BAB I PENDAHULUAN - ceklis.weebly.comceklis.weebly.com/uploads/3/9/4/8/39489817/makalah_cbt.pdf ·...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Untuk memahami lebih jelas mengenai CBT, pada BAB II akan dipaparkan Sejarah CBT, Hakekat CBT, Pendekatan CBT, Karakteristik CBT dan Teknik CBT, PROSES cbt. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut: a. Kapan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) muncul? b. Siapa yang mempelopori lahirnya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)? c. Apa yang dimaksud dengan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)? d. Bagaimana proses terjadinya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)? 3. Tujuan Masalah Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam rumusan masalah yang ditanyakan.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - ceklis.weebly.comceklis.weebly.com/uploads/3/9/4/8/39489817/makalah_cbt.pdf ·...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan

cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick

(1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan

dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga

langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy

ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT.

Untuk memahami lebih jelas mengenai CBT, pada BAB II akan dipaparkan

Sejarah CBT, Hakekat CBT, Pendekatan CBT, Karakteristik CBT dan Teknik

CBT, PROSES cbt.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Kapan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) muncul?

b. Siapa yang mempelopori lahirnya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)?

c. Apa yang dimaksud dengan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)?

d. Bagaimana proses terjadinya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)?

3. Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah berusaha untuk menjawab

beberapa pertanyaan dalam rumusan masalah yang ditanyakan.

2

4. Metode Penulisan

Bentuk penelitian ini adalah berupa kajian pustaka (library research). Kajian

pustaka berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca

dan mencatat informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan. Selain itu

juga, penulis mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan melalui internet

berupa website.

3

BAB II

Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)

1. Sejarah Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)

Pada tahun 1960-an, seorang psikiatris dan psikoterapis Amerika bernama Aaron

T. Beck dalam analitis terapinya, menemukan bahwa setiap klien yang

diobservasinya cenderung selalu melakukan ‘dialog internal’ yang terjadi antara

klien dengan dirinya sendiri. Sebagai contoh: “Terapist ini tidak banyak

berbicara, apa dia merasa terganggu olehku?” pikiran seperti ini mungkin akan

menimbulkan perasaan khawatir dalam diri klien terhadap terapist yang

melakukan terapi terhadap dirinya. Jika kemudian klien merespon kembali

pikirannya dengan pikiran lain, seperti ”terapist ini mungkin lelah, atau mungkin

aku banyak berbicara hal yang tidak penting.” maka yang terjadi adalah

berubahnya perasaan klien terhadap terapist yang ada dihadapannya.

Beck percaya bahwa hubungan antara pikiran dan perasaan merupakan hal yang

sangat penting. Dia menemukan istilah ’Automatic Thought’ untuk

menggambarkan emotion-filled atau ’panasnya’ pikiran yang mungkin akan terus

meningkat dalam benak. Beck menemukan bahwa manusia tidak selalu

menyadari beberapa pikiran secara penuh, tetapi dapat belajar untuk

mengidentifikasi dan melaporkan pikiran itu. Jika seorang individu merasa

bingung dalam beberapa arah, pikiran biasanya menjadi negatif baik realistik

maupun manfaatnya. Beck juga menemukan bahwa mengidentifikasi pikiran

merupakan kunci dari pemahaman klien dan kesulitan klien.

Beck menyebutnya terapi kognitif karena betapa pentingnya hal ini berada dalam

pikiran. Sekarang hal ini lebih dikenal dengan istilah CBT karena terapinya

menggunakan teknik behavioral. CBT telah melakukan percobaan ilmiah di

4

banyak tempat dengan tim yang berbeda. Dan telah digunakan untuk macam-

macam masalah secara luas.

2. Hakekat Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)

Hakekat Cognitif-Behavioral Therapy (CBT) terdiri atas pengertian, ruang

lingkup, dan manfaat dari digunakannya terapi ini.

a. Pengertian CBT

Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior

therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik

menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi,

kepercayaan dan pikiran.

Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral

Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior

therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting

berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan.

Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua

pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.

Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi

kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan.

Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan

pula dengan happy thinking. Sedangkan terapi tingkah laku membantu

membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi

permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan

tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat

keputusan yang tepat.

5

Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa

individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma,

dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya

diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam

terapi, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga

dapat kembali berfungsi secara normal.

CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat

mempengaruhi emosi. Melalui CBT, siswa terlibat aktivitas dan berpartisipasi

dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan

strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44).

Teori Cognitive-Behavior pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia

terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan

dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses

kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,

merasa dan bertindak.

Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk

menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang

irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang

menyimpang, maka CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan

bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan,

bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran

dan perasaannya, siswa diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif

menjadi positif.

Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan

terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang

menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun

6

psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat

kesehatan mental. Terapi ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,

merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil

keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Sedangkan,

pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang

baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan.

Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku,

menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas

dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan

CBT diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelaraskan berpikir, merasa

dan bertindak.

b. Ruang Lingkup CBT

Secara empirik CBT merupakan sebuah dukungan pengobatan yang fokus pada

pola-pola pikiran seperti maladaptive dan kepercayaan-kepercayaan yang

mendasari beberapa pemikiran. Sebagai contoh, seorang individu yang depresi

mungkin memiliki kepercayaan, “saya tidak berharaga,” dan seorang individu

dengan masalah phobia mungkin memiliki kepercayaan, “aku dalam keadaan

bahaya.” Sementara Individu yang dalam keadaan distress (kesukaran)

sepertinya memegang beberapa kepercayaan dengan pendirian yang baik, dengan

bantuan terapist, individu doidorong untuk menunjukan setiap kepercayaan

sebagai hipotesis daripada kenyataan dan untuk tes luar beberapa kepercayaan

dengan percobaan yang sedang berlangsung.

CBT merupakan kombinasi dengan pharmacotherapy (menggunakan obat), hal

ini merupakan satu dari dua terapi efektif yang digunakan untuk menghilangkan

depresi hebat dan ringan.

7

CBT merupakan sebuah bentuk laporan singkat psikoterapi yang digunakan

dalam pengobatan terhadap orang dewasa dan anak-anak yang mengalami

depresi.

CBT adalah kombinasi antara teknik terapi kognitif yang melakukan

restrukturisasi pada pemikiran klien, dengan melakukan perlakuan terhadap

perilaku dan perubahannya.

Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) mempunyai dua componen: pertama,

menolong merubah pola pikir, atau pemikiran yang ada setelah peristiwa trauma.

Kedua, mencoba mengurangi situasi kecemasan dalam keadaan yang

mengundang.

Orang yang digambarkan memiliki masalah khusus sangat sesuai bagi CBT,

karena CBT fokus pada pekerjaan yang spesifik dan tujuan. Hal ini mungkin

kurang sesuai untuk seseorang yang merasa kurang bahagia atau kurang

terpenuhi, tetapi siapa yang tidak memiliki simptomp masalah atau aspek khusus

kehidupan untuk tetap melanjutkan kerja. Hal ini seperti menjadi lebih

membantu untuk setiap orang yang dapat berhubungan pada gagasan-gagasan

CBT, pendekatan problem-solving dan kebutuhan untuk praktek self-

assignments. Orang-orang cenderung memillih CBT jika mereka menginginkan

lebih banyak percobaan secara praktik, di mana perolehan pengertian bukan pada

tujuan pokok.

CBT dapat menjadi terapi yang efektif untuk sejumlah permasalahan:

Anger management (Manajemen Marah)

Anxiety and panic attacks

Child and adolescent problems (masalah-masalah anak dan remaja)

Chronic fatigue syndrome (Sindrom kronik kelelahan)

Chronic pain (perasaan sakit kronik)

Depression

8

Drug or alcohol problems (masalah obat-obatan atau alkohol)

Eating problems (masalah makan)

General health problems (masalah kesehatan umum)

Habits, such as facial tics

Mood swings

Obsessive-compulsive disorder (penyakit obsessive-compulsive)

Phobias

Post-traumatic stress disorder

Sexual and relationship problems

Sleep problems

CBT tidak menuntut kemampuan untuk mengobati seluruh masalah yang

tersebut di atas. Sebagai contoh, hal ini tidak menuntut agar CBT mampu

mengobati perasaan sakit kronis atau berbagai penyakit seperti sindrom

kelelahan kronis.

c. Manfaat CBT

CBT memiliki keuntungan berjangka panjang, tidak seperti obat yang berguna

pada saat digunakan. CBT menolong orang-orang “belajar meninggalkan”

ketakutan mereka dan menjauhi perilaku itu, serta terjadinya pembelajaran baru:

mempelajari relative safety dalam hubungan terhadap situasi ketakutan asli.

there is benefit in adding exposure techniques to the treatment of an individual

already on medication, and less value in adding medication to the treatment of an

individual engaged in CBT.

d. Tujuan CBT

Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior yaitu mengajak siswa untuk menentang

pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang

bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor

9

diharapkan mampu menolong siswa untuk mencari keyakinan yang sifatnya

dogmatis dalam diri siswa dan secara kuat mencoba menguranginya.

