BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

32
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan kebutuhan penting yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tumbuh di Indonesia, terutama jenis tanaman pangan sangat banyak jumlah dan jenisnya. Sebagai negara agrikultur, Indonesia membutuhkan banyak konsumsi pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman-tanaman pangan. Pemilihan pupuk yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah sangat penting dilakukan supaya tidak merusak kondisi tanah dan makhluk hidup di sekitarnya (Budidarmo, 2007). Salah satu pabrik penghasil pupuk di Indonesia adalah PT. Petrokimia Gresik. Pabrik ini merupakan perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang bergerak dalam bidang produksi pupuk. Pabrik ini merupakan pabrik pupuk tertua kedua di Indonesia setelah PT. Pupuk Sriwijaya (PUSRI) di Palembang dan juga merupakan pabrik pupuk terlengkap di antara pabrik pupuk lainnya. Jenis pupuk yang diproduksi oleh PT. Petrokimia Gresik antara lain : ZA, Super Phospat, dan Urea. Kapasitas produksi pupuk PT. Petrokimia Gresik sangat besar. Pada tahun 2005, kapasitas produksi pupuk PT. Petrokimia Gresik mencapai 4.430.000 Ton/tahun (Anonim, 2012). Salah satu pupuk produksi PT. Petrokimia Gresik, yaitu pupuk ZA diproduksi dalam jumlah 650.000 Ton/tahun. Proses produksi pabrik ini memiliki potensi bahaya tinggi apabila tidak dikelola dengan baik karena perusahaan ini UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT. PETROKIMIA GRESIK TERHADAP TIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGI DEAMON SAKARAGA Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pupuk merupakan kebutuhan penting yang digunakan untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tumbuh di Indonesia, terutama jenis

tanaman pangan sangat banyak jumlah dan jenisnya. Sebagai negara agrikultur,

Indonesia membutuhkan banyak konsumsi pupuk untuk meningkatkan produksi

tanaman-tanaman pangan. Pemilihan pupuk yang tepat sesuai dengan kebutuhan

tanaman dan kondisi tanah sangat penting dilakukan supaya tidak merusak kondisi

tanah dan makhluk hidup di sekitarnya (Budidarmo, 2007).

Salah satu pabrik penghasil pupuk di Indonesia adalah PT. Petrokimia

Gresik. Pabrik ini merupakan perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang

bergerak dalam bidang produksi pupuk. Pabrik ini merupakan pabrik pupuk tertua

kedua di Indonesia setelah PT. Pupuk Sriwijaya (PUSRI) di Palembang dan juga

merupakan pabrik pupuk terlengkap di antara pabrik pupuk lainnya. Jenis pupuk

yang diproduksi oleh PT. Petrokimia Gresik antara lain : ZA, Super Phospat, dan

Urea. Kapasitas produksi pupuk PT. Petrokimia Gresik sangat besar. Pada tahun

2005, kapasitas produksi pupuk PT. Petrokimia Gresik mencapai 4.430.000

Ton/tahun (Anonim, 2012).

Salah satu pupuk produksi PT. Petrokimia Gresik, yaitu pupuk ZA

diproduksi dalam jumlah 650.000 Ton/tahun. Proses produksi pabrik ini memiliki

potensi bahaya tinggi apabila tidak dikelola dengan baik karena perusahaan ini

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

2

menggunakan dan menghasilkan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun

dalam jumlah banyak. Dalam proses produksi pupuk ZA, pabrik ini menghasilkan

hasil samping berupa campuran senyawa dengan kandungan utama senyawa kapur

(CaCO3). Hasil samping ini terproduksi dalam jumlah yang sangat banyak dan

belum termanfaatkan dengan optimal. Untuk sementara ini, hasil samping kapur

tersebut telah dikelola dengan baik oleh PT. Petrokimia Gresik. Hasil samping

yang belum termanfaatkan secara optimal ini akan terus terproduksi dan akan

terakumulasi dalam jumlah yang besar sehingga dikhawatirkan dapat mencemari

lingkungan di sekitarnya (Anonim, 2012). CaCO3 sendiri merupakan garam

kalsium yang banyak digunakan sebagai obat dan bahan tambahan dalam

makanan. Efek toksik paling berbahaya apabila terpejankan CaCO3 dalam jangka

waktu yang panjang adalah terjadinya hiperkalsemia yang dapat mempengaruhi

berbagai sistem dalam tubuh. (European Food Safety Authority, 2011).

Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan berbagai uji untuk

menentukan potensi ketoksikan dari hasil samping kapur pada produksi pupuk ZA

PT. Petrokimia Gresik ini. Menurut PP 18/1999 jo. 85/1999, berbagai uji

karakteristik perlu dilakukan untuk mengevaluasi apakah produk samping ini

merupakan limbah B3 atau bukan, salah satunya adalah pengujian toksisitas

subkronis. Informasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

diharapkan dapat berguna untuk PT. Petrokimia Gresik sehingga diharapkan

pabrik dapat melakukan pengelolaan hasil samping kapur ini dengan lebih baik

lagi.

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

3

B. Perumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang di atas, dapat ditarik permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah wujud, spektrum toksisitas dan gejala klinis yang timbul akibat

pemberian produk samping kapur pada pembuatan pupuk ZA PT. Petrokimia

Gresik secara berulang selama 90 hari terhadap tikus jantan dan betina galur

SD?

2. Bagaimanakah pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang selama 90 hari

terhadap parameter berat badan, asupan makanan dan minuman tikus jantan

dan betina galur SD?

3. Bagaimanakah pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang terhadap

parameter hematologi (eritrosit, leukosit, platelet, Hb, Hct, MCV, MCH dan

MCHC) tikus jantan dan betina galur SD paska perlakuan (hari ke-90)?

4. Bagaimanakah pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang terhadap

parameter urin (warna, bau, volume dan pH) tikus jantan dan betina galur SD

paska perlakuan (hari ke-90)?

5. Bagaimanakah pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang terhadap

parameter histopatologi organ hepar, ginjal, limpa dan paru-paru tikus jantan

dan betina galur SD paska perlakuan (hari ke-90)?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui wujud, spektrum toksisitas dan gejala klinis yang timbul akibat

pemberian produk samping kapur pada pembuatan pupuk ZA PT. Petrokimia

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

4

Gresik secara berulang selama 90 hari terhadap tikus jantan dan betina galur

SD.

2. Mengetahui pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang selama 90 hari

terhadap parameter berat badan, asupan makanan dan minuman pada tikus

jantan dan betina galur SD.

3. Mengetahui pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang terhadap

parameter hematologi (eritrosit, leukosit, platelet, Hb, Hct, MCV, MCH dan

MCHC) pada tikus jantan dan betina galur SD paska perlakuan (hari ke-90).

4. Mengetahui pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang terhadap

parameter urin (warna, bau, volume dan pH) pada tikus jantan dan betina galur

SD paska perlakuan (hari ke-90).

5. Mengetahui pengaruh pemberian sediaan uji secara berulang terhadap

parameter histopatologi organ hepar, ginjal, limpa dan paru-paru tikus jantan

dan betina galur SD paska perlakuan (hari ke-90).

