BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasawarsa 90-an ditandai dengan liberalisasi perekonomian dan perdagangan bebas. Liberalisasi perdagangan sebenarnya merupakan dilema bagi banyak Negara termasuk Indonesia sendiri yang belum memiliki kesiapan dalam menghadapi persaingan bisnis berbasis Internasional. Namun liberalisasi tidak mungkin dapat ditolak karena dapat menghambat tumbuh dan berkembang prakarsa dan kreatifitas masyarakat yang merupakan modal penting pertumbuhan ekonomi. Indonesia adalah negara hukum yang menggunakan hukum selaku pengarah dan pengayom kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun sasaran pembangunan bidang hukum itu sendiri adalah terbentuk dan berfungsinya hukum nasional yang mantap dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran. Sehubungan dengan perkembangan ekonomi nasional dan global, hukum berfungsi sebagai landasan kegiatan ekonomi. Bila kepastian hukum tidak dimiliki maka ekonomi negara Indonesia akan tertinggal dari negara lain dalam menarik investasi. 1 Dengan demikian peranan hukum nasional khususnya hukum ekonomi harus mampu membangun kerangka kerja pengaturan hukum yang melandasi kegiatan ekonomi pada dunia usaha. Pengaturan hukum ekonomi berkaitan erat dengan upaya pembinaan landasan hukum atas kegiatan ekonomi oleh para pelaku ekonomi sehingga kinerja para pelaku ekonomi menjadi lebih efisien. 1 Normin S.Pakpahan,”Kepastian Hukum, Sebuah Daya Tarik Era Perdagangan Bebas”, Harian Kompas, 5 Januari 1997.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dasawarsa 90-an ditandai dengan liberalisasi perekonomian dan perdagangan

bebas. Liberalisasi perdagangan sebenarnya merupakan dilema bagi banyak Negara

termasuk Indonesia sendiri yang belum memiliki kesiapan dalam menghadapi

persaingan bisnis berbasis Internasional. Namun liberalisasi tidak mungkin dapat

ditolak karena dapat menghambat tumbuh dan berkembang prakarsa dan kreatifitas

masyarakat yang merupakan modal penting pertumbuhan ekonomi.

Indonesia adalah negara hukum yang menggunakan hukum selaku pengarah

dan pengayom kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun sasaran pembangunan

bidang hukum itu sendiri adalah terbentuk dan berfungsinya hukum nasional yang

mantap dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang

mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang

berintikan keadilan dan kebenaran.

Sehubungan dengan perkembangan ekonomi nasional dan global, hukum

berfungsi sebagai landasan kegiatan ekonomi. Bila kepastian hukum tidak dimiliki

maka ekonomi negara Indonesia akan tertinggal dari negara lain dalam menarik

investasi.1 Dengan demikian peranan hukum nasional khususnya hukum ekonomi

harus mampu membangun kerangka kerja pengaturan hukum yang melandasi

kegiatan ekonomi pada dunia usaha. Pengaturan hukum ekonomi berkaitan erat

dengan upaya pembinaan landasan hukum atas kegiatan ekonomi oleh para pelaku

ekonomi sehingga kinerja para pelaku ekonomi menjadi lebih efisien.

1Normin S.Pakpahan,”Kepastian Hukum, Sebuah Daya Tarik Era Perdagangan Bebas”, Harian

Kompas, 5 Januari 1997.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

2

Peranan hukum dalam menghadapi perdagangan bebas tampak dari lahirnya

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)2 yang

merupakan usaha pemerintah meningkatkan pembangunan ekonomi nasional dalam

dunia usaha dengan memperbaharui secara terus menerus hukum yang mengatur

pendirian suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas.

Didalam penjelasan umum disebutkan bahwa lahirnya UUPT adalah dalam

rangka lebih meningkatkan pembangunan ekonomi nasional dan sekaligus

memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi

perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di

dalam era globalisasi pada masa mendatang, sehingga perlu didukung oleh undang-

undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

terselenggaranya iklim usaha yang kondusif.3

Didalam era globalisasi yang serba cepat, UUPT kemudian mengefisienkan

tatacara mendirikan perseroan terbatas dan mempersingkat waktu pendiriannya. Hal

ini dimaksudkan untuk memudahkan masuknya perusahaan baru dalam

perekonomian serta memudahkan kesempatan bagi perusahaan yang ingin

memperluas usahanya.

Sekarang ini perekonomian yang sedemikian maju telah membawa dampak

pada meningkatnya kegiatan antar pelaku usaha dengan kewarganegaraan yang

berbeda yang telah menyingkirkan keberadaan batas-batas negara. Hal ini

ditunjukkan oleh keberadaan perusahaan multinasional (multinational companies)

yang melakukan investasi diberbagai negara, memiliki anak perusahaan yang tersebar

di negara-negara lain seperti bisnis waralaba yang telah merambah ke berbagai

2Sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang

digantikan oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, ketentuan Undang-undang perseroan terbatas

diatur dalam Buku I Bab III Bagian III Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum

Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), sebagaimana telah dirubah, terakhir dengan

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971; (per tanggal 7 Maret 1996) dan dalam Ordonansi Maskapai

Andil Indonesia (Ordonantie op de Indonesische Maatschaappij op Aandelen (Stb. 1939-569 ji.717))

(per tanggal 7 Maret 1999).

3Lihat Bagian Umum Penjelasan atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

3

pelosok negara untuk mengekspoitasi pasar dunia.

