BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas
merupakan suatu pandemik global, karena tidak hanya terjadi di negara maju,
tetapi juga di negara berkembang. Di dunia terdapat 671 juta penderita obesitas,
dan lebih dari 50% di antaranya hidup di sepuluh negara di dunia. Indonesia
termasuk salah satu dari sepuluh negara yang memiliki jumlah penderita obesitas
tertinggi di dunia (Ng et al., 2014)
Obesitas dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Obesitas pada anak
berisiko berlanjut ke masa dewasa (Doak et al., 2006). Tidak ada negara yang
berhasil menurunkan prevalensi obesitas dalam 33 tahun terakhir ini. Antara tahun
1980 dan 2013, prevalensi kegemukan dan obesitas meningkat pesat, sebesar
27,5% pada orang dewasa dan 47,1% pada anak-anak. Peningkatan berat badan
terbesar terjadi antara tahun 1992 dan 2002, terutama pada usia 20 sampai 40
tahun (Ng et al., 2014).
Di Indonesia, prevalensi obesitas pada hampir semua kelompok usia
(kecuali kelompok 13-15 tahun) pada tahun 2013 meningkat sangat tinggi
dibandingkan dengan 2010. Pada kelompok usia 18 tahun ke atas, jumlah
penderita obesitas laki-laki tahun 2013 sebesar 19,7%. Jumlah ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2007 (13,9%) dan 2010 (7,8%). Demikian juga
jumlah penderita obesitas pada perempuan terjadi kenaikan dari 13,9% pada tahun
2
2007 dan 15,5% pada tahun 2007 menjadi 32% pada tahun 2013 (Kemenkes RI,
2013; Kemenkes RI, 2010; Depkes RI, 2008).
Prevalensi kegemukan pada anak usia enam-12 tahun pada Riskesdas 2010
sebesar 9,2%, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan data Riskesdas
2013 pada anak usia lima - 12 tahun yang sebesar 18,8% (Kemenkes RI, 2013;
Kemenkes RI, 2010). Prevalensi gemuk tertinggi pada kelompok anak usia lima -
12 tahun dan remaja usia 16-18 tahun di Indonesia terdapat di Provinsi DKI
Jakarta, masing-masing 30,1% dan 4,2%. Provinsi DKI Jakarta menempati urutan
kedua tertinggi di Indonesia untuk prevalensi obesitas penduduk laki-laki dewasa,
sedangkan untuk perempuan dewasa menempati urutan kelima (Kemenkes RI,
2013).
Obesitas merupakan keadaan patologis akibat akumulasi lemak berlebihan
dalam tubuh dengan peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal
dan fisik. Obesitas diakibatkan adanya ketidakseimbangan jumlah energi yang
masuk ke dalam tubuh dengan yang dibutuhkan untuk berbagai fungsi biologis
yang berlangsung dalam jangka waktu cukup lama (Sartika, 2011).
Ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor
genetika, metabolik, perilaku, lingkungan, dan lain-lain (Sharma, 2011). Pada
umumnya, faktor genetika merupakan penyebab minor, misalnya hipotiroidisme,
sindroma Cushing, sindroma Prader-Willi, dan beberapa kelainan saraf yang bisa
menyebabkan seseorang banyak makan (Clement & Ferre, 2003).
Pada negara berkembang, peningkatan jumlah penderita obesitas
berhubungan dengan peningkatan jumlah penghasilan, urbanisasi, dan perubahan
3
gaya hidup. Penelitian Rὂmling dan Qaim (2011) yang menggunakan data
Indonesian Family and Life Survey tahun 1993, 2000 dan 2007, mendapatkan
hasil peningkatan indeks massa tubuh (IMT) individu berhubungan positif dengan
standar hidup. Transisi nutrisi menyebabkan peningkatan prevalensi obesitas. Hal
tersebut tidak hanya terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga di daerah pedesaan.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), seorang anak dikatakan
menderita obesitas jika IMT-nya berada di atas persentil ke-95 pada grafik
tumbuh kembang anak sesuai dengan jenis kelaminnya (IDAI, 2011). Kategori
CDC untuk anak obesitas adalah jika ia mengalami kelebihan berat badan di atas
persentil ke-95 dengan proporsi lemak tubuh yang lebih besar dibandingkan
dengan komponen tubuh lainnya (Deghan et al., 2005).