Dalam proses terapi, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003)

berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam terapi. Oleh

sebab itu CBT dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini dari

pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap

menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup siswa dan mencoba membuat

siswa menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir

masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu,

CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status

kognitif negatif menjadi status kognitif positif.

3. Karakteristik Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)

Berikut akan disajikan mengenai karakteristik CBT:

a. CBT didasarkan pada model kognitif dari respon emosional. CBT didasarkan

pada fakta ilmiah yang menyebabkan munculnya perasaan dan prilaku,

situasi dan peristiwa. Keuntungan dari fakta ini adalah seseorang dapat

mengubah cara berpikir, cara merasa, dan cara berprilaku dengan lebih baik

walaupun situasi ridak berubah.

b. CBT lebih cepat dan dibatasi waktu. CBT merupakan terapi yang

memberikan bantuan dalam waktu yang relative lebih singkat dibandingkan

dengan pendekatan lainnya. Rata-rata sesi terbanyak yang diberikan kepada

siswa hanya 16 sesi. Berbeda dengan bentuk terapi lainnya, seperti

psikoanalisa yang membutuhkan waktu satu tahun. Sehingga CBT

memungkinkan terapi yang lebih singkat dalam penanganannya.

c. Hubungan antara siswa dengan terapis atau konselor terjalin dengan baik.

Hubungan ini bertujuan agar terapi dapat berjalan dengan baik. Konselor

10

meyakini bahwa sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan dari siswa.

Namun, hal ini tidak cukup bila tidak diiringi dengan keyakinan bahwa siswa

dapat belajar mengubah cara pandang atau berpikir sehingga akhirnya siswa

dapat memberikan konseling bagi dirinya sendiri.

d. CBT merupakan terapi kolaboratif yang dilakukan terapis atau konselor dan

siswa. Konselor harus mampu memahami maksud dan tujuan yang

diharapkan siswa serta membantu siswa dalam mewujudkannya. Peranan

konselor yaitu menjadi pendengar, pengajar, dan pemberi semangat.

e. CBT didasarkan pada filosofi stoic (orang yang pandai menahan hawa

nafsu). CBT tidak menginformasikan bagaimana seharusnya siswa

merasakan sesuatu, tapi menawarkan keuntungan perasaan yang tenang

walaupun dalam keadaan sulit.

f. CBT mengunakan metode sokratik. Terapis atau konselor ingin memperoleh

pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang dipikirkan oleh siswa. Hal ini

menyebabkan konselor sering mengajukan pertanyaan dan memotivasi siswa

untuk bertanya dalam hati, seperti “Bagaimana saya tahu bahwa mereka

sedang menertawakan saya?” “Apakah mungkin mereka menertawakan hal

lain”.

g. CBT memiliki program terstruktur dan terarah. Konselor CBT memiliki

agenda khusus untuk setiap sesi atau pertemuan. CBT memfokuskan pada

pemberian bantuan kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa yang

harus dilakukan oleh siswa, tetapi bagaimana cara siswa melakukannya.

h. CBT didasarkan pada model pendidikan. CBT didasarkan atas dukungan

secara ilmiah terhadap asumsi tingkah laku dan emosional yang dipelajari.

Oleh sebab itu, tujuan terapi yaitu untuk membantu siswa belajar

meninggalkan reaksi yang tidak dikehendaki dan untuk belajar sebuah reaksi

yang baru. Penekanan bidang pendidikan dalam CBT mempunyai nilai

tambah yang bermanfaat untuk hasil tujuan jangka panjang.

i. CBT merupakan teori dan teknik didasarkan atas metode induktif. Metode

induktif mendorong siswa untuk memperhatikan pemikirannya sebagai

11

sebuah jawaban sementara yang dapat dipertanyakan dan diuji

kebenarannya. Jika jawaban sementaranya salah (disebabkan oleh informasi

baru), maka siswa dapat mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang

sesungguhnya.

j. Tugas rumah merupakan bagian terpenting dari teknik CBT, karena dengan

pemberian tugas, konselor memiliki informasi yang memadai tentang

perkembangan terapi yang akan dijalani siswa.

4. Pendekatan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)

Beberapa pendekatan CBT, meliputi: Rational Emotive Behavior Therapy,

Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy. Dan

Dialectic Behavior Therapy.

