BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I...

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin yang berada dalam perut atau ketika wanita dalam kondisi hamil sampai anak tersebut berusia dua tahun dan masa ini disebut dengan masa windows critical. Karena pada masa ini terjadi perkembangan otak atau kecerdasan dan pertumbuhan badan yang cepat, sehingga pada masa ini bila tidak dilakukan asupan nutrisi yang cukup oleh ibu hamil, pemberian ASI ekslusif dan pemberian MP-ASI dan asupan nutrisi yang cukup sampai anak dua tahun maka potensial terjadi stunting. (Johnson dan Brookstone, 2012). Periode seribu hari pertama kehidupan disebut sebagai “periode emas” dan world bank menyebut sebagai window of opportunity, karena pada usia tersebut sedang terjadi pertumbuhan yang pesat dan waktu perbaikan sangat singkat. Sehingga pada masa ini seorang anak memerlukan asupan zat gizi yang seimbang baik dari segi jumlah maupun proporsinya untuk mencapai berat dan tinggi badan yang optimal (Soeparmanto, 2007). Di Indonesia status gizi (berat badan dan tinggi badan) balita belum optimal. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2010, dan 2013, status gizi kurang menunjukkan proporsi 18,4%, 17,9%, dan 19,6%, data ini menunjukkan penurunan proporsi dari tahun 2007 ke 2010 dan naik pada tahun 2013, tetapi proporsinya masih dalam klasifikasi permasalahan gizi balita kategori medium.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin yang berada

dalam perut atau ketika wanita dalam kondisi hamil sampai anak tersebut berusia

dua tahun dan masa ini disebut dengan masa windows critical. Karena pada masa

ini terjadi perkembangan otak atau kecerdasan dan pertumbuhan badan yang cepat,

sehingga pada masa ini bila tidak dilakukan asupan nutrisi yang cukup oleh ibu

hamil, pemberian ASI ekslusif dan pemberian MP-ASI dan asupan nutrisi yang

cukup sampai anak dua tahun maka potensial terjadi stunting. (Johnson dan

Brookstone, 2012).

Periode seribu hari pertama kehidupan disebut sebagai “periode emas” dan

world bank menyebut sebagai “window of opportunity“, karena pada usia tersebut

sedang terjadi pertumbuhan yang pesat dan waktu perbaikan sangat singkat.

Sehingga pada masa ini seorang anak memerlukan asupan zat gizi yang seimbang

baik dari segi jumlah maupun proporsinya untuk mencapai berat dan tinggi badan

yang optimal (Soeparmanto, 2007).

Di Indonesia status gizi (berat badan dan tinggi badan) balita belum optimal.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2010, dan 2013, status gizi

kurang menunjukkan proporsi 18,4%, 17,9%, dan 19,6%, data ini menunjukkan

penurunan proporsi dari tahun 2007 ke 2010 dan naik pada tahun 2013, tetapi

proporsinya masih dalam klasifikasi permasalahan gizi balita kategori medium.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Status gizi pendek menunjukkan proporsi 36,8%, 35,6%, dan 37,2%, data ini

menunjukkan penurunan proporsi dari tahun 2007 ke 2010 dan naik pada tahun

2013, tetapi proporsinya sudah dalam klasifikasi permasalahan gizi balita kategori

tinggi. Status gizi kurus menunjukkan proporsi 13,6%, 13,3%, dan 12,1% data ini

menunjukkan penurunan dari tiap tahun sehingga proporsinya dalam klasifikasi

permasalahan gizi balita termasuk kategori tinggi. Hal yang serupa juga terjadi di

Provinsi Sulawesi Tenggara dimana status gizi kurang 17,8 % proporsinya termasuk

klasifikasi permasalahan gizi balita kategori medium, status gizi pendek 27,5%

proporsinya termasuk klasifikasi permasalahan gizi balita kategori medium, dan

status gizi kurus 12,5 % proporsinya termasuk klasifikasi permasalahan gizi balita

kategori tinggi.

Berdasarkan (RISKESDAS) 2007 di Kabupaten Kolaka dilihat bahwa status

gizi kurang 22,8% proporsinya termasuk klasifikasi permasalahan gizi balita

kategori tinggi, status gizi pendek 39,8% proporsinya termasuk klasifikasi

permasalahan gizi balita kategori tinggi dan status gizi kurus 13,9% proporsinya

termasuk klasifikasi permasalahan gizi balita kategori tinggi.

Masalah gizi diatas dipengaruhi oleh setidaknya tiga faktor utama, yaitu

buruknya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagai akibat masih rendahnya

ketahanan pangan keluarga, buruknya pola asuh, dan rendahnya akses pada fasilitas

kesehatan (Hendrayati, 2013).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan makan anak balita

masih rendah. Hasil penelitian Muchlis, Hadju, dan Jafar (2011) tentang hubungan

asupan energi dan protein dengan status gizi balita di kelurahan tamamaung di kota

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Makassar, jumlah balita status gizi kurus dengan asupan energi beresiko kurang

(28,3%) lebih banyak dari pada asupan energi baik (17,9%). Sama halnya dengan

asupan protein, jumlah balita status gizi kurus dengan asupan protein beresiko

kurang (28,6%) lebih banyak dari pada asupan protein baik (21,7%).

