hortikultura pada umumnya. Hasil penerapan irigasi

tetes sederhana pada tanaman cabai, selain hemat penggunaan air juga

menghemat waktu dan tenaga kerja.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

19

Model penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI menggunakan irigasi tetes sederhana pada tanaman cabai

∑ Salah satu kegiatan BBPOPT Jatisari yaitu pengembangan dan penerapan

peramalan OPT hortikultura. Penerapan peramalan OPT dapat diimplementasikan

pada berbagai komoditas tanaman hortikultura terutama pada beberapa

komoditas unggulan hortikultura baik pada komoditas buah-buahan, sayuran

maupun komoditas hortikultura lainnya. Namun untuk mendapatkan model

peramalan yang baik maka perlu diupayakan pengembangan model peramalan

yang lebih sesuai dengan karakteristik OPT hortikultura.

∑ Optimalisasi pengembangan, penerapan dan evaluasi model peramalan serangan

OPT dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan bimbingan teknis oleh Balai

Besar Peramalan OPT ke UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Substansi materi bimbingan teknis tersebut meliputi substansi (1) penguatan

sistem pengamatan OPT, (2) pengembangan model peramalan OPT, (3) teknik

penyajian data prakiraan dan evaluasi peramalan OPT melalui pemetaan, dan (4)

pengendalian OPT.

∑ Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani khususnya

hortikultura dengan menyusun rencana pengelolaan hortikultura yang adaptis

terhadap DPI, meliputi pemeliharaan lokasi di luar daerah DPI, memperbanyak

pemupukan organik, penggunaan benih unggul yang toleran banjir/kekeringan,

dan menyesuaikan pola tanam dengan kondisi musim, serta menyiapkan sarana

embung dan pompanisasi untuk membuang air bila terjadi banjir dan mengairi

kebun saat mengalami kekeringan.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

20

4. Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman

∑ Capaian pengembangan lembaga perlindungan tanaman 391 unit dari target yang

ditetapkan yaitu sebesar 402 unit atau 97,20 %.

∑ Mendorong peningkatan mutu produk LPHP/LAH, maka sejak tahun 2014

Direktorat Perlindungan Hortikultura telah menginisiasi sertifikasi ISO 9001:2008

beberapa LPHP/LAH di Indonesia. LPHP yang telah berhasil tersertifikasi pada

tahun 2014 yaitu LPHP Pandak, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan LPHP

Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015, 3 LPHP/LAH dalam proses

sertifikasi yaitu LPHP Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, LAH Bukit Tinggi Provinsi

Sumatera Barat, dan LAH Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

Kegiatan perbanyakan agens hayati di LAH Maros –Provinsi Sulawesi Selatan

∑ Fasilitasi yang dilakukan melalui kegiatan ini berupa forum koordinasi dan

konsultasi bagi kelompok tani maju dalam berkoordinasi/berkomunikasi untuk

memecahkan permasalahan dan mengantisipasi terjadinya serangan OPT di luar

kebiasaan. Disamping itu dalam cakupan komponen kegiatan ini juga

memberikan saran/bahan/materi pengendalian OPT sebagai upaya antisipatif

terjadinya serangan OPT, yang dihasilkan dari hasil koordinasi dan konsultasi

diantara para kelompok tani maju tersebut.

b. Penerapan PHT

∑ Dalam rangka menunjang suksesnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

Direktorat Perlindungan Hortikultura, maka kegiatan penerapan PHT dilaksanakan

pada UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) di 32

Propinsi, serta 1(satu) fungsi perlindungan tanaman hortikultura pada Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultra Propinsi Kepulauan Riau.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

21

∑ Petak percontohan penerapan PHT dilaksanakan di wilayah pengembangan sentra

komoditas oleh alumni SLPHT dan diharapkan akan menjadi andalan dalam

pelaksanaan SOP-GAP pada komoditas yang dikembangkan di wilayah tersebut.

∑ Petak percontohan penerapan PHT dengan menerapkan 4 prinsip PHT guna

melindungi tanaman dari serangan OPT dapat dilaksanakan dalam bentuk skala

kawasan, pada 1 kelompok pelaksanaan penerapan PHT pada petak percontohan

diawali dengan pertemuan koordinasi, pelaksanaan (penyediaan sarana produksi,

komponen bahan pengendalian, pestisida biologi dan kompensasi lahan),

pengamatan agroekosistem, pembinaan teknis, temu lapang dan pelaporan,

dengan luasan minimal 2.000 m2 per satu petak percontohan di tiap kecamatan

sentra/kawasan pengembangan hortikultura yang ditetapkan Direktorat Budidaya

(Buah, Sayur, Florikultura) di propinsi tertentu.