Berbicara dalam konteks melampaui batas negara yang disebabkan

sedemikian tingginya mobilitas bisnis maka karakteristik norma hukum dari

perusahaan-perusahaan yang saling berinteraksi tersebut sedikit banyak akan saling

memperlihatkan diri karena diantara perusahaan-perusahaan yang berbisnis sedikit

banyak membawa aturan-aturan yang berlaku di negara masing-masing. Dalam hal

ini perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan-perusahaan dengan bentuk

perseroan terbatas atau yang biasa dikenal dengan istilah limited company by shares.

Perkembangan globalisasi ekonomi telah menimbulkan akibat yang besar

pada bidang hukum. Globalisasi ekonomi juga menyebabkan terjadinya globalisasi

hukum.4 Globalisasi hukum dalam bidang ekonomi ditunjukkan oleh berbagai

Undang-undang dan perjanjian yang menyebar melewati batas negara yang

mengakibatkan terjadinya peleburan prinsip-prinsip hukum pada suatu negara kepada

negara lainnya.5 UUPT sendiri dalam perkembangan dan pembaharuannya selain

mempersingkat waktu pendirian juga kemudian mengadopsi prinsip-prinsip Negara

lainnya seperti Prinsip Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Responsibility/CSR)6, Pembelian Kembali Saham oleh Perusahaan (Buy Back)

7,

4Pendapat Erman Rajagukguk, seperti di kutip dalam buku Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam

Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001),

h.2. 5Richard C. Breeden, The Globalization of Law and Business in the 1990’s, Wake Forest Law Review.

Vol . 28 Bi.3 (1993), h.511-517. 6Corporate Social Responsibility/CSR yang biasa disebut Business Social Responsibility atau

Corporate Citizenship pada prinsipnya merupakan bentuk kerjasama antara perusahaan, tidak hanya

yang berbentuk perseroan terbatas, dengan segala sesuatu atau segala hal (stake holders) yang secara

langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan perusahaan tersebut untuk tetap menjamin

keberadaan dan kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Pengertian ini memiliki konsep yang sama

dengan definisi mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang didefinisikan sebagai

komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna

meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,

komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. CSR ini diatur dalam Pasal 74 Undang-

undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 7Buy Back atau pembelian kembali saham oleh perusahaan adalah suatu bentuk pemindahan saham

berupa pembelian kembali sahamnya sendiri oleh perseroan yang bersangkutan, pembelian

tersebut dibenarnya sampai jumlah tertentu dan tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi

lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah dengan dana cadangan wajib. Diatur dalam

Pasal 37 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

4

Pemisahan Perusahaan Tidak Murni (Spin Off)8. Disamping itu juga terdapat

Larangan Kepemilikan Silang (Cross Holding).

Didalam penelitian tesis berjudul “Kajian Hukum Tentang Kepemilikan

Silang Saham Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007”

berfokus utama seputar masalah kepemilikan silang menurut UUPT. Kepemilikan

silang yang lebih dikenal dengan istilah cross holding dalam UUPT adalah suatu

keadaan dimana perseroan terbatas memiliki saham yang dikeluarkanoleh perseroan

terbatas lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh

perseroan. Kepemilikan secara langsung adalah apabila perseroan A memiliki saham

pada perseroan B secara langsung tanpa melalui pemilikan pada suatu perseroan

antara dan sebaliknya perseroan B memiliki saham pada perseroan A9.

Sedangkan kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan

saham perseroan A pada perseroan B melalui satu atau lebih perseroan antara dan

sebaliknya perseroan B memiliki saham pada perseroan A. Didalam UUPT yang lahir

sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yakni Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1995 tidak ada pengaturan mengenai larangan kepemilikan silang.

Larangan yang terdapat dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 adalah

larangan kepada perseroan terbatas untuk mengeluarkan saham dengan tujuan untuk

dimiliki sendiri. Dan larangan kepemilikan saham tersebut juga berlaku bagi anak

perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan. Alasan larangan

tersebut berpegang pada prinsip bahwa pengeluaran saham bertujuan untuk

mengumpulkan modal, karenanya kewajiban penyetoran saham seharusnya

dibebankan kepada pihak lain.10

Dan alasan mengapa anak perusahaan dilarang

memiliki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan adalah karena anak dan

induk perusahaan dianggap merupakan satu kesatuan bisnis yang tidak dapat

8Spin Off atau pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan

usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum

kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum

kepada 1 (satu) perseroan atau lebih. Ketentuan Spin Off diatur dalam Pasal 135 Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 9Penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

10Penjelasan Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

5

dipisahkan kepemilikan diantara mereka, baik oleh induk perusahaan maupun anak

perusahaan.11

Kepemilikan silang cukup populer di Asia. Alasan kepopulerannya dapat

dipahami jika dilihat dari sisi dunia bisnis yang bertujuan meraup keuntungan

sehingga para pelaku usaha mengupayakan hal-hal yang kadang dilarang oleh

undang-undang untuk memperoleh keuntungan.

Menurut Johannes Ibrahim perusahaan adalah semacam organisasi didalam

dunia bisnis, dan karena bergerak dalam lingkup dunia bisnis yang harus diperhatikan

untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan adalah bagaimana

langkah-langkah suatu perusahaan dalam berintegrasi, baik vertikal atau horizontal.

Tujuannya adalah bagaimana memberi manfaat bagi perusahaan-perusahaan untuk

menata bisnisnya, struktur organisasinya, visi dan misi perusahaandalam menciptakan

efisiensi dan berkompetisi dengan para pesaingnya.12

Karenanya kepemilikan silang dilakukan sebagai salah satu bentuk dari upaya

perusahaan dalam berintegrasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas

perusahaan sendiri dan untuk meningkatkan daya saing terhadap perusahaan lainnya.

