Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

26
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki keaneka ragaman baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat, serta kondisi faktual ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain yang tetap harus dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi konflik yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa. Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah berkembang sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian masyarakat, segelintir elite politik lokal maupun elite politik nasional dengan menggunakan beberapa issue global Issue tersebut meliputi issu demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan global dan regional mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya masyarakat Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan.

description

 

Transcript of Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

Page 1: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG.            

Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki keaneka ragaman

baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat,  serta kondisi faktual

ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-

bangsa lain yang tetap harus dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi

konflik yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan

kesatuan bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan

yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.

             Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah berkembang

sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian masyarakat, segelintir elite

politik lokal maupun elite politik nasional dengan menggunakan beberapa issue global Issue

tersebut meliputi issu demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan

hukum serta sistem keamanan wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan

global dan regional mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya

masyarakat Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai

aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan.

 Untuk itu pembangunan dan pengamanan wilayah NKRI harus dilakukan melalui

pendekatan beberapa aspek, terutama aspek demarkasi dan delimitasi garis batas negara,

disamping itu melalui pendekatan pembangunan kesejahteraan, politik, hukum, dan

keamanan. Pembangunan nasional yang diharapkan dapat menghasilkan kemajuan di

berbagai bidang kehidupan masyarakat. Sehingga dapat dijadikan sebagai landasan yang

kokoh dalam upaya mencapai masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana

tentram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

yang berlandaskan Pancasila, pada kenyataannya belum terwujud.     Pancasila sebagai

ideologi negara yang lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilai-nilai hakiki semakin

terkikis oleh ideologi asing. Inilah berbagai permasalahan yang kita hadapi dan menjadi

tantangan kita bersama.

 Menghadapi situasi dan kondisi demikian kita harus memiliki satu visi. Baik para pemimpin

pemerintahan, sipil maupun militer, juga para elite politik, tokoh masyarakat, tokoh agama

dan tokoh partai serta media massa. Penyamaan visi itu penting untuk mengatasi perbedaan-

Page 2: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

perbedaan yang ada dan dapat menimbulkan permusuhan. Karena tidak ada satu negarapun

didunia toleran terhadap aspirasi rakyat di sebagian wilayah teritorial yang berniat

mengembangkan wacana dan berkeinginan memisahkan diri akibat dari ketidakpuasan yang

mendasar, terhadap keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan hasil

pembangunan dan hal-hal sejenisnya. Oleh karena itu diharapkan setiap warga negara harus

dapat mengendalikan emosi, sabar, dan tidak terlalu sensitif, sehingga bangsa dan negara kita

dapat terhindar dari semua situasi dan kondisi yang bernuansa konflik dan dapat

mengakibatkan disintegrasi bangsa. 

 

LANDASAN PEMIKIRAN.      

Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat dilihat dari banyaknya

permasalahan yang kompleks yang terjadi dan apabila tidak dicari solusi pemecahannya akan

berdampak pada meningkatnya eskalasi konflik menjadi upaya memisahkan diri dari NKRI.  

 Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang ada didalam

masyarakat dan dapat berkembang menjadi konflik yang berkepanjangan yang akhirnya

mengarah kepada disintegrasi bangsa, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang

bijaksana untuk mencegah dan menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya secara

tuntas maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.  Oleh karena itu diperlukan

landasan pemikiran yang terkait, diantaranya :

1.         Pancasila sebagai landasan Idiil.        Pancasila sebagai landasan idiil telah diterima

dan diyakini kebenarannya oleh setiap warga negara Indonesia sebagai ideologi dan dasar

negara. Kata Pancasila secara eksplisit tidak disebutkan dalam pembukaan UUD 1945, akan

tetapi kelima sila lengkap termuat didalamnya dimana setiap sila mempunyai kaitan yang erat

dengan sila lainnya  dan tidak dapat dipisahkan. Konsekuensi dengan diterima dan diyakini

kebenarannya tersebut maka merupakan kewajiban bagi  seluruh  warga  negara  Indonesia

untuk mengamalkan dan menghayati Pancasila secara utuh dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

2.         UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional.       Sejak proklamasi kemerdekaan

RI, bangsa Indonesia resmi menjadi bangsa yang berdaulat dan berhasil menetapkan UUD

1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berisi norma-norma,

aturan-aturan dan ketentuan- ketentuan yang diperlukan dalam penyelenggaraan negara.  

Pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

Page 3: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

pertahanan dan keamanan negara. Berkaitan dengan pasal ini merupakan proses yang

menyadarkan warga negara akan kewajiban yang harus dilakukan dan sekaligus ingin

mengembangkan kemampuan warga negara untuk dapat melaksanakan kewajibannya. Oleh

karena itu persatuan dan kesatuan mutlak dijaga dan dipertahankan serta ditumbuh

kembangkan, sebab hanya persatuan dan kesatuanlah yang dapat mencegah dan

menanggulangi segala bentuk ancaman apapun serta dari manapun datangnya.

 

3.         Wawasan Nusantara sebagai landasan visional.     Wawasan nusantara adalah

merupakan cara pandang bangsa Indonesia yang manifestasinya ditentukan oleh dialog antara

bangsa dengan lingkungannya, baik alam maupun sosial yang digunakan untuk memotivasi

dan menggerakan setiap upaya mencapai tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.

Untuk itu harus mempunyai pengertian yang sama, wawasan nusantara versi Lemhanas yang

dijadikan sebagai pegangan pokok yaitu “cara pandang bangsa Indonesia yang berlingkup

demi kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang diri dan lingkungannya,

serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang

beragam dan dinamis, dengan menggunakan persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia, yang

tetap menghargai dan menghormati ke Bhinnekaan dalam semua aspek kehidupan

bermasyarakat berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita nasional”.

            Guna mewujudkan persatuan dan kesatuan yang kokoh, berdasarkan wawasan

nusantara perlu diarahkan untuk menumbuh kembangkan kesadaran cinta tanah air pada

setiap warga negara, yang selanjutnya akan terpatri  semangat rasa sebangsa dan setanah air

yang pada akhirnya rela berkorban demi tegaknya persatuan dan kesatuan.

 

4.         Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional.  Ketahanan nasional sebagai

landasan konsepsional pada dasarnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa

dalam menangkal setiap ancaman, untuk menjamin kehidupan berbangsa dan bernegara

sehingga memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta perjuangan untuk mencapai

tujuan nasional.

            Keadaan ini akan dapat terlaksana dengan baik apabila setiap warga negara memiliki

kepatuhan terhadap semua aturan dan tatanan yang berlaku dimasyarakat pada semua aspek

kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada zaman reformasi ini dengan berbagai krisis yang

berdampak munculnya beraneka ragam tuntutan masyarakat, menggunakan isue-isue

universal, masyarakat menghendaki perubahan-perubahan yang mendasar diberbagai tatanan

Page 4: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

kehidupan dan sistem berbangsa dan bernegara. Dibeberapa wilayah bermunculan kelompok-

kelompok separatis yang menghendaki memisahkan diri dari NKRI, bahkan tindakan-

tindakan anarkis yang bernuansa SARA .

Dampak semua itu telah menimbulkan berbagai kecemasan tentang masa depan bangsa yang

penuh ketidak pastian, sebagai akibat berkembangnya pemikiran primordialisme sempit yang

dikumandangkan oleh golongan tertentu yang dikemas dengan muaranya tuntutan hati nurani

rakyat dan ujungnya merupakan kepentingan politik, kelompok atau golongan. 

            Dalam situasi seperti ini sudah saatnya merapatkan barisan untuk membangun

kembali potensi bangsa yang sudah retak dan lunturnya rasa nasionalisme, untuk

memperkokoh ketahanan nasional sebagai landasan konsepsional sehingga dapat diwujudkan

keuletan dan ketangguhan yang handal sesuai harapan.

 

5.         Ketetapan MPR Nomor : V / MPR / 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan

Kesatuan Nasional.        Sejak awal berdirinya NKRI para pendiri negara menyadari bahwa

keberadaan masyarakat yang majemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus

diakui, diterima dan dihormati yang kemudian diwujudkan dalam semboyan “Bhinneka

Tunggal Ika”. Namun disadari bahwa ketidakmampuan untuk mengelola kemajemukan  dan

ketidaksiapan sebagian masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut, serta dampak

peninggalan penjajah Belanda yang selalu tidak menghendaki terjadinya persatuan dibumi

Indonesia karena sangat membahayakan bagi keberadaannya, yang dulu dikenal dengan

politik “devide et impera”.

Kondisi ini ditanamkan oleh Belanda pada sebagian rakyat Indonesia, bahkan masih

digunakan secara turun-temurun khususnya yang terjadi pada  RMS dan OPM, hingga saat ini

masih terjadi gejolak yang selalu membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, apabila hal

tersebut dapat dikaji penyebab utamanya adalah belum disosialisasikannya sikap perilaku

menghormati privacy seseorang dalam suatu tata hukum bermasyarakat, dan semakin lama

dibiarkan berkembangnya campur tangan memasuki wilayah privacy perorangan maka dapat

mengakibatkan tumbuh menjadi sumber konflik.