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu bidang

pengolahan limbah dan pengetahuan tentang uji toksisitas subkronis.

2. Memberikan informasi kepada PT. Petrokimia Gresik mengenai toksisitas

produk samping kapur pada pembuatan pupuk ZA sehingga dapat ditentukan

perlu atau tidaknya pengelolaan lebih lanjut dari produk samping tersebut.

3. Meminimalkan pengaruh pencemaran lingkungan akibat pencemaran produk

samping kapur pada pembuatan pupuk ZA oleh PT. Petrokimia Gresik.

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

5

E. Tinjauan Pustaka

1. Toksikologi

a. Definisi dan ruang lingkup toksikologi

Toksikologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang aksi berbahaya dari racun atau zat kimia berbahaya atas sistem biologi

tertentu (Loomis, 1978). Racun sendiri merupakan senyawa-senyawa

berbahaya yang dapat mengakibatkan kerusakan apabila dipejankan pada

makhluk hidup baik sengaja maupun tidak (Hodgson & Levi, 1997). Selain

mengkaji mengenai hakikat dan mekanisme efek toksik, toksikologi juga

membahas penilaian kuantitatif mengenai berat dan kekerapan efek toksik dari

suatu racun (Lu, 1995).

Toksikologi merupakan ilmu antarbidang, meliputi ilmu biologi,

kimia, biokimia, fisiologi, imunologi, patologi, farmakologi, dan kesehatan

masyarakat. Ilmu-ilmu tersebut dibutuhkan untuk mempelajari aksi zat kimia

atas sistem biologi dan untuk menjelaskan secara lengkap mengenai fenomena

ketoksikannya (Donatus, 2005).

Ruang lingkup toksikologi sangat luas. Oleh karena itu, ruang lingkup

toksikologi diklasifikasikan menjadi tiga kajian pokok, yaitu toksikologi

lingkungan, toksikologi ekonomi, dan toksikologi kehakiman (forensik).

Toksikologi lingkungan mempelajari mengenai pemejanan (exposure) zat

kimia pada sistem biologi baik disengaja maupun tidak. Zat kimia yang

dimaksud antara lain adalah pencemar lingkungan, makanan, dan air.

Toksikologi ekonomi mengkaji tentang pengaruh zat kimia, dalam hal ini

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

6

contohnya adalah pestisida dan zat tambahan makanan, yang dipejankan

dengan sengaja pada sistem biologi dengan maksud untuk mencapai efek khas

atau pengaruh tertentu. Sedangkan toksikologi kehakiman merupakan cabang

ilmu toksikologi yang menguraikan tentang aspek medis dan aspek hukum atas

efek toksik atau pengaruh berbahaya zat kimia pada manusia (Donatus, 2005;

Loomis, 1978).

Perlu diperhatikan bahwa klasifikasi ruang lingkup toksikologi di atas

hanya berdasarkan atas sifat pemejanan pada sistem biologi dan cakupan pokok

kajiannya (Donatus, 2005). Walaupun klasifikasi tersebut sangat berguna

dalam mempelajari toksikologi, hal tersebut tidak dapat memberikan informasi

yang adekuat mengenai dasar-dasar dari terjadinya efek toksik seperti

mekanisme aksi dari zat kimia dan lain-lain (Hodgson & Levi, 1997). Oleh

karena itu, terdapat asas utama yang perlu dipahami dalam mempelajari

toksikologi yang biasa disebut dengan asas umum toksikologi (Donatus, 2005).

b. Asas umum toksikologi

Efek toksik racun atas makhluk hidup atau sistem biologi terjadi

melalui beberapa proses, mulai dari pemejanan racun, absorpsi dari tempat

pemejanannya, kemudian distribusi racun atau metabolitnya ke tempat aksi (sel

sasaran atau reseptor) tertentu dalam makhluk hidup. Pada tingkat ini, terjadi

antaraksi antara sel sasaran atau reseptor dengan racun atau metabolitnya. Hal

ini mengakibatkan terjadinya sederetan peristiwa biokimia dan biofisika yang

akhirnya menimbulkan efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Setelah

mengalami berbagai alur tersebut, pada akhirnya racun akan mengalami

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

7

ekskresi. Berdasarkan alur di atas, terdapat empat asas utama yang perlu

dipahami dalam mempelajari toksikologi, meliputi kondisi pemejanan dan

kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud, dan sifat efek toksik (Donatus,

2005).

1) Kondisi pemejanan dan makhluk hidup

Kondisi pemejanan merupakan semua faktor yang menentukan

keberadaan (kadar dan jangka waktu) racun di tempat aksi tertentu di dalam

tubuh makhluk hidup terkait dengan pemejanannya. Kondisi pemejanan

meliputi jenis (akut dan kronis), jalur (antara lain saluran cerna, kulit dan

paru-paru), lama dan kekerapan, saat dan takaran (dosis) pemejanan racun

(Donatus, 2005).

Kondisi makhluk hidup merupakan keadaan fisiologi dan patologi

yang dapat mempengaruhi ketersediaan dan nasib racun di dalam tubuh

(absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi) serta keefektifan antaraksi

antara racun dengan sel sasaran. Keadaan fisiologi meliputi berat badan,

umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah,

status gizi, kehamilan, jenis kelamin, irama sirkadian dan irama diurnal.

Keadaan patologi meliputi aneka ragam penyakit seperti penyakit saluran

cerna, kardiovaskular, hati, dan ginjal. Penyakit-penyakit ini dapat

mempengaruhi kondisi fisiologi dari makhluk hidup sehingga

mempengaruhi ketersediaan dan nasib racun dalam tubuh makluk hidup

tersebut pula (Donatus, 2005).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

8

2) Mekanisme aksi efek toksik

Mekanisme aksi efek toksik merupakan cara bagaimana racun

menimbulkan efek toksiknya. Hal ini merupakan peristiwa yang rumit dan

melibatkan berbagai macam mekanisme tergantung pada tahapan kejadian

yang terlibat dan sifat reaksinya. Dengan mempertimbangkan berbagai

konsep toksikologi, mekanisme aksi efek toksik digolongkan menjadi tiga,

yaitu berdasarkan sifat dan tempat kejadian awal, sifat antaraksi, dan risiko

penumpukan racun dalam gudang penyimpanan tubuh (Donatus, 2005).

Berdasarkan sifat dan tempat kejadian awal, mekanisme aksi efek

toksik dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme luka intrasel (primer atau

langsung) seperti kerusakan membran sel, sintesis protein, produksi energi;

dan mekanisme luka ekstrasel (sekunder atau tidak langsung) seperti

pasokan oksigen, zat hara, cairan, mekanisme pengaturan oleh sistem syaraf,

endokrin, dan sistem imun (Donatus, 2005).

