BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
-
Upload
duongquynh -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Natrium diklofenak merupakan obat analgesik-antiinflamasi golongan
NSAID yang biasanya digunakan dalam kasus rheumatoid arthritis pada pasien
geriatrik. Namun umumnya obat tersebut masih dalam sediaan tablet maupun
kapsul yang justru menimbulkan permasalahan bagi pasien geriatrik yang
membutuhkan obat dengan onset cepat untuk mengatasi nyeri karena rheumatoid
arthritis. Selain itu penggunaan obat pada umumnya memerlukan air minum, ini
tentunya kurang praktis bila diaplikasikan khususnya pada pasien geriatrik.
Fast disintegrating tablets merupakan sediaan farmasi yang diaplikasikan
di mulut dapat terdisintegrasi atau terlarut dengan cepat, dan residunya
terdispersikan dalam ludah yang mudah ditelan. Ini menjadi target baru bagi
pasien yang membutuhkan sediaan obat dengan onset cepat dan praktis
penggunaanya. Sehingga natrium diklofenak yang dibuat dalam bentuk fast
disintegrating tablets (FDT) diharapkan dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan di atas.
Salah satu teknik pembuatan formula FDT adalah dengan menambahkan
suatu bahan penghancur, yang mampu memfasilitasi hancurnya matriks tablet
dengan cepat, dikombinasikan dengan teknik kempa langsung. Bahan penghancur
yang digunakan dalam pembuatan FDT salah satunya adalah Ac-Di-Sol®, yang
merupakan suatu superdisintegrant. Ac-Di-Sol® memiliki kemampuan menyerap
air dan mengembang dengan cepat ketika kontak dengan air sehingga akan
2
mempercepat proses pecahnya tablet. Konsentrasi Ac-Di-Sol® yang dibutuhkan
dalam pembuatan FDT yaitu 1-3% (Panigrahi & Behera, 2010).
Parameter lain yang perlu diperhatikan dalam FDT selain waktu
disintegrasi adalah kekerasan tablet. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode
kempa langsung, dimana metode ini membutuhkan bahan yang memiliki
kompresbilitas yang baik untuk menghasilkan tablet yang keras serta tidak rapuh.
Salah satu solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet tanpa mempengaruhi
kemampuan disintegrasi FDT adalah dengan menggunakan filler binder.
Filler binder merupakan suatu bahan pengisi tablet yang juga mampu
berperan sebagai pengikat. Salah satu filler binder yang ada adalah Avicel® PH
102, yang tersusun atas Microcrystalline Cellulose (MCC) dengan ukuran partikel
tertentu. Konsentrasi Avicel® PH 102 yang dibutuhkan dalam pembuatan FDT
yaitu 20-90% (Rowe dkk., 2006). Namun secara spesifik kadar optimum filler
binder adalah sebesar 35% (Mattsson, 2000).
Persyaratan lain yang juga tak kalah pentingnya dalam sediaan FDT
adalah kenyamanan dalam penggunaan terkait rasanya. FDT diaplikasikan di
rongga mulut sehingga rasa menjadi hal yang perlu diperhatikan. Kebanyakan
NSAID memiliki rasa yang pahit, sehingga tidak cocok dibuat sediaan FDT.
Namun ada beberapa cara menutupi rasa pahit, salah satunya dengan cara inklusi.
Inklusi yang paling umum digunakan adalah dengan β-siklodekstrin.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dilakukan penelitian optimasi
formula fast disintegrating tablets untuk mengetahui pengaruh Ac-Di-Sol®
dengan Avicel® PH 102 terhadap sifat fisik tablet dan organoleptis tablet FDT
3
natrium diklofenak kompleks inklusi β-siklodekstrin kemudian dianalisis dengan
menggunakan simplex lattice design menggunakan Design Expert® version 9.0.3
dan spektrofotometer Fourier transform infrared (FTIR) serta uji tanggap rasa.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi kadar bahan penghancur Ac-Di-Sol® dan filler
binder Avicel® PH 102 pada sifat fisik dan organoleptis tablet FDT natrium
diklofenak kompleks inklusi β-siklodekstrin?
2. Pada kadar berapakah bahan penghancur Ac-Di-Sol® dan filler binder Avicel®
PH 102 memberikan sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi,
waktu pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat
kualitas fast disintegrating tablets natrium diklofenak?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Memperoleh produk sediaan fast disintegrating tablets dengan formula
yang memberikan sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu
pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas dan
mampu menutupi sifat organoleptis natrium diklofenak.
4
2. Tujuan Khusus :
A. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar Ac-Di-Sol® sebagai bahan penghancur
dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik dan organoleptis
fast disintegrating tablets natrium diklofenak kompleks inklusi β-
siklodekstrin.
B. Memperoleh formula fast disintegrating tablets natrium diklofenak yang
memberikan sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu
pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas
dengan menggunakan Ac-Di-Sol® sebagai bahan penghancur dan Avicel® PH
102 sebagai filler binder.
D. Pentingnya Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula
fast disintegrating tablets natrium diklofenak yang mempunyai sifat fisik
(kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, reabsorpsi air,
disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas dan mampu menutupi sifat
organoleptis natrium diklofenak melalui kompleks inklusi dalam β-siklodekstrin
sehingga dapat membantu meningkatkan efektifitas penggunaan serta
kenyamanan pemakaian natrium diklofenak sebagai obat antirheumatoid arthritis
pada geriatrik untuk memperoleh obat dengan onset yang cepat dan kepraktisan
penggunaannya.
5
E. Tinjauan Pustaka
1. Fast Disintegrating Tablets
Dikenal oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai orally
disintegrating tablets (ODT), bentuk sediaan ini disebut juga mouth-dissolving,
fast-dissolving, rapid-melt, porous, orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly
disintegrating tablets. Fast disintegrating tablets merupakan suatu tablet yang
terdiri atas mikropartikel yang sedikitnya mengandung satu macam zat aktif dan
satu macam bahan penghancur atau bahan yang bersifat swellable (mengembang
jika bersentuhan dengan air). Tablet dapat terdispersi dengan cepat di dalam air
dan menghasilkan suatu dispersi yang stabil (Vaghela, 2011).
Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-
gastrik seperti mulut, faring dan esofagus ketika air ludah turun ke lambung,
sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga
meningkatkan efektifitas terapi. Sifat FDT seperti kekerasan dan waktu
disintegrasi merupakan kontrol kualitas yang harus dilakukan selama produksi
sehingga akan menghasilkan FDT yang baik. Ada beberapa kriteria sehingga
suatu FDT dapat dikatakan sebagai FDT yang ideal, antara lain:
a. Tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk dapat terdisintegrasi atau
terdispersi;
b. Memiliki rasa yang menyenangkan;
c. Tidak meninggalkan residu atau semua komponen dapat terlarut dalam air;
d. Memiliki kekerasan yang cukup namun tidak rapuh;
e. Tidak sensitif terhadap kondisi lingkungan (temperatur dan kelembapan); dan
6
f. Dapat dibuat dengan metode pembuatan tablet konvensional serta mudah
dikemas (Bhaskaran & Narmada, 2002).