1. Rational Emotive Behavior Therapy

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis pada

tahun 1955. Dimulai dengan pelatihan ekstensif dan pengalamannya dalam

psikoanalisis, Ellis memulai pada soal kemanjuran dan keefisienan metode

analitik klasik. Dia mengobservasi bahwa penekanan pasiennya terhadap

ketetapan dalam terapi untuk periode waktu dan frekuensi mengganggu teknik

psikoanalitik seperti asosiasi bebas dan analisis mimpi. Selanjutnya, pertanyaan

Ellis apakah pengetahuan individu yang diasumsikan menunjuk pada perubahan

terapetik menurut teori psikoanalitik menghasilkan perubahan perilaku yang

bertahan lama.

Inti dari REBT adalah asumsi bahwa pikiran dan emosi manusia adalah saling

berhubungan secara signifikan. Menurut Ellis metode “ABC”. Consequences

(C) ditentukan oleh sistem kepercayaan seseorang “Beliefs” (B) mengenai

fakta-fakta yang menggerakan pengalaman atau peristiwa “Activating” (A).

Tujuan terapi adalah untuk mengidentifikasi dan menantang kepercayaan

irasional yang merupakan akar dari gangguan emosional. REBT berasumsi

12

bahwa individu memiliki pembawaan lahir dan memperoleh kecenderungan-

kecenderungan berpikir dan berperilaku irasional. Untuk menjaga kesehatan

emosional, individu harus secara konstan memonitor dan menantang sistem

dasar kepercayaannya.

REBT menggunakan pendekatan multidimensional yang memasukan teknik

kognitif, emotive, dan behavioral. Meskipun, alat terapetik utamanya tetap

“metode logico-empirical pertanyaan ilmiah, tantangan, dan debat” di design

untuk membantu individu-individu dalam melepaskan kepercayaan

irasionalnya. Para terapist REBT sangat selektif dalam menggunakan macam-

macam teknik yang meliputi: memonitor pemikiran diri, biblioterapi, bermain

peran, modeling, pengkondisian operan, dan pelatihan kemampuan.

Penekanan REBT terhadap pilosopinya telah membedakan pendekatan ini

dengan pendekatan CBT lainnya. Ellis dalam hal ini, lebih mengarah pada

tujuan pokok REBT: self-interest, self-direction, toleransi terhadap diri dan

orang lain, fleksibel, penerimaan ketidaktentuan, komitmen terhadap vital

interest, penerimaan diri, pemikiran ilmiah, dan perspektif hidup yang bukan

khayalan.

2. Rational Behavior Therapy

3. Rational Living Therapy

RLT menekankan dua hal, kemampuan terapis dan kemampuan rasional self-

counseling klien. Pendekatran ini menggunakan kekuatan teknik-teknik

persuasif untuk membantu mengurangi daya tahan kesadaran terhadap

kesuksesan sugesti yang diberikan terapist dalam terapi.

RLT merupakan motivasi tinggi. Jika kamu tidak suka menyerah kepada klien,

dan berharap bahwa terdapat beberapa jalan untuk mendorong beberapa klien

untuk membuat perubahan, RLT ideal untukmu. Hal ini di bentuk untuk

mengetuk keinginan klien dengan menggunakan teknik Rational Motivational

interviewing.

13

RLT sangat instruktif. Kealamian instruktif RLT membantu menghasilkan hasil

jangka panjang untuk klien.

RLT selalu fokus pada asumsi-asumsi pokok. Untuk melakukan itu, Terapi

lebih “mendalam” membuat hasil jangka panjang.

4. Cognitive Therapy

Faktor kognitif dalam depresi:

Self-evaluation

Identification of Skill Deficits

Evaluation of Life Experiences

Self-talk

Automatic thoughts

Irrational Ideas and Beliefs

Overgeneralizing or Catastrophizing

Cognitive Distortions

Pessimistic Thinking

Evaluasi Diri

Evaluasi Diri merupakan proses yang sedang berlangsung. Kita mengevaluasi

bagaimana kita sedang mengatur tugas kehidupan, dan kita mengevaluasi apakah

kita sedang melakukan apa yang kita inginkan, mengatakan apa yang kita

inginkan, atau mempraktikan suatu jalan yang diinginkan. Dalam depresi,

Evaluasi Diri merupakan hal negative dan kritikan secara umum. Ketika suatu

kesalahan terjadi, kita berpikir ”aku bersalah, aku tidak baik dalam melakukan

segala sesuatu. Ini semua kesalahanku.”