            Hal tersebut telah melahirkan ketidakadilan konflik vertikal antara pusat dan daerah,

maupun konflik horizontal serta konflik komunal antar berbagai unsur masyarakat, dalam

bebagai perbedaan yang muncul. Usaha untuk mewujudkan gerakan reformasi secara

konsekuen dan konsisten dalam mengakhiri berbagai konflik yang bersifat multidimensi

harus memerlukan kesadaran dan rasa nasionalisme seluruh warga negara.

 

Page 5: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

ANALISA PERMASALAHAN

Dalam rangka merumuskan kebijakan, upaya dan strategi dalam menanggulangi dan

mencegah ancaman disintegrasi bangsa maka perlu mengetahui karakteristik penyebab

terjadinya ancaman disintegasi bangsa yang terjadi saat-saat ini. Oleh karena itu maka dapat

dianalisa melalui beberapa faktor diantaranya sebagai berikut :

 

1.         Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa.

Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku, agama dan lain-lainnya

ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana

segala sumber dan tatanan hukum dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan

baik politik, agama, sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan

yakni dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya

sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita meninjau

kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan mempraktekkan

kebijaksanaannya.

Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya berawal dari

kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam.

Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan sakit hati beberapa tokoh daerah,

tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama yang merasa disepelekan dan tidak didengar

aspirasi politiknya serta para eks tapol/Napol. Akumulasi dari kekecewaan tersebut

menimbulkan gerakan radikal dan gerakan separatisme yang sulit dipadamkan.

Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional dalam

menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai

dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah ancaman

disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis

dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

 

a)         Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi.     Ancaman Pasca reformasi

berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam bingkai NKRI. Citra NKRI

sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai luntur bahkan hilang ditelan gelombang

dan derasnya arus reformasi. Munculnya konflik yang berbasis sentimen primordial dengan

sebab-sebab yang tidak terduga telah memberikan wajah baru pada NKRI. Konflik yang

muncul tidak berada dalam ruang hampa. Namun berada diatas timbunan dibawah karpet

Page 6: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

tebal ”kesatuan” dan ”persatuan” yang menghimpit ke Bhinekaan pada jaman Orde Baru.

Reformasi telah membuka semua saluran yang dimampatkan dengan pendekatan keamanan,

membuat beragam kepentingan yang lama terpendam mencuat keatas permukaan.

Gambarannya semakin jelas, khususnya pasca reformasi ketika relasi-relasi kekuasaan yang

semula mapan menjadi tergoyahkan dan batas-batas identitas kembali digugat. Dalam situasi

seperti ini konflik menjadi suatu keniscayaan, berbagai konflik seperti ”hal biasa” misalnya

dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dan pemekaran wilayah yang dalam banyak hal

tampaknya lebih didasari kepentingan politik daripada ketimbang kesejahteraan rakyat.

Karakteristik konflik tak bisa diisolasi satu dengan yang lainnya.  Konflik yang menggunakan

sentimen agama dan etnis bisa saja hanya bungkus untuk menutupi kepentingan lain yang

bersifat pragmatis dan kepentingan jangka pendek. Terkadang inti persoalannya terkait

dengan isu-isu politik dan marjinalisasi masyarakat adat akibat kebijakan pemerintah. Seperti

yang dikatakan Presiden Soekarno bahwa karakter bangsa harus terus-menerus dibangun

melalui pemimpin-peminpin yang memahami peta sosio-kultural-ekologis setiap wilayahnya

dan masyarakatnya. Hal inipun harus tercermin dalam berbagai produk per undang-undangan

yang menentukan hajat hidup warga negara. Kondisi NKRI yang terdiri dari ribuan

kebudayaan dan tersebar diribuan pulau dengan perbedaan yang ekstreem, isu yang paling

rentan adalah yang terkait dengan masalah etnis dan agama.

Politisasi identitas dua isu itu yang paling banyak digunakan dalam konflik dan kekerasan

untuk membungkus kepentingan pribadi dan politik oleh para elit politik. Terkait dengan

timbulnya persoaalan yang mendasar dalam hubungan antara agama dan negara, ketika

negara menentukan yang mana agama dan bukan agama, implikasinya sangat luas. Para

penganut keyakinan diluar enam agama yang resmi akan dicap animisme, bahkan yang tidak

beragama dianggap komunis.

Permasalahan kasus kekerasan terkait dengan kebebasan beragama saja pada tahun 2007

telah terjadi 185 kasus. Konflik kekerasan yang bernuansa sentimen agama sangat komplek

dan rumit, baik menyangkut konstruksi paham maupun faktor-faktor sosiologis tak jarang

konflik itu terbungkus dalam relasi sosial yang bersifat hegemonil ketika dihubungkan antar

pemeluk agama berada dalam pola hubungan mayoritas dan minoritas yang sarat ketegangan.