Obesitas merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan menjadi
masalah kesehatan yang serius, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya
berbagai penyakit tidak menular, seperti penyakit diabetes mellitus (DM) tipe 2,
kardiovaskular, osteoartritis, kanker, dan lain-lain. Obesitas pada anak juga dapat
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup
anak, seperti gangguan pertumbuhan kaki, gangguan tidur, sleep apnea, dan
gangguan pernapasan lain. Obesitas pada anak usia enam-tujuh tahun dapat
menyebabkan menurunnya tingkat kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas
yang berkurang serta cenderung malas karena kelebihan berat (Sartika, 2011).
Selain itu, obesitas berkontribusi secara nyata terhadap biaya perawatan kesehatan
suatu negara. Obesitas mengakibatkan beban keuangan yang besar pada
4
pemerintah dan individu, dan menjadi salah satu pengeluaran terbesar dalam
anggaran kesehatan nasional di Amerika Serikat (Gill, 2006).
Teori Sosial Kognitif dari Bandura menjelaskan tiga faktor yang
mempengaruhi perilaku individu, yaitu: faktor perilaku, personal, dan lingkungan.
Teori ini menyatakan perilaku manusia merupakan hasil interaksi faktor-faktor
personal atau kognitif, perilaku, dan lingkungan atau kejadian-kejadian sosial.
Berdasarkan teori tersebut, perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi
perubahan kognitif dan sosial (Bennet & Murphy, 1997). Kepercayaan diri
seseorang dalam melakukan perilaku merupakan pengaruh kognitif, sedangkan
pengaruh keluarga, sekolah dan teman merupakan pengaruh sosial.
Menurut teori tersebut, perkembangan kognitif, efikasi diri, kesadaran, dan
harapan yang positif terhadap perilaku mengonsumsi makanan sehat,
meningkatnya aktivitas fisik, serta berkurangnya gaya hidup sedentari seorang
anak diperoleh melalui proses pengamatan terhadap lingkungannya, misalnya
pada orangtua, para guru di sekolah, teman-teman, dan paparan iklan produk
makanan di televisi.
Seseorang akan meniru perilaku dari model yang mendapat penghargaan
sekaligus belajar dari perilaku-perilaku yang mendapat hukuman. Penguat
merupakan respon perilaku yang memengaruhi seseorang akan mengulangi
perilakunya atau tidak. Selain itu, kemampuan seseorang untuk menampilkan
perilaku tertentu (pengetahuan tentang hal yang akan dilakukan dan cara
melakukannya) dan keyakinan untuk melakukan perilaku tersebut akan
memengaruhi perubahan perilaku (National Cancer Institute, 2005).
5
Sejak dini seseorang sudah meniru perilaku lingkungannya, termasuk
perilaku makan. Perilaku makan terbentuk dari perilaku orangtua dan aturan-
aturan makan yang sudah diberikan sejak anak-anak. Gaya hidup keluarga dan
kebiasaan makan memainkan peranan penting dalam perkembangan pilihan
makanan anak-anak dan dapat mempengaruhi berat badan. Demikian pula dengan
aktivitas fisik, orangtua yang aktivitas fisiknya tinggi biasanya mempunyai anak-
anak yang jauh lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak dari orangtua yang
tidak aktif (Zwiauer, 2000).
Anak-anak juga lebih suka menghabiskan waktu luangnya dengan
menonton televisi atau bermain komputer karena tidak tersedia ruang terbuka
sosial dan taman bermain. Penelitian yang dilakukan oleh International Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) Phase III menunjukkan adanya
asosiasi positif antara peningkatan jumlah jam menonton TV dengan IMT, baik
pada anak-anak maupun remaja di seluruh dunia. Asosiasi yang sangat kuat
ditemukan pada remaja wanita (Braithwaite, 2013).
Adanya persepsi yang salah tentang obesitas pada anak menyebabkan ibu
tidak merasa khawatir terhadap anak yang mengalami obesitas. Persepsi salah
tersebut antara lain bahwa anak gemuk itu lucu, lambang kemakmuran,
menunjukkan kepandaian ibu mengurus anak, lebih jarang sakit, bisa kurus sendiri
bila sudah dewasa, dan orangtua gemuk wajar memiliki anak gemuk (Dhyanaputri
et al., 2011).
Pencegahan dan pengobatan kegemukan dan obesitas lebih mudah pada
anak-anak daripada orang dewasa karena anak-anak masih dalam masa
6
pertumbuhan. Anak-anak juga dapat beradaptasi dengan mudah dan mengubah
kebiasaan makannya, dibandingkan dengan kelompok usia lain (Joseph et al.,
2013). Tindakan pencegahan yang efektif terhadap kegemukan anak-anak
merupakan langkah awal pencegahan obesitas yang selanjutnya dapat mencegah
onset obesitas pada orang dewasa dan menurunkan risiko penyakit kronis (Doak et
al., 2006). Oleh karena itu, anak-anak merupakan populasi prioritas dalam
melaksanakan strategi intervensi.