∑ Kontrol implementasi penerapan PHT, diharapkan menjadi masukan perbaikan

dalam pelaksanaan penerapan PHT yang dilaksanakan di daerah masing-masing

dan sebagai perbandingan antara yang diharapkan dengan realisasi yang

dilakukan.

∑ Lokasi kegiatan petak contoh penerapan PHT: DKI Jakarta (2 kelompok), Jawa

Barat (26 kelompok), Jawa Tengah (36 kelompok), DI Yogyakarta (26 kelompok),

Jawa Timur (34 kelompok), Aceh (20 kelompok), Sumatera Utara (38 kelompok),

Sumatera Barat (40 kelompok), Riau (20 kelompok), Jambi (25 kelompok),

Sumatera Selatan (22 kelompok), Lampung (25 kelompok), Kalimantan Barat (28

kelompok), Kalimantan Tengah (12 kelompok), Kalimantan Selatan (23

kelompok), Kalimantan Timur (21 kelompok), Sulawesi Utara (22 kelompok),

Sulawesi Tengah (20 kelompok), Sulawesi Selatan (30 kelompok), Sulawesi

Tenggara (12 kelompok), Maluku (12 kelompok), Bali (15 kelompok), NTB (24

kelompok), NTT (18 kelompok), Papua (10 kelompok), Bengkulu (28 kelompok),

Maluku Utara (9 kelompok), Banten (7 kelompok), Gorontalo (15 kelompok),

Kepri (6 kelompok), Papua Barat (9 kelompok), Sulawesi Barat (9 kelompok).

∑ Pada tahun 2015 realisasi PPHT adalah 649 kelompok dengan capaian 98,33%

dari target 660 kelompok.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

22

Lokasi penerapan PHT pada komoditas bawang merah di Daerah Istimewa Yogyakarta

c. Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan OPT pada

Komoditas Hortikultura

∑ Capaian pengamanan produksi hortikultura Tahun Anggaran 2015 dari serangan

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) telah melebihi target yang ditetapkan,

yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,25 % atau pengamanan produksi

hortikultura terhadap serangan OPT pada Tahun 2015 mencapai 98,75%. Hal ini

melebihi target capaian kinerja yaitu pengamanan produksi dari serangan OPT

minimal sebesar 95%. Dengan demikian program perlindungan hortikultura pada

TA 2015 mempunyai peran yang besar dalam mendukung pencapaian produksi

dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.

∑ Pengamatan OPT hortikultura merupakan bagian penting dalam PHT, karena itu

sangat penting pula untuk dilaksanakan di lapangan, agar populasi OPT

hortikultura dapat diketahui secara dini, sehingga pengendalian OPT dapat

dilakukan secara efektif dan efisien serta minimal penggunaan pestisida kimia.

Untuk mendukung kegiatan tersebut telah dilaksanakan kegiatan penerapan

metode pengamatan OPT hortikultura, pengamatan, analisis dan manajemen data

OPT, peningkatan kemampuan teknis POPT dan petugas Laboratorium PHP, dan

pemetaan wilayah sebar serangan OPT hortikultura di 33 provinsi, yaitu sebanyak

324 kali, dengan capaian 95 %. Rendahnya capaian kegiatan pelaporan

pengamatan OPT, karena di beberapa daerah terjadi pergantian petugas

pelaporan, sehingga pelaporan bulanan yang disampaikan tidak memenuhi

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

23

target. Terbatasnya jumlah petugas POPT di lapangan yang tidak sebanding

dengan jumlah dan luas wilayah pengamatan yang diamati serta usia yang rata-

rata hampir memasuki masa pensiun menyebabkan pelaksanaan kegiatan

pengamatan menjadi tidak optimal.

∑ Hasil prakiraan dari data series serangan OPT hortikultura lima tahun terakhir,

bahwa OPT yang perlu perhatian untuk pengelolaannya setiap perubahan musim,

yaitu jenis hama pada musim kemarau dan jenis penyakit pada musim hujan.