14

Mengidentifikasi Kekurangmampuan

Ketika dalam keadaan negatif, seseorang lebih suka mengidentifikasi

karakteristik pribadi yang negatif, dan sedikit melihat segi positifnya. Hasilnya

adalah ”aku tak bagus dalam tugas itu.” atau ”kesalahan yang kuperbuat.” para

psikolog membantu orang yang terkena depresi mengidentifikasi kemampuan

deficit sosial mereka, dan selalu membantu mereka mengembangkan rencana

dalam memperbaiki keampuannya itu. Pada bagian ini terapi kognitif lebih

behavioral, sebagai seorang psikolog mengajar orang depresi bagaimana untuk

mengatur masalah kehidupan mereka lebih baik.

Evaluasi Dari Pengalaman Hidup

Ketika tertekan atau mengalami depresi, seseorang akan memusatkan pada aspek

kecil yang negative dari pada aspek positif yang pernah dialaminya. Sebagai

contoh, setelag berlibur ke pantai, seseorang yang mengalami depresi akan lebih

mengingat hari yang dilanda hujan dibanding hari-hari yang cerah akan sinar

matahari. orang yang tertekan mengevaluasi/ menilai keseluruhan pengalaman

hidupnya sebagai suatu kegagalan, atau sebagai suatu hal pengalaman hidup yang

negatif. Sebagai hasilnya, memorinya/ ingatannya hampir selalu negative.

Keadaan Ini merefleksikan terhadap harapan yang tidak realistis. Keadaan hidup

itu tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Jika kita mengharapkan

kesempurnaan, kita akan selalu selalu mengalami kekecewaaan. Psikolog

membantu kita untuk selalu bisa mengembangkan harapan yang realistic tentang

hidup dan membantu kamu untuk menentukan apa yang kamu butuhakan dan

apa yang kamu inginkan. Dalam keadaan tertekan semua harapan akan hilang.

Self Talk

Self-Talk adalah suatu jalan/cara menguraikan semua hal, kita berkata kepada

diri kita sepanjang hari ketika kita menghadapi rintangan, membuat keputusan,

15

dan memecahkan permasalahan. Secara harfiah self talk itu bukan berbicara

kepada diri sendiri. walaupun itu kadang-kadang melibatkan bicara ke luar (

tergantung pada orang). Ada suatu dongeng, bahwa ketika kamu berbicara

kepada diri sendiri, ini merupakan suatu tanda kegilaan" atau sakit mental.

Gagasan itu berasal dari " suara" atau halusinasi pengalaman indera pendengar

dalam bentuk sakit mental yang menjengkelkan, seperti skizofrenia. Manakala

seseorang mendengar suara, dia berpikir bahwa orang lain mengatakan seseuatu

kepada dia. Self-Talk yang sedang kita uraikan di sini tidak seperti itu semua.

Kita semua mulai bekerja dengan self-talk. " arus kesadaran." Ketika kita

dihadapkan dengan permasalahan, atau pilihan, kita mungkin berpikir, bagaimana

cara aku menangani ini?' atau " Ini kelihatannya seperti sulit, aku lebih baik

meminta bantuan." atau " Aku mengetahui bagaimana cara menentukan/

menyelesaikan ini!"

Self talk itu tidak jelek, atau salah, atau suatu tanda dari permasalahan psikologis.

Itu suatu yang normal. Akan tetapi, self-talk yang negatif dapat mencegah kita

dari pemecahan permasalahan, dan dapat berkontribusi bagi berbagai

permasalahan psikologis, mencakup tekanan (depresi). Manakala berhadapan

dengan suatu masalah, jika self-talk kita adalah hal negatif, itu dapat

melumpuhkan kita. " Aku tidak bisa lakukan ini." psikolog membantu menekan

individu yang tertekan (depresi) mengidentifikasi hal self-talk negatif, dan juga

memberi pengajaran kepada mereka tentang bagaimana cara menghadapi

tantangan statemen negatif ini, dan bagaimana cara menggantikannya dengan

self-talk positif.

Pemikiran Otomatis

Pemikiran otomatis merupakan suatu yang berulang, self-statements otomatis

bahwa kita selalu berkata kepada diri kita di dalam situasi tertentu. dapat positif

atau negatif. Permasalahan psikologis berkembang manakala pemikiran otomatis

kita negatif secara konsisten. Mereka otomatis, sebab mereka bukan suatu hasil

16

dari analisa masalah, mereka a " knee-jerk" reaksi ke situasi spesifik. Sebagai

contoh, di dalam situasi sosial, apakah kamu selalu mengira orang lain tidak

menyukai kamu, atau berpikir kamu dungu? Manakala pemikiran otomatis

mengendalikan tanggapan emosional kita terhadap orang lain, permasalahan, dan

peristiwa, kita mengabaikan bukti yang membantah pikiran yang otomatis itu.