Anak-anak yang berusia enam - 12 tahun menjalani sebagian besar
kehidupannya di lingkungan sekolah. Data SUSENAS tahun 2013 menunjukkan
angka partisipasi sekolah di Indonesia untuk anak usia tujuh - 12 tahun sangat
tinggi (98,4%), demikian juga di Jakarta (99,4%) (BPS, 2003-2013). Sekolah
merupakan organisasi yang mudah dijangkau dan didirikan untuk memberikan
pendidikan dan pengetahuan kepada murid-muridnya, termasuk pengetahuan
mengenai kesehatan. Pada umumnya, sekolah memiliki sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam melaksanakan program promosi kesehatan, seperti ruang kelas
dan isinya, lapangan olah raga, dan lain-lain (Birch & Ventura, 2009). Selain itu,
sekolah memiliki personil yang dibutuhkan. Sekolah juga mempunyai program
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
siswa sekolah. Suatu model promosi kesehatan di sekolah untuk mencegah
obesitas pada anak usia sekolah dasar yang diintegrasikan dengan program UKS
perlu dikembangkan, karena sekolah merupakan tempat yang ideal untuk memulai
kegiatan promotif dan preventif. Berdasarkan data tersebut, pemberian intervensi
berupa promosi kesehatan kepada anak-anak di sekolah diharapkan akan
7
memberikan hasil yang baik dalam mencegah kegemukan dan obesitas pada anak-
anak.
Intervensi berbasis sekolah untuk pencegahan obesitas telah banyak
dilakukan. Di AS terdapat program WAY (Wellness, Academics & You) yang
didesain untuk mengurangi kelebihan berat badan dengan penyakit yang
menyertainya dan meningkatkan prestasi akademik. Program ini dilaksanakan di
16 SD pada murid kelas IV dan V. Hasilnya berupa perubahan positif yang
bermakna dan peningkatan konsumsi buah dan sayuran, serta peningkatan tingkat
aktivitas fisik pada kelompok intervensi (Spiegel & Foulk, 2006).
Alberta Project Promoting Active Living and Healthy Eating (APPLE)
Schools dilaksanakan pada sepuluh SD di Alberta, Kanada. Program ini
menggunakan pendekatan: “membuat pilihan yang sehat adalah pilihan yang
mudah”, dengan menempatkan fasilitator kesehatan full time pada setiap sekolah.
Hasilnya menunjukkan siswa lebih banyak makan buah dan sayuran,
mengonsumsi kalori lebih rendah, lebih aktif bergerak, sehingga siswa yang
obesitas berkurang dibandingkan dengan provinsi lain (Fung et al., 2012).
Penelitian intervensi lainnya adalah program pendidikan gizi seimbang
“Makan yang Benar Sehatkan Badan” untuk anak usia SD (delapan - sepuluh
tahun) di Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Program
tersebut terdiri dari enam unit dan 24 sesi pelajaran tentang gizi seimbang dan
enam sesi pertemuan untuk para ibu. Hasil intervensi ini mempunyai dampak
yang bermakna untuk meningkatkan regulasi diri anak dalam memilih makanan
8
dan meningkatkan self-efficacy ibu dalam menyediakan makan di rumah
(Kolopaking et al., 2010).
Rikesdas 2010 menyebutkan prevalensi kegemukan lebih tinggi di
perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan dan semakin meningkat pada
keadaan ekonomi rumah tangga yang semakin tinggi (Kemenkes RI, 2010). Oleh
karena itu penelitian model promosi kesehatan untuk mencegah obesitas ini akan
diadakan di SDN dan SDS Kotamadya Jakarta Utara, khususnya Kelurahan
Pejagalan, Kecamatan Penjaringan dan Kelurahan Pademangan Timur,
Kecamatan Pademangan. Sebagian besar penduduk di wilayah tersebut memiliki
kelas sosial ekonomi menengah. Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan
terhadap murid-murid SD kelas IV dan V yang berusia sembilan-sebelas tahun
pada enam SD (tiga SDN dan tiga SDS) di wilayah tersebut, terdapat 158 siswa
gemuk (19,0%) dan 180 siswa obes (23,6%) dari 764 orang siswa. Selain
melibatkan orangtua murid, terutama para ibu, penelitian ini juga
mengintegrasikan intervensi pada program UKS, dengan melibatkan guru
pembina UKS dan memberdayakan dokter kecil. Hal ini mengingat pada usia
sembilan-sebelas tahun, seorang anak tidak lagi memandang orangtuanya sebagai
yang serba tahu. Mereka lebih percaya pada teman-teman sebaya atau gurunya
(Mönks et al, 2006).