∑ Untuk mengatasi keterbatasan SDM pelindungan ke depan, fasilitasi sarana

pendukung kegiatan pengamatan yang modern dan kelengkapan buku-buku

perlindungan bergambar dalam jumlah nyang memadai sangat membantu

efektifitas pengamatan di lapangan.

∑ Informasi lain yang diperoleh pada Tahun 2015 dalam peningkatan pengamatan

OPT antara lain :

1) Pelaporan serangan OPT dan dampak BA dinilai cukup baik meskipun belum

lancar dan tepat waktu, karena sebagian besar pelaporan masih melalui pos.

Penyampaian laporan oleh UPTD BPTPH rata-rata terlambat 2 bulan (Tabel

9),

2) Program SIM dan atau pelaporan melalui email ([email protected]) yang

telah dirancang sejak Tahun 2003, belum dimanfaatkan secara optimal oleh

UPTD BPTPH,

3) Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan

optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai

masih lambat,

4) Informasi dan analisa dampak fenomena iklim terkait terjadinya bencana

alam (banjir dan kekeringan) dan timbulnya OPT baru, belum banyak

ditangani secara optimal.

∑ Beberapa permasalahan antara lain : 1) Analisa serangan OPT dan rekomendasi

pengendaliannya belum dilakukan optimal sehingga respon terhadap

permasalahan OPT dinilai masih lambat, 2) Informasi dan analisa DPI terkait

terjadinya bencana alam (banjir dan kekeringan) dan timbulnya OPT baru belum

banyak ditangani secara optimal, dan 3) Sosialisasi keberadaan fungsional

khususnya POPT perlu ditingkatkan untuk pembinaan karier PNS sehingga dapat

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

24

meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, 4) Pengembangan sistem

perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih belum didukung sarana

laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai, sehingga pengamanan

produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai maksimal.

d. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura

∑ Menunjang kegiatan sistem perlindungan tanaman, maka dibutuhkan kelengkapan

kerja pendukung dan fasilitas yang memadai agar penyelenggaraan kegiatan dapat

berjalan dengan baik. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat

berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat maupun di

daerah antara lain berupa sarana pendukung kegiatan sinergisme sistem perlindungan

hortikultura dengan SPS-WTO, analisis dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan

perlindungan hortikultura difokuskan pada penyelesaian OPT di lapangan melalui

kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura.

∑ Di pusat telah dilaksanakan pengadaan secara langsung berupa sarana penunjang

kegiatan sistem perlindungan hortikultura berupa laptop 13 unit, PC 14 unit, Printer

14 unit, mini mikroskop 4 unit, kamera DSLR 1 unit, dan handycamp 1 unit.

∑ Pedoman-pedoman pengendalian dan pengamatan hortikultura sangat penting untuk

mengelola dan mengendalikan serangan OPT hortikultura dan menurunkan potensi

serangan sehingga berdampak pada peningkatan kualitas produksi dan pascapanen

hortikultura. Output kegiatan ini ditargetkan sebanyak 6 judul dan terealisasi

seluruhnya (100%).

∑ Layanan perkantoran dilaksanakan di 33 provinsi dengan target selama 12 bulan

layanan dan terealisasi seluruhnya (100%).

3.2 Analisis Pencapaian Keuangan

Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian sasaran strategis yang telah tergambar di Penetapan Kinerja dapat dicapai dengan ketersediaan anggaran.

Pagu sesuai penetapan kinerja (PK) sebesar Rp. 95.884.777.000,- dengan rincian pagu Dana Dekonsentrasi di BPTPH Rp.62.323.722.000,-, Dana TP Propinsi Rp. 17.134.425.000,- Pagu TP Kab/Kota Rp. 5.703.460.000,- dan pagu Pusat Rp 10.723.170.000,-

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

25

Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura Tahun 2015, menuntut adanya suatu sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja.

Adapun realisasi Kegiatan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura per output tertanggal 15 Januari 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut Kegiatan Utama

KEGIATAN OUTPUT SATUANPAGU RKAKL-

DIPAREALISASI-

DIPA %Pengembangan

Sistem

Perlindungan

Tanaman

Hortikultura

SLPHT/PPHT Kelompok 18.376.876.000 17.814.563.050 96,94

Adaptasi dan Mitigasi Iklim

Rekomendasi 2.279.529.000 2.092.744.550 91,80

Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura

Kali 54.203.267.000 49.367.722.780 91,00

Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman

Unit 12.372.616.000 11.330.884.000 91,50

Pedoman-Pedoman

Judul 467.677.000 443.561.150 94,84

Layanan Perkantoran

Bulan Layanan 4.868.162.000 4.835.366.836 99,30

TOTAL 95.884.777.000 86.561.841.466 90,28Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diakses di laporan PMK 249 dari Evaluasi dan Pelaporan per 15 Januari 2016.