Didalam kepemilikan silang 2 (dua) atau lebih perusahaan yang berintegrasi akan

berada dibawah satu kepemilikan yang sama. Karenanya walaupun terdapat beberapa

perusahaan, namun kebijakan yang dijalankan sebenarnya adalah kebijakan satu

perusahaan saja. Dan struktur seperti ini menyebabkan perubahan daya saing

perusahaan dimana perusahaan yang melakukan kepemilikan silang akan menjadi

lebih kuat, karena berkurangnya perusahaan pesaing dalam pasar.

Contoh perusahaan yang melakukan kepemilikan silang adalah : kelompok

usaha Temasek yang melakukan kepemilikan silang pada Telkomsel (35%) dan

11

“Anak perusahaan” adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroanlain yang

terjadi karena :

a. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya;

b. Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau

c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat

dipengaruhi oleh induk perusahaannya 12

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum, (Bandung :

Refika Aditama, 2006), h.2.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

6

Indosat (41,9%). Charoen Pokphand Group (CP) yang ada di Thailand, CP memiliki

secara langsung 33% saham CP Feedmill (agribisnis dan real estate, perusahaan ritel,

pabrik, dan telekomunikasi), 2% saham CP Northeastern (agribisnis), dan 9% saham

Bangkok Agro-Industrial (agribisnis). Selanjutnya CP Feedmill memiliki 57% saham

Northeastern. CP Feedmill juga memiliki 60% saham Bangkok Agro-Industrial, dan

CP Northeastern memiliki 3% saham Bangkok Agro-Industrial. Bangkok Agro-

Industrial memiliki 5% saham CP Feedmill. Saham-saham CP Feedmill, CP

Northeastern, dan Bangkok Agro-Industrial tercatat di Bangkok Stock Exchange.

Contoh lainnya adalah Lippo Group. Lippo mengendalikan konglomerasi di bidang

keuangan yang terdiri dari tiga perusahaan utama yang saling berhubungan dengan

struktur kepemilikan silang, yaitu: Bank Lippo, Lippo Life, dan Lippo Securities.

Meskipun keluarga Mochtar Riady telah mendivestasikan hampir seluruh sahamnya

di Bank Lippo dan Lippo Life pada tahun 1996, mereka tetap terus mengendalikan

perusahaan-perusahaan tersebut melalui saham minoritas di Lippo Securities, yang

memegang 27% saham Lippo Life. Lippo Life selanjutnya memegang 40% saham

Lippo Bank. Selanjutnya, TELKOM dan INDOSAT dalam menyelenggarakan jasa

telekomunikasi memiliki kepemilikan silang saham dibeberapa perusahaan, yaitu : 1.

PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel), sahamnya dimiliki oleh TELKOM

(42,72%), INDOSAT (35%), KPN (17,28%) dan Setdco (5%). 2. PT. Satelit Palapa

Indonesia (Satelindo), sahamnya dimiliki oleh TELKOM (22,50%), INDOSAT

(7.5%), DeTe Asia (25%) dan Bimagraha (45%). 3. PT. Aplikasi Nusantara

(Lintasarta), sahamnya dimiliki oleh TELKOM (37,66%), INDOSAT (32,64%) dan

Lain-lain (29,70%).13

Dengan adanya kepemilikan silang (cross holding) itu sendiri dilihat dari segi

permodalan, khusus dalam konteks pengeluaran saham baru, maka jelas tidak ada

setoran modal secara riil yang masuk kedalam perseroan dan dari sisi manajemen,

kepemilikan silang cenderung menyebabkan terjadinya percampuran antara pemilikan

dan pengurusan perseroan yang satu dengan yang lain, sehingga dalam hal ini

13

Ibid., Admin, 2008, Kepemilikan Silang ( Cross Ownership / Cross Holding ) , (online),

(http://pihilawyers.com), diakses terakhir tanggal 15 Januari 2009.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

7

manajemen menjadi tidak lagi independen satu terhadap lainnya.14

Disamping itu

kepemilikan silang adalah bentuk persaingan usaha yang tidak sehat dan cenderung

merugikan banyak pihak, baik pelaku usaha pesaing, konsumen dan negara sendiri.

Oleh karena itu UUPT sebagai salah satu elemen utama dari regulasi di

bidang ekonomi di amandemen untuk mengadopsi berbagai perkembangan yang

muncul di dalam dunia bisnis internasional yang juga merupakan salah satu alasan

utama diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas.

Dalam perkembangan usaha yang begitu pesat, pemerintah memiliki peranan

yang besar dalam membuat regulasi yang bertujuan mengatur pihak masyarakat

dalam melakukan kegiatan usahanya dalam skala nasional maupun internasional.

Menurut Leonard J.Theberge dalam tulisannya “Law and Economic Development”,

bahwa faktor utama untuk dapat berperannya hukum dalam pembangunan ekonomi

adalah apakah hukum mampu menciptakan “Stability”, “Predictability”, dan

“Fairnes”.15

Yang merupakan fungsi stabilitas (stability) adalah potensi hukum untuk

menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling

bersaing. Kebutuhan fungsi hukum untuk meramalkan (predictability) akibat dari

suatu langkah-langkah yang diambil khususnya bagi negeri yang sebagian besar

rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui

lingkungan sosial tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti perlakuan yang

samadan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga

mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.16

Berkaitan dengan apa yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa

14

Gunawan Widjaja, I, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Forum Sahabat,

2008), h.50. 15

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2008), h.5. 16Ibid

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

8

peranan hukum dalam pembangunan ekonomi itu adalah untuk melindungi, mengatur

dan merencanakan kehidupan ekonomi, sehingga dinamika kegiatan ekonomi itu

dapat diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.17

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang permasalahan tersebut diatas

maka timbul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tentang kepemilikan silang saham dalam perseroan

terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007?