Berdasarkan sifat antaraksi, mekanisme aksi efek toksik

digolongkan menjadi 2, yaitu terbalikkan dan tak terbalikkan antara racun

dan tempat aksinya. Antaraksi yang terbalikkan terjadi antara molekul racun

dengan tempat aksi yang khas seperti reseptor-reseptor neurotransmitter,

tempat aktif enzim, dan lain-lain. Ciri khasnya adalah dapat dihentikan

dengan penghentian pemejanan. Apabila kadar racun pada tempat aksinya

habis, maka kondisinya akan segera kembali seperti semula. Antaraksi yang

tak terbalikkan terjadi dengan cara pembentukan ikatan kovalen antara

senyawa pengalkil atau metabolit elektrofil dan biopolimer yang memiliki

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

9

gugus SH atau NH2. Selain itu, luka kimia juga dapat disebabkan oleh

radiasi pengion (radiasi nuklir dan sinar X), sintesis letal, penyekatan aksi

enzim, dan kerusakan sistem pembawa seperti Hb. Ciri khasnya adalah

memungkinkan terjadinya penumpukan efek karena kerusakan atau lukanya

menetap dan tidak dapat dihilangkan dengan penghentian pemejanan

(Donatus, 2005).

Berdasarkan risiko penumpukan racun, senyawa-senyawa lipofil

dan sulit dimetabolisme tubuh cenderung akan disimpan dalam gudang

penyimpanan, yaitu kompartemen lemak dan tulang. Peristiwa penumpukan

racun ini relatif tidak membahayakan karena bersifat tidak aktif. Efek toksik

akan timbul apabila secara perlahan racun-racun dalam gudang tersebut

dilepaskan menuju sirkulasi darah sehingga kadarnya meningkat hingga

melebihi KTM (kadar toksik minimal). Hal inilah yang dianggap sebagai

risiko penumpukan (Donatus, 2005).

3) Wujud efek toksik

Wujud efek toksik merupakan hasil akhir dari aksi dan respon

tubuh terhadap racun. Wujud efek toksik digolongkan menjadi tiga, yaitu

perubahan biokimiawi, perubahan fisiologi atau fungsional, dan perubahan

histopatologi atau struktural (Donatus, 2005).

Sebagaian besar racun yang masuk ke dalam tubuh akan ditanggapi

dengan berbagai respon biokimia seperti peningkatan sintesis protein,

pergeseran sistem hormonal dan lain sebagainya. Respon-respon ini bersifat

adaptif, namun apabila berlanjut akan menyebabkan perubahan atau

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

10

kekacauan biokimia yang bersifat patologis. Pada umumnya, perubahan ini

bersifat terbalikkan (Donatus, 2005).

Perubahan fungsional merupakan respon fisiologi berkaitan dengan

fungsi jasmani seperti bernafas, aliran darah, kontraksi otot, keseimbangan

elektrolit dan lain-lain. Perubahannya dapat berkisar dari yang ringan seperti

sedasi, sampai yang berat seperti aritmia jantung. Pada umumnya perubahan

ini bersifat terbalikkan. Perubahan biokimiawi dan fungsional seringkali

merupakan tahap awal terjadinya perubahan struktural (Donatus, 2005;

Loomis, 1978).

Timbulnya luka selular melalui aksi langsung dan tak langsung

dapat menuju ke perubahan morfologi yang pada akhirnya terwujud sebagai

kekacauan struktural. Terdapat tiga urutan respon dasar histopatologi

sebagai tanggapan luka selular itu, yaitu degenerasi, proliferasi dan

inflamasi atau perbaikan. Berbagai respon histopatologi tersebut mendasari

berbagai perubahan morfologi atau struktural dalam berbagai wujud seperti

nekrosis dan karsinogenesis (Donatus, 2005).

4) Sifat efek toksik

Sifat efek toksik racun dapat dibagi menjadi dua, yaitu terbalikkan

dan tidak terbalikkan (Donatus, 2005). Efek toksik terbalikkan yang

ditimbulkan oleh racun akan hilang setelah pemejanan dihentikan.

Sedangkan pada efek toksik tak terbalikkan, efek toksik akan menetap atau

bahkan bertambah parah meskipun pemejanan dihentikan. Contoh efek

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

11

toksik tak terbalikkan adalah karsinoma, mutasi, efek teratogenik dan sirosis

hati (Lu & Kacew, 2009).

c. Tolok ukur ketoksikan

Ubahan (variabel) utama ketoksikan racun terletak pada kondisi

pemejanan dan wujud serta sifat efek toksik yang ditimbulkan. Kondisi

pemejanan merupakan ubahan bebas, sedangkan wujud dan sifat efek toksik

merupakan ubahan tergantung. Di antara kedua ubahan tersebut, terdapat

ubahan perantara atau penghubung yaitu mekanisme aksi. Berdasarkan

hubungan sebab-akibat tersebut, dapat dikaji berbagai macam tolok ukur

ketoksikan. Tolok ukur ketoksikan digolongkan menjadi dua macam, yaitu

tolok ukur kualitatif dan tolok ukur kuantitatif. Pemahaman mengenai tolok

ukur ketoksikan ini diperlukan dalam uji-uji toksikologi dan kehidupan sehari-

hari (Donatus, 2005).

Tolok ukur kualitatif merupakan tolok ukur dari efek toksik yang

dapat dilihat dan diperkirakan melalui gejala-gejala klinis yang nampak pada

penderita. Tolok ukur ini meliputi mekanisme aksi, wujud, sifat efek toksik dan

berbagai gejala klinis yang merupakan akibat dari wujud efek toksik racun

(Donatus, 2005).

Di sisi lain, tolok ukur kuantitatif merupakan tolok ukur yang

menunjukkan kekerabatan atau hubungan antara kondisi pemejanan dengan

efek toksik yang timbul. Dalam hal ini, kekerabatan dua ubahan tersebut

disajikan dalam bentuk data kuantitatif. Terdapat empat macam kekerabatan

antara dua ubahan tersebut, yaitu kekerabatan takaran (dosis) - respon, waktu -

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

12

respon, takaran - efek, dan waktu - efek. Dari keempat kekerabatan tersebut,

yang lebih banyak digunakan adalah takaran - respon dan waktu - respon

karena evaluasi ketoksikan lebih ditujukan pada risiko pemejanan, misalnya

nilai masukan harian yang dapat diterima (MHDD) atau masukan harian

maksimum yang diperbolehkan (MHMD) untuk manusia (Donatus, 2005).

d. Uji toksikologi

Uji toksikologi merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan

potensi ketoksikan dari zat-zat kimia, kondisi yang memungkinkan terjadinya

efek toksik dan karakteristik dari aksi senyawa tersebut. Tujuan utama dari uji

toksikologi adalah mengurangi resiko terjadinya efek toksik pada manusia

(Hodgson & Levi, 1997).

Pada umumnya uji toksikologi dilakukan pada hewan uji. Walaupun

ekstrapolasi dari hewan uji kepada manusia masih sering menimbulkan

masalah dan perbedaan, penggunaan hewan uji tentu lebih menguntungkan dan

lebih etis dilakukan daripada menggunakan manusia secara langsung (Hodgson

& levi, 1997).