Sampai dengan tanggal 15 Januari 2016, realisasi kegiatan Direktorat Perlindungan

Hortikultura untuk Daerah sebesar Rp. 62.323.722.000, Dana TP Propinsi

Rp. 17.134.425.000,- Pagu TP Kab/Kota Rp. 5.703.460.000,- dan pagu Pusat

Rp 10.723.170.000,- Total sebesar Rp. 95.884.777.000,- Dengan realisasi sesuai PMK

249 Tahun 2012 : Pusat Rp. 10.225.270.300,- (95,36%) , dana TP Propinsi

Rp. 12.665.581.580,- (73,92%), dan TP Kab/Kota Rp. 4.755.233.600,- (83,37%), dan

BPTPH Rp. 58.915.755.986,- (94,53%). Pagu Direktorat Perlindungan Pusat dan Daerah

sebesar Rp. 95.884.777.000,- dengan realisasi Rp. 86.561.841.466,- (90,28%).

Rendahnya capaian realisasi anggaran di Satker daerah terjadi setelah satker UPTD-

BPTPH berada atau dikelola oleh Satker Diperta Propinsi.

Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2015 sebesar

95,46% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja keras petugas dan

stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, sehingga

Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien,

ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan OPT dan DPI ramah lingkungan untuk

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

26

mendukung pengembangan agribisnis hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-

WTO, yaitu produk minimal residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing

di pasar global.

3.3.Permasalahan Secara Umum

Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan

hortikultura tahun 2015, namun demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami,

berbagai permasalahan dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek

manajemen. Beberapa permasalahan dan hambatan yang ditemui dalam

pembangunan agribisnis selama ini sebagai berikut:

1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura

tersebut antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada proses

pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di dinas pertanian,

penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu lebih lama, dan adanya

kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi iklim (SLPHT/Penerapan PHT).

2. Fasilitasi Bantuan untuk Pengembangan Kawasan yang menggunakan sistem

lelang capaian realisasi fisik masih terkendala beberapa hal misalnya menunggu

waktu musim yang tepat dan masalah lainnya.

3. Pengembangan sistem perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih

belum didukung sarana laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai,

sehingga pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai

maksimal.

4. Kemampuan SDM pengelola Satker belum memadai terutama pada daerah yang

mendapatkan alokasi dana cukup besar dan adanya alih tugas tenaga yang belum

terlatih, menyebabkan kegiatan pembangunan hortikultura tidak dapat berjalan

maksimal bahkan tidak berjalan optimal.

5. Masih adanya pengelola Satker dan atau pelaksana kegiatan yang belum

mencermati POK, Pedum dan Juklak secara cermat. Sehingga masih terdapat

kegiatan yang tidak megacu pada aturan dan atau ketentuan yang berlaku;

6. Masih adanya pengelola Satker dan atau pelaksana kegiatan yang belum

mencermati POK, Pedum dan Juklak secara cermat. Sehingga masih terdapat

kegiatan yang tidak megacu pada aturan dan atau ketentuan yang berlaku;

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

27

7. Kurangnya koordinasi antara petugas/pelaksana kegiatan di daerah dengan

petugas/pelaksana di pusat, sehingga capaian target pelaksanaan kegiatan belum

optimalMasih adanya beberapa Satker yang belum melaporkan capaian output

fisik, sehingga capaian realisasi fisik tidak sesuai dengan capaian realisasi

keuangan;

8. Kelembagaan petani pada umumnya masih lemah dan adopsi teknologi maju

masih rendah.

9. Laporan BPTPH yang disampaikan belum menggambarkan potret realisasi 5

kegiatan IKU perlindungan hortikultura, tetapi umumnya melaporkan realisasi

kegiatan gerakan pengendalian OPT dan SLPHT/Penerapan PHT. Akibatnya,

menyulitkan untuk mengetahui kendala teknis masing-masing kegiatan yang

terjadi di lapangan, sehingga solusi konkrit yang diberikan untuk kelancaran

pelaksanaan kegiatan ke depan kurang efektif.

10. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, luas lahan pertanian semakin

berkurang/menyempit,dan penggabungan Satuan Kerja menyebabkan masih

terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong sehingga

pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat pengawasan dan

laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan sasaran (obyek) komoditas

tanaman yang dikawal oleh seorang POPT terlalu banyak (pangan dan

hortikultura) yang berakibat pada kurang intensifnya pengamatan OPT.

11. Masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan petani terhadap

identifikasi OPT, penggunaan bahan kimia masih merupakan alternatif pertama

dalam sistem pengelolaan OPT hortikultura oleh petani, bahan pengendalian OPT

Hortikultura belum tersedia pada tingkat lapang yang bersifat ramah lingkungan

(Agens Hayati ataupun biopestisida).

12. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah antara lain

kekurangan SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dan sarana

prasarana yang tersedia terbatas, sehingga cukup menyulitkan para petugas

POPT – PHP dalam mengcover wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2

kecamatan untuk melaksanakan tupoksinya. Minimnya sarana untuk menunjang

pelaksanaan kegiatan POPT antara lain, buku pedoman perlindungan bergambar,

alat pengolah data, identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

28

cuaca/iklim. Sedangkan prasarana yang belum memadai antara lain ruangan lab

untuk pengembangan agens hayati dan biopestisida, serta dukungan pemerintah

dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan UU N0. 13 Tahun 2010 tentang

Hortikultura, antara lain gerakan pengelolaan OPT dan DPI yang ramah

lingkungan.

13. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka pelaksanaan

pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data membutuhkan

rentang waktu yang panjang;

14. Bahan starter agens hayati yang diperlukan untuk pengembangan agens hayati

masih relatif sulit untuk diperoleh, SDM dalam hal ini petani yang belum

sepenuhnya terampil dalam perbanyakan agens hayati, sarana untuk

pengembangan agens hayati di tingkat kelompok tani kurang memadai, dan tidak

semua petugas POPT di lapangan handal dalam teknik pengembangan agens

hayati di tingkat lapangan, serta belum tersedianya payung hukum untuk

menjamin pengembangan biopestisida.

15. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan menghadapi

perubahan iklim antara lain perlu digalakkan kembali sistem peringatan

dini/bahaya dan sistem pelaporan perlindungan hortikultura yang baik.

3.4 Tindak Lanjut

Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat

Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi capaian

kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih baik dibandingkan

sebelumnya.

2. Pada TA 2015, sebaiknya Satker dinas menunjuk petugas UPTD menjadi verifikator

kegiatan masing–masing, supaya proses penyiapan administrasi cepat dan pencairan

dana untuk kegiatan dapat dipenuhi dalam jangka waktu 2 – 3 hari.

3. Laporan evaluasi perlindungan yang disampaikan sebaiknya dapat memotret

realisasi 5 IKU perlindungan, atau minimal menyajikan secara ringkas dalam bentuk

matrik dan permasalahan serta progress penyelesaiannya dijelaskan secara lisan,

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

29

sehingga kendala yang timbul di lapangan dapat dicarikan solusi penanganan yang

lebih efektif guna meningkatkan capaian kegiatan pada tahun mendatang.

4. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata sepanjang

tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal 5 musim/tahun) di

daerah karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim dengan perkembangan

OPT, menjadi bahan rekomendasi dalam kegiatan DPI.

5. Revitalisasi SLPHT hortikultura mendesak dilakukan dengan melibatkan pakar dan

stakeholder, agar pelaksanaannya di lapangan sesuai pedum, sehingga

pengendalian OPT ramah lingkungan dan tersedianya mutu produk aman konsumsi

makin meningkat dari tahun ke tahun.

6. Untuk mengurangi emisi GRK pada hortikultura, diperlukan demplot–demplot

budidaya sesuai GAP yang mampu menurunkan emisi GRK baik pada hortikultura

semusim maupun tanaman tahunan.

7. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka kesejahteraan

petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik antara satker, ULP dan tim

teknis kegiatan, sehingga output yang dihasilkan tersedianya sarana perlindungan

sesuai rencana, efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).