Ironisnya berdasarkan hasil penelitian Human Rights Studies tahun 2005 ,  masyarakat

Indonesia menempatkan identitas agama dan kesukuan sebagai identitas utama, baru

kemudian identitas kebangsaan dan kemanusiaannya. Hasil penelitian tersebut jelas bahwa

terjadi perubahan paradigma dari jaman sebelum merdeka dan setelah merdeka hingga saat

ini.

Page 7: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

Perjalanan reformasi kadang-kadang melahirkan ketidak pastian hukum dan mempertaruhkan

esensi demokrasi itu sendiri. Munculnya Perda-perda bernuansa agama serta moralitas salah

satu hasilnya adalah lebih digunakan untuk mengalihkan perhatian dari persoalan-persoalan

riil didaerah yang tak mampu dicarikan solusinya oleh para pemimpin daerah.

Keinginan masyarakat untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan merupakan bagian dari

budaya bangsa melalui kegotong royongannya tetap ada ,namun disisi lain para pemimpin

dan elit politik lebih disibukkan dengan urusan politik dan kekuasaan. Rasa persatuan dan

kesatuan tidak akan bisa dilaksanakan apabila rasa solidaritas sebagai bangsa tak dapat

ditumbuh kembangkan, karena solidaritas bertumpu atas dasar kepentingan bersama dalam

sejarah perjuangan masa lalu telah dibuktikan untuk bebas dari penjajah dan membangun

bangsa tanpa paksaan muncul kesediaan rela berkorban demi masa depan bangsa. Solidaritas

mencakup upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan rasa kebersamaan,

toleransi, empati, saling menghormati, mau mengakui kesalahan serta bersedia

mengorbankan kepentingan pribadi, kelompok dan golongsn demi kepentingan NKRI.

Apabila hal ini dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara maka akan terbangun

rasa cinta tanah air, oleh karena itu perlu mendefinisikan kembali masa depan kebangsaan

dan demokrasi Indonesia yang menghargai keberagaman dalam berbagai perbedaan sekaligus

menumbuh kembangkan rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI.

 

b)        Keaneka ragaman masyarakat Indonesia.      Pandangan bahwa pruralitas, suku,

agama, ras dan antar golongan sebagi penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak dapat

diterima begitu saja. Pendapat ini benar mungkin untuk sebuah kasus, tapi belum tentu benar

untuk kasus yang lain. Segala macam peristiwa dan gejolak sosial budaya termasuk konflik

dan kekerasan massal pada dasarnya tidaklah lahir begitu saja, akan tetapi ada kondisi-

kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat yang beraneka ragam, tetapi bukan

tanpa batas dan merupakan hasil dari suatu proses sejarah yang bersifat khusus.

Namun demikian tidak semua kondisi struktural menjadi pemicu atas munculnya suatu

gejolak atau peristiwa, tapi ada kondisi primer dan skunder maupun pendukung penting dari

munculnya gejolak tersebut antara lain akibat terdesaknya kelompok tertentu dari akses

kekuasaan serta adanya suatu proses yang dianggap tidak adil dan curang. Disisi lain karena

keberadaan pendatang yang berbeda budaya, agama, atau rasnya serta etnosentrisme dan

seklusivisme. Kondisi sekundernya adalah rasa keadlan masyarakat setempat yang tidak

terpenuhi, aparat pemerintah tidak peka terhadap kondisi yang dihadapi masyarakat, atau

malah memihak salah satu etnik atau kelompok masyarakat lainnya.      Hal ini akan

Page 8: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

berdampak makin meruncingnya suatu masalah dan membuat renggangnya rasa persatuan

dan kesatuan.

Faktor lain yang terjadi dikawasan timur Indonesia memiliki komposisi keragaman etnik

yang banyak dalam bentuk kelompok suku-suku kecil dan rentan, sedang kawasan barat

Indonesia di pulau-pulau besar tinggal kelompok suku-suku yang besar yang relatif miskin

sumber daya alam, membuat mereka bergerak mengeksploitasi  SDA  di  kawasan  timur 

Indonesia,   bahkan  nyaris  menggusur partisipasi penduduk setempat. Akibatnya terjadi

kesenjangan antara pendatang dan penduduk asli.    Keadaan    ini membuat penduduk

setempat menjadi antipati terhadap pendatang, sementara pendatang yang sukses justru

memanfaatkan ketertinggalan penduduk setempat sebagai kelemahan mereka.