Berdasarkan tinjauan beberapa penelitian sebelumnya, penelitian yang
melibatkan dan memberdayakan dokter kecil belum pernah dilakukan. Dokter
kecil diharapkan mampu berperan sebagai teladan, penggerak dan pendorong
hidup sehat bagi teman-temannya, khususnya dalam mencegah kegemukan dan
9
obesitas. Selain itu, sepengetahuan peneliti, penelitian tentang promosi kesehatan
untuk mencegah obesitas pada anak sekolah yang meliputi pendidikan nutrisi dan
aktivitas fisik, meskipun telah banyak dilakukan di luar negeri, belum pernah
dilakukan di Indonesia hingga tahun 2014.
Dasar dalam menyusun perencanaan penelitian ini menggunakan Social
Cognitive Theory (SCT), karena telah mempertimbangkan faktor individu dan
lingkungan sebagai faktor determinan perilaku kesehatan. Selain itu, untuk
menyusun program promosi kesehatan dalam pencegahan obesitas di sekolah
dasar ini, digunakan metode perencanaan program pendidikan dan promosi
kesehatan yang dikembangkan oleh Dignan & Carr. Metode ini terdiri dari lima
tahap, yaitu analisis komunitas, penilaian target, pengembangan perencanaan
program, implementasi dan evaluasi (Dignan & Carr 1992).
Sasaran intervensi adalah anak usia sembilan-sebelas tahun (masa
prapubertas), karena pada masa tersebut anak-anak sedang dalam tahap operasi
konkret. Pada tahap tersebut, mereka dapat melaksanakan dan mentaati aturan
yang jelas dan logis, serta memiliki kemampuan kognitif yang bersifat menetap
(Sumanto, 2014). Selain itu, anak usia tersebut secara kognitif sudah dapat
mengisi kuesioner dan menurut hasil penelitian kejadian obesitas mulai meningkat
pada usia-usia tersebut (Rudolf, et.al. 2001).
B. Rumusan Masalah
Uraian di atas menyatakan bahwa: 1) prevalensi obesitas semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan dampaknya membahayakan bagi kesehatan;
10
2) anak-anak merupakan populasi prioritas dalam melaksanakan strategi
intervensi, karena menurunkan berat badan pada masa dewasa sulit jika sudah
menetap; 3) jumlah angka partisipasi sekolah anak usia 7-12 tahun sangat tinggi
(98,4%); 4) sekolah merupakan tempat yang ideal untuk memulai kegiatan
promotif dan preventif karena cakupannya yang luas. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, maka patut dipertanyakan: “Bagaimana model promosi kesehatan yang
tepat guna dalam upaya pencegahan obesitas bagi anak kelas IV dan V SD usia
sembilan - sebelas tahun?”
C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan umum
Mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu model
promosi kesehatan di sekolah untuk pencegahan obesitas pada murid
sekolah dasar usia sembilan-sebelas tahun.
C.2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi model promosi kesehatan yang dibutuhkan oleh murid,
orangtua, dan guru dalam upaya pencegahan obesitas pada murid SD
kelas IV dan V usia sembilan-sebelas tahun.
b. Mengembangkan model promosi kesehatan di sekolah yang tepat guna
dalam upaya pencegahan obesitas bagi murid SD kelas IV dan V usia
sembilan-sebelas tahun
11
c. Mengimplementasikan model promosi kesehatan di sekolah dalam upaya
pencegahan obesitas pada murid SD kelas IV dan V usia sembilan-
sebelas tahun
d. Melakukan evaluasi hasil implementasi model promosi kesehatan di
sekolah dalam upaya pencegahan obesitas terhadap pengetahuan, sikap,
harapan akan hasil, efikasi diri, perilaku makan sayur dan buah, aktivitas
fisik, perilaku sedentari, dan IMT murid-murid SD kelas IV dan V usia
sembilan-sebelas tahun
D. Keaslian Penelitian
Untuk memperoleh data keaslian penelitian, telah dilakukan pencarian
artikel-artikel melalui beberapa search engine, yaitu ProQuest, Google Scholar,
SpringerLink, Ebscohost, Clinical Key, dan Cochrane Systematic Review/
Cochrane library. Selain itu, juga menggunakan website universitas dan jurnal
yang berkaitan dengan obesitas, seperti perpustakaan Unika Atma Jaya,
perpustakaan UGM, perpustakaan UI, Journal of Nutrition, The Lancet, dan
sebagainya.