8. Upaya pemecahan masalah dalam kegiatan perlindungan hortikultura tahun 2014

yaitu meningkatkan kegiatan fasilitasi pelaksanaan SLPHT/Penerapan PHT/SLI, Klinik

tanaman/PPAH, dan gerakan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan oleh

kelompok tani, sehingga mendorong penumbuhan keyakinan kepada petani

terhadap upaya alternatif pengendalian yang berwawasan/ramah lingkungan, yang

apabila dilaksanakan dengan baik dan benar mampu menekan serangan OPT dan

meningkatkan kwalitas hasil.

9. Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan

perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani dan

petugas lapang. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan

kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan OPT

berdasarkan sistem PHT, pemberdayaan petani melalui kegiatan SLI dan SLPHT

perlu ditingkatkan THL POPT perlu dimaksimalkan dan diusulkan menjadi PNS.

10. Menyusun regulasi tentang pendaftaran, produksi, standar mutu dan peredaran

pestisida biologi.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

30

11. Melakukan pencermatan pada Pedoman Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan kegiatan

agar pelaksanaan kegiatan berjalan dengan benar dan sesuai aturan. Disamping itu

pencermatan POK perlu dilakukan agar jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai

dengan rencana semula dapat segera dilakukan ralat dan atau revisi POK;

12. Identifikasi CP/CL agar dapat dilakukan di tahun sebelumnya, proses lelang dapat

dilakukan di awal tahun, sehingga pelaksanaan kegiatan tanam juga dapat

dilakukan pada musim tanam di awal tahun;

13. Berkoordinasi secara intensif antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka

mempercepat pelaksanaan kegiatan strategis;

14. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM POPT dan sarana pengamatan OPT dan

iklim serta gerakan pengelolaan OPT Hortikultura ramah lingkungan dengan

optimalisasi pelaksanaan SLPHT, Klinik PHT, dan pengembangan agens hayati pada

masing-masing lokasi kawasan pengembangan hortikultura dan peningkatan

kualitas laboratorium pengamatan hama penyakit serta laboratorium pestisida pada

wilayah tertentu.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

31

BAB IV.

PENUTUP

Perlindungan tanaman sebagai suatu subsistem produksi, diharapkan berperan luas dalam

peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk yang berdaya saing, dan akses pasar

yang lebih baik. Peran tersebut adalah menurunnya luas kerusakan lahan dan kehilangan

hasil akibat DPI dan serangan OPT, terwujudnya keberhasilan usahatani melalui upaya

pengelolaannya yang efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT,

terwujudnya produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian

lingkungan hidup, serta terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS–WTO. Harapan

tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan tanaman, yaitu

membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien serta tertib aturan.

Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat

Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:

a. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas dan

petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis

dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi,

sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi

ramah lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui SLPHT,

telah menjadi kegiatan penting jajaran UPTD BPTPH, sehingga perlu dijadikan ciri khusus

pelaksanaan perlindungan tanaman.

b. Koordinasi apresiasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga penelitian

dan perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil pengembangan teknologi dari

institusi perlindungan tanaman, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP),

memperoleh dukungan keilmiahan, sehingga teknologi tersebut mudah diterima,

diterapkan dan dimasyarakatkan oleh petani.

c. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II,

maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman, terus

diupayakan dan didorong ketersediaannya oleh semua pihak.

d. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi yang efektif antara satker dan penanggung

jawab kegiatan dalam memilih pemenang tender barang supaya kualitas dan waktu

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

32

penyaluran alat dan bahan sesuai aturan yang ditetapkan bersama dan memenuhi kaedah

SPI.

Semoga laporan LAKIN 2015 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di bidang

perlindungan untuk masa – masa yang akan datang.

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

33

Lampiran 1. IKU DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

1. Tugas

Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang perlindungan hortikultura.

2. Fungsi

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran

dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,

florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan

tanaman buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan

persyaratan teknis;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah,

sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;

dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.

3. Sasaran dan Indikator Kinerja Utama

No. Sasaran Indikator Kinerja Utama

Sumber Data

1. Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi

1. Pengelolaan OPT ramah lingkungan

Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Propinsi.