Selain asupan yang rendah status gizi juga berhubungan dengan pola asuh

yang belum memadai, seperti pemberian ASI Ekslusif dan MP-ASI. Dilihat dari

hasil penelitian Rahmad (2016) tentang pemberian ASI dan MP-ASI terhadap

pertumbuhan bayi usia 6-24 bulan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI secara

ekslusif sebesar 63,5% sama halnya dengan pemberian MP-ASI yang kurang

sebesar 65,4% mayoritas mengalami pertumbuhan tidak normal atau kependekan

(61,5%).

Pola makan balita yang kurang baik dilihat dari hasil penelitian Isnaeni

(2016) tentang hubungan pola asuh, pola makan dan penyakit infeksi dengan

kejadian gizi buruk pada balita di kabupaten magetan tahun 2016 bahwa balita

dengan pola makan kurang baik (68,5%) lebih banyak dari pada balita dengan pola

makan yang baik ( 31,5%), dimana dalam hal ini makanan yang diberikan pada

anak harus memadai dalam hal kuantitas maupun kualitas, sesuai dengan umur atau

tahap perkembangan anak. Dengan memperhatikan pemberian makan dan

penyediaan menu yang bervariasi agar tidak terjadi kebosanan pada jenis makanan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Asupan Makanan Pada Anak Usia Di bawah Dua Tahun (Baduta) Di

Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka Timur ( Analisis Data Sekunder ) “

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asupan makanan anak Baduta di Kecamatan Tirawuta

Kabupaten Kolaka Timur ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang asupan makanan anak Baduta di Kecamatan

Tirawuta Kabupaten Kolaka Timur.

2. Tujuan Khusus

a. Menilai tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein anak baduta

b. Mengetahui asupan energi dan protein ASI pada bayi umur 0-6 bulan

c. Melihat pola makan usia 7-24 bulan

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang asupan makan anak Baduta khususnya di

daerah penelitian.

2. Bagi pemerintah

Diharapkan dapat dijadikan sumbangan informasi untuk penyusunan

program kebijakan

3. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi

Diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan merupakan salah satu

bahan acuan bagi peneliti berikutnya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

4. Bagi peneliti

Merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan

pengetahuan tentang gizi kesehatan masyarakat.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Status Gizi Anak Balita

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat

dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.

Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, gizi

lebih (Almatsier, 2005). Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah

keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan antara konsumsi, penyerapan

zat gizi dan penggunaannya didalam tubuh (Supariasa, 2002).

Dilihat dari pola tabel 1 dibawah , distribusi prevalensi underweight sangat

mirip dengan distribusi prevalensi stunting (menurun di tahun 2010 dan naik di

tahun 2013). Sementara pola distribusi prevalensi wasting cenderung berbeda dari

yang lainnya, dan bahkan menurun pada tahun 2013 ketika prevalensi stunting dan

underweight naik secara bersamaan. Miripnya pola distribusi prevalensi stunting

dan underweight mengarahkan pada asumsi bahwa faktor resiko dua masalah gizi

tersebut kurang lebih sama. Maka menangani masalah stunting diasumsikan juga

akan sekaligus mengatasi masalah underweight.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Tabel 1

Indikator Status Gizi Balita Indeks antropometri

No. Indikator Proporsi (%)

2007 2010 2013

1. Berdasarkan BB/U untuk

kombinasi akut dan/atau kronis:

Gizi buruk dan gizi kurang

(underweight)

Gizi buruk

Gizi kurang

18,4

(medium)

5,4

13,0

17,9

(medium)

4,9

13,0

19,6

(medium)

5,7

13,0

2. Berdasarkan TB/U untuk kondisi

kronis:

Sangat pendek dan pendek

(stunting)

Sangat pendek

Pendek

36,8

(tinggi)

18,8

18,0

35,6

(tinggi)

18,5

17,1

37,2

(tinggi)

18,0

19,2

3. Berdasarkan BB/TB untuk

kondisi akut:

Sangat kurus dan kurus

(wasting)

Sangat kurus

Kurus

Gemuk

13,6

(tinggi)

6,2

7,4

12,2

13,3

(tinggi)

6,0

7,3

14,4

12,1

(tinggi)

5,3

6,8

11,9

Sumber : RISKESDAS, 2013

Namun berbeda dengan kasus wasting yang pola distribusi prevalensinya

tidak sama dengan pola distibusi prevalensi stunting/underweight. Sehingga dapat

dikatakan ada kemungkinan beberapa faktor resiko masalah wasting berbeda

dengan stunting/underweight. Meski kasus wasting menurun di tahun 2013

(menjadi 12,1%), tetapi tingkat keseriusan masalah ini tetap tinggi (selalu > 9,9%)

dari sejak RISKESDAS 2007. Karena sifatnya yang mudah pulih, maka ambang

batas untuk masalah wasting memang lebih rendah dibanding ambang batas untuk

masalah stunting/underweight. Kondisi dimana berat badan kurang hingga

menjadi tidak proporsional dengan tinggi badan (atau disebut “kurus”) umunya

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

tidak banyak terjadi karena adanya proses adaptasi terhadap kondisi kurang gizi

hingga pada tingkatan tertentu. Tetapi proses adaptasi ini bisa gagal ketika terjadi

ketidakseimbangan yang parah (sangat tidak homeostatis) antara zat gizi yang

masuk (intake-uptake) dengan yang digunakan atau yang dieksresikan.