Untuk memperoleh semua karakteristik diatas, perlu dilakukan optimasi
suatu FDT, baik optimasi dari segi bahan, metode, atau yang lainnya. Dalam
pembuatannya, FDT dapat dibuat dengan beberapa teknik, mulai dari teknik
konvensional hingga yang modern. Beberapa teknik dalam pembuatan FDT
tersebut antara lain:
1. Freeze Drying (Liofilisasi)
Freeze drying atau liofilisasi merupakan teknik pembuatan tablet dimana
air disublimasi dari tablet setelah didinginkan. Teknik ini menciptakan struktur
poros amorf sehingga meningkatkan kelarutan. Kebanyakan industri
menggunakan teknik ini dalam membuat fast disintegrating tablets. Zat aktif
nantinya akan terlarut atau terdispersi di solven atau polimer. Campuran tersebut
dituangkan dalam kemasan blister. Lalu dialiri nitrogen beku untuk membekukan
larutan obat yang terdispersi. Setelah dialiri nitrogen, blister disimpan dalam
lemari es. Kemudian blister ditutup dengan aluminium foil.
Liofilisasi merupakan suatu teknik pengeringan yang memungkinkan
pengeringan tanpa menggunakan panas sehingga cocok digunakan untuk bahan
yang tidak tahan panas. Hasil dari proses ini adalah suatu tablet dengan porositas
yang yang tinggi sehingga air akan lebih mudah berpenetrasi ke dalam matriks
tablet untuk memperantarai proses disintegrasi. Hal ini dikarenakan dengan
tingginya porositas, maka luas area spesifik permukaan tablet yang kontak dengan
air akan semakin besar. Kerugian teknik ini adalah memerlukan biaya yang besar
7
serta membutuhkan waktu yang lama dalam pengoperasiannya; sifat pengemas
yang rapuh ini tidak cocok untuk produk obat yang tidak stabil dalam kondisi di
bawah tekanan.
2. Moulding
Teknik ini terbagi menjadi 2 metode: metode solven dan metode
pemanasan. Metode solven dilakukan dengan menjenuhkan semua bahan tablet
dengan solven hidro-alkohol dan dicetak dengan tekanan rendah. Solven yang
mudah menguap tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan udara,
sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi yang akan
memperantarai proses disintegrasi yang cepat dari tablet.
Metode pemanasan melibatkan proses seperti preparasi pembuatan
suspensi yang menggunakan obat, agar, dan gula (seperti:.mannitol atau laktosa).
Dilakukan penuangan suspensi ke wadah pengemas blister, selanjutnya proses
pemadatan agar yang diletakan pada suhu ruangan, terakhir dikeringkan pada suhu
30oC dengan divakumkan.Yang perlu diperhatikan dalam teknik moulding metode
pemanasan adalah kekuatan tabletnya. Sehingga diperlukan bahan pengikat untuk
meningkatkan kekuatan tablet tersebut. Kelemahan teknik ini adalah tidak mampu
menutupi rasa pahit suatu zat aktif.
Cara menutup rasa pahit partikel zat aktif tersebut dengan
menyemprotkan campuran cairan kental minyak biji kapas terhidrogenasi,
sodium karbonat, lesitin, polietilen glikol dan zat aktif dalam laktosa.
Dibandingkan teknik liofolisasi (freeze drying), teknik moulding lebih mudah
diterapkan dalam skala industri.
8
3. Sublimasi
Teknik pembuatan FDT dengan sublimasi merupakan suatu teknik yang
memformulasi FDT dengan bahan padat yang mudah menyublim, seperti urea,
ammonium karbonat, ammonium bikarbonat, kamfer atau menthol. Campuran
bahan yang mengandung bahan yang mudah menyublim kemudian dikempa.
Material yang mudah menyublim dihilangkan dengan proses sublimasi, sehingga
akan diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi. Porositas yang tinggi inilah
yang akan memperantarai waktu disintegrasi yang cepat dalam waktu 10-20 detik.
Solven seperti heksan dan benzena dapat digunakan sebagai agen pore forming.
4. Penambahan Bahan Penghancur (Disintegrant)
Teknik pembuatan FDT dengan penambahan disintegran merupakan
salah satu teknik yang paling populer dan paling sering digunakan untuk
memformulasikan suatu FDT karena mudah diimplementasikan dan biayanya
murah. Prinsip dasar dari pembuatan FDT dengan penambahan disintegran ini
adalah konsentrasi yang optimum dari disintegran untuk memperoleh waktu
disintegrasi yang cepat.
Saat ini telah dikembangkan banyak varian suatu disintegran yang
memiliki kemampuan sebagai bahan penghancur yang lebih baik, beberapa
diantaranya dikembangkan dari disintegran yang telah ada. Beberapa disintegran
yang sering digunakan dalam pembuatan FDT antara lain adalah Sodium Starch
Glycolate, Croscarmellose Sodium, dan Crosspovidone.
9
5. Mass-Extrusion
Teknik ini melibatkan campuran zat aktif dalam solven larut air polietilen
glikol dan mannitol. Lalu solven dibuang melalui syringe dalam silinder panas.
Silinder ini juga untuk menyalut granul zat aktif yang rasanya pahit agar tertutupi
rasa pahit tersebut.
Teknik diatas merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk
membuat suatu FDT. Bahkan beberapa industri telah mematenkan beberapa
metode yang mereka kembangkan untuk membuat suatu FDT seperti Durasolv®,
Orasolv®, Wowtab®, dan Flashtab® (Bhowmik dkk., 2009).
2. Inklusi β-Siklodekstrin
Siklodektrin merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus lipofilik
pada bagian dalam rongga dan gugus hidrofilik pada permukaan luarnya. Struktur
ini memungkinkan siklodekstrin berinteraksi dengan berbagai molekul
membentuk kompleks inklusi secara non-kovalen (Challa dkk., 2005).
Ada 4 tipe siklodekstrin yaitu: α-siklodekstrin, β-siklodekstrin, δ-
siklodekstrin dan γ-siklodekstrin. Kapasitas ukuran α-siklodekstrin tidak cukup
untuk menginklusi bebarapa obat dan γ-siklodekstrin harganya mahal. Secara
umum kompleks inklusi dengan δ-siklodekstrin mempunyai ikatan yang lemah.
Dengan δ-siklodekstrin menjadikan kelarutan digitoksin dan spiranolakton lebih
besar dibanding α-siklodekstrin, tetapi efek terapinya kurang optimal dibanding β-
siklodekstrin dan γ-siklodekstrin.
Di antara golongan siklodekstrin, β-siklodekstrin paling banyak digunakan
pada pengembangan formula dan sistem penghantaran obat karena
10
availabilitasnya dan kapasitasnya cocok untuk banyak obat. Tetapi untuk senyawa
yang kelarutannya rendah dan bersifat toksik bagi ginjal sebaiknya tidak dengan
β-siklodekstrin khususnya sistem penghantaran parenteral.
β-siklodekstrin terdiri dari tujuh unit glukopiranosa yang dihubungkan
oleh ikatan α-1,4-glikosida. β-siklodekstrin memiliki kelarutan dalam air yang
rendah (1,85 g/100ml). β-siklodekstrin tidak toksik bila diberikan secara oral dan
terutama digunakan dalam formulasi tablet dan kapsul. Dalam formulasi tablet,β-
siklodekstrin dapat digunakan pada granulasi basah dan cetak langsung. β-
siklodekstrin cenderung memberikan aliran yang kurang baik dan membutuhkan
lubrikan apabila dicetak langsung (Weller, 2003).
Rongga dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik dapat menutupi
banyak bagian dari molekul seperti: gugus asam, ion-ion, halida, molekul alifatik,
molekul alisiklik, dan aromatik hidrokarbon (Amado dkk; 2000), melalui
pengaruh fisika maupun afinitas kimia.