2. Dampak Perubahan Iklim

Laporan dari BPTPH dan BMKG

3. Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman

Laporan dari Balai Proteksi tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH)

4. Penerapan PHT/SLPHT Laporan dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura(BPTPH)

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

34

Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN

UNIT ORGANISASI ESELON II :(a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

TAHUN ANGGARAN : (b) 2015

Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(1) (2) (3) (4) (5)

Peningkatan usaha pengamanan dan system perlindungan hortikultura

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi

1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali)

2.183

2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)

75

3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman (unit)

402

4 Penerapan PHT(Klp) 660

5 Pengamanan Produksi dari Serangan OPT

Min 95

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

35

Lampiran 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

36

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

37

Lampiran 4. PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2015 DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %

(1) (2) (3) (4) (5)

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan produksi

1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali) 2.183

1.958 89,69

2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)

75 71 94,67

3 Pengembangan Lembaga Perlindungan Tanaman (unit)

402 391 97,20

4 Penerapan PHT (Klp) 660 649 98,33

5 Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen

- Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)

5,0 1,25 100

Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II (31 Desember 2015)

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

38

Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT Dibandingkan Luas Panen Hortikultura Tahun 2014-2015*

No. Uraian

Nilai LS/LP *) (+/-),

2015* -

20142014 2015*

1 2 6

1. Buah-buahan

Luas panen, LP (ha)

Luas serangan OPT, LS (ha)

Porsi LS/LP (%)

100.793,67

3.147,54

3,12

457.308,84

4.315,75

0,94 (2,18)

2. Sayuran

Luas panen, LP (ha)

Luas serangan OPT, LS (ha)

Porsi LS/LP (%)

519.806,3

20.901,1

4,00

582.735

18.655,7

3,20 (0,8)

3. Florikultura

Luas panen, LP (ha)

Luas serangan OPT, LS (ha)

Porsi LS/LP (%)

1.110.518

3.918

0,35

3.331,68

183,6

0,45 0,1

4. Tanaman Obat

Luas panen, LP (ha)

Luas serangan OPT, LS (ha)

Porsi LS/LP (%)

26.930

82,4

0,30

18.933,9

35,1

0,40 0,1

Rerata 1,94 1,25 (0,79)

*) Nilai LS / LP, proporsi luas serangan terhadap luas panen

*) Data sementara, belum semua data terkumpul

- Capaian Proporsi Luas Serangan OPT Terhadap Luas Panen, sampai dengan

bulan Desember 2015, rata-rata adalah 1,25 % dengan kisaran antara 0,4% -

3,20%. Meliputi OPT buah 0,94%, OPT Sayuran 3,20%, OPT Florikultura 0,45 % dan

OPT tanaman obat 0,4 %. Proporsi luas serangan OPT Tahun 2015 turun 0,69%

dibandingkan dengan TA 2014 (1,94 %).

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

39

Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen

(2014-2015*)

- Pada tahun 2014 - 2015 mulai terjadi penurunan serangan OPT hortikultura yaitu

pada tahun 2014 sebesar 1,94% dengan pengamanan produksi sebesar 98,06%; dan

1,25 % pada tahun 2015 atau mampu mengamankan produksi sebesar 98,75%.

- Keberhasilan pencapaian pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT yang

cukup baik ini merupakan hasil atas dukungan pemerintah melalui kegiatan

penerapan PHT/SLPHT, gerakan pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan,

model penerapan adaptasi dan mitigasi iklim, penguatan kelembagaan perlindungan

hortikultura (pengembangan LPHP/LAH/Lab. Pestisida, dan pengembangan Klinik

PHT), serta kegiatan pendukung lainnya sinergisme sistem perlindungan menghadapi

SPS – WTO (Sanitary and Phytosanitary of the World Trade Organization) dan

kerjasama ACIAR (Australian Centre for International Agriculture Research) dalam

penanganan lalat buah dalam rangka menurunkan luas serangan OPT hortikultura.

2014 2015*

Buah-buahan 3.12 0.94

Sayuran 4 3.2

Florikultura 0.35 0.45

Tanaman Obat 0.3 0.4

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

Prop

orsi

LS/

LP (%

)

Grafik Proporsi Luas Serangan (LS) OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen (LP) (2014-2015*)

Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2015

40

Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun 2015

No ProvinsiBulan %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121. NAD √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1002. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1003. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1004. Riau √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1005. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1006. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1007. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1008. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 1009. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10010. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10011. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10012. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10013. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10014. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10015. NTB √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10016. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10017. Kalbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10018. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10019. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10020. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10021. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10022. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10023. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10024. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10025. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10026. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10027. Malut - - - - - - - - - - - - 028. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10029. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10030. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10031. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 10032. Babel √√ √√ √√ √√ √√ 41,7

Rata-rata 95,1