Uji toksikologi digolongkan menjadi dua, yaitu uji ketoksikan tak

khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas merupakan uji

toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi spektrum efek toksik suatu

senyawa secara keseluruhan pada berbagai macam hewan uji. Uji ketoksikan

tak khas meliputi uji ketoksikan akut, subkronis, dan kronis. Uji ketoksikan

khas merupakan uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi efek

toksik yang khas suatu senyawa pada berbagai macam hewan uji. Uji

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

13

ketoksikan khas meliputi uji potensiasi, karsinogenik, mutagenik, reproduksi,

kulit dan mata, dan perilaku (Loomis, 1978).

2. Uji Ketoksikan Subkronis (OECD guideline nomor 408)

OECD merupakan organisasi yang mempunyai misi untuk

mempromosikan kebijakan-kebijakan guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi

dan sosial seluruh masyarakat dunia. OECD menyediakan sebuah forum di mana

pemerintah dapat bekerjasama untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi

untuk masalah-masalah umum. OECD bekerjasama dengan pemerintah untuk

memahami hal-hal yang mendorong perubahan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Selain itu, OECD juga mengukur produktivitas dan arus perdagangan global dan

investasi. Organisasi ini menganalisis dan membandingkan data untuk

memprediksi tren masa depan. OECD mempunyai peran penting dalam

menetapkan standar internasional tentang berbagai hal, dari pertanian, pajak

hingga keamanan bahan kimia. OECD sudah banyak mempublikasikan guideline

untuk banyak penelitian, salah satunya adalah OECD Guideline for the Testing of

Chemicals. Guideline ini merupakan pedoman standar untuk menguji keamanan

dari bahan-bahan kimia yang ada di dunia (OECD, 2013).

Uji ketoksikan subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang

diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari tiga

bulan. Uji ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji

dan untuk memperlihatkan apakah spektrum tersebut berkaitan dengan takaran

atau dosis (Donatus, 2005).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

14

Dalam penelitian ini, pedoman yang digunakan yaitu OECD 408

Repeated Dose 90-day Oral Toxicity Study in Rodents. Pengamatan yang

dilakukan dalam uji ketoksikan subkronis meliputi :

a. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali.

b. Asupan makanan dan minuman untuk masing-masing hewan atau kelompok

hewan uji paling tidak 7 hari sekali.

c. Gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari.

d. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali, yaitu pada awal dan

akhir uji coba.

e. Pemeriksaan kima darah, paling tidak sama dengan butir d.

f. Pemeriksaan urin, paling tidak sekali.

g. Pemeriksaan histopatologi organ pada hewan yang mati pada masa pengujian

dan pada seluruh hewan pada akhir uji coba (Donatus, 2005; Loomis, 1978;

OECD, 1998).

Hasil uji ketoksikan subkronis dapat memberikan banyak informasi yang

bermanfaat tentang efek toksik utama senyawa uji dan organ-organ yang

terpengaruh. Informasi lain yang dapat diperoleh yaitu tentang perkembangan

efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran dosis yang tidak teramati pada

uji ketoksikan akut, hubungan kadar senyawa dalam darah dengan luka toksik

jaringan, dan keterbalikan (reversibilitas) efek toksiknya. Hasil uji ketoksikan

subkronis ini selanjutnya dapat digunakan untuk merancang uji ketoksikan kronis

sebagai penelitian lebih lanjut dan lebih lama (Donatus, 2005; Loomis, 1978;

WHO, 1978).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

15

3. Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya

Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang

mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau

konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,

dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup dan/atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lain. Pengelolaan limbah B3 diatur dalam PP 18/1999 jo. 85/1999

tentang pengelolaan limbah B3. Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk

mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan

yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. (Peraturan Pemerintah

No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun)

Menurut PP 18/1999 jo. 85/1999, limbah B3 dapat diidentifikasi menurut

sumber dan/atau uji karakteristik dan/atau uji toksikologinya. Berdasarkan

sumbernya, limbah B3 digolongkan menjadi 3 macam :

a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik, yaitu limbah B3 yang pada umumnya

bukan berasal dari proses utama, melainkan berasal dari kegiatan lain seperti

pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan,

dan lain-lain.

b. Limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu limbah B3 sisa proses suatu industri

atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan atau merupakan proses

utama

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

16

c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan atau

buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

Selain berdasarkan sumbernya, suatu limbah dianggap sebagai limbah B3

apabila memenuhi salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut : mudah

meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat

korosif dan toksik baik akut maupun kronis. Sifat toksik dari suatu limbah diuji

dengan menggunakan uji toksikologi. Uji toksikologi yang umum digunakan

adalah uji ketoksikan akut, subkronis dan kronis. Pada uji ketoksikan akut, apabila

nilai LD50 lebih besar dari 15 g/kg BB maka limbah tersebut bukan merupakan

limbah B3. Untuk mengetahui ketoksikan dari limbah dalam pemejanan jangka

panjang dapat digunakan uji ketoksikan subkronis dan/atau kronis. (Peraturan

Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang : Perubahan atas Peraturan Pemerintah

No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,

Sekretariat Negara).

4. Produk Samping Kapur pada Pembuatan Pupuk ZA PT. Petrokimia Gresik

Dalam produksi pupuk ammonium sulfat (ZA), PT. Petrokimia Gresik

menghasilkan produk samping kapur kurang lebih 250.000 ton/tahun. Produk

samping ini berbentuk powder (200 mesh), berwarna putih kecoklatan dan putih

pada kadar air rendah. Produk samping ini memiliki pH 7,6-7,7 ; Bulk density 1,2

Ton/m3

; dan sedikit larut dalam air. Produk samping kapur ini terdiri atas 75%

padatan berupa campuran senyawa dan 25 % air (H2O). Kandungan utama dari

padatan produk samping kapur ini adalah kalsium karbonat (CaCO3) yaitu 86,7%.

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

17

Kandungan lain dalam produk samping kapur ini adalah kalsium sulfat dihidrat

(CaSO4.2H2O) 4,7% ; ammonium karbonat ((NH4)2CO3) 0,05% ; innert solid

(SiO2) 6,3% ; dan sedikit sisa pupuk ZA ((NH4)2SO4) 2,3% (Anonim, 2012).

Saat ini, produk samping kapur telah dimanfaatkan sebagai kapur

pertanian (100.000 ton/tahun), Petroklasipalm (10.000 ton/tahun), dan kalsinasi

(60.000 ton/tahun). Berdasarkan hal tersebut, masih terdapat sisa produk samping

kapur sebanyak 80.000 ton/tahun yang masih disimpan dan dikelola dalam

gudang terbuka. Sisa yang belum termanfaatkan telah dikelola dengan baik

melalui penataan secara terasering, pengaturan air hujan, penghijauan, sumur

pantau, dan lain-lain. Selain itu, pemanfaatan dari produk samping kapur tersebut

masih diupayakan hingga saat ini. PT. Petrokimia Gresik berencana untuk

memanfaatkan produk samping kapur ini sebagai bahan timbunan reklamasi

pantai dan material konstruksi untuk kepentingan pengembangan pabrik (Anonim,

2012).

Produk samping kapur ini telah melalui banyak pengujian. Produk ini

telah memenuhi baku Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan

analisis logam berat sesuai batasan SK Mentan nomor 02/2006 yang dilakukan

oleh laboratorium Corelab dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL).