Proses inklusi natrium diklofenak dengan β-siklodekstrin secara teori
dilakukan pada rasio molar 1:1 (Morari dkk., 2004). Proses inklusi dikatakan
berhasil jika terjadi ikatan antara bagian rongga β-siklodekstrin berupa cincin fenil
asetat atau gugus asetat (Caira dkk., 1994) dengan gugus diklorofenil molekul
natrium diklofenak (Iliescu dkk., 2004). β-Siklodekstrin dikenal sebagai agen
penginklusi yang dapat menutupi rasa pahit obat (Smolla & Vandamme, 2007).
Sehingga keberhasilan proses inklusi tersebut dapat menutupi rasa pahit dari
natrium diklofenak.
11
Identifikasi adanya ikatan gugus asetat dengan gugus diklorofenil tersebut
dapat ditentukan dengan salah satunya menggunakan spektrofotometer Fourier
transform infrared (FTIR). Pada gambar 2 menggambarkan bahwa setiap senyawa
baik natrium diklofenak maupun β-siklodekstrin mempunyai puncak yang terbaca
sesuai dengan gugus yang dimilikinya. Ini tentunya bersifat khas untuk setiap
senyawa.
Gambar 1. Spektrum Physical Mixture Inklusi Natrium Diklofenak dengan β-Siklodekstrin (A),
dan dengan Copresipitation (B) di Panjang Gelombang 1800-1200 cm-1
Gambar 2. Skema model kompleks natrium diklofenak dan
β-siklodekstrin di bawah pH 6 dan di atas pH 6 (b) (Iliescu dkk; 2004).
12
Secara umum inklusi digunakan dalam sistem penghantaran obat yang
mempunyai masalah:
1. Keterbatasan kelarutan obat yang mempengaruhi bioavailabilitasnya;
2. Obat yang hanya larut dalam soven organik, sehingga tidak mungkin
diaplikasikan menggunakan rute parenteral;
3. Obat bersifat mengiritasi membran mukosa, jaringan, atau kulit;
4. Obat berasa sangat pahit;
5. Obat sensitif terhadap oksigen, sinar, air, dan lain-lain;
6. Obat berupa cairan, bersifat mudah menguap dan atau menyublim, berbau
tidak sedap atau padatan yang higroskopis;
7. Obat bersifat lengket, konsistensi seperti lemak atau inkompatibel dengan
komponen lain dalam formulanya (Larsen, 2002).
Namun tidak semua senyawa obat dapat diinklusi, ada bebarapa kriteria yang
perlu dipenuhi antara lain:
1. Lebih dari 5 atom (C, P, S, N) dari struktur molekulnya;
2. Titik lelehnya di bawah 250oC;
3. Kelarutan di air kurang dari 10 mg/mL;
4. Molekul terdiri kurang dari 5 cincin untuk berikatan dengan agen
penginklusi;
5. Bobot molekul antara 100-400 g/mol (Szejtli, 1988).
Berbagai cara yang lebih kompleks telah banyak diterapkan untuk
menutupi rasa tidak enak dari suatu obat, misalnya penyalutan menggunakan
polimer, resin penukar ion, penurunan kelarutan obat, pengembangan liposom dan
13
emulsi ganda, mikroenkapsulasi, dispersi padat, modifikasi pH dan penggunaan
supresan atau potensiator, dan kompleks inklusi dengan siklodekstrin (Ayenew
dkk., 2009).
Berikut teknik-teknik kompleksasi dengan siklodekstrin:
1. Kneading
Proses kneading sama seperti proses granulasi basah dan membutuhkan
alat adonan konvensional, seperti mixer dengan kecepatan rendah maupun tinggi
(Erden & Celebi, 1988). Kompleks dengan siklodekstrin dipreparasi di
laboratorium dengan membasahi mortir dengan sedikit air dan kemudian
dilakukan pengadonan siklodekstrin menggunakan mixer sampai menghasilkan
adonan seperti pasta. Kemudian adonan dikeringkan pada suhu ruangan dan
divakumkan (Martin, 2004).
2. Co-precipitation
Metode co-precipitation merupakan metode yang sering digunakan dalam
skala laboratorium. Metode ini digunakan untuk obat yang kelarutannya rendah
dalam air. Mula-mula obat dilarutkan dalam sedikit larutan organik seperti aseton
dan ditambahkan β-siklodekstrin dalam air bersuhu 75oC sambil diaduk.
Pengadukan dilakukan selama 1 jam dengan menjaga suhu air tetap 75oC. Setelah
1 jam suhu didinginkan bertahap sampai suhu ruangan sambil tetap diaduk.
Kemudian disaring, ambil endapannya lalu dikeringkan dan disimpan pada suhu
~25° ± 2.0°C, kelembapan 40-50%. Kadang-kadang endapan dicuci dengan
sedikit air atau solven larut air seperti metanol, etil alkohol, atau aseton (Loftsson,
1993).
14
Sayangnya, penggunaan solven organik dapat menganggu proses
kompleksasi obat dengan β-siklodekstrin sehingga menjadi kurang efektif
dibandingkan metode kneading. Kerugian lainnya metode ini adalah susah
diterapkan dalam lingkup scale-up (Gupta dkk., 2011) tetapi metode ini
menghasilkan senyawa dengan kemurnian tinggi dalam inklusi kompleksnya
(Miller dkk., 2007).
3. Dry mixing
Dalam dry mixing, obat yang akan ditambahkan dengan siklodekstrin
cukup dicampur bersama hasil kompleksasi. Mula-mula disiapkan kompleks padat
dengan campuran rasio molar 2:1 disimpan selama 3 hari. Metode dry mixing
adalah metode terbaik untuk obat yang berupa minyak atau cairan. Keuntungan
metode ini adalah tanpa penambahan air dalam prosesnya sehingga tidak perlu
adanya tahap pencucian. Sedangkan kerugian metode ini adalah risiko timbul
caking pada kompleks siklodekstrin dalam lingkup scale-up, kompleksasi sering
tidak sempurna bila mixing yang dilakukan tidak benar, dan proses mixing
memerlukan waktu yang lama. Lamanya waktu mixing tergantung sifat fisika
kimia obat yang akan dikompleks dengan siklodekstrin (Martin, 2004).
4. Sealing
Kompleks obat padat dengan siklodekstrin dapat dibentuk melalui
penggilingan secara mekanik campuran obat dengan siklodekstrin, lalu campuran
tersebut disegel pada wadah gelas dan dijaga suhunya pada kisaran 60oC sampai
90°C. Kompleks yang terbentuk dapat dikonfirmasi dengan spektra infrared (IR)
dan X-ray diffraction. Pada metode ini keberhasilan kompleks yang terbentuk
15
dipengaruhi oleh suhu pemanasan, waktu pemanasan, dan bentuk kristal β-
siklodekstrin (Wang dkk., 2007).
5. Slurry-complexation
Pada metode ini, siklodekstrin disuspensikan dengan air 40-45% w/w dan
diaduk di dalam reaktor. Siklodekstrin dalam bentuk cairan tersebut baru
dikomplekskan dengan obat. Pengaturan suhu juga diperlukan dalam metode ini.
Bahkan beberapa obat membutuhkan suhu yang tinggi untuk meningkatkan
kecepatan kompleksasi, tetapi juga harus dijaga agar suhu terlalu tinggi karena
akan berdampak pada ketidakstabilan kompleks (Martin, 2004) (Loftsson dkk.,
1993).
Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks tergantung
karakteristik partikel obat yang akan dikompleks dan kecepatan pengadukannya
(Wang dkk., 2007). Kompleks pada metode ini dapat diperoleh dengan cara yang
sama pada metode co-precipitation. Keuntungan utama dari cara ini adalah
pengurangan dari penggunaan air dan ukuran dari reaktor (Martin, 2004).