Maka berbeda dengan konsisi stunting yang sebenarnya merupakan bentuk

adaptasi dari kondisi kurang gizi yang berkepanjangan, maka wasting justru

merupakan kondisi akibat gagal adaptasi yang terjadi dalam waktu singkat.

Sebagai implikasinya, kondisi wasting jelas lebih lethal atau mempunyai resiko

mortalitas yang jauh lebih tinggi dibanding kondisi stunting. Sebagai bukti, hasil

pooled analisa 10 studi prospektif dari beberapa Negara termasuk Indonesia,

menunjukkan bahwa resiko kematian pada kasus wasting selalu lebih tinggi dari

stunting atau underweight (Olofin dkk, 2013 dalam Wibowo dan Erwin, 2016).

Bahkan pada kasus wasting parah, resiko kematian akan meningkat

menjadi 11 lebih tinggi (mortality HR: 11,63 dengan CI: 9,84 – 13,76)

dibandingkan dengan resiko pada kasus stunting parah yang 5 kali lebih tinggi

(mortality HR: 5,48 dengan CI: 4,62 – 6,50) dari anak normal. Hal ini juga yang

menyebabkan prevalensi wasting umumnya tidak tinggi karena adanya survivor

bias atau hanya anak-anak wasting yang masih hidup saat survei yang akan

terdeteksi sebagai kasus (Boerma dkk, 1992 dalam Wibowo dan Erwin, 2016).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Tabel 2

Klasifikasi Untuk Tingkat Permasalahan Gizi Balita Berdasarkan Ambang Batas

Kesmas

Klasifikasi permasalahan

gizi balita

Indeks Antropometri (%)

BB/TB Z-skor

<-2 SD

BB/U Z-skor

<-2 SD

TB/U Z-skor <-2

SD

Acceptable Rendah < 5 < 10 < 20

Pool Medium 5 – 9,9 10 – 19,9 20 – 29,9

Serious Tinggi 10 - 14,9 20 – 29,9 30 – 39,9

Critical Sangat tinggi ≥ 5 ≥ 30 ≥ 40

Sumber : Gibson, 2005

B. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Gambar 1

Penyebab Masalah Gizi (UNICEF, 1990 )

Masalah kurang gizi disebabkan oleh penyebab langsung, penyebab tidak

langsung dan akar masalah. Kurang gizi secara langsung disebabkan oleh

kurangnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Pada tingkat rumah

tangga, perawatan ibu dan anak tidak memadai , praktik pemberian makan dan

perilaku, air yang buruk, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan tidak

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

memadai. Perawatan penting bagi anak meliputi pengasuhan pemberian makan,

kesehatan, kebersihan, stimulasi kognitif, dan praktik menyusui, sedangkan bagi ibu

adalah perawatan selama kehamilan (antenatal care) dan menyusui. Kemiskinan

merupakan penyebab pokok akar masalah kurang gizi dikaitkan dengan pendapatan,

dimana makin kecil pendapatan penduduk makin tinggi peresentase anak kurang

gizi. Rendahnya tingkat pendapatan keluarga, berdampak terhadap rendahnya daya

beli keluarga tersebut sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang

tersedia dalam rumah tangga dan pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi.

1. Faktor Langsung

a. Asupan Makanan

Asupan makanan adalah susunan, jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi

seseorang pada waktu tertentu yang dapat menunjukkan tingkat keberagaman

pangan masyarakat. Umumnya asupan makanan di pelajari untuk di hubungkan

dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Informasi ini dapat

digunakan dalam perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu

atau intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia, mulai dari keadaan

kesehatan dan gizi serta produktivitasnya.

1) Energi

Makanan diubah menjadi energi yang digunakan untuk pertumbuhan,

perkembangan, fungsi metabolik seperti pernapasan, kontraksi jantung, dan

percernaan. Asupan energi dapat dilihat dan diperoleh dari konsumsi makanan yang

mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Ketika seseorang anak memiliki

energi yang dikeluarkan lebih tinggi dari yang dikonsumsi, maka dapat

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

menyebabkan penurunan berat badan. Selain itu, apabila seorang anak mengalami

kekurangan energi, maka akan berdampak pada gagalnya pertumbuhan fisik dan

perkembangan mental, serta daya tahan tubuh mengalami penurunan sehingga

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada anak.