Berbagai catatan sejarah membuktikan bahwa benang merah kekerasan yang terjadi ditingkat

elit politik maupun rakyat selalu ada cara adat untuk menyelesaikannya, bila terjadi konflik

mulai masalah personal sampai keranah publik. Penyelesaian dengan mendamaikan setiap

kerusuhan, konflik, atau perang masa kinipun hal seperti itu tidak dapat dihindari.

Perdamaian dengan cara itu hanya bersifat sementara, karena rekonsiliasi hanya terjadi

dimeja perundingan, bahkan banyak melibatkan pihak luar. Sementara ditingkat akar rumput

yang paling menderita akibat konflik, tidak banyak mengalami perubahan karena mereka

tidak terwakili dimeja perundingan.

Sebagai contoh, konflik di Ambon dan Maluku misalnya perempuan banyak berperan sebagai

agen perdamaian dengan menghubungkan pihak bertikay melalui hal yang sangat sederhana

dalam kehidupan sehari-hari, banyak keluarga yang saling melindungi pihak yang dianggap

lawan karena kesadaran akan persaudaraan dan hakekat kemanusiaan.

 

c)         Konflik-konflik Pacsa Reformasi.          Secara sadar kita harus mengakui bahwa

pasca reformasi telah terjadi ancaman disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah. 

Pertama.       Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun 1999

yang pada akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan Helsinki dan beberapa

kasus di Papua.

Kedua.           Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar

etnis yang terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan Tengah.

Ketiga.           Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari seperti

peristiwa Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin, Situbondo dan

Makassar.

Page 9: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

Keempat.      Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan

pembunuhan dukun santet di Jawa Timur 1998.

Kelima.          Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan

Jakarta.

Semua itu belum termasuk konflik kekerasan yang diakibatkan Pilkada dan issu pemekaran

yang menggunakan rakyat sebagi objek kepentingan politik kekuasaan para elit politik baik

lokal maupun nasional.

Berdasarkan data GERRY VAN KLINKEN (2007) kekerasan komunal yang berskala besar

ataupun lokal memakan korban paling besar 90 %, dari jumlah itu 57 % meninggal akibat

issu agama, 30 % akibat etnis, 13 % akibat kekerasan rasial. Semua kejadian tersebut tentu

akan berdampak terhadap pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa apabila penanggannya

tidak dilaksanakan dengan cepat, tepat dan tuntas.

 

d)        Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis.        Dalam rangka menjaga

keutuhan bangsa dan negara kondisi stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis diseluruh

wilayah tanah air merupakan syarat mutlak. Artinya setiap gangguan dan ancaman yang

datang disebagian wilayah NKRI pada hakekatnya ancaman bagi seluruh wilayah NKRI.

Menciptakan keamanan merupakan tanggung jawab semua pihak (Warga Negara) dengan

pihak aparat keamanan (TNI dan POLRI) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan mencermati dan memperhatikan kondisi keamanan  diberbagai  daerah  saat  ini  dan 

kondisi  bangsa  yang sedang krisis kepercayaan dan mutlidimensi, maka terciptanya kondisi

stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis amat diperlukan. Hal ini selain merupakan

kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan rasa aman, nyaman, tentram dan adanya tata

kehidupan masyarakat yang tertib juga untuk meningkatkan kepercayaan dunia usaha yang

membutuhkan adanya kepastian dan jaminan investasi. Tanpa adanya stabilitas keamanan di

suatu daerah, sudah dapat dipastikan akan terganggu roda pembangunan dalam banyak hal.

Oleh karena itu gangguan keamanan/konflik yang terjadi di beberapa daerah perlu dilakukan

penangganan yang serius agar tidak terjadi sikap balas dendam dan luka yang terus berlanjut

bahkan dapat mengancam perpecahan bangsa.

 

e)         Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa.     Mencermati masalah

keamanan dibeberapa daerah yang cukup serius dan segera harus diselesaikan melalui

langkah-langkah yang komprehensif. Guna mendorong kembalinya semangatnya persatuan

bangsa dan kesatuan wilayah yang telah dimiliki dan guna mencegah disintegrasi bangsa

Page 10: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

tidak ada alternatif lain mengembalikan kondisi aman yang didambakan oleh seluruh

masyarakat dan bangsa Indonesia.  Stabilitas keamanan di daerah konflik yang cenderung

mengarah kepada disintegrasi bangsa harus terus diciptakan dengan pendekatan

komprehensif baik dari aspek ekonomi, sosial budaya, politik maupun dari pendekatan

hukum dengan dibantu aparat hukum yang terus melakukan tindakan konkrit dan koordinatif

serta tetap mengedepankan semangat kebersamaan dalam menciptakan keutuhan bangsa dan

negara.