Berdasarkan PP 18/1999 jo. 85/1999, produk ini tidak termasuk limbah B3,

namun karena jumlahnya banyak, produk ini dikategorikan sebagai limbah B3.

Pengujian yang belum dilakukan adalah uji toksisitas subkronis dan kronis

(Anonim, 2012).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

18

5. Parameter Hematologi

Parameter hematologi sudah banyak digunakan secara luas untuk

menetapkan keadaan fisiologis dan patologis tubuh secara sistemik, meliputi

kesehatan secara umum, diagnosis dan prognosis dari suatu penyakit (Shah dkk.,

2007). Ada banyak faktor yang mempengaruhi nilai dari parameter hematologi,

antara lain yaitu umur, jenis kelamin, nutrisi, dan faktor lingkungan. Pada

manusia, faktor etnis, bentuk tubuh, dan faktor sosial juga menjadi faktor yang

berpengaruh pada parameter hematologi (Evans dkk., 1999; Frerich dkk., 1977;

Karazawa & Jamra, 1989; Serjeant dkk., 1980).

Pemeriksaan hematologi lengkap meliputi jumlah total eritrosit, platelet,

Hb, Hct, MCV, MCH, MCHC, jumlah total leukosit dan diferensialnya meliputi

neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit. Menurut beberapa tenaga

kesehatan, tidak semua parameter darah penting untuk diperiksa, hanya beberapa

parameter saja yang lebih diutamakan dalam pemeriksaan tertentu (Ciesla, 2007;

Feldman dkk., 2000).

a. Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah (RBC) merupakan komponen sel darah

yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi darah. Secara umum eritrosit

mempunyai karakteristik berbentuk oval dan berwarna merah karena adanya

pigmen globin, termasuk Hb. Eritrosit pada vertebrata selain mamalia

mempunyai inti sel dan organela dalam sitoplasmanya (Claver & Quaglia,

2009).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

19

Masa hidup eritrosit berbeda-beda pada setiap organisme vertebrata,

yaitu 120 hari pada manusia, 40 hari pada unggas, 600-800 hari pada reptil,

300-1400 hari pada amfibi, dan 80-500 hari pada ikan. Apabila tubuh

kekurangan eritrosit, maka tubuh akan memproduksi eritrosit lebih banyak.

Proses produksi eritrosit disebut juga eritropoiesis (Avery dkk., 1992; Claver &

Quaglia, 2009; Davies & Johnston, 2000; Fischer dkk., 1998). Jumlah eritrosit

dalam sirkulasi darah pada vertebrata berkisar antara 1 sampai 5 x 106 / µL

3

(Claver & Quaglia, 2009). Masa hidup dan jumlah eritrosit dalam sirkulasi

darah yang berbeda-beda menunjukkan bahwa setiap organisme mempunyai

kebutuhan metabolik yang berbeda-beda (Morera & MacKenzie, 2011). Jumlah

eritrosit normal pada tikus galur SD jantan adalah 6,7-9,0 x 106 / µL dan pada

tikus betina adalah 5,7-9,0 x 106 / µL (Gad, 2007).

Fungsi utama dari eritrosit adalah transport oksigen dan karbon

dioksida untuk ditukarkan dalam kapiler paru-paru (pertukaran gas). Selain itu,

fungsi lain dari eritrosit antara lain adalah transport glukosa, homeostasis

kalsium, homeostasis redoks, proliferasi sel T, dan aktivitas antimikrobial

(Morera & MacKenzie, 2011).

Kondisi yang dapat timbul akibat abnormalitas dari jumlah eritrosit

yaitu eritrositosis dan anemia. Eritrositosis atau polisitemia sekunder

merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya produksi eritrosit

sebagai kompensasi dari hipoksia. Hipoksia dapat diakibatkan oleh banyak hal

seperti penyakit paru, ginjal, gagal jantung dan pengaruh lingkungan seperti

tinggal di dataran tinggi (kadar oksigen rendah). Anemia merupakan suatu

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

20

kondisi dimana tubuh kekurangan Hb. Salah satu penyebab anemia adalah

berkurangnya jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah sehingga mengakibatkan

berkurangnya kadar Hb. Kurangnya jumlah eritrosit dapat diakibatkan oleh

pendarahan, rusaknya eritrosit atau hemolisis (hemolytic anemia) dan

kurangnya produksi eritrosit akibat defisiensi asam folat (pernicious anemia)

(Greenberg & Glick, 2003). Xenobiotika dapat mempengaruhi produksi, fungsi

dan kelangsungan hidup eritrosit. Efek yang sangat sering terjadi adalah

perubahan pada sirkulasi sel darah merah, biasanya terjadi penurunan pada

kadar eritrosit (Klaassen dkk., 2001).

b. Leukosit

Leukosit atau sel darah putih (WBC) merupakan komponen dari sel

darah yang berperan penting dalam sistem imun tubuh dan melindungi tubuh

dari infeksi. Jumlah leukosit adalah yang paling sedikit dibandingkan dengan

eritrosit dan platelet, yaitu 4,00-11,00 x 103

/ µL (Naushad & Wheeler, 2012).

Leukosit dibagi menjadi 2 jenis, yaitu polimorfonuklear atau granulosit

(neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan mononuklear atau agranulosit (monosit

dan limfosit). Granulosit dan monosit merupakan hasil diferensiasi dari sel

punca yang sama dalam sumsum tulang, sedangkan limfosit diproduksi di

dalam jaringan limfatik (Greenberg & Glick, 2003). Jumlah leukosit total

normal pada tikus galur SD jantan adalah 3,0-14,5 x 103 / µL dan pada tikus

betina adalah 2,0-11,5 x 103 / µL (Gad, 2007).

Granulosit dibagi menjadi 3, yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil.

Neutrofil merupakan fagosit yang paling dominan dalam sirkulasi darah dan

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

21

merupakan pertahanan pertama dari serangan bakteri di membran mukosa dan

kulit (Malech & Gallin, 1987). Fungsi dari eosinofil dan basofil belum

sepenuhnya diketahui. Eosinofil mempunyai kemampuan fagositosis yang

lemah dan tidak dapat membunuh bakteri. Eosinofil berfungsi dalam reaksi

antigen-antibodi seperti serangan asma dan alergi. Jumlah eosinofil meningkat

dalam infeksi yang disebabkan oleh parasit. Basofil bermigrasi menuju

jaringan-jaringan dalam tubuh membawa heparin dan histamin serta faktor

pengaktivasi platelet. Basofil berperan sebagai sel mast dalam reaksi alergi

(Greenberg & Glick, 2003)

Agranulosit dibagi menjadi 2, yaitu monosit dan limfosit. Monosit

merupakan sel yang belum dewasa (immature) saat berada di dalam sirkulasi

darah. Setelah sampai ke jaringan, monosit akan berubah menjadi bentuk

dewasanya yaitu makrofag. Makrofag memiliki peran penting dalam sistem

imun seperti proses presentasi antigen untuk menginisiasi respon limfosit,

sekresi lisosom, komplemen, sitokin, serta aktivasi dan mobilisasi dari leukosit

lain. Limfosit merupakan sel utama yang berperan dalam imunitas. Limfosit

terbentuk dari sel punca dalam sumsum tulang yang kemudian bermigrasi

menuju jaringan limfatik seperti kelenjar limfa, timus, dan lapisan mukosa

pada saluran cerna. Ada 2 tipe dari limfosit, yaitu thymus-dependent

lymphocyte (Limfosit T) dan non-thymus-dependent lymphocyte (limfosit B)

(Greenberg & Glick, 2003).