Menurut hasil penelitian Jati dan Nindya (2017) bahwa asupan energi balita

status gizi underweight tidak adekuat (34,2%) lebih banyak dari pada asupan energi

adekuat (8,3%). Disebabkan karena rendahnya nafsu makan dan kebiasaan anak

yang sering mengkonsumsi makanan atau jajanan ringan. Karena setelah usia 12

bulan pertama, anak-anak pada usia tersebut lebih tartarik untuk mengeksplorasi

dunia mereka dan memungkinkan kehilangan minat terhadap makanan.

Apabila asupan energi kurang dari kebutuhan individu dan aktifitas fisik,

maka laju pertumbuhan akan mengalami penurunan. Asupan energi yang rendah

mengakibatkan lemak dan protein tidak dapat melakukan fungsi utamanya. Dampak

dari keadaan ini adalah terjadinya gangguan pertumbuhan. Sebaliknya, asupan

energi yang berlebihan dapat meningkatkan jaringan adipose atau deposisi lemak

dan berat badan.

Kebutuhan energi pada masa bayi lebih besar, dengan RMR dua kali lipat

lebih besar dibandingkan masa dewasa. Hal tersebut digunakan untuk aktivitas,

pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Kebutuhan energi pada bayi bergantung

pada banyak faktor, antara lain ukuran dan komposisi tubuh, tingkat metabolisme,

aktifitas fisik, ukuran lahir, usia, jenis kelamin, faktor genetik, asupan energi,

kondisi medis, suhu tubuh, dan grafik pertumbuhan. Tujuan pemenuhan kebutuhan

gizi pada bayi antara lain untuk:

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

a) Pertumbuhan dan perkembangan fisik psikomotor.

b) Melakukan aktifitas fisik

c) Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk

pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan

Kebutuhan energi tahun pertama berdasarkan rekomendasi berdasarkan

berdasarkan rekomendasi dari European Food Safety Authority (EFSA) 2013 dan

WHO 2003 adalah sebesar 100-110 kkal/kgBB dan tiap tiga tahun pertambahan

umur turun 10 kkal/kgBB. Pada usia balita (2-5 tahun), penggunaan energi dalam

tubuh adalah sebesar 50% untuk penggunaan metabolisme basal, 5-10% untuk

SDA, 12% untuk pertumbuhan, 25% untuk aktifitas fisik, dan 10% terbuang

melalui feses. Anjuran pembagian pemenuhan energi sehari diperoleh dari 50-60%

karbohidrat, 25-35% lemak, dan 10-15% protein.

Tabel 3

Estimasi kebutuhan energi pada bayi (0-12 bulan)

Usia Jenis kelamin Energi (kkal/hari)

0-6 bulan Laki-laki

Perempuan

472-645

438-593

6-12 bulan Laki-laki

Perempuan

645-844

593-768

1-2 tahun Laki-laki

Perempuan

844-1050

768-997

Sumber : Hardinsyah, 2016

2) Protein

Balita yang kurang mendapatkan asupan protein mempunyai peluang

mengalami status gizi tidak normal dibandingkan dengan balita yang cukup

mendapatkan asupan protein. Protein merupakan zat gizi penghasil energi yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

tidak berperan sebagai sumber energi, tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan

dan sel tubuh yang rusak. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh

karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Apabila tubuh mengalami

kekurangan zat energi maka protein terlebih dahulu akan menghasilkan energi untuk

membentuk glukosa.

Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan

transportasi zat-zat gizi. Kekurangan protein yang terus menerus akan menimbulkan

gejala yaitu pertumbuhan kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap

penyakit, daya kreatifitas dan daya kerja merosot, mental lemah dan lain-lain.

Tingkat kecukupan asupan protein akan mempengaruhi status gizi. Hal ini bisa

dilihat dari hasil penelitian Jati dan Nindya (2017) bahwa asupan protein balita

status gizi underweight tidak adekuat (37,9%) lebih banyak dari pada asupan

protein adekuat (12,1%) .

Baik bayi maupun balita membutuhkan protein berkualitas tinggi yang dapat

dipenuhi dari ASI, susu formula, dan MP-ASI. Kandungan protein dalam bahan

makanan untuk masa ini berfungsi sebagai :

a) Zat pembangun, pengatur, dan memperbaiki jaringan termasuk jaringan mata,

kulit, otot, jantung, paru, otak, dan organ lain.

b) Membuat enzim, hormon, antibodi dan komponen penting lain.

c) Membantu proses regulasi tubuh (Zimmerman & Snow, 2012 dalam

Hardinsyah)

European Food Safety Authority (EFSA) 2013, merekomendasikan

kebutuhan protein pada bayi usi 0-<6 bulan sebesar 0,58 g/kgBB/hari, sedangkan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

untuk bayi berusia 6-<36 bulan kebutuhan protein sebesar 0,66 g/kgBB/hari.