2. Bagaimana proses terjadinya kepemilikan silang saham?

3. Bagaimana dampak kepemilikan silang dalam perseroan terbatas terhadap

kegiatan usaha?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang kepemilikan silang saham

dalam perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kepemilikan silang saham.

3. Untuk mengetahui dampak kepemilikan silang dalam perseroan terbatas

terhadap kegiatan usaha.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Secara Teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khususnya bidang hukum

perusahaan serta menambah khasanah kepustakaan.

17Ibid

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

9

2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran Bagi

ilmu pengetahuan hukum mengenai kepemilikan silang (cross holding) bagi

para praktisi hukum maupun akademisi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap

hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada

Sekolah Pascasarjana, Universitas Gajah Mada belum ada penelitian dengan judul

“Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-undang

Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007”.

Akan tetapi terdapat satu penelitian tesis yang dilakukan oleh Anton Deven

Varma, mahasiswa program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2006 dengan judul penelitian “ Transaksi Cross

Ownership antara PT. Indonesia Sattelite Corporation, Tbk dengan PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk.” Dalam penelitian tersebut permasalahan yang

diajukan adalah :

1. Apakah yang menjadi latar belakang Transaksi Kepemilikan Silang (cross

ownership) yang dilakukan antara TELKOM dan INDOSAT?

2. Bagaimanakah cara penyelesaian Transaksi Kepemilikan Silang (cross

ownership) antara TELKOM dan INDOSAT?

3. Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian Transaksi Kepemilikan Silang

(cross ownership) antara TELKOM dan INDOSAT? Dilihat dari titik

permasalahan dari masing-masing penelitian diatas terdapat perbedaan

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian

penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari segi

permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,

oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan

kegiatanpengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.18

Fungsi teori dalam

penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta

menjelaskan gejala yang diamati.19

Karena penelitian ini merupakan penelitian

hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya,

penelitian ini berusaha memahami aspek-aspek hukum dari kepemilikan silang saham

dalam perseroan terbatas secara yuridis. Maka teori yang dipergunakan sebagai pisau

analisis dalam penelitian ini adalah :

a. The Rule of Law

Hukum lahir dari kekuasaan pemerintah. Karena itu politik merupakan

conditio sine qua non dari lahirnya hukum. Hukum berasal dari negara. Pemerintah

mengatur kehidupan masyarakat melalui politiknya. Karena itu pemerintah melalui

politiknya menjadi sumber hukum. Dalam menyelenggarakan politik hukum,

pemerintah negara tidak bertolak dari norma-norma keadilan yang abstrak melainkan

dari kepentingan-kepentingan yang ada hubungannya dengan situasi konkret

masyarakat yang bersangkutan.

Max Weber mengatakan bahwa pertumbuhan sistem hukum modern tidak

dapat dilepaskan dari kemunculan industrilisasi dan kapitalis.20

Sistem hukum

modern yang kita lihat sekarang ini adalah tuntutan industrialisasi yang kapitalis.

Artinya, hukum itu mengabdi dan melayani masyarakat industri-kapitalis dan system

hukum harus dapat memberikan alasan rasional dan prediktabilitas dalam kehidupan

ekonomi.

18

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press, 1986), h.122. 19

Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1993), h.35. 20

Bandingkan David Trubek dalam O.C Kaligis, Ontologi Tulisan Ilmu Hukum, Jilid 2, (Bandung:

Alumni, 2007), h.22.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

11

Hukum modern adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk

kepentingan-kepentingan tertentu (purposeful). Konstruksi tersebut meliputi juga

pengadaan doktrin, asas dan sebagainya. Konstruksi hukum yang dipakai dalam

konsep Rule of Law dalam tesis ini adalah konstruksi hukum menurut aliran mixed

economy yang menekankan pada studi norma preskriptif mengenai hubungan antara

hukum dan ekonomi dengan tujuan akhir Welfare Economy yang menekankan usaha

lebih luas untuk mencapai/meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara

maksimum.21

Karenanya diperlukan regulasi dua sasaran. Pertama : perumusan kaidah

hukum demi tercapainya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan menjamin

kinerja individu dalam perekonomian secara seimbang. Kedua : desentralisasi otoritas

(administrative agencies) dan instansi pengatur (regulatory agencies).22

Institusi tersebut diberi wewenang terbatas dan peraturan perundang-

undangan untuk melakukan intervensi seperlunya terhadap praktik bisnis terutama

yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Wewenang tersebut antara lain

dengan diberikan hak kepada pemerintah untuk melakukan investigasi, memberikan

petunjuk pelaksanaan, membuat pengaturan pelaksana yang sesuai dengan kebutuhan

dunia bisnis dan bila perlu mengambil tindakan represif dengan menjatuhkan sanksi

dalam batas-batas tertentu.23

Dengan demikian UUPT adalah hukum yang lahir dari politik pemerintah,

sebagaimana setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik24

, yang jika

dikaitkan dengan masa modern sekarang ini maka hukum yang diciptakan merupakan

tuntutan dari industrialisasi dan kapitalis yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi yang berujung pada kesejahteraan sosial masyarakat. Karenanya segala

peraturan dan produk hukum yang dinilai tidak dapat mewujudkan stabilitas politik,