6. Neutralization
Obat padat bentuk ion dapat dikomplekskan menggunakan metode ini,
yang mana obat terlarut dalam larutan siklodekstrin asam (untuk obat bersifat
basa) atau dalam basa (untuk obat bersifat asam). Obat yang dikomplekskan ini
kelarutannya dapat diatur dengan penyesuaian pH yang mengubah kompleks yang
telah terjadi. Terfenadin mempunyai bioavailabilitas yang relatif rendah pada
sediaan oral karena keterbatasan kelarutannya dalam air. Oleh karena itu
terfenadin dikomplekskan dengan β-siklodekstrin (1:2) inklusi kompleks yang
16
terbentuk melalui metode penetralan ini dapat meningkatkan efek antihistamin
terfenadin (Choi dkk., 2001). Konstanta kompleks inklusi yang terbentuk akan
lebih tinggi pada pH yang lebih rendah, namun dengan rasio 1:2 tersebut
kompleks yang terbentuk tidak terpengaruh dengan pH. Sehingga disimpulkan
bahwa kompleks inklusi β-siklodekstrin degan terfenadin mempengaruhi pada
peningkatan kelarutan dan disolusi terfenadin.
7. Spray drying
Dalam spray drying, siklodekstrin dilarutkan dalam 200 ml larutan
amoniak 25% (sampai pH 9,5). Obat yang akan dikomplekskan dilarutkan dalam
100 ml etil alkohol 96%. Kedua larutan dicampurkan dan disonikasi, lalu
disemprot keringkan untuk terbentuk kompleks (Arias dkk., 2000).
Namun proses spray drying juga dilakukan dengan cara lain seperti pada
pembuatan Buchi nozzle®, tipe mini spray dryer, yaitu dengan penyiapan zat
aktifnya (bikalutamid) dengan inklusi kompleks β–siklodekstrin menggunakan
rasio 1:1, 1:2 & 1:5. Mula-mula siapkan campuran aquades‐ethanol sekitar
perbandingan 3:1 untuk membasahi siklodekstrin. Sementara bikalutamid
dilarutkan dalam aseton (dengan konsentrasi 15% w/v). Kemudian keduanya
dicampurkan, lalu diaduk sampai menghasilkan larutan yang homogen. Terakhir,
larutan tersebut dimasukan dalam dryer nozzle dengan kecepatan alir 2 mL/menit
menggunakan pompa peristaltik. Proses penyemprotan dan pengeringan dilakukan
bersamaan pada suhu 50°C dengan kecepatan alir 4 mL/menit. Hasil dari
bikalutamid dan inklusi kompleks β-siklodekstrin yang terkumpul, dikeringkan
selama 24 jam dalam desikator yang berisi silika gel untuk menghilangkan solven
17
yang tersisa. Butiran yang sudah kering tersebut lalu diayak menggunakan nomor
ayakan 60 mesh.
8. Freeze-drying (liofilisasi)
Pada freeze-drying, pencampuran obat dengan siklodekstrin dilakukan
dengan pembasahan menggunakan sedikit buffer dan dibentuk menjadi bentuk
suspensi yang homogen lalu dibeku-keringkan. Terakhir, kompleks tersebut
digerus dan diayak menggunakan ayakan yang sesuai. Freeze-drying adalah salah
satu metode yang biasa digunakan dalam industri untuk senyawa yang tidak tahan
panas, tetapi banyak mengandung air, jika ini dikomplekskan dengan
siklodekstrin maka diperlukan siklodekstrin dalam jumlah banyak karena
kelarutan senyawa obat yang rendah dalam air karena sifat hidrofobiknya,
sehingga proses ini memakan waktu yang lama (Wiliams dkk., 1998).
9. Solvent evaporation
Metode ini menggunakan solven organik yang prosesnya perlu dilakukan
penghilangan residu solven. Contoh obat padat yang dapat dikompleksan dengan
β-siklodekstrin menggunakan metode ini adalah piroksikam. Mula-mula rasio
obat-siklodekstrin 1:1 dan 1:2 dilarutkan dalam metanol dan diaduk selama 24
jam pada suhu 28°C (Osadebe dkk., 2008). Setelah itu campurkan dalam kondisi
divakumkan, diayak, dan dikeringkan pada suhu 25°C selama 24 jam untuk
mendapatkan kompleks.
Penentuan kompleksasi β-siklodekstrin pada sediaan obat padat diketahui melalui:
spektroskopi Fourier transform infrared (FTIR) (Bratu, 2005), tingkat kelarutan
(Miller dkk., 2007), High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
18
(Carolina dkk., 2007), spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR) (Miller
dkk., 2007), spektroskopi Fourier Transform-Raman (Hedges, 1998), Differential
Scanning Calorimetry (DSC) (Hedges, 1998), Thermo Gavimetric Analysis
(TGA) (Moriwaki dkk., 2008), spektroskopi Ultraviolet-visible (UV-Vis)
(Brewster & Loftsson, 2008), dan X-Ray Powder Diffraction analysis (XRPD)
(Osadebe dkk., 2008).
3. Parameter Sifat Fisik FDT
Beberapa parameter sifat fisika tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas
tablet, antara lain:
1. Parameter keseragaman bobot tablet
Keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin keseragaman dosis
untuk tiap tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan memiliki kadar zat
aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi keseragaman dosis obat
dalam tablet. Uji ini dilakukan dengan menimbang sejumlah 20 tablet satu per
satu dengan neraca analitik. Rerata dari 20 tablet ditentukan. Farmakope
Indonesia edisi III mempersyaratkan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut
adalah sebagai berikut:
Tabel I. Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Anonim, 1979)
Bobot rata-rata tablet Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg - 150 mg 10% 20%
151 mg – 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
19
Pada penimbangan sebanyak 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik,
tidak boleh ada dua tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada
satu tablet pun yang boleh menyimpang dari ketentuan B.
Variasi bobot tablet dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Variasi bobot tablet = bobot tablet−bobot rerata
bobot tablet x 100% (1)
2. Parameter kekerasan tablet
Parameter kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas dan
stabilitas sediaan tablet. Tablet harus cukup keras untuk mampu menahan
gangguan mekanis baik selama produksi, pengemasan, maupun distribusi agar
kualitas tablet tetap terjaga. Uji kekerasan dilakukan dengan mengambil 6 tablet
dari masing-masing formula, kemudian diuji kekerasan dengan alat uji kekerasan.
Kekerasan tablet FDT yang baik adalah yang berada pada rentang 3-5 kg/cm2
(Panigrahi & Behera, 2010).
3. Parameter kerapuhan tablet
Uji kerapuhan dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang diukur dengan
menggunakan alat uji kerapuhan. Dua puluh tablet dibebasdebukan dan ditimbang
terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian dilakukan uji kerapuhan
menggunakan alat friability tester dengan rotasi 25 rpm selama 4 menit. Tablet
kemudian dibebasdebukan dan ditimbang kembali sebagai bobot akhir.
Kerapuhan = bobot awal tablet-bobot akhir tablet
bobot akhir tabletx 100% (2)
Farmakope Indonesia edisi IV mempersyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang
dapat diterima adalah apabila kerapuhan kurang dari 1%.