Rekomendasi tersebut diturunkan dari perhitungan keseimbangan nitrogen pada

dewasa, diestimasi dari tingkat rata-rata protein terdeposisi harian serta disesuaikan

dari efisiensi penggunaan protein untuk pemeliharaan tubuh dan pendukung

pertumbuhan bayi.

b. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling

mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan mengurangi

konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat gizi ke dalam tubuh

anak. Kadang-kadang orang tua juga melakukan pembatasan makan akibat infeksi

yang diderita dan menyebabkan asupan zat gizi sangat kurang sekali bahkan bila

berlanjut lama mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Moehji, 2003).

1) Penyebab Tidak Langsung

a. Pola Asuh

Pola asuh gizi merupakan perubahan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh

lain dalam hal memberi makanan, kebersihan, member kasih sayang dan semua

yang berhubungan dengan keadaan ibu dalam keadaan fisik dan mental. Pola asuh

yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan

perkembangan balita sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan gizi.

Apabila pengasuhan anak baik maka status gizi anak juga akan baik. Hal ini bisa

dilihat dari penelitian Munawaroh, (2015) tentang pola asuh mempengaruhi status

gizi balita bahwa pola asuh status gizi kurus baik (90,6%) sedangkan pola asuh

kurang baik (47,9%).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

b. Pemberian ASI dan MP-ASI

Pemberian ASI secara eksklusif berarti bayi hanya diberikan ASI tanpa

memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi

berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin. Pemberian ASI sebaiknya juga tetap

dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun (Dinkes SulTra, 2005).

Bedasarkan data dari Word Health Organization (WHO, 2011 dalam

Datesfordate, 2017), menyatakan bahwa hanya 40% bayi di dunia yang mendapat

ASI ekslusif sedangkan 60% bayi lainnya non ekslusif saat usia kurang dari 6

bulan. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian ASI ekslusif masih rendah

sedangkan pemberian ASI non ekslusif diberbagai negara masih tinggi.

Menurut (Soetjiningsih, 1997) Untuk mengetahui, bahwa tiap tahun

produksi ASI akan berubah, volume ASI akan menurun sesuai dengan waktu, yaitu:

1) Tahun pertama : 400-700 ml/24 jam

2) Tahun Kedua : 200-400 ml/24 jam

3) Tahun Ketiga : sekitar 200 ml/24 jam

Taksiran volume/konsumsi ASI : (Diketahui : frekuensi ASI 4 kali

sehari, lama menyusui ± 20 menit, volume ASI untuk menyusui tahun pertama 600

ml/24 jam), maka : Taksiran Volume ASI yang dikonsumsi sehari : 4 kali x 20

menit = 80 menit, : (24 jam → 24×60 = 1440 menit), : (80 menit : 1440 menit) x

600 ml = 33,3 ml/hari

Nilai gizi dari ASI yang dikonsumsi sehari (33,3 ml ASI) (Diketahui dalam

100 ml ASI mengandung Energi 62 kal, Protein 1,5 g, Lemak 3,3 g, dan

Karbohidrat 7 g).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Usia dibawah dua tahun masa yang amat penting sekaligus masa kritis

dalam proses tumbuh kembang bayi baik fisik maupun kecerdasan, oleh karena itu

setiap bayi dan anak usia 6-24 bulan harus memperoleh asupan gizi sesuai dengan

kebutuhannya. Hasil survei menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya

gangguan tumbuh kembang bayi dan anak usia 6-24 bulan di Indonesia adalah

rendahnya mutu makanan pendamping susu ibu (MP-ASI) dan tidak sesuai pola

asuh yang diberikan sehingga beberapa zat gizi tidak dapat mencukupi

kebutuhannya.

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada

bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi

bayi. Diakrenakan ASI hanya akan memenuhi sekitar 60-70% kebbutuhan bayi,

sedangkan yang 30-40% harus di penuhi dari makanan pendamping atau makanan

tambahan. Dalam pemberian MP-ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia

pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, frekuensi dalam pemberian MP-ASI, porsi

pemberian MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI pada tahap awal.

Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur-angsur untuk

mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima

macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa. Keberhasilan pemberian

MP-ASI ini di pengaruhi juga oleh perkembangan fungsi sistem saraf, saluran cerna

dan ginjal bayi.

Pola asuh dalam memberikan makanan pada anak meliputi pemberian

makanan yang sesuai umur, secara umum pemberian makan balita usia 6-12 bulan

dan 12-24 bulan dijelaskan sebagai berikut:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

(1) Umur 6-12 bulan

(a) ASI sesering mungkin

(b) Makanan utama frekuensi 2-3 kali sehari jika masih disusui

(c) Makanan utama frekuensi 5 kali sehari jika sudah tidak disusui

(d) Makanan selingan diberikan diantara waktu makan

(2) Umur 6-12 bulan

(a) ASI sesering mungkin

(b) Makanan utama frekuensi 3-4 kali sehari

(c) Makanan selingan diberikan 2 kali selingan diantara waktu makan

Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, mulai dari

bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat,

makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).

Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang baik

adalah terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacangkacangan, telur

ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis makanan

pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia anak adalah sebagai

berikut:

1) Makanan Lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring

dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini

diberikan saat anak berusia enam sampai Sembilan bulan. Contoh dari makanan

lumat itu sendiri antara lain berupa bubur susu, bubur sumsum, pisang saring atau

dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

2) Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau

teksturnya agak kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak

usia sembilan sampai 12 bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi

tim, kentang puri.