21

Nindiyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006) h.6 22

Ibid., h.7. 23

Ibid 24

Moh. Mahfud MD., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Pustaka LP3ES

Indonesia, 2006), h.65.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

12

pertumbuhan ekonomi diubah dan dihapuskan.25

Sehubungan dengan hukum yang diciptakan tersebut terdapat pula otoritas

pihak tertentu yang diberi wewenang sebagai pengawasnya oleh peraturan

perundang-undangan. Karenanya terhadap UUPT yang diciptakan oleh pemerintah

tersebut dalam hal pelaksanaannya UUPT harus memperhatikan rambu-rambu hukum

lain dan mematuhinya. Peraturan yang menjadi rambu-rambu tersebut adalah

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dalam hal ini instansi yang merupakan

perpanjangan otoritas pemerintah adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU). Dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal apabila

perseroan terbatas menjadi perseroan terbuka dan dalam melaksanakan kegiatannya

dibidang pasar modal tersebut selanjutnya diawasi oleh Bapepam-LK.

b. Dokrin Piercing The Corporate Veil26

Perusahaan adalah kesatuan hukum (legal entity) yang berbeda dan terpisah

dari pemegang saham perseroan. Sebagai suatu kesatuan hukum (legal entity) yang

terpisah dari pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan fungsi hukumnya

bukan bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham tetapi bertindak untuk dan atas

nama dirinya sendiri. Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara

harta kekayaan badan hukum dan pribadi pemegang sahamnya. Dengan demikian,

para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang

dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian badan

hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya.

Akan tetapi dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya

tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

25

Todung Mulya Lubis, ”Perkembangan Hukum Dalam Perspektif Hak Azasi manusia”,makalah untuk

Raker Peradilan November 1983 sebagaimana dikutip dalam Moh. Mahfud MD., Op.Cit., h.66. 26

Munir Fuady, II, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT.Citra Aditya

Bakti, 2002), h.61.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

13

2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan

pribadi;

3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang

mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi

utang perseroan.27

Prinsip penerapan terbatas tanggung jawab dari pemegang saham dikenal

dengan prinsip piercing the corporate veil. Prinsip ini dalam bahasa Indonesia

diartikan“menyikap tabir atau cadar perseroan”28

. Tabir atau cadar yang disingkap

yang dimaksud adalah diterobosnya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang

saham seperti yang telah ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT. Dalam Black’s

Law Dictionary, doktrin piercing the corporate veil dijelaskan sebagai berikut :

Piercing corporate veil. Judicial process whereby court will disregard usual

immunity of corporate officers from liability for corporate liabilities; e.g.

when incorporation was for sole purpose of perpetrating fraud. The doctrine

which holds that the corporate structure with its attended limited liability of

stockholders, officers and directors in the case of fraud. The court, however,

may look beyond the corporate from only for the defeat of fraud or wrong or

the remedying of injustice.

Menyingkap tabir perseroan. Proses hukum yang dilaksanakan pengadilan

biasanya dengan mengabaikan kekebalan umum pejabat perusahaan atau pihak

tertentu perusahaan dari tanggung jawab aktivitas perusahaan, misalnya ketika dalam

perusahaan dengan sengaja melakukan kejahatan. Doktrin yang ada berpendapat

bahwa struktur perusahaan dengan adanya tanggung jawab terbatas pemegang saham

dapat mengabaikan tanggung jawab pemegang saham, pejabat perusahaan dan

27

Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

28

Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, (Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum USU,

2006) h.68.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

14

direktur perusahaan. Pengadilan dalam masalah tersebut akan memandang

perusahaan hanya dari sisi kegagalan pembelaan atas tindak kejahatan atau kesalahan

atau pemberian sanksi hukuman.29

Secara harfiah istilah piercing the corporate veil diartikan “mengoyak

menyingkapi tirai/kerudung perusahaan”.30

Sedangkan dalam ilmu hukum

perusahaan, istilah piercing the corporate veil merupakan suatu doktrin atau teori

yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak

orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu

perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan

tersebut sebenarnya dilakukan oleh perusahaan pelaku tersebut.31

Dengan keberadaan

doktrin ini penegak hukum akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan,

dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizers” dan “managers” dari

perseroan dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan

sebagai badan hukum yang kerap dinikmati oleh mereka. Dalam melakukan hal

tersebut biasanya dikatakan bahwa pengadilan telah mengoyak/menyingkapi

tirai/kerudung perusahaan (to pierce the corporate veil). “Biasanya teori piercing the

corporate veil ini muncul dan diterapkan ketika ada kerugian atau tuntutan hukum

dari pihak ketiga terhadap perseroan tersebut”.32

Doktrin piercing the corporate veil

ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak adil terutama bagi pihak luar

perseroan dari tindakan sewenang-wenang atau tidak layak yang dilakukan atas nama

perseroan, baik yang terbit dari suatu transaksi dengan pihak ketiga maupun yang

timbul dari perbuatan menyesatkan atau perbuatan melawan hukum.