20
Selain ketiga parameter diatas, ada beberapa parameter yang khusus
dilakukan untuk FDT. Parameter tersebut antara lain:
1. Parameter waktu disintegrasi
Waktu disintegrasi secara in vitro merupakan waktu yang diperlukan oleh
matriks FDT utuh untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk fine particle. Waktu
disintegrasi FDT secara in vitro diukur dengan cara menempatkan tablet FDT ke
dalam cawan petri dengan diameter 5 cm yang berisi 20 mL aquades yang
merupakan simulasi dari jumlah cairan yang setara dengan volume sendok makan.
Tablet diletakkan secara perlahan kedalam cawan petri yang berisi air, waktu
disintegrasi yang diperlukan oleh tablet dicatat kemudian dicari waktu reratanya
dari 6 kali pengujian. British Pharmacopoeia 2009 mempersyaratkan waktu
disintegrasi tablet FDT tidak lebih dari 3 menit.
2. Parameter waktu pembasahan
Waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui seberapa cepat FDT
dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan mempengaruhi
kemampuan dan kecepatan disintegraasi dari tablet. Semakin cepat waktu
pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki kemampuan disintegrasi yang
semakin cepat pula.
Penentuan waktu uji ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut,
selembar kertas saring yang telah dilipat satu kali diletakkan di dalam cawan petri
(diameter 5 cm) yang telah berisi 5 mL aquades yang telah mengandung zat warna
FDC Strawberry Red. Sebuah tablet kemudian diletakkan di atas kertas saring
21
secara perlahan. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan warna merah di
seluruh permukaan dari tablet dihitung sebagai waktu pembasahan.
3. Parameter rasio absorpsi air
Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan
tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Semakin besar rasio
absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah air yang dapat ditampung
dalam matriks tablet, hal ini berarti akan semakin banyak jumlah air yang
diperlukan untuk menyebabkan tablet terdisintegrasi.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat daya serap air
seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Rangkaian Alat Uji Daya Serap Air
Pada gambar 3, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah dijenuhkan
pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada botol penampung
dia atas neraca analitik (daerah B) berkurang. Berkurangnya bobot air diatas
neraca analitik inilah yang nantinya dihitung sebagai bobot air yang diserap tablet.
Daya serap air (R) dihitung dengan persamaan:
R= [Wb
(Wa +Wb)] x 100 (3)
22
dimana, Wb adalah berat air yang diserap tablet dan Wa adalah berat tablet
sebelum pembasahan.
4. Uji disolusi FDT secara in vitro
Penentuan parameter ini dilakukan untuk mengetahui laju pelepasan zat
aktif dari sediaan tablet. Parameter ini umum untuk semua tablet, namun dalam
FDT, penetapan parameter ini didasarkan pada metode yang terdapat pada USP
apparatus 2 (paddle method; Erweka dissolution test). Uji disolusi dilakukan
dengan meletakan tablet FDT kedalam 900 mL medium disolusi (buffer
phosphat), pH 6,8, temperatur 37 ± 0,5 oC, dan kecepatan putar pedal 50 rpm. 10
mL sampel diambil pada interval waktu tertentu kemudian diganti dengan media
disolusi baru. Sampel yang diambil kemudian disaring dan diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 279 nm dan kadar obat dihitung dengan menggunakan
kurva baku. Kecepatan disolusi diukur untuk semua formula.
4. Superdisintegrant
Superdisintegrant merupakan suatu modifikasi bahan penghancur yang
telah ada untuk menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara
cepat dengan adanya cairan. Salah satu jenis struktur superdisintegrant adalah
cross-linked CMC. Mekanisme suatu superdisintegrant untuk dapat hancur pun
bermacam-macam, seperti deformation, particle repulsive force, penyerapan air
(water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan
menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat. Saat ini
penggunaan superdisintegrant untuk formulasi FDT lebih banyak digunakan
karena peralatan dan teknologi yang digunakan lebih sederhana dan relatif sama
23
dengan pembuatan tablet konvensional, tidak memerlukan alat khusus seperti
pada pembuatan FDT dengan modifikasi teknik pembuatan.
Ada banyak jenis superdisintegrant dengan mekanismenya masing-
masing. Kebanyakan suatu superdisintegrant digunakan dalam kadar yang sangat
kecil dihitung terhadap bobot tablet. Sebagai contoh Microcrystalline cellulose
digunakan sebagai disintegrant dalam pembuatan FDT dalam range 8,2-9,1% atau
Croscarmellose sodium sering digunakan sebagai superdisintegrant dengan kadar
1-5% (Sakr dkk., 1993).
Kebanyakan suatu superdisintegrant merupakan bahan yang sensitif
terhadap kelembaban atau air, hal ini wajar karena superdisintegrant akan dengan
cepat beraksi ketika kontak dengan air. Oleh karena itu penggunaan
superdisintegrant dalam pembuatan tablet terbatas pada metode yang tidak
melibatkan air seperti granulasi basah. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode
kempa langsung untuk menghindari pengaruh air, oleh karena itu karakteristik
superdisintegrant juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan, bahwa suatu
superdisintegrant harus memiliki karakteristik yang baik seperti sifat alir dan
kompresibilitas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu tablet yang baik.
5. Filler Binder
Filler binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai
bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh dengan
memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki kompresibilitas
yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu berfungsi sebagai pengikat.
24
Suatu filler binder pada umumnya merupakan suatu bahan pengisi yang memiliki
deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang ketika dilakukan pengempaan atau
pengepresan maka konformasi partikel dari filler binder akan mengikuti celah
atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk semula, hal inilah yag menyebabkan
suatu filler binder akan meningkatkan kompresibilitas bahan penyusun tablet.
Kebanyakan filler binder merupakan suatu bahan yang dapat menyerap air
dengan cepat. Hal ini akan memberikan keuntungan karena hal tersebut membantu
memperantarai terjadinya penetrasi air ke dalam matriks tablet yang akan
mempercepat proses disintegrasi. Beberapa filler binder yang sering digunakan
adalah kombinasi starch dan laktosa seperti StarLac® dan berbagai varian
microcrystalline cellulose seperti diantaranya Avicel® PH 102 dan Vivapur® 102.
6. Simplex Lattice Design
Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental untuk
memperoleh interpretasi data secara matematis. Model simplex lattice design
merupakan salah satu model aplikasi yang paling sederhana, yang biasa digunakan
untuk optimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat, atau optimasi
pelarut baik untuk campuran biner atau lebih. Setiap perubahan fraksi salah satu
komponen dari komponen akan merubah sedikitnya satu variabel atau lebih dari
fraksi komponen lain. Apabila Xa adalah fraksi dari komponen a dalam campuran
fraksi, maka:
0 ≤ Xa ≤ 1 = 1, 2, ......., q (4)
25
Jumlah dari campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu berjumlah
sama, dapat dinyatakan sebagai berikut:
Xa + Xb+ ....+ Xc = 1 (5)
Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen-komponen
dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar dengan q tiap
sudut dan q-1 tiap dimensi. Semua fraksi dari kombinasi 2 campuran dapat
dinyatakan sebagai garis lurus.
Jika ada 2 komponen (q=2), maka dinyatakan sebagai satu dimensi yang
merupakan gambar garis lurus seperti terlihat pada gambar 4. Titik A menyatakan
suatu formula yang hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu
formula yang hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan
suatu formula yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan
B. Sedangkan titik pada nilai 50% menyatakan suatu formula yang mengandung
0,5 bagian A dan 0,5 bagian B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk
menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan
semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.
Gambar 4. Simplex Lattice Design Model Linier
Gambar 4 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2
komponen. Kurva 1 pada gambar diatas menunjukkan bahwa adanya interaksi
26
yang positif (benefical effects), yaitu masing-masing komponen saling
mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing-masing
komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3 menunjukkan bahwa
adanya interaksi negatif (detrimental effects), yaitu masing-masing komponen
saling meniadakan respon (Armstrong & James, 1996).