3) Makanan Padat

Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan

biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat

berusia 12-24 bulan. Contoh makanan padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-

pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan

c. Pengetahuan

Status gizi yang baik penting bagi kesehatan setiap orang, termasuk ibu

hamil, ibu menyusui dan anaknya. Pengetahuan gizi memegang peranan yang

sangat penting dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik

sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang seimbang (Suhardjo, 2005).

d. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan dibeli.

Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk menentukan kualitas dan

kuantitas makanan, maka erat hubungannya dengan gizi (Suhardjo, 2005).

e. Besar Keluarga

Besar keluarga atau banyaknya anggota keluarga berhubungan erat dengan

distribusi dalam jumlah ragam pangan yang dikonsumsi anggota keluarga

(Suhardjo, 2005).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Keberhasilan penyelenggaraan pangan dalam satu keluarga akan

mempengaruhi status gizi keluarga tersebut. Besarnya keluarga akan menentukan

besar jumlah makanan yang dikonsumsi untuk tiap anggota keluarga. Semakin

besar jumlah anggota keluarga maka semakin sedikit jumlah konsumsi gizi dan

makanan yang didapatkan oleh masing-masing anggota keluarga (Supariasa, 2002)

C. Penilaian Status Gizi

a. Secara Langsung

1) Antropometri : ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dari barbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

2) Klinis : metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi

terkait ketidakcukupan zat gizi.

3) Biokimia: pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

4) Biofisik : metode penentuan status gizi dengan melihat

kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur

dari jaringan.

Tabel 4

Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks

Indeks Kategori status gizi Ambang batas (Z-score)

Berat badan menurut umur

(BB/U)

Anak umur 0-60 bulan

Gizi buruk

Gizi kurang

Gizi baik

Gizi lebih

<-3 SD

-3 SD sampai dengan <-2 SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Lanjutan …

Panjang badan menurut umur

(PB/U) atau tinggi badan

menurut umur (TB/U)

Anak umur 0-6 bulan

Sangat pendek

Pendek

Normal

Tinggi

<-3 SD

-3 SD sampai dengan <-2 SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Berat badan menurut panjang

badan (BB/TB)

Anak umur 0-6 bulan

Sangat kurus

Kurus

Normal

Gemuk

<-3 SD

-3 SD sampai dengan <-2 SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Standar Antropometri Penilaian Status

Gizi Anak, Kemenkes RI, Dirjen Bina Gizi dan KIA, Direktorat Bina Gizi, 2011.

b. Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi survei konsumsi

makanan, statistik vital, dan vaktor ekologi.

D. Metode Pengukuran Asupan Makanan

Tabel 5

Metode Penilaian Konsumsi Makanan

LEVEL Informasi yang diinginkan Pendekatan yang lebih disukai

1 Artinya asupan nutrisi suatu

kelompok

Sekali recall 24 jam atau catatan

penimbangan atau taksiran makanan,

dengan sebagian besar subjek dan

respresentasi yang memadai dari semua

hari dalam seminggu

2

Proporsi populasi “beresiko” Pengamatan yang direplikasi pada

masing-masing individu atau sampel

menggunakan recall 24 jam atau catatan

makanan 1 hari yang ditimbang atau

diperkirakan

3

Asupan nutrisi biasa pada

individu untuk rangking

dalam kelompok

Beberapa replikasi 24 jam dari catatan

makanan atau kuesioner frekuensi

makanan semi kuantitatif

4

Asupan makanan atau nutrisi

biasa pada individu untuk

konseling atau untuk analisis

korelasi atau regresi

Jumlah yang lebih besar atau catatan

setiap individu. Sebagai alternatif,

kuesioner frekuensi makanan semi

kuantitatif atau riwayat diet dapat

digunakan

Sumber : Gibson (2005)

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Mengetahui asupan makanan suatu kelompok masyarakat atau individu

merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau

individu bersangkutan. Hal ini bisa dilakukan dengan metode recall 24 jam,

penjelasannya seperti berikut:

a. Recall 24 Jam

Recall 24 jam adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang

dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi makanan individu

ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT atau ukuran lainnya yang

biasa digunakan sehari-hari.Wawancara dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih

dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

Kelebihan metode recall 24 jam, yaitu : (Supariasa, 2002)

1) Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.

2) Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang

luas untuk wawancara.

3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.

4) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar – benar dikonsumsi individu

sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam, yaitu : (Supariasa, 2002)

1) Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari – hari, bila hanya dilakukan

recall satu hari.

2) Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu,

responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua berusia diatas 70

tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.

3) The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk

melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang

gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

4) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakan alat - alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai

menurut kebiasaan masyarakat.

5) Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan penelitian.

6) Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari – hari recall jangan

dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pecan, pada saat melakukan

upacara – upacara keagamaan, selamatan dan lain – lain.