Pemeriksaan jumlah leukosit penting untuk melihat respon tubuh

terhadap berbagai hal seperti infeksi, inflamasi, alergi, imunodefisiensi dan

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

22

kanker (leukimia dan limfoma). Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk

memonitor respon terhadap kemoterapi, growth factors dan terapi

immunosupresif. Jumlah total leukosit yang kurang dari normal disebut

leukopenia, sedangkan jumlah total leukosit yang lebih dari normal disebut

leukositosis. Leukopenia dapat diakibatkan oleh terapi seperti kemoterapi atau

terapi radiasi. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh adanya infeksi yang

mengurangi jumlah leukosit dalam darah, atau abnormalitas pada sel punca

seperti leukemia atau sindrom myelodisplastik. Leukositosis dapat muncul

sebagai respon dari infeksi, stress, gangguan inflamasi, atau produksi

berlebihan karena leukemia (Naushad & Wheeler, 2012).

c. Platelet

Platelet atau trombosit merupakan salah satu sel darah yang ada dalam

sirkulasi darah selain eritrosit dan leukosit. Jumlahnya dalam sirkulasi

merupakan yang terbanyak kedua setelah eritrosit, yaitu 150-450 x 103 / µL.

Platelet manusia mempunyai ukuran kecil, yaitu 2-4 x 0,5 µm dengan volume

7-11 fL. Pada umumnya, umur platelet dalam sirkulasi adalah kurang lebih 10

hari (George, 2000). Jumlah platelet normal pada tikus galur SD jantan dan

betina adalah 700-1500 x 103 / µL (Gad, 2007).

Platelet merupakan sel yang multifungsi dan terlibat dalam banyak

proses fisiologi tubuh seperti hemostasis (pembekuan darah), konstriksi dan

perbaikan pembuluh darah, inflamasi pada pembetukan atherosklerosis, bahkan

perlindungan terhadap growth factor dan metastasis dari tumor. Ukurannya

yang kecil menyebabkan platelet dapat dengan mudah menuju ujung dari

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

23

pembuluh darah sasaran dan menempatkan diri pada tempat yang optimal

dalam pembuluh darah (Harrison, 2005).

Abnormalitas dari jumlah platelet dapat menimbulkan 2 kondisi, yaitu

trombositosis apabila jumlahnya melebihi normal, dan trombositopenia apabila

jumlahnya kurang dari normal. Berdasarkan penyebabnya, trombositosis dibagi

menjadi 2, yaitu trombositosis primer, apabila penyebabnya terletak pada

abnormalitas hematopoiesis, dan trombositosis sekunder, apabila penyebabnya

merupakan penyebab eksternal seperti xenobiotik, inflamasi kronis, kanker,

defisiensi zat besi, dan rebound setelah splenectomy (Skoda, 2009). Penyebab

dari trombositopenia lebih banyak dibandingkan trombositosis, antara lain

adalah autoimun, obat-obatan seperti heparin dan aspirin, kemoterapi, infeksi

dan/atau sepsis, dan splenomegali (Sekhon & Roy, 2005).

d. Hemoglobin

Hb merupakan molekul protein yang terdapat di dalam eritrosit.

Fungsi utama dari Hb adalah pertukaran gas dalam tubuh. Hb berfungsi untuk

transport oksigen dari paru-paru menuju seluruh jaringan dalam tubuh. Selain

itu, Hb juga dapat mengikat karbon dioksida dari jaringan dan dibawa menuju

paru-paru untuk ditukarkan dengan oksigen kembali (Loukopoulos, 2002).

Kadar Hb normal pada tikus galur SD jantan adalah 13,0-17,0 g/dL dan pada

tikus betina adalah 11,0-17,0 g/dL. (Gad, 2007).

Abnormalitas bawaan pada Hb disebut juga hemoglobinopati.

Hemoglobinopati ada 2, yaitu anemia sel sabit dan talasemia. Kedua penyakit

ini disebabkan oleh adanya abnormalitas pada pembentukan senyawa Hb. Pada

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

24

anemia sel sabit, terdapat abnormalitas pada rantai β dari Hb yang

mengakibatkan perubahan struktur dari Hb. Perubahan ini mengakibatkan

tekanan oksigen menurun atau peningkatan pH darah kemudian Hb akan

membentuk kristal berbentuk sabit dalam eritrosit. Sel sabit ini dapat

menyebabkan sumbatan dalam pembuluh darah terutama pada ujung-ujung

kapiler darah. Pada talasemia, abnormalitas terletak pada defisiensi sintesis

rantai α atau β molekul Hb. Hal ini akan mengakibatkan anemia mikrositik

(ukuran eritrosit lebih kecil dari normal) dan hipokromik (jumlah Hb lebih

sedikit dari normal). Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit bawaan dan

dapat diturunkan (Greenberg & Glick, 2003). Penurunan kadar eritrosit yang

disebabkan oleh xenobiotik juga dapat mempengaruhi kadar Hb dalam darah

(Klaassen dkk., 2001).

e. Hematokrit

Hct atau PCV menunjukkan proporsi eritrosit dari darah dalam suatu

volume, umumnya ditunjukkan dalam nilai persen (%). Nilai Hct sangat

penting dalam menentukan viskositas darah (Salazar dkk., 2008). Viskositas

darah berbanding terbalik dengan kecepatan aliran darah. Dengan diameter

pembuluh darah yang sangat kecil, peningkatan Hct dapat mengurangi aliran

darah secara eksponensial (Voerman & Groeneveld, 1989). Walaupun

peningkatan nilai Hct dapat meningkatkan kapasitas pengikatan oksigen tetapi

viskositas darah yang tinggi akan mengurangi aliran darah dan perfusi menuju

jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Hct mempunyai nilai yang optimal.

Pada manusia, nilai Hct normal adalah 40-54% untuk laki-laki dan 36-46%

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

25

untuk perempuan (Fan dkk., 1980). Nilai Hct normal pada tikus galur SD

jantan adalah 41-58 % dan pada tikus betina adalah 39-55 % (Gad, 2007).