29

Henry Campbell Black, “Black’s Law Dictionary”, Sixth Edition, St Paul, Minn WestPublising Co.,

(1990), h.1033., lihat juga Ningrum N. Sirait, Ibid., lihat juga Chatamarrasjid Ais,

Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, (Bandung: PT.Citra Aditya

Bakti, 2004), h. 8., lihat juga Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank dan Perseroan)

Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab, Berdasarkan Doktrin Hukum dan UUPT, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h.31. 30

Munir Fuady, II, Op.Cit., h.8. 31

Ibid 32

Ibid

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

15

Beberapa contoh fakta yang secara universal teori piercing the corporate veil ini dapat

diterapkan antara lain sebagai berikut:

1. Permodalan yang tidak layak (terlalu kecil);

2. Penggunaan dana perusahaan secara pribadi;

3. Ketidakadaan formalitas eksistensi perseroan;

4. Terdapatnya elemen-elemen penipuan dengan cara menyalahgunakan badan

hukum perseroan;

5. Terjadi transfer modal/aset kepada pemegang saham;

6. Keputusan diambil tanpa memenuhi formalitas tertentu. Misalnya, tidak

dilakukannya RUPS untuk kegiatan yang memerlukan RUPS;

7. Sangat dominannya pemegang saham dalam kegiatan perseroan;

8. Tidak diikutinya ketentuan perundang-undangan mengenai kelayakan

permodalan dan asuransi;

9. Tidak dipenuhinya formalitas tentang pembukuan dan record keeping.

Misalnya terjadi pencampuradukan antara dana milik perseroan dengan dana

milik pribadi pemegang saham;

10. Pemilahan badan hukum. Misalnya, untuk menghindari tanggung jawab yang

lebih besar karena kemungkinan gugatan dari pihak korban kebakaran,

pengusaha taxi membuat perusahaan sendiri-sendiri yang terpisah-pisah untuk

setiap taxi yang dimilikinya;

11. Misrepresentasi. Misalnya, dibuat kesan kepada kreditor bahwa seolah-olah

perusahaan memiliki permodalan yang besar dengan aset yang banyak,

mengingat pemegang sahamnya memang memiliki aset yang besar;

12. Perusahaan holding dalam kelompok usaha lebih besar, kecenderungannya

untuk dimintakan tanggung jawab hukum atas kegiatan anak perusahaannya

ketimbang pemegang saham individu dari perusahaan tunggal;

13. Perseroan tersebut hanya sebagai alter ego (kadang-kadang disebut sebagai

instrumentally, dummy atau agent) dari pemegang saham yang bersangkutan.

14. Piercing the corporate veil diterapkan untuk alasan ketertiban umum

(openbare orde). Misalnya menggunakan perusahaan untuk melaksanakan hal-

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

16

hal yang tidak pantas (improper conduct);

15. Piercing the corporate veil diterapkan dalam kasus-kasus kuasi kriminal

(quasi criminal). Misalnya jika perusahaan dipergunakan sebagai sarana untuk

menjual minuman keras atau untuk perjudian/lotre.33

Kriteria dasar dan universal agar suatu piercing the corporate veil secara

hukum dapat dijatuhkan adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya penipuan;

2. Didapatkan suatu ketidakadilan;

3. Terjadinya suatu penindasan (oppression);

4. Tidak memenuhi unsur hukum (illegality);

5. Dominasi pemegang saham yang berlebihan;

6. Perusahaan merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritasnya.34

Di negara-negara Common Law, terutama di Inggris dan Amerika Serikat,

banyak pengadilan yang menerapkan teori Piercing the Corporate Veil untuk

perusahaan dalam kelompok usaha dengan memberlakukan prinsip hubungan

“agency” di antara perusahaan-perusahaan dalam 1 (satu) kelompok usaha. Demikian

juga sering kali (tetapi tidak selamanya) suatu perusahaan dianggap sebagai “agen”

perusahaan holding-nya.35

Kasus Smith, Stone & Knight v. Birmingham yang diputuskan dalam tahun

1939 di Inggris, memberikan beberapa kriteria yuridis agar secara hukum dapat

dianggap bahwa anak perusahaan merupakan agen dari perusahaan holding, sehingga

teori piercing the corporate veil dapat diterapkan kepada perusahaan holding.

Kriteria-kriteria tersebut adalah :

a. Apakah keuntungan diberlakukan sebagai keuntungan dari perusahaan

holding;

33

Ibid., h.9-10. 34

Ibid. 35

Munir Fuady, I, Op.Cit., h.16.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

17

b. Apakah proses pelaksanaan dikendalikan oleh perusahaan holding;

c. Apakah perusahaan holding merupakan ”kepala dan otak” (head and brain)

dari bisnis anak perusahaan;

d. Apakah perusahaan holding mengatur ”the adventure”;

e. Apakah keuntungan dibuat dengan keahlian dan pengarahan dari perusahaan

holding;

f. Apakah perusahaan holding selalu mengontrol dan mempengaruhi anak

perusahaan.36

c. Perusahaan Kelompok

Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang

menyebutnya holding company/ parent company/ controlling company atau dikenal

pula dengan istilah concern/group company.

Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki

saham satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan

lain tersebut.37

Yang lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan

hukum / perseroan secara organisasi terikat sedemikian rupa sehingga mereka berada

dibawah satu pimpinan. 3838

Didalam kedua pengertian tersebut diatas pada

prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya

perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral

tersebut disebut juga dengan induk perusahaan (parent company/controlling

company) yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak

perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak

perusahaan (daughter company) dan juga mengawasi kegiatan antar anak perusahaan

(sister company).

Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan

dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma, persekutuan komanditer

36

Ibid 37

Munir Fuady, II, Op.Cit., h.83-84. 38

Ningrum N. Sirait, Op.Cit., h.30.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

18

sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan,

namun dalam praktek bisnis sehari-hari ditemukan bahwa perusahaan kelompok

selalu dibentuk dalam suatu perseroan terbatas. Dengan status hukum perseroan

terbatas maka perusahaan kelompok di Indonesia tunduk kepada UUPT.