Lima Tahap Teknik Wawancara Recall 24 Jam

1) Quick list (membuat daftar ringkas) bahan makanan yang dikonsumsi sehari

kemarin.

2) Review kembali kelengkapan quick list bersama responden.

3) Gali hidangan yang dikonsumsi dikaitkan dengan waktu makan dan aktivitas.

4) Tanyakan rincian hidangan menurut jenis makanan, jumlah, berat dan sumber

perolehannya yang dikonsumsi sehari kemarin.

5) Review kembali semua jawaban untuk menghindari kemungkian masih ada

makanan dikonsumsi tapi terlupakan.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

E. Kerangka Konsep

Gambar 2

Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang tidak diteliti

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 14 sampai dengan 21

November 2017. Dimana tempat penelitian dilaksanakan di Kecamatan Tirawuta

Kabupaten Kolaka Timur.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak Baduta di Kecamatan

Tirawuta Kabupaten Kolaka Timur berjumlah 226 orang.

2. Sampel

a. Besar sampel

Besar sampel minimum ditentukan dengan menggunakan rumus estimasi

dengan simpangan mutlak untuk populasi kecil (Wibowo & Erwin, 2016).

Keterangan :

P = 50 %

d = 5 %

N = 226 (populasi anak baduta di lokasi penelitian)

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

NRR = 10 %

n = 142 sampel.

Bagan Cara penarikan Sampel

Gambar 3

Penyajian skematik dari pengambilan sampel

b. Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Simple Random Sampling (gambar 3). Untuk memilih pasangan anak baduta dan

pengasuhnya sebagai subyek survei. Dalam kepentingan ini, maka kerangka

sampling (sampling frame) dibuat terlebih dahulu dengan mendaftar semua anak

baduta yang ada di setiap desa. Kemudian anak baduta dipilih langsung dari daftar

tersebut secara acak menggunakan teknik undian/lotre sebanyak jumlah sampel yang

awalnya diperhitungkan dengan rumus yang ada pada besar sampel. Jika dalam

penelitian sampel yang telah dilot terdapat dalam satu keluarga maka hanya satu

anak baduta yang akan diambil (perhitungan proporsi sampel terlampir).

Purposif

Purposif

sampling

Kec.

Ds.1

N=21

Ds.2

N=18

n= 13

Ds.3

N=28

n= 12

Ds.5

N=29

n= 18

n= 15

n= 18

Ds.4

N=43

n= 27

n= 21

Ds.7

N=24

Ds.6

N=34

n= 15

Ds.8

N=29

PPS

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Dalam pemilihan sampel jika ditemukan ada anak baduta yang sakit parah

atau teridentifikasi dengan status gizi buruk, maka anak tersebut akan segera dirujuk

ke puskesmas terdekat dalam waktu 1x24 jam dan tidak dimasukan dalam daftar

subyek survei. Adapun kriteria inklusi sebagai berikut :

1) Pengasuh sampel dapat berkomunikasi dengan baik.

2) Bersedia menjadi responden yang dibuktikan dengan informed consent

D. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Adapun data yang akan di analisis

yaitu data sosiodemografi, asupan energi dan protein, pemberian ASI ekslusif, dan

pola makan. Adapun data tentang gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi

letak geografis, demografis dan mata pencaharian penduduk yang diperoleh dari

laporan desa.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data ini diambil dari data Praktek Kerja Lapangan

Perencanaan Program Gizi.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Semua data numerik dan data kategori diolah dengan software SPSS versi

20. Data asupan makan diolah menggunakan nutri survey. Tahapan yang dilakukan

setelah proses penelitian adalah kegiatan pembuatan template data entri pada

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

software, kemudian proses memasukkan data dalam template (data entry),

pembersihan data, hingga ke analisa data.

Data entry dilakukan pada template yang telah dibuat dan telah dipersiapkan

terlebih dahulu. Semua kuisioner yang telah terisi akan diperiksa oleh peneliti untuk

kelengkapan dan ketepatan jawaban yang ada. Setelahnya diikuti dengan proses

data entry untuk kuisioner yang telah diperiksa yang dilakukan oleh peneliti.

Jika ditemukan error dalam kuisioner atau jawaban tidak lengkap dari

enumerator yang bertugas maka peneliti akan melakukan konfirmasi ulang kepada

enumerator. Data dari subyek yang tidak lengkap setelah konfirmasi tidak akan

dianalisis. Setelah data entry maka dilakukan pembersihan data yaitu dilakukan data

cleaning dalam bentuk cek nilai minimum dan maximum lalu cek distribusi dan

sebaran data.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dipresentasikan dalam bentuk

tabular ataupun grafik.

Beberapa variabel diolah/analisis dan dikategorikan sebagai berikut:

a. Asupan energi dan protein

Untuk memperoleh asupan makanan maka data asupan makanan/bahan

makanan akan dikonversi sehingga diperoleh berat mentah bersih dalam gram.