Nilai Hct merupakan parameter yang dinamis dan dapat berubah

dengan cepat dan signifikan berdasarkan pengaruh psikologis, patofisiologis

dan psikosomatik (Isbister, 1987). Peningkatan nilai Hct secara akut dapat

disebabkan oleh berkurangnya volume intravaskular atau fluid loss yang

menyebabkan peningkatan jumlah eritrosit secara relatif (Baskurt & Meiselman,

2003). Peningkatan nilai Hct secara kronis dapat disebabkan oleh penyakit

seperti polisitemia, yaitu peningkatan produksi eritrosit sehingga kadarnya

melebihi normal (Isbister, 1987).

f. Mean Corpuscular Volume, Mean Corpuscular Hemoglobin & Mean

Corpuscular Hemoglobin Concentration

Mean corpuscular volume atau MCV merupakan suatu nilai yang

menunjukkan volume rata-rata dari eritrosit (Curry & Staros, 2012). Nilai

MCV dapat dihitung menggunakan alat analisis hematologi secara otomatis

(Lichtman dkk., 2010) atau dihitung dari nilai hematocrit dan eritrosit dengan

rumus : MCV (fl) = (Hct [L/L] / RBC [1012

/L]) x 1000. Nilai normal MCV

pada manusia dewasa sehat adalah 80-96 fl (McPherson & Pincus, 2011). nilai

MCV rendah mengindikasikan mikrositik (ukuran eritrosit kecil), nilai MCV

normal mengindikasikan normositik (ukuran eritrosit normal), dan nilai MCV

tinggi mengindikasikan makrositik (ukuran eritrosit besar) (Curry & Staros,

2012) Nilai MCV berguna untuk menentukan tipe anemia berdasarkan

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

26

morfologi dari eritrosit (Lichtman dkk., 2010). Nilai MCV normal pada tikus

galur SD jantan dan betina adalah 55-65 fL (Gad, 2007).

Mean corpuscular hemoglobin atau MCH merupakan suatu nilai yang

menunjukkan bobot rata-rata atau massa dari Hb dalam eritrosit. MCH tidak

diukur secara langsung tetapi dihitung menggunakan konsentrasi Hb dan

eritrosit dengan rumus : MCH = Hb (g/L) / RBC (1012

/L). Nilai MCH normal

pada manusia dewasa sehat adalah 27-33 pg (McPherson & Pincus, 2011).

MCH dapat digunakan untuk menentukan tipe anemia hipokromik (nilai Hb

rendah), normokromik (nilai Hb normal) dan hiperkromik (nilai Hb tinggi).

Nilai MCH harus selalu didampingi dengan nilai MCV karena volume sel

dapat mempengaruhi konten dari Hb yang terdapat dalam sel, dan nilai MCH

dapat berubah tergantung dari MCV (Lichtman dkk., 2010). Dalam hal ini,

parameter MCHC lebih baik dalam menentukan jenis anemia (Jones, 2001).

Nilai MCH normal pada tikus galur SD jantan adalah 16-22 pg dan pada tikus

betina adalah 17-22 pg (Gad, 2007).

Mean corpuscular hemoglobin concentration atau MCHC merupakan

suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi rata-rata dari Hb dalam suatu

volume eritrosit. Nilai MCHC dihitung dengan menggunakan konsentrasi Hb

dan Hct dengan rumus : MCHC = Hb (g/dL) / Hct (L/L). Nilai normal MCHC

pada manusia dewasa sehat adalah 33-36 g/dL (McPherson & Pincus, 2011).

Nilai MCHC normal pada tikus galur SD jantan dan betina adalah 28-34 g/dL

(Gad, 2007).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

27

MCV, MCH dan MCHC merupakan indikator dari eritrosit yang

umum digunakan untuk diagnosis diferensial dari anemia (Lichtman dkk.,

2010). Secara umum, anemia berdasarkan morfologi eritrosit dibagi menjadi 3,

yaitu anemia mikrositik-hipokromik (nilai MCV dan MCH rendah), anemia

makrositik (nilai MCV tinggi), dan anemia normositik-normokromik (nilai

MCV dan MCH normal). Penyebab dari ketiga penyakit tersebut berbeda-beda.

Penyebab umum dari anemia mikrositik-hipokromik antara lain defisiensi besi,

penyakit kronis, talasemia dan anemia sideroblastik. Penyebab umum dari

anemia makrositik antara lain defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12,

penyakit liver, anemia hemolitik, hipotiroidisme, peminum alkohol berat,

anemia aplastik dan sindrom myelodisplastik. Penyebab umum dari anemia

normositik-normokromik antara lain penyakit kronik, pendarahan akut, anemia

hemolitik, penyakit ginjal, dan anemia aplastik (McPherson & Pincus, 2011).

Selain karena penyebab-penyebab penyakit di atas, nilai MCV, MCH

dan MCHC dapat berubah karena faktor lain. Nilai MCV dapat meningkat

karena adanya aglutinasi eritrosit atau hiperglikemia yang menyebabkan

eritrosit mengalami peningkatan volume. Nilai MCH dan MCHC dapat

berubah karena adanya hiperlipidemia yang dapat mengganggu pengukuran

kedua parameter tersebut (Greer dkk., 2009).

6. Parameter Urin

Urin merupakan cairan biologis yang dikeluarkan oleh tubuh makhluk

hidup untuk mengekskresikan sisa-sisa metabolisme. Urin sering digunakan

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

28

sebagai parameter uji suatu senyawa karena selain mudah dikoleksi, kandungan

metabolit dalam urin dapat menggambarkan kondisi fisiologis makhluk hidup

tersebut (Saude, dkk., 2007).

Parameter urin yang umum digunakan antara lain adalah warna dan bau,

specific gravity, pH, bercak darah, protein, glukosa, bilirubin dan lain-lain.

Penyebab-penyebab abnormalitas dari parameter-parameter tersebut dapat dilihat

pada Tabel I.

Tabel I. Penyebab Non-Patologis dan Patologis Abnormalitas Parameter Urin (Patel, 2006)

Parameter Penyebab Non-Patologis Penyebab Patologis

Specific

Gravity

Rendah : Polidipsi

Tinggi : Intake air rendah

Rendah : DI, disfungsi tubular

Tinggi : Deplesi volume

pH

Rendah : Diet tinggi protein

Tinggi : Diet rendah protein, setelah

makan

Rendah : Asidosis

Tinggi : Asidosis tubular, UTI

Bercak

Darah

Menstruasi, trauma kateterisasi, olah

raga

Gangguan glomerular, gangguan

tubular, UTI, batu ginjal,

hiperkalsiuria, trauma pada saluran

urin, tumor

Protein

Proteinuria ortostatik, demam, olah raga

Gangguan glomerular, gangguan

tubular, UTI

Glukosa Renal glikosuria DM, Fanconi syndrome

Keton Intake karbohidrat yang terbatas DM

Bilirubin Tidak ada Hepatitis, obstruksi empedu

Urobilinogen Rendah : terapi antibiotik sistemik Hepatitis, hemolisis intravaskular

Nitrit Tidak ada UTI

LE Demam UTI, glomerulonefritis, inflamasi

pelvis

7. Parameter Histopatologi

Histopatologi merupakan cabang dari patologi, yaitu ilmu yang

dipusatkan untuk menemukan dan mendiagnosis penyakit dari hasil pemeriksaan

jaringan. Histopatologi meliputi pemeriksaan jaringan disertai sampel jaringan

untuk pemeriksaan mikroskopik. Mayoritas histopatologis dilakukan dari

potongan jaringan blok parafin dengan pewarnaan hematoksilin-eosin

(Underwood, 1994).