 

f)          Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku.  Melihat, memperhatikan dan

mencermati kondisi keamanan diberbagai daerah yang rawan konflik saat ini serta kondisi

bangsa supaya tidak terjadi ancaman disintegrasi bangsa pemerintah pusat, instansi maupun

daerah dalam hal ini pihak keamanan/aparat keamanan harus menegakkan aturan hukum dan

perundang-undangan yang berlaku  serta  melakukan  tindakan  persuasif  dan  pendekatan

keamanan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Guna

mendorong kembali semangat persatuan, kesatuan wilayah dan bela negara sebaiknya

pemerintah mencari terobosan lain untuk mensosialisasikan Pancasila agar dapat dihayati dan

diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun yang paling penting adalah bagaimana contoh dan ketauladan dari semua

penyelenggara negara, tokoh formal maupun informal terhadap rakyatnya dalam berpikir,

bersikap dan bertindak yang pada berdasarkan Pancasila sebagai ideologi, pandangan hidup

serta dasar negara. 

 

2.         Analisis terhadap Pengaruh Lingkungan Strategi

a)         Dalam mengatasi ancaman separatisme, gerombolan bersenjata, radikal kiri dan kanan

yang sekarang tersebar di wilayah Indonesia seperti RMS, OPM, Eks Para Napol/Tapol PKI

dan lain-lain yang merupakan ancaman serius yang dihadapi bangsa Indonesia walapun

masalah GAM telah terselesaikan dan teratasi tetapi dilain sisi tetap harus terus dipantau

segala bentuk kegiatan yang dilakukannya serta perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh

karena itu pemerintah harus tanggap dan cepat bertindak dalam menghadapi permasalahan

ini, untuk itu pemerintah harus bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah separatis

maupun sejenisnya demi keutuhan bangsa dan negara dan tidak membiarkan kondisi ini terus

berlarut-larut.

b)         Sebagai bangsa yang heterogen Indonesia dengan bermacam-macam suku, budaya,

agama dan adat berpeluang terjadinya konflik komunal (SARA). Faktor-faktor keberagaman

Page 11: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

ini menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganggu

stabilitas keamanan dan keutuhan Indonesia. Dampak-dampak yang timbul dari konflik diatas

menyebabkan terjadinya gelombang pengungsian besar-besaran,   kerugian harta benda,

korban jiwa serta kerusakan lingkungan dan infrastruktur dalam jumlah yang tidak sedikit,

sehingga keamanan nasional masyarakat didaerah konflik dan kondisi stabilitas nasional

terganggu.   Dampak ini ikut dirasakan oleh bangsa dan negara tetangga di dunia yang

mempunyai kerjasama dan kepentingan di Indonesia. Bukanlah hal yang sederhana dalam

menyelesaikan masalah konflik yang terjadi saat ini, selain menghabiskan sumber daya yang

besar juga memakan waktu yang lama. Menyadari hal tersebut diatas maka pemerintah

menetapkan suatu kebijakan yang mana didalamnya berisikan suatu kebijakan guna

meningkatkan pembangunan kesejahteraan dan pertahanan keamanan yang bersangkutan

dengan aspek etnik dan agama.

 

3.         Analisis terhadap Pengaruh Otonomi Daerah.

            Dalam era transisi dari masa orde baru ke masa reformasi kebijakan sentralistik ke

desentralistik demokratis sebagaimana yang dituju dalam pemerintahan nasional ditandai

dengan pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004

Bab I, pasal 1, ayat 5 tentang Pemerintahan Daerah, tetapi masih ditemui beberapa kendala

yang masih perlu diatasi bersama dengan berbagai pihak yang terkait. Dari kendala-kendala

yang terjadi beberapa permasalahan yang mengandung potensi  instabilitas  yang  dapat 

mengarah  melemahnya  ketahanan  nasional  di daerah-daerah bahkan dapat memicu

terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak egera ditangani.   Kendala-kendala yang terjadi

diantaranya yaitu :

 

a)         Masalah DPRD sebagai konsekwensinya diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1999

tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum sebagai Tuntutan

Fundamental Reformasi yang melahirkan Pemilihan Umum secara Multi Partai. Lahirnya

Lembaga Legislatif yang merupakan representasi dari partai peserta pemilu   memiliki

kemampuan   yang   beragam.     Banyak    yang berpendapat bahwa kapabilitas dan

kredibilitas Anggota DPRD tidak merata bahkan ada yang kurang memahami tentang

pemerintahan dan dinilai ada beberapa pihak yang berorientasi menuntut haknya namun

kurang memperhatikan apa yang jadi kewajibannya.