Istilah perusahaan kelompok biasanya terdengar dalam kegiatan

restrukturisasi perusahaan, baik itu melalui penggabungan (merger), peleburan

(konsolidasi), pengambilalihan (akuisisi) dan pemisahan (spin off). Walaupun

demikian tidak tertutup kemungkinan perusahaan kelompok terbentuk karena adanya

perjanjian seperti joint venture.39

Didalam perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan

terjadi karena berbagai sebab antara lain karena penguasaan saham, karena perjanjian

dan dapat juga terjadi karena fakta unipersonal/personnya dimana anggota direksi

perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga

kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk.40

Beberapa ketentuan UUPT yang seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan

anak perusahaan :

1. Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab direksi,

komisaris dan pemegang saham;

2. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, akuisisi dan spin off;

3. Ketentuan mengenai kepemilikan saham;

4. Ketentuan mengenai treasury stock;41

5. Ketentuan mengenai penjaminan saham dan jual beli saham.42

39

Perusahaan Joint Venture terbentuk ketika dua pihak atau lebih, baik secara pribadi maupun

perusahaan bermaksud menjadi patner satu sama lainnya untuk suatu kegiatan dan mengatur

secara bersama suatu perusahaan baru yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama pula. Lihat

Erman Rajagukguk, Hukum Tentang Investasi Swasta dan Pembangunan, (Jakarta: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 1992), h.357. 40

Ningrum N. Sirait, Op.Cit., h.32. 41

Treasury stock adalah saham-saham yang dibeli kembali oleh perusahaan. Mengenai pengaturan dan

tata cara pelaksanaannya di Indonesia tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal

37 sampai dengan Pasal 40 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. 42

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit., h.154.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

19

d. Prinsip Good Corporate Governance

Konsep Good Corporate Governance (GCG) mulai banyak di perbincangkan

di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, saat krisis ekonomi melanda Asia

Tenggara termasuk Indonesia. Dampak dari krisis tersebut, banyak perusahaan

berjatuhan karena tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah karena

pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh

sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Akibat dari kondisi yang demikian, pemerintah melalui Kementerian Negara

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mulai memperkenalkan konsep GCG di

lingkungan BUMN, sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN

yang memiliki nilai aset yang demikian besar untuk mendukung pencapaian

penerimaan/pendapatan negara, sekaligus menghapuskan berbagai bentuk praktek

inefisiensi, korupsi, kolusi, nepotisme dan penyimpangan lainnya untuk memperkuat

daya saing BUMN menghadapi pasar global.43

Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 tentang

Penerapan Praktek GCG pada BUMN dijelaskan bahwa corporate governance adalah

suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan

keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang

saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders

lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.44

Jadi GCG dapat diartikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan

untuk meningkatkan keberhasilan usaha, dan akuntabilitas perusahaan yang bertujuan

untuk meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang dengan memperhatikan

kepentingan stakeholders serta berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral

dan nilai etika.

Penerapan GCG itu sendiri dalam perseroan terbatas telah diperkuat dengan

kepastian hukum, dengan lahirnya Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan

43

http://www.pusri.co.id/gcg/latar.php.diakses terakhir tanggal 07 April 2009. 44

Ibid.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

20

Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No.Kep-

23/PMPBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktek Good

Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.45

Pengertian GCG menurut beberapa ahli antara lain :

Menurut Ernst and Young :

Corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling

berkaitan yang terdiri atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan

komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai

pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait,

persaingan produk.46

Menurut Hessel Nogi S. Tangkilisan :

Corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan

mengawasi proses pengendalian usaha menaikan nilai saham, sekaligus sebagai

bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor, dan masyarakat sekitar.

Good Corporate Governance berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian

tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat.47

Berdasarkan pengertian diatas, corporate governance berarti seperangkat

aturan yang dijadikan acuan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan

secara baik, benar, dan penuh integritas, serta membina hubungan dengan para

stakeholders, guna mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan yang telah

ditetapkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam GCG

merupakan esensi yang mendasar. Melalui pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip

dasar tersebut diharapkan GCG dapat tercapai, baik oleh pemerintah selaku pembuat

kebijakan maupun oleh para pelaku usaha sebagai pihak yang melaksanakan

45

Ibid. 46

Hessel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, (Yogyakarta:

Balairung, 2003), h. 12. 47

Ibid., h.12-13.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

21

kebijakan tersebut.

Secara umum, prinsip-prinsip dasar dalam GCG adalah :

1. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan pembagian tugas, wewenang

dan tanggung jawab masing-masing organ-organ perusahaan yang diangkat

setelah melalui fit and proper test, sehingga pengelolaan perusahaan dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien;

2. Kemandirian (independency), yaitu suatu keadaan, perusahaan dikelola

secaraprofesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari

pihakmanapun, terutama pemegang saham mayoritas, yang bertentangan

denganperaturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip

korporasiyang sehat;

3. Transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan terhadap proses

pengambilankeputusan, dan penyampaian informasi mengenai segala aspek

perusahaanterutama yang berkaitan dengan kepentingan stakeholders dan

publik secarabenar dan tepat waktu;

4. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu perwujudan kewajiban

organperusahaan untuk melaporkan kesesuaian pengelolaan perusahaan

denganperaturan perundang-undangan yang berlaku dan keberhasilan maupun

kegagalannya dalam pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran perusahaan

yang telah ditetapkan; dan

5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-

hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.48

Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit antara

lain dengan melakukan pemisahan tanggung jawab dan kewenangan yang disertai

dengan mekanisme kerjasama antara organ-organ perusahaan, melakukan

pengawasan ketika organ-organ tersebut melaksanakan tugasnya untuk menghindari

adanya benturan kepentingan atau tekanan, melakukan sistem pengendalian internal

48

Johannes Ibrahim, Op.Cit., h. 72.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

22

dan eksternal yang kuat dan pengungkapan informasi material mengenai perusahaan

melalui media yang dapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang

berkepentingan, serta menetapkan visi, misi, tujuan dan strategi secara jelas sehingga

kinerja perusahaan maupun kontribusi masing-masing individu dapat dinilai secara

objektif.