Hubungan fungsional antara respon sebagai variabel tergantung dengan
komposisi bahan sebagai variabel bebas dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
Y = β1X1 + β2X2 + β1.2X1.2 (6)
Keterangan: Y : Respon
X1 dan X2 : fraksi dari tiap komponen
β1 dan β2 : Koefisien regresi dari X1 dan X2
β1.2 : Koefisien regresi dari X1-X2
Untuk q=2, maka persamaan (X) berubah menjadi X1+X2= 1
Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang
diinginkan. Nilai X1 ditentukan, maka X2 dapat dihitung. Setelah semua nilai
diperoleh, maka kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis maka akan
diperoleh contour plot yang diinginkan.
Selain melalui persamaan seperti diatas, penentuan kurva SLD dapat pula
dilakukan dengan melakukan percobaan pada titik-titik kombinasi yang
diinginkan, sehingga akan diperoleh nilai respon yang lebih akurat dan mendekati
nilai sebenarnya. Kelemahan metode ini adalah harus dilakukan percobaan yang
lebih banyak sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Setelah diperoleh
persamaan SLD dari percobaan, maka dapat langsung diketahui respon optimum
untuk masing-masing kombinasi komponen.
27
Penentuan formula optimum diperoleh dari respon total yang paling besar.
Respon total dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Respon total = R1 + R2 + R3 + .... + Rn (7)
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program
aplikasi Design Expert® version 9.0.3. Pertama, dimasukkan variabel-variabel
yang digunakan, lalu data yang diperoleh langsung dimasukkan ke dalam
program. Masing-masing parameter uji yang dilakukan terhadap sifat fisik tablet
diberi pembobotan sesuai prioritas kemudian data diolah. Selanjutnya akan
diperoleh hasil formula yang memberikan sifat fisik paling optimum. Setelah
diperoleh formula paling optimum kemudian dilakukan verifikasi untuk formula
optimum dan formula pembanding. Hasil verifikasi kemudian dibandingkan
dengan hasil perhitungan yang diperoleh (prediksi). Dari perbandingan akan
diperoleh perbedaan antara hasil prediksi dengan hasil verifikasi apakah berbeda
secara bermakna atau tidak, sehingga akan dapat disimpulkan apakah hasil valid
(dapat dipercaya) atau tidak valid (tidak dapat dipercaya).
7. Monografi Bahan
1. Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah suatu turunan asam fenil asetat dengan nama
kimia Natrium 2-[2-(2,6-diklorofenil) aminofenil]-1-oksidoetanon. Natrium
diklofenak mempunyai rumus molekul C14H10Cl2NO2Na dengan bobot molekul
sebesar 318,1. Natrium diklofenak merupakan suatu asam lemah dengan pKa 4,2.
Di dalam air, Natrium diklofenak akan terion menjadi ion Na+ dan anion
28
diklofenak. Natrium diklofenak memiliki jarak lebur antara 283-285oC berupa
serbuk hablur berwarna putih yang higroskopis (Adeyeye & Li, 1990).
NH
CO2Na
ClCl
Gambar 5. Struktur Natrium Diklofenak (Rowe., 2006)
Natrium diklofenak sangat mudah larut dalam metanol dan etanol, agak
sukar larut dalam air dan asam asetat glasial, praktis tidak larut dalam eter
(Anonim, 2009). Natrium diklofenak merupakan suatu analgesik non-steroid,
dimana pada umumnya diformulasikan dalam bentuk lepas lambat. FDT natrium
diklofenak dibuat untuk memfasilitasi pasien yang menginginkan aksi atau onset
yang cepat dari natrium diklofenak. Pada pembuatan FDT, digunakan garam
natrium dari diklofenak dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan dari
diklofenak tersebut dalam air.
2. Ac-Di-Sol®
Ac-Di-Sol® merupakan sebuah merek dagang dari croscarmellose sodium
yang diproduksi oleh FMCBiopolymer. Ac-Di-Sol® merupakan senyawa
Carboxymethyl cellulose yang mengikat garam natrium dengan ikatan silang
(crosslinked) dengan ikatan O-carboxymethylated cellulose yang akan mampu
memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. Ac-Di-Sol® mempunyai mekanisme
ganda yaitu penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat
(rapid swelling) yang akan menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi
secara cepat (Anonim, 2009). Penyerapan air adalah kemampuan untuk menarik
29
air masuk ke dalam matriks tablet. Luas area penyerapan air dan kecepatan
penyerapan air merupakan dua parameter kritis dari kemampuan penyerapan air
suatu bahan. Paparan atau kontak dengan air dapat menyebabkan disintegran
untuk mengembang dan mendesak tablet untuk pecah.
O
OH
OH
O
ONa
O
O
OH
O
O
ONa
OH
OHOH
O
n/2 Gambar 6. Struktur Kimia Ac-Di-Sol® (Rowe., 2006)
Ac-Di-Sol® efektif digunakan dengan metode kempa langsung untuk
menghindari adanya air berlebih. Bahan penghancur ini tidak terpengaruh oleh
kekerasan tablet dan mempunyai stabilitas yang sangat baik. Penambahan bahan
penghancur ini lebih baik pada intragranuler maupun ekstragranuler. Sebagaimana
superdisintegrant lain, Ac-Di-Sol® biasanya digunakan dalam kadar yang sangat
kecil dihitung terhadap massa tablet. Menurut Panigrahi dan Behera (2010),
penggunaan Ac-Di-Sol® dengan kadar 1-3% dari bobot tablet total memberikan
respon optimum yang ditunjukkan dengan kadar obat yang dilepaskan dari tablet
paling besar. Sedangkan penelitian lain memberikan rentang kadar yang lebih
lebar yaitu sebesar 1-5% (Sakr dkk., 1993). Selain itu, Chaudari dkk., (2011)
dalam penelitiannya memaparkan bahwa pada berbagai variasi kadar 2%, 3%, 4%,
dan 5% Ac-Di-Sol® memberikan waktu disintegrasi in vitro paling cepat pada
kadar 3%.
30
3. Avicel® PH 102
Avicel® merupakan produk merk dagang dari dari FMCBiopolymer yang
komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel® biasa digunakan
sebagai adsorbent, agen pensuspensi, pengisi tablet atau kapsul, dan dapat juga
bersifat sebagai disintegran. Pada pembuatan tablet, Avicel® tidak hanya
berfungsi sebagai bahan pengisi, namun juga dapat berfungsi sebagai bahan
pengikat (filler binder). Avicel® berupa partikel putih, tidak berbau, dan tidak
berasa. Secara komersial, Avicel® tersedia dalam berbagai jenis atau seri yang
dibedakan atas dasar ukuran partikel dan kandungan air sehingga masing-masing
seri atau jenis dari Avicel® memiliki karakterisitik yang berbeda dan digunakan
untuk tujuan yang spesifik. Beberapa jenis Avicel® yang terdapat di pasaran
antara lain Avicel® PH 101, Avicel® PH 102, Avicel® PH 103, Avicel® PH 200,
Avicel® PH 301, Avicel® 302, dan masih banyak jenis yang lainnya.