Kenyataan   ini    merupakan   permasalahan   yang dilematis yang dihadapkan bahwa DPRD

merupakan wakil rakyat yang membawa beban amanat dari rakyat untuk diteruskan kepada

Page 12: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

pemerintahan pusat, tetapi hampir seluruh anggota DPRD tidak pernah melanjutkan atau

membicarakan kembali amanat dari rakyat kepada pemerintahan pusat melainkan hanya

mengurusi dirinya sendiri dan partai politik yang diwakilinya.

 

b)         Mengenai Perimbangan keuangan daerah dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004

Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Bab I pasal

1 ayat 3 mengatakan ”Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan  yang adil, proposional, demokratis,

transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan

penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan”.

Keuangan daerah itu sendiri dikelola oleh daerahnya masing-masing secara tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan, efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung

jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat daerahnya.

Tetapi ada beberapa kepala daerah dalam mengelola keuangan tidak menggunakan prinsip-

prinsip diatas, melainkan dalam pengelolaannya dengan caranya sendiri dan tidak transparan.

Dengan sistem  tersebut  masyarakat  tidak  merasakan  hasil  dari  kekayaan  daerahnya

sendiri seperti pembangunan sarana dan prasarana umum didaerahnya sehingga dapat

mengakibatkan gejola-gejola yang menganggu keamanan daerah tersebut.

 

c)         Dampak dari agenda nasional dan pengaruh issu global terutama demokratisasi dan

hak asasi manusia, masyarakat semakin memahami akan haknya sebagai warga negara, tetapi

ada kecenderungan  kurang memahami akan kewajibannya, masyarakat makin kritis, reaktif

dan proaktif dalam menuntut hak-haknya kepada pemerintah, namun kurang mau mengerti

akan kesulitan pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah.

Oleh karena itu dalam Otonomi Daerah, Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah harus

mampu untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mampu menumbuhkan

kreasinya guna membangun suatu program atau ide yang dapat memberi kontribusi bagi

daerahnya.

d)         Dana bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada beberapa daerah khusus

dalam masalah pendanaan membuat para pejabat daerah yang mendapatkan dana tersebut

terbuai akan pemberian atau pencairan bantuan dana tersebut, sehingga tidak pernah

memikirkan akan pembangunan didaerahnya sendiri, dimana dana tersebut diperuntukkan

untuk membiayai kebutuhan dalam rangka pembangunan sarana maupun prasarana umum

Page 13: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

yang masih tertinggal dari daerahnya.  Sehingga masyarakat mengangap bahwa pemerintah

pusat tidak membantu dan memberikan dana serta perhatian kepada daerah yang tertinggal.

Untuk itu pemerintah pusat harus bertindak tegas dalam masalah pemberian dana bantuan

daerah tertinggal tersebut, karena dikhawatirkan masyarakat tidak akan percaya dan menuntut

kepada pemerintah pusat akibat dari permasalahan tersebut.

                                                                           

KESIMPULAN DAN SARAN

1.         Kesimpulan.     Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a)         Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warganegara bila ditinjau dari

kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat bahwa pluralitas, suku,

agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal penyebab konflik atau kekerasan massal,

tidak bisa diterima begitu saja. Pendapat ini bisa benar untuk sebuah kasus tapi belum tentu

benar untuk kasus yang lain. Namun ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu

dalam masyarakat yang beraneka ragam yang terkadang terjadi akibat dari suatu proses

sejarah atau peninggalan penjajah masa lalu, sehingga memerlukan penanganan khusus

dengan pendekatan yang arif namun tegas walaupun aspek hukum, keadilan dan sosial

budaya merupakan faktor berpengaruh dan perlu pemikiran sendiri.

b)         Pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004

merupakan implikasi positif bagi masa depan pemerintahan daerah di Indonesia namun

berpotensi untuk terciptanya sikap fanatisme primodialisme yang sempit, sektarianisme dan

supranasionalisme. Kondisi ini terjadi karena tidak semua masyarakat mengetahui tujuan

pemberlakuan otonomi daerah bagi sebuah negara kesatuan RI.

c)         PILKADA dan pertarungan elit politik yang diimplementasikan kedalam bentuk

penggalangan massa, dengan alasan  untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, namun sarat

dengan kepentingan pribadi atau politik yang pada akhirnya dapat menciptakan konflik

horizontal maupun vertikal, dalam penyelesaiannya tidak pernah tuntas.

d)         Kepemimpinan (leadership) dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan

daerah, sangat menentukan dalam rangka meredam konflik yang terjadi saat ini. Sedangkan

peredaman konflik pada skala kejadiannya memerlukan tingkat profesionalisme dari seluruh

aparat hukum dan instansi terkait secara terpadu dan tidak berpihak pada sebelah pihak.