Penerapan prinsip-prinsip GCG diharapkan dapat mencapai 4 (empat) situasi

ideal, yakni :49

a. Existence of fair business : efficient market, efficient regulation and efficient

contract;

b. Information regrading the (fair) price and specification of goods and services

being exchange is available to all parties;

c. Each party is able wiling to comply to the rules and regulations, and term and

condition in contract;

d. Judicial processes exist and are able to emplement the rules and to execute

punishment to the non compliant of the contract.

Diterjemahkan secara bebas sebagai berikut :

a. Keberadaan bisnis yang dikelola secara fair, mencakup efisiensi pasar,

efisiensi regulasi dan efisiensi kontrak;

b. Adanya informasi tentang harga dan spesifikasi dari barang dan jasa yang

menjadi objek pertukaran para pihak;

c. Kemauan dan kemampuan para pihak untuk mengikuti aturan dan regulasi,

syarat-syarat dan kondisi dalam kontrak; dan

d. Adanya proses peradilan, kepastian hukum dan pelaksanaan hukum bagi

pihak yang tidak melaksanakan kontrak.

49

Pendapat Ainum Na’im seperti dikutip dalam makalah Hasnati, “Analisis Hukum Komite Audit

dalam Organ Perseroan Terbatas Menuju Good Corporate Governance”, (Jakarta: Jurnal Hukum

Bisnis, Volume 22, Nomor 6, 2003), h.20

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

23

2. Konsepsi

Penelitian ini berjudul “ Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham

Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007”. Pengertian dari

judul penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Saham adalah bukti penyertaan pemegang saham dalam perseroan terbatas

yang disertai hak-hak yang melekat pada saham dan juga merupakan bukti

kepemilikan harta bersama melalui penyetoran penuh modal yang diambil

bagian oleh para pemegang saham perseroan terbatas yang keberadaannya

telah melalui mekanisme pendaftaran di Menteri Hukum dan HAM.50

b. Kepemilikan Silang didalam perseroan terbatas yang dikenal dengan istilah

cross holding adalah suatu keadaan dimana perseroan terbatas memiliki saham

yang dikeluarkan oleh perseroan terbatas lain yang sahamnya secara langsung

atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan, demikian pula sebaliknya.

Kepemilikan secara langsung adalah apabila perseroan A memiliki saham

pada perseroan B secara langsung tanpa melalui pemilikan pada suatu

perseroan antara dan sebaliknya perseroan B memiliki saham pada perseroan

A. Sedangkan kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan

saham perseroan A pada perseroan B melalui satu atau lebih perseroan antara

dan sebaliknya perseroan B memiliki saham pada perseroan A.51

c. Kepemilikan Silang yang dikenal dengan istilah cross ownership adalah

kepemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang

melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan

yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan

usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan

tersebut mengakibatkan :

1. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari

50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu barang atau jasa tertentu.

50

Gunawan Widjaja, I, Op.Cit., h.33 51

Lihat Penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

24

2. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih

dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau

jasa tertentu.52

d. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

e. Perusahaan Kelompok adalah perusahaan-perusahaan berbadan hukum yang

secara organisasi terikat dalam satu pimpinan sentral yang kegiatan utamanya

adalah melakukan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya

melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen anak perusahaan.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif, yaitu

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-

norma dalam hukum positif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini

adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute

approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema

sentral penelitan.

Dalam judul tesis “Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham

Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007”, penelitian

hukum dipergunakan untuk mengkaji pengaturan tentang kepemilikan silang saham

dalam perseroan terbatas dan mengkaji bagaimana proses terjadinya kepemilikan

silang saham serta dampak dari kepemilikan silang tersebut.

52

Pasal 27 Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Nomor 5

Tahun 1999.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

25

2. Bahan Penelitian

Lazimnya didalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung

dari masyarakat (data primer) dan dari bahan pustaka (data sekunder).53

Sehubungan dengan penelitian ini, maka data-data yang dipergunakan adalah

berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tesier.

a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, buku-buku, hasil-hasil penelitian, karya

ilmiah, ulasan hukum, dan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu

kamus (hukum), majalah, jurnal ilmiah, surat kabar.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan

(library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan

kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier.

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data akan dilakukan melalui studi

dokumen dengan mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan

permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil

penelitian, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek telaahan

penelitian ini.

53

Soerjono Soekanto, Op.Cit., h.12.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66672/potongan/S2-2013-278824-chapter1.pdfundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

26

5. Analisis Data

Analisis data terhadap data sekunder yang diperoleh dilakukan setelah

diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokan, pengolahan dan dievaluasi,

lalu dianalisis secara kualitatif dan kemudian diolah dengan menggunakan metode

deduktif dan terakhir dilakukan pembahasan untuk menjawab permasalahan yang

ada.