Adapun cara konversi makanan sebagai berikut :

b. Asupan ASI Ekslusif

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Menurut (Soetjiningsih, 1997) Untuk mengetahui produksi ASI tiap tahun

akan berubah, volume ASI akan menurun sesuai dengan waktu, yaitu:

Tahun pertama : 400-700 ml/24 jam

Tahun Kedua : 200-400 ml/24 jam

Tahun Ketiga : sekitar 200 ml/24 jam

Taksiran Volume ASI yang dikonsumsi sehari:

Energi : Volume konsumsi ASI sehari/100 x 62 kal

Protein : Volume konsumsi ASI sehari/100 x 1,5 gram

c. Pola makan

Pola pemberian makan anak balita dibagi menurut umur 7-11 bulan dan 12-

24 bulan, sebagai berikut :

1) Pemberian ASI anak umur 7-11 bulan: sesering mungkin

2) Pemberian MP-ASI sehari ketika anak berumur 7-11 bulan: makanan utama

frekuensi 2-3 kali sehari jika masih disusui, makanan utama frekuensi 5 kali

sehari jika sudah tidak disusui, makanan selingan diberikan diantara waktu

makan.

3) Pemberian ASI anak umur 12-24 bulan: sesering mungkin

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

4) Pemberian MP-ASI sehari anak berumur 12-24 bulan: makanan utama frekuensi

3-4 kali sehari, makanan selingan diberikan 2 kali selingan diantara waktu

makan

F. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan secara deskriptif dan dipresentasikan baik dalam

bentuk tabular ataupun grafik.

G. Definisi Operasional

1. Tingkat Kecukupan Energi

Kecukupan energi adalah total energi yang bersumber dari makanan dan

minuman yang dikonsumsi diperoleh dari survei konsumsi makanan menggunakan

metode recall 24 jam, kemudian dibandingkan dengan AKG (Fridawanti, 2016).

Untuk Interpretasi hasil, klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi 4 dengan cut

off points sebagai berikut (Supariasa, 2002) :

Baik : 100% AKG

Sedang : 80 - 99% AKG

Kurang :70 – 80% AKG

Defisit : < 70% AKG

2. Tingkat Kecukupan Protein

Kecukupan protein adalah total dari protein yang bersumber dari makanan

dan minuman yang dikonsumsi diperoleh dari survei konsumsi makanan

menggunakan metode recall 24 jam, kemudian dibandingkan dengan AKG

(Fridawanti, 2016). Untuk Interpretasi hasil, klasifikasi tingkat konsumsi dibagi

menjadi 4 dengan cut off points sebagai berikut (Supariasa, 2002) :

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

Baik : 100% AKG

Sedang : 80 - 99% AKG

Kurang :70 – 80% AKG

Defisit : < 70% AKG

3. Asupan ASI

Jumlah Energi dan Protein ASI yang dihitung berdasarkan taksiran volume

ASI yang dikonsumsi menurut (Soetjiningsih, 1997 ) dengan cara menghitung total

waktu menyusu dibagi total menit sehari dikali volume ASI sesuai waktu. Kemudian

untuk mengetahui nilai Asupan Energi ASI dihitung dengan cara hasil volume

konsumsi ASI sehari dibagi 100 dikali 62 kkal,sedangkan untuk mengetahui nilai

asupan Protein ASI dihitung dengan cara hasil volume konsumsi ASI sehari dibagi

100 dikali 1,5 kkal.

4. Pola Makan

Pola makan diambil berdasarkan hasil recall 24 jam, dengan melihat

frekuensi yang dieri skor dengan Cutt off sebagai berikut: Tidak pernah = 0, Jarang

< 4x/bln = 1, Kurang dari 3x/mgg = 5, 3-4x/mgg = 10, 1x/hari = 15, 2x/hari = 25,

Setiap kali makan (>2x/hr) = 50. Setelah itu pola makan dikriteriakan sebagai

berikut dikatakan kurang apabila < median dan cukup apabila > median.

H. Izin Etik Dari Pemerintah

Survei dilakukan setelah memperoleh ijin dari komisi etik Politeknik

Kesehatan Makassar dengan nomor: 611/KEPK/-PTKMKS/IX/2017. Untuk

kelengkapan etik, maka informed consent dimintakan pada subyek survei sebagai

persyaratan sebelum wawancara dimulai. Semua subyek hanya berpartisipasi secara

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/824/2/KTI (NITA... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) dimulai dari janin

sukarela tanpa paksaan. Identitas informan juga dijamin kerahasiaannya oleh tim

peneliti. Permohonan ijin pemerintah juga diajukan di tingkat kabupaten hingga

tingkat desa.

I. Operasional

1. Tim Survei

Tabel 6

Daftar Tim Surveyor

No. Tim surveyor Tugas dan Tanggung jawab

1. Peneliti

1) Melakukan data entry

2) Melakukan analisis data dan konfirmasi

3) Melakukan penyusunan laporan peneltian

2. Jadwal kegiatan

Tahapan jadwal kegiatan dimulai dari dari tahap data processing, data entry,

data cleaning, analisis data serta penulisan laporan survei dapat dilihat pada

lampiran 3.