 

2.         Saran.     Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi

pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan beberapa langkah

sebagai berikut :

Page 14: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

a)         Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus agar

didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi kultural dapat dijadikan

ajaran untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul pengakuan secara sadar/tanpa paksaan

dari setiap warga negara atas kemejemukan  dengan segala perbedaannya.

b)         Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi , dalam membuat

aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi keterwakilan semua elemen masyarakat

sebagai warga negara.

c)         Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan dan tatanan yang

berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya setiap prajurit yang akan menjadi anggota

TNI dan tata cara penyumpahan diatur dengan Undang-undang.

d)         Sebaiknya diadakan suatu konsensus nasional yang berisi pernyataan bahwa setiap

warga negara Indonesia cinta damai, persatuan dan kesatuan dan rela berkorban untuk

mementingkan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan.

e)         Menghimbau para musisi agar mau menciptakan suatu karya musik atau lagu-lagu

yang mengobarkan rasa cinta tanah air dan bangga menjadi Bangsa Indonesia. Berdasarkan

pengalaman sejarah telah membuktikan betapa dahsyatnya sebuah lagu mempunyai pengaruh

terhadap para pejuang kemerdekaan dimasa lalu.

f)          Pendidikan jangka panjang harus memperkenalkan tentang perbedaan umat manusia

dan kemajemukan budaya bangsa Indonesia dari tingkat sekolah yang terendah sampai yang

tertinggi secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.

g)         Perlu dihimbau semua insan jurnalistik/pers dengan memperkenalkan rasa

nasionalisme diatas segalanya bagi keutuhan NKRI, sehingga  dapat  memposisikan  diri 

dalam  keikutsertaan meredam konflik dan bukannya memperbesar melalui berita-berita yang

berdampak kebencian dan prsangka buruk bagi setiap warga negara.

h)        Menumbuhkan rasa nasionalisme yang mulai luntur, jika perlu mungkin dibuat

semacam deklarasi Nasional oleh pemerintah dengan tekad memelihara keutuhan persatuan

dan kesatuan NKRI. Suatu deklarasi yang tepat akan dapat menjadi pemicu tumbuhnya rasa

nasionalisme.

i)          Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa nasionalisme sebangsa dan setanah air dalam

NKRI, harus dicari lagi terobosan lain yang dimana tugas dan fungsinya minimal sama

dengan BP-7 yang telah dibubarkan namun tidak bersifat doktriner karena berdasarkan hasil

penelitian didaerah, masyarakat masih menghendaki adanya semacam penataran atau yang

sejenis tentang  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

 

Page 15: Pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi bangsa

DAFTAR PUSTAKA

 

Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah Untuk

Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas 2001.

Budi Utomo, Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia dalam Perspektif Keamanan

Manusia,diakses tanggal 28 September 2008 dari

http://budiutomo79.blogspot.com/2007/09/pembangunan-wilayah-perbatasan.html

Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Negara, Jakarta, 2008

Departemen Pertahanan RI, Postur Pertahanan Negara, Jakarta, 2007

Departemen Pertahanan RI, Strategi Pertahanan Negara, Jakarta, 2007

Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta, 2007

HB. Amiruddin Maula, Drs, SH, Msi, Menjaga Kepentingan Nasional Melalui Pelaksanaan

Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa, Jakarta, Lemhannas,

2001.

Ketetapan MPR Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan

Nasional. Jakarta, 2000.

Iskandar Zulkarnaen, Bung Hatta Pernah Menangis Melihat Kondisi Perbatasan, Save Our

Borneo,Jakarta, 2008, diakses tgl 3 September 2008 dari http://saveourborneo.org/index.php?

option=com_content&task=view&id=178&Itemid=37

Sekretariat Negara RI.     Undang-Undang RI Nomor. 34 tahun 2004 tentang Tentara

Nasional Indonesia (TNI). Jakarta, 2004.

Sekretariat Negara RI.   Undang-Undang RI Nomor. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta, 2004.

Sekretariat Negara RI.    Undang-Undang RI Nomor. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Jakarta, 2004.

Sekretariat Negara RI.     Undang-Undang RI Nomor. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara . Jakarta, 2002.

Sekretariat Negara RI.     Undang-Undang RI Nomor. 22 tahun 1999 tentang Otonomi

Daerah . Jakarta, 1999.

Yuliawati, Tjahjono E P (Timika), Cunding Levi (Jayapura), Setelah Bendera Tak

Berkibar, Koran Tempo, Jakarta, 2008.