Jika kita tidak bisa mengabaikan itu, kita menjelaskan bukti dalam kaitan dengan

pikiran yang otomatis itu.

Sebagai contoh, jika kita berbicara kepada seseorang dan mereka tersenyum,

sebenarnya mereka menertawakan kita, bukannya sedang senang untuk melihat

kita. pemikiran Yang otomatis menciptakan suatu pengharapan yang negatif.

Karena banyak hal dalam hidup samar-samar, dan dapat ditafsirkan banyak cara,

kita belajar bagaimana secara negatif mengevaluasi dunia, maka itu setuju

dengan pemikiran otomatis negatif kita. Psikolog membantu kamu untuk

mengidentifikasi pemikiran otomatis negatif mu, dan bagaimana cara

mengembangkan hal positif dalam menghadapi tantangan yang gagasan negatif.

Keyakinan Dan Ide Yang Irrasional

Albert Ellis pertama kali memperkenalkan gagasan di mana kepercayaan tidak

logis adalah inti dari kebanyakan permasalahan psikologis. Kita juga dapat

menyebutnya kepercayaan yang tidak realistis, salah, atau maladaptive. Psikolog

juga telah mengusulkan bahwa ide ini tidak logis sebab mereka tidak logis, atau

didasarkan pada asumsi yang salah. Beberapa contoh dari kepercayaan yang tidak

logis:

Aku tidak bisa bahagia kecuali jika semua orang menyukai aku.

Jika aku melakukan apa yang diharapkan oleh diri aku, hidup ku akan

menjadi sangat bagus.

Hal-Hal tidak baik tidak terjadi kepada orang yang baik.

Hal-Hal yang baik tidak terjadi kepada orang yang tidak baik.

Pada akhirnya, orang yang tidak baik akan selalu mendapatkan hukuman.

17

Jika aku cerdas, Aku akan jadi orang yang sukses.

Apa yang menyebabkan ide irasional, atau maladaptive, atau adalah kepercayaan

bahwa mereka selalu benar. Pastinya, bekerja keras akan meningkatkan

kesempatan untuk berhasil, tetapi sukses tidak bisa dijamin. Tetapi, manakala

kita melakukan segalanya dengan benar, dan kita tetap tidak mendapatkan apa

yang kita inginkan. Untuk sebagian orang, ini mengarahkan ke arah kesimpulan

bahwa mereka malas, tidak baik, tidak cakap/ahli, atau lemah. Hasilnya adalah

hilangnya harga diri, dan kadang-kadang, tekanan (depresi). Psikolog membantu

kamu untuk mengidentifikasi ide irrasional/ tidak logis mu, dan juga bagaimana

cara mengevaluasi gagasan yang tidak logis dan mana yang logis. Akhirnya,

gagasan perlu untuk diubah untuk mencerminkan dunia nyata.

Overgeneralizing atau Catastrophizing

Catastrophizing adalah suatu overgeneralisasi yang negatif. Sebagai contoh:

" Seseorang di tempat kerja tidak suka kamu, dan menceritakan kepada kamu,

maka kamu mengetahui itu bukanlah salah mengira/ pertimbangan. Kamu

kemudian mengasumsikan tak seorangpun di tempat kerja suka kamu, atau kamu

berasumsi bahwa kamu harus menjadi seorang yang mengerikan jika dia tidak

suka kamu.

" Kamu membuat suatu kekeliruan kecil pada suatu proyek, dan berasumsi bahwa

kamu akan jadi dicela; dicela manakala boss menemukannya.

" Kamu menguji kesanggupan mu pada suatu kegemaran baru, dan itu tidak

berhasil dengan baik. Kamu menyimpulkan, " Aku merupakan orang yang tidak

pandai dalam hal apapun."

Kita semua membuat kekeliruan. Jika kamu overgeneralize satu, atau bahkan

beberapa sedikit kekeliruan, kepada kesimpulan bahwa kamu tidak baik, tidak

cakap, atau sia-sia, kamu mungkin menjadi tertekan (depresi). Bantuan psikolog

18

membantu kamu mengidentifikasi dan merubah overgeneralizations yang

negatif.

Penyimpangan Kognitif

Penyimpangan kognitif adalah jalan lain untuk menggambarkan gagasan yang

tidak logis, overgeneralizing dari kekeliruan yang sederhana, atau

mengembangkan asumsi yang salah tentang apa yang orang lain pikirkan

tentang kita, atau harapkan dari kita. Kita membelokkan kenyataan dengan basa-

basi kita mengevaluasi suatu situasi. Konsep penyimpangan kognitif menyoroti

pentingnya persepsi, pertimbangan dan asumsi di dalam mengatasi dunia .