O
OH
OH
O
OH
OH
OH
OHOH
O
HO
n/2 Gambar 7. Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Rowe dkk., 2006)
Avicel® PH 102 biasa digunakan pada pembuatan tablet dengan metode
kempa langsung karena ukuran partikel dan kandungan airnya telah dirancang
untuk dapat digunakan sebagai bahan pengisi tablet dengan metode kempa
langsung. Avicel® PH 102 memiliki ukuran partikel dengan diameter rata-rata
sebesar 100 µm dan kandungan air tidak lebih dari 5%. Karakteristik tersebut lah
31
yang akan memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas dari campuran bahan tablet
sehingga dapat dilakukan kempa langsung.
Avicel® memiliki fungsi yang bermacam-macam dalam formulasi sediaan
tablet. Fungsi atau maksud tujuan penggunaan Avicel® dalam formulasi tablet
ditunjukkan pada tabel II.
Tabel II. Fungsi Avicel pada Berbagai Konsentrasi (Rowe dkk., 2006)
Fungsi Persentase terhadap bobot tablet (%)
Adosrben 10-90
Antiadheren 5-20
Pengikat/pengisi kapsul 20-90
Penghancur 5-15
Filler Binder 20-90
Pada kadar 20-90% terhadap bobot tablet, Avicel® akan mampu berfungsi
sebagai filler binder. Selain akan memperbaiki sifat kekerasan dan kerapuhan dari
tablet, penggunaan Avicel® sebagai filler binder pada pembuatan FDT tidak akan
mengurangi kemampuan disintegrasi tablet karena Avicel® tidak akan
menghalangi penetrasi cairan ke dalam matriks tablet (Rowe dkk., 2006).
Konsentrasi filler binder optimum yang digunakan secara spesifik sebesar 35%
dan memiliki respon kekerasan dan kerapuhan tablet yang semakin baik dengan
meningkatnya konsentrasi (Mattsson, 2000).
4. β-Siklodekstrin
Siklodekstrin adalah suatu kristalin, non higroskopis, oligosakarida siklik
derivat starch. Siklodekstrin yang paling umum digunakan adalah α-, β-, dan γ-
siklodekstrin, yang masing-masing terdiri 6, 7, dan 8 unit glukosa. Derivativasi
32
siklodekstrin dengan beberapa subtituen juga sering terjadi. Molekul siklodekstrin
ada yang berbentuk seperti ember (toroidal) atau kerucut (cone) dengan struktur
kaku dan adanya rongga di bagian tengahnya yang ukurannya bervariasi sesuai
tipe siklodekstrin. Bagian dalam rongganya bersifat hidrofobik dan luarnya
bersifat hidrofilik yang berkaitan dengan gugus hidroksil pada molekulnya.
Pengaturan ini memungkinkan obat yang akan dikompleks dengan siklodekstrin
bergabung di rongga bagian dalam siklodekstrin.
O
O
O
O
O
O
O
OO
O
O
O
O
O
OHHO
HO
HO
HO
OH
HO
HO
OH
HO
OH
OH
OH
OH
HOH2C
CH2OH
CH2OH
CH2OHCH2OH
HOH2C
HOH2C
Gambar 8. Strutur Kimia β-siklodekstrin (Rowe., 2006)
Rumus empiris siklodekstrin dan berat molekulnya:
α-siklodekstrin C36H60O30 (BM: 972)
β-siklodekstrin C42H70O35 (BM: 1135)
γ-siklodekstrin C48H80O40 (BM: 1297) (Rowe dkk., 2006)
Gambar 9. Struktur Toroidal β-siklodekstrin (Srikanth dkk., 2010)
33
Siklodekstrin digunakan untuk mengkompleks beberapa obat untuk
meningkatkan disolusi dan bioavailabilitas obat terkait perbaikkan kelarutan dan
stabilitas sifat fisika kimianya. Kompleks dengan siklodekstrin juga digunakan
untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat dan mengubah bentuk obat dari
cairan menjadi padatan. β-siklodekstrin adalah jenis siklodekstrin yang paling
sering digunakan, walaupun tingkat kelarutannya paling rendah. β-siklodekstrin
juga tidak terlalu mahal, mudah diperoleh, dan dapat digunakan untuk
mengkompleks beberapa molekul obat.
Perlu diperhatikan juga bahwa β-siklodekstrin bersifat nefrotoksik
sehingga sebaiknya tidak digunakan dalam sediaan parenteral. β-siklodekstrin
paling sering digunakan dalam formulasi sediaan tablet dan kapsul. α-
siklodekstrin lebih umum digunakan dalam sediaan parenteral, walaupun α-
siklodekstrin mempunyai rongga terkecil dari jenis siklodekstrin lainnya sehingga
hanya dapat mengkompleks beberapa molekul obat yang ukurannya kecil.
Sementara γ-siklodekstrin mempunyai rongga paling besar dan digunakan untuk
mengkompleks molekul obat yang ukurannya besar γ-siklodekstrin juga
mempunyai ketoksikan rendah dan dapat meningkatkan kelarutan.
Pada sediaan tablet β-siklodekstrin, pembuatan tablet menggunakan teknik
granulasi basah dan kempa langsung. Sifat fisika β-siklodekstrin berbeda-beda
tergantung pabrik yang membuatnya. Sifat fisika β-siklodekstrin umunya
mempunyai sifat alir yang jelek sehingga perlu lubrikan, seperti 0.1% w/w
magnesium stearat, ketika dibuat dengan teknik kempa langsung (El Shaboury,
1990)
34
Pada formulasi sediaan parenteral, siklodekstrin digunakan untuk
meningkatkan stabilitas dan kelarutan jika menggunakan solven bukan air.
Formulasi tetes mata, siklodekstrin dikomplekskan dengan obat bersifat lipofilik,
seperti kortikosteroid. Kortikosteroid dikompleks dengan siklodekstrin untuk
meningkatkan kelarutan obat, menambah absorpsi obat pada mata, memperbaiki
stabilitas obat dalam air mata, dan untuk mengurangi iritasi pada mata (Loftsson
& Stefansson, 2002). Siklodekstrin juga digunakan pada formulasi sediaan larutan
(Prankerd, 1992, Palmieri, 1993), suppositoria (Szente, 1985), dan kosmetika
(Buschmann & Schollmeyer, 2002).
5. Mannitol
Mannitol atau sering disebut D-Mannitol, atau Mannitolum. mempunyai
rumus molekul C6H14O6 dengan berat molekul 186,17. Mannitol berbentuk serbuk
kristal atau granul berwarna putih dan tidak berbau. Pada suhu 20oC mannitol
larut dalam basa (1:18), agak sukar larut dalam etanol 95% (1:83), dan mudah
larut dalam air (1:5,5). Mannitol memiliki jarak lebur 116-118oC.
Mannitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan kira-kira sama
dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa serta meninggalkan
sensasi dingin di mulut. Oleh karena itu mannitol banyak digunakan di industri
farmasi, terutama sebagai pengisi tablet. Mannitol tidak higroskopis sehingga
dapat digunakan untuk eksipien tablet dengan bahan aktif atau bahan penghancur
yang sensitif kelembaban. Oleh karena itu, granul yang mengandung mannitol
memiliki keuntungan karena dapat dikeringkan dengan mudah.
35
HO
OH
OH
OH
OH
OH Gambar 10. Struktur Kimia Mannitol (Rowe dkk., 2006)
Mannitol dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan metode kempa
langsung maupun granulasi basah. Serbuk mannitol berisfat kohesif sedangkan
granulnya mudah mengalir. Mannitol stabil dalam bentuk kering maupun larutan,
namun dalam penyimpanannya mannitol harus disimpan di tempat kering dan di
dalam wadah tertutup rapat. Granul mannitol dapat mengalir dengan baik dan
dapat memperbaiki sifat alir dari material yang lain. Namun, biasanya mannitol
digunakan dengan konsentrasi tidak lebih dari 25% dari bahan yang terkandung
dalam satu formula. Mannitol biasa digunakan sebagai pengisi pada pembuatan
formula tablet kunyah karena memberikan sensasi dingin, rasa manis, dan ‘mouth
feel’ (Rowe dkk., 2006).