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

29

Respon histopatologi dapat berupa perubahan morfologi atau struktural

dalam berbagai wujud. Beberapa perubahan yang dapat terjadi antara lain :

a. Radang

Radang merupakan respon fisiologi lokal terhadap cedera jaringan.

Radang bukan suatu penyakit melainkan suatu manifestasi suatu penyakit.

Radang dapat mempunyai pengaruh yang menguntungkan, seperti

penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada

rongga abses sehingga mencegah penyebaran infeksi. Di sisi lain, mekanisme

tersebut juga dapat memproduksi penyakit seperti pembentukan fibrosis akibat

radang kronis yang dapat mengakibatkan terjadinya distorsi jaringan yang

permanen dan menyebabkan gangguan fungsinya. Berbagai penyebab radang

antara lain yaitu infeksi mikrobial, reaksi hipersensitivitas terhadap parasit atau

basil tuberkulosis, terjadinya trauma, radiasi pengion, respon terhadap panas

atau dingin, senyawa kimiawi dan jaringan nekrosis (Underwood, 1994).

b. Edema

Edema merupakan suatu keadaan dimana terjadi kelebihan cairan

dalam ruangan interseluler jaringan. Efusi serosa merupakan kelebihan cairan

di dalam rongga serosa atau rongga selomik (misalnya rongga peritoneal dan

pleura). Bahan utama cairan selalu air dan mengandung sebagian protein.

Edema dan efusi serosa mempunyai patogenesis serupa (Underwood, 1994).

c. Nekrosis

Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup

tetapi tidak terikat oleh penyebabnya. Nekrosis merupakan proses patologis

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

30

setelah terjadinya cedera sel dan lebih sering mengenai suatu jaringan yang

padat (Underwood, 1994).

Organ-organ vital yang sering digunakan untuk analisis histopatologi

antara lain adalah hepar, ginjal, limpa dan paru-paru.

a. Hepar

Hepar merupakan organ terbesar kedua dalam tubuh setelah kulit dan

merupakan kelenjar terbesar dengan berat sekitar 1,5 kg. Organ ini terletak

dalam rongga perut di bawah diafragma. Hepar merupakan organ tempat

pengolahan dan penyimpanan nutrien yang diserap dari usus halus untuk

dipakai oleh bagian tubuh lainnya. Hepar menjadi perantara antara sistem

pencernaan dan sirkulasi darah. Darah yang menuju hepar 70-80 % berasal dari

vena porta, dan sisanya berasal dari arteri hepatika. Seluruh materi yang

diserap melalui usus tiba di hati melalui vena porta, kecuali lipid kompleks

(kilomikron), yang terutama diangkut melalui pembuluh limfe. Posisi hati

dalam sistem sirkulasi sangat cocok untuk menampung, menetralisasi dan

mengumpulkan metabolit serta untuk menetralisasi dan mengeluarkan zat

toksik. Pengeluaran ini terjadi melalui empedu, yakni suatu sekret eksokrin dari

hati yang penting untuk pencernaan lipid. Hepar juga memiliki fungsi penting

untuk menghasilkan protein plasma. (Junqueira & Carneiro, 2003). Struktur

morfologi sel hepar terdiri dari hepatosit, liposit (sel penyimpan lemak), sel

Kupffer (fagosit), sel endotel dan jaringan ikat (Greaves, 2012).

Banyak literatur menyebutkan bahwa xenobiotik dapat menyebabkan

kerusakan hepar pada manusia dan hewan laboratorium. Hal membuktikan

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

31

bahwa toksisitas terhadap hepar dari suatu senyawa kimia juga dapat

berpotensi menyebabkan ketoksikan pada hepar manusia dengan korelasi

hampir 70% (Greaves, 2012).

a. Ginjal

Ginjal memiliki aliran darah yang banyak sehingga menyebabkan sel-

sel parenkimnya dapat terpejankan senyawa kimia walaupun senyawa tersebut

hanya terdapat sedikit dalam sirkulasi darah. Konsumsi oksigen tinggi oleh

ginjal menyebabkan organ tersebut sensitif terhadap iskemia dan deplesi

volume. Kemampuan ginjal untuk memekatkan senyawa toksik juga

merupakan resiko yang lebih besar lagi sebagai penyebab kerusakan (Greaves,

2000)

b. Limpa

Limpa merupakan organ limfoid terbesar dalam tubuh. Karena

banyaknya sel fagositik dan kontak sel-sel ini yang erat dengan darah, limpa

menjadi pertahanan penting terhadap mikroorganisme yang berhasil memasuki

peredaran darah. Organ ini juga menjadi tempat penghancuran eritrosit yang

sudah mencapai batas umurnya (120 hari). Sebagaimana halnya organ limfoid

lain, limpa adalah tempat produksi limfosit aktif yang kemudian akan masuk ke

dalam darah (Junqueira & Carneiro, 2003). Efek toksik dari senyawa kimia

yang mempengaruhi sistem limfoid dan hemopoietik dapat menyebabkan

perubahan morfologis pada beberapa kompartmen dari limpa (Greaves, 2012)

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63991/potongan/S1-2013-280664-chapter1.pdfInformasi yang didapat dari uji ketoksikan subkronis bahan tersebut

32

c. Paru-paru

Paru-paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam rongga

dada. Paru-paru pada manusia terdiri dari paru-paru kanan dan paru-paru kiri.

Paru-paru sebelah kiri mempunyai 2 lobus (atas dan bawah) dan paru-paru

sebelah kanan mempunyai 3 lobus (atas, tengah dan bawah). Paru pada mencit

juga terdiri dari paru kanan dan paru kiri dengan jumlah lobus yang berbeda.

Hal ini menyebabkan paru-paru kanan mempunyai berat dan ukuran yang lebih

besar daripada paru-paru kiri (Haschek & Rousseaux, 1991).

Beberapa kelainan yang terdapat dalam paru-paru adalah radang

(pneumonia), atelektasis, emfisema dan bronkopneumonia. Pneumonia

merupakan suatu radang akut dan menular pada paru-paru. Paru-paru yang

mengalami pneumonia ditandai dengan adanya sel-sel radang pada tempat

yang mengalami pneumonia. Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus,

cacing, jamur atau senyawa kimia. (Haschek & Rousseaux, 1991).

F. Keterangan Empirik

Penelitian ini bersifat eksperimental eksploratif untuk mengetahui

gambaran toksisitas subkronis pemberian produk samping kapur pembuatan

pupuk ZA oleh PT. Petrokimia Gresik pada tikus jantan dan betina galur SD

dilihat dari gejala toksik dan wujud efek toksik serta pengaruh dosis terhadap luas

spektrum efek toksik ditinjau dari parameter : berat badan, asupan makanan,

minuman, hematologi, urin dan histopatologi jika sediaan diberikan sekali sehari

secara oral selama 90 hari.

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS PRODUK SAMPING KAPUR PADA PEMBUATAN PUPUK ZA PT.PETROKIMIA GRESIK TERHADAPTIKUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY : PARAMETER HEMATOLOGI, URIN DAN HISTOPATOLOGIDEAMON SAKARAGAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/