Bantuan psikolog membantu kita menentukan apa yang dievaluasi adalah

penyimpangan dengan menyediakan umpan balik sasaran tentang evaluasi kita

terhadap dunia, dan dengan mengajari kita bagaimana cara merubah jalan/ cara

yang kita merasakan dan mengatasi permasalahan.

Pemikiran Pesimistis

Pemikiran pesimistis tidak menyebabkan tekanan (depresi), tetapi itu nampak

seperti lebih mudah untuk menjadikan tertekan jika kamu cenderung untuk

memandang dunia dengan pertimbangan yang pesimisme. Begaimanapun,

pesimisme adalah suatu kecenderungan untuk berpikir bahwa hal-hal yang

dikerjakan tidak seperti yang kamu inginkan/ harapkan, bahwa kamu tidak akan

mendapatkan apa yang kamu ingin. Pesimisme disebabkan oleh penyimpangan

kognitif dan self-talk yang negatif. Pada sisi lain, optimisme nampaknya untuk

menciptakan beberapa perlindungan dari tekanan.

Keputusasaan adalah suatu bentuk pusat tekanan (depresi), bersama dengan

ketakberdayaan. Jika kamu memandang dunia mu sebagai suatu yang tidak baik,

diisi dengan permasalahan, dan tidak berpikir kamu dapat melakukan segalanya

tentang permasalahan, kamu akan merasakan tanpa pengharapan. Jika kamu tidak

percaya hidup mu akan bisa diperbaiki, jika kamu berpikir masa depan suram,

19

akhirnya kamu akan memulainya dengan perasaan yang sia-sia/ tanpa harapan.

Pesimisme mendorong penilaian yang negatif tentang hidup mu. Optimisme

mencegah kamu dari keadaan yang telah dijelaskan di atas. Sesungguhnya,

psikolog sudah meneliti jalan untuk belajar bagaimana cara jadilah lebih optimis,

sebagai jalan/cara melawan tekanan (depresi).

Ringkasan dari Pendekatan kognitif Psikoterapi

Pertama, ingat bahwa kita tidak bisa menyajikan kognitif psikoterapi di dalam

satu halaman web, atau dalam beberapa paragrap. Tetapi, inti sari kognitif

therapy adalah asumsi bahwa keyakinan pikiran yang tidak logis ,

overgeneralisasi hal negatif peristiwa, suatu pandangan pesimistis pada hidup,

suatu kecenderungan untuk memusatkan pada atas kegagalan dan permasalahan,

dan penilaian diri yang negatif, seperti halnya penyimpangan kognitif lainnya,

mempromosikan perkembangan dari permasalahan psikologis, yang terutama

tekanan (depresi). Psikolog menggunakan kognitif therapy untuk membantu

kamu mengidentifikasi dan memahami bagaimana penyimpangan kognitif ini

mempengaruhi hidup mu. kognitif Therapy membantu kamu untuk berubah,

sedemikian hingga isu ini tidak akan mengelilingi hidup mu. Jika kamu sedang

merasakan memikul beban, dan kamu tidak mengetahui harus berbuat apa

berikutnya, berbicaralah kepada seseorang yang dapat membantu,

berkonsultasilah kepada psikolog.

5. Dialectic Behavior Therapy.

DBT merupakan pengobatan psikososial yang dikembangkan oleh Marsha M

Linehan secara spesifik untuk mengobati individu-individu dengan Borderline

Personality Disorder (BPD).

Terdapat dua bagian esensial pengobatan, dan tanpa bagian tersebut terapi tidak

benar-benar dipertimbangkan “pengikut DBT”

20

1. komponen individu dimana terapis dan klien mendiskusikan isu-isu yang

muncul selama seminggu, merekam pada kartu diary dan mengikuti

target pengobatan secara hierarki. Merugikan diri sendiri dan perilaku

bunuh diri menjadi prioritas utama, diikuti oleh campur tangan terapi

behavior. Selama terapi individual, terapis dan klien bekerja pada

kemampuan menggunakan perbaikan.

2. sebuah kelompok, dimana biasanya bertemu sekali seminggu untuk

beberapa jam, belajar menggunakan kemmapuan spesifik yang dibagi

kedalam 4 model: core mindfulness skills, emotion regulation skills,

interpersonal effectiveness skills and distress tolerance skills.

5. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor atau

terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik

perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting

dalam Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan

kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu,

berstruktur, dan berpusat pada siswa.

Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai teknik

intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa.

Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:

a. Manata keyakinan irasional.

b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang

menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.

c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play

dengan konselor.

d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi

ril.

21

e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang

dialami pada saat ini dengan skala 0-100.

f. Menghentikan pikiran. Siswa belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan

mengubahnya menjadi pikiran positif.

g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon

relaksasi yang telah dipelajari.

h. Pelatihan keterampilan sosial.

i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak

tegas.

j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara

sesi terapi.

k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan

memasuki situasi tersebut.

6. Proses Terapi

Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck

(Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12

sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut

akan disajikan proses terapi cognitive-behavior.

Tabel 2.1

Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior

No. Proses Sesi

1. Assesmen dan Diagnosa 1-2

2. Pendekatan Kognitif 2-3

3. Formulasi Status 3-5

4. Fokus Terapi 4-10

5. Intervensi Tingkah Laku 5-7

6. Perubahan Core Beliefs 8-11

7. Pencegahan 11-12

22

Oemarjoedi (2003: 12)

Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12

sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12)

mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:

a. Terlalu lama, sementara siswa mengharapkan hasil yang dapat segera

dirasakan manfaatnya.

b. Terlalu rumit, di mana siswa yang mengalami gangguan umumnya datang

dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga

tidak mampu lagi mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena

kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.

c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit

demi sedikit.

d. Menurunnya keyakinan siswa akan kemampuan terapisnya, antara lain

karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat

pada kegagalan terapi.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior di

Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian

yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan

sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.

Sebagai perbandingan Oemarjoedi (2003: 24) mengungkapkan efisiensi terapi

bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi. Efisiensi terapi menjadi 5 sesi diharapkan

dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang kreativitas yang

lebih tinggi.

Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi:

23

Tabel 2.2

Proses Terapi Cognitive-Behavior

yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia

No. Proses Sesi

1. Assesmen dan Diagnosa 1

2. Mencari Emosi Negatif, Pikiran Otomatis dan

Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan

Gangguan

2

3. Menyususn Rencana Intervensi Dengan

Memberikan Konsekwensi positif-negatif

Kepada Siswa

3

4. Formulasi Status, Fokus Terapi, Intervensi

Tingkah Laku

4

5. Pencegahan 5

Oemarjoedi (2003: 24-26)

7. Contoh Kasus

Mike adalah seorang pria berumur 38 tahun yang menderita penyakit depresi -

beberapa saat dalam hidupnya- yang menyebabkan dirinya membuat beberapa

perubahan karir. Dua kali dia mencoba bunuh diri. Dia selalu menderita dari

kesepakatannya dengan kecemasan dan stres, memiliki beberapa masalah minum

dan menemukan masalah ini sulit untuk mengontrol kemarahannya, khususnya

ketika sedang minum.

Mike ditunjuk untuk melakukan CBT setelah suatu episode dia mengalami stres

saat bekerja. Pertama kali dia bertemu dengan terapisnya, Mike sudah

mengetahui apa yang dia inginkan terhadap berjalannya pekerjaan. Dia memiliki

24

perasaan kegagalan pada sejarah depresi dan apa yang dia sebut kekurang

suksesan dalam karirnya (“aku sangat kacau”). Dia gelisah tentang prospek

kerjanya. Dia merasa tidak menarik dan khawatir kehilangan daya tarik

tubuhnya. Dia merasa sangat marah, dalam keadaan bahaya sehingga dapat

kehilangan kontrol.

Dalam terapi, Mike belajar untuk memonitor geraknya dan respon emosionalnya.

Dia memulai untuk merencanakan aktivitas yang diberikan bosnya dan sepakat

dengan situasi yang telah dia jauhi yaitu ketakutan. Dia belajar untuk

mengidentifikasi ketika dia mulai menjadi extrem atau menjadi bias dari

pikirannya. Dia menjadi lebih baik pada penjalanan tugas emosi pikirannya dan

mempertimbangkan pemikirannya keluar dari itu semua dia mendapatkan sesuatu

hal didalam perspektif yang tepat.

Dia mulai melihat ke dalam prospek kerja, dengan merencanakan pilihan karir

yang lebih realistik. Dia membangun cukup hubungan dengan partner kerjanya.

Dia sepakat dengan situasi sosial, danpa meminta perhatian dan perlakuan spesial

dari temannya. Mike telah mampu menyelesaikan permasalahannya, seperti

sikap perfeksionis dan meminta hal yang tidak beralasan pada orang disekitarnya.

Tapi Mike memiliki motivasi tinggi untuk menghadapi krisis hidupnya dengan

mencari alternatif.