6. Menthol
Menthol atau racementhol memiliki nama kimia (1RS,2RS,5RS)-(±)–5–
Methyl-2-(1-methylethyl)cyclohexanol. Rumus molekul dari menthol adalah
C10H20O dengan berat molekul 156,27. Menthol berbentuk serbuk kristal yang
mudah mengalir, kristal mengkilap, tidak berwarna, masa kering heksagonal, dan
memiliki bau serta rasa yang kuat. Bentuk kristal ini dapat berubah seiring dengan
waktu karena proses penyubliman yang terjadi. Bahan ini melebur pada suhu 34oC
dan sangat mudah larut dalam etanol 95%, sangat sukar larut dalam gliserin, dan
praktis tidak larut dalam air.
36
CH3
CH
H3C CH3
OH
Gambar 11. Struktur Kimia Menthol (Rowe dkk., 2006)
Menthol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kurang dari
25oC untuk menghindari penyubliman. Pada sediaan tablet, menthol kristal
umumnya digunakan pada rentang kadar 0,2-0,4% dan dilarutkan dulu di dalam
etanol baru disemprotkan ke campuran granul atau serbuk (tidak ditambahkan
dalam bentuk padat). Bahan ini mempunyai inkompatibilitas dengan beberapa
bahan antara lain kamfer, kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol
(Rowe dkk., 2006).
7. PEG-4000
Polyethylene Glycol atau sering disebut Macrogol merupakan suatu
polimer yang terbentuk antara ethylene oxide dengan air. Polyethylene Glycol
memiliki nama kimia α-Hydro-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl) dengan rumus
molekul HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH dimana m merupakan rerata nomor grup
oxyethylene. PEG memiliki beberapa jenis diantaranya PEG 400, PEG 1500, PEG
4000, PEG 6000, dan PEG 8000 dimana angka yang mengikuti PEG
menunjukkan rata-rata berat molekul dari polimer tersebut.
PEG dibawah 1000 biasanya berupa cairan, sedikit berwarna atau
berwarna kuning, sedikit berbau, dan agak pahit. Semakin tinggi nomor PEG,
maka cairan akan semakin viscous. Sedangkan PEG dengan bobot lebih dari 1000
37
berbentuk padat, berwarna putih, berasa manis, dan konsistensinya berupa pasta
sampai berbentuk lilin.
HO C CH2
H
H
O CH2 C
H
H
OHm
Gambar 12. Struktur Kimia PEG (Rowe dkk., 2006)
PEG bersifat hidrofilik atau mudah larut dan bercampur dengan air. Pada
pembuatan sediaan tablet di industri, PEG biasa digunakan sebagai lubrikan. Sifat
hidrofilik dari PEG inilah yang akan menjadikan tablet cepat hancur dalam air
karena penetrasinya tidak terhalangi seperti halnya pada penggunaan magnesium
stearat atau talc sebagai lubrikan yang bersifat hidrofob. Sehingga penggunaannya
pada FDT diharapkan mampu meningkatkan kecepatan penetrasi air ke dalam
tablet.
PEG stabil di udara dan dalam larutan. Meskipun PEG<200 bersifat
higroskopis namun tidak ditumbuhi mikroba dan tidak tengik. PEG harus
disimpan di dalam wadah tertutup rapat, tempat yang kering, dan sejuk. (Rowe
dkk., 2006).
38
F. Landasan Teori
Salah satu teknik pembuatan FDT yang paling umum dan mudah
dilakukan adalah dengan penambahan superdisintegrant. Salah satu
superdisintegrant adalah Ac-Di-Sol® yang merupakan senyawa carboxymethyl
cellulose. Sebagai penghancur, Ac-Di-Sol® bekerja melalui mekanisme ganda
yaitu penyerapan air (water wicking) yang menyebabkan air membasahi dan
diabsorpsi tablet dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang
selanjutnya akan menyebabkan tablet terdisintegrasi secara cepat (Anonim, 2009).
Penggunaan Ac-Di-Sol® sebagai superdisintegrant diharapkan akan
mampu mempercepat waktu disintegrasi FDT. Kadar optimum Ac-Di-Sol® pada
pembuatan tablet dengan metode kempa langsung adalah sebesar 1-3% (Panigrahi
& Behera, 2010).
Selain kecepatan disintegrasi, parameter lain yang penting dalam FDT
adalah kekerasan dan kerapuhan. Kebanyakan FDT dibuat tidak terlalu keras
karena tablet yang terlalu keras akan mempersulit penetrasi air. Oleh karena itu
diperlukan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat
yang tidak menghalangi penetrasi air. Filler binder merupakan bahan pengisi
tablet yang dapat berperan sebagai bahan pengikat. Salah satu filler binder yang
digunakan untuk pembuatan FDT adalah Avicel® PH 102. Bahan ini terususun
atas microcrystalline cellulose.
Avicel® PH 102 pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung
bisa digunakan pada rentang kadar 20%-90%, namun secara spesifik kadar
optimum filler binder adalah sebesar 35% (Mattsson, 2000).
39
Salah satu syarat agar sediaan FDT dapat diterima pasien adalah
kenyamanan penggunan terkait rasanya. Natrium diklofenak memiliki sifat
organoleptis yang pahit yang tentunya ini tidak cocok dibuat dalam bentuk
sediaan FDT. Salah satu menghilangkan rasa pahit dari natrium diklofenak
tersebut yaitu dengan inklusi menggunakan β-siklodekstrin. Proses inklusi
natrium diklofenak dengan β-siklodekstrin secara teori dilakukan pada rasio molar
1:1 (Morari dkk., 2004). Proses inklusi dikatakan berhasil jika terjadi ikatan antara
bagian rongga β-siklodekstrin berupa cincin fenil asetat atau gugus asetat (Caira
dkk., 1994) dengan gugus diklorofenil molekul natrium diklofenak (Iliescu dkk.,
2004). β-siklodekstrin dikenal sebagai agen penginklusi yang dapat menutupi rasa
pahit obat (Smolla & Vandamme, 2007). Sehingga keberhasilan proses inklusi
tersebut dapat menutupi rasa pahit dari natrium diklofenak.
Kombinasi Ac-Di-Sol® dan Avicel® PH 102 dapat menghasilkan sifat fisik
optimum fast disintegrating tablets natrium diklofenak yang diketahui melalui
optimasi dengan menggunakan model simplex lattice design. Keberhasilan inklusi
natrium diklofenak dengan β-siklodekstrin dapat diketahui melalui identifikasi
dengan spektroskopi Fourier transform infrared (FTIR) serta uji tanggap rasa
kepada pasien sehat yang disampling acak melalui kuisoner.
40
G. Hipotesis
1. Komposisi AcDiSol® dan Avicel® PH 102 akan mempengaruhi sifat fisik
kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, rasio absorpsi
air, dan disolusi obat pada sediaan fast disintegrating tablets natrium
diklofenak kompleks inklusi β-siklodekstrin dengan rasio molar 1:1.
2. Diduga formula dengan kombinasi kadar Ac-Di-Sol® sekitar 1-3% dan kadar
Avicel® PH 102 sebesar 35% terhadap bobot tablet akan memberikan sifat
fisik yang optimum pada sediaan fast disintegrating tablets natrium
diklofenak.