Pada proses pencarian digunakan kata kunci obesity, childhood obesity,
obesity prevention, obesity intervention, intervention in childhood obesity, dan
school-based obesity intervention beserta terjemahan kata-kata tersebut. Hasil
pencarian mendapatkan sejumlah 325 judul yang berkaitan dengan intervensi
pencegahan obesitas pada anak. Judul-judul tersebut kemudian ditelaah
keterkaitannya dengan penelitian ini dan didapatkan 32 abstrak yang relevan.
12
Setelah membaca semua artikel tersebut, beberapa artikel dirasakan memiliki
beberapa kesamaan, akan tetapi perbedaan yang didapat juga menunjukkan
keaslian penelitian ini.
1. Kain et al. (2004), melakukan penelitian yang berjudul School based obesity
prevention in Chilean primary school children: methodology and evaluation of
a control study, tahun 2002-2003. Penelitian tersebut merupakan penelitian
intervensi, dengan disain cluster case controlled trial, non-random di kota
Santiago, Curico, dan Casablanca, Chile yang melibatkan 3.577 murid usia 5-
15 tahun, kelas I-VIII selama 26 minggu. Programnya berupa pendidikan
nutrisi untuk para murid melalui kurikulum sekolah, menjual makanan sehat
pada kios-kios sekolah, olahraga dan pendidikan jasmani, juga melibatkan
orangtua. Hasil yang diukur adalah perbedaan tinggi dan berat badan (IMT),
tebal lemak bawah kulit, lingkar pinggang, dan kebugaran fisik. Selain itu
penelitian ini menilai diet, pengetahuan dan sikap mengenai konsumsi sayur
dan buah, serta aktivitas fisik. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini
adalah programnya berupa pendidikan nutrisi dan aktivitas fisik, juga
melibatkan orangtua murid. Perbedaannya adalah dasar teori penelitian yang
digunakan bukan SCT, umur subjek penelitian bukan sembilan-sebelas tahun,
penelitian tersebut tidak mengukur perilaku sedentari, dan tidak melibatkan
dan memberikan pelatihan kepada dokter kecil.
2. Caballero, et al. (2003) melakukan penelitian yang berjudul Pathways: a
school-based randomized controlled trial for the prevention of obesity in
American Indian school children, dengan disain penelitian randomized
13
controlled trial. The Pathway Study dilaksanakan tahun 1997-1998 dengan
melibatkan 1.704 murid yang berusia delapan-sepuluh tahun kelas III-V di 41
sekolah pada tujuh komunitas Indian Amerika di Arizona, New Mexico dan
South Dakota (AS). Intervensi yang dilakukan terdiri dari empat komponen,
yaitu: 1) mendisain kurikulum yang meningkatkan perilaku makan sehat dan
aktivitas fisik; 2) menyediakan panduan nutrisi untuk tenaga penyedia
makanan sekolah yang bertujuan mengurangi lemak pada makanan ≥ 30% dan
meningkatkan asupan makanan rendah lemak, buah dan sayuran;
3) meningkatkan pengeluaran energi dan aktivitas fisik yang berhubungan
dengan kesehatan selama dan sesudah sekolah; dan 4) melibatkan keluarga
agar ikut membantu menciptakan lingkungan yang mendukung. Hasil yang
ingin diukur adalah perbedaan tinggi dan berat badan (IMT), tebal lemak
bawah kulit, lingkar pinggang, pengetahuan, sikap, efikasi diri dan perilaku
konsumsi makanan (dihitung berdasarkan total asupan energi) dan aktivitas
fisik. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah programnya
berupa pendidikan nutrisi dan aktivitas fisik, juga melibatkan orangtua murid,
serta menggunakan dasar teori SCT. Perbedaannya adalah pada penelitian
tersebut tidak mengukur perilaku sedentari, dan tidak melibatkan dan
memberikan pelatihan kepada dokter kecil.
3. Trevino (2005) melakukan penelitian yang berjudul Effect of the Bienestar
Health Program on physical fitness in low-income Mexican American children
The Bienestar Health Program, dengan disain penelitian randomized
controlled trial. Program kesehatan Bienestar melibatkan 389 murid dari
14
sembilan SD di daerah berpenghasilan rendah San Antonio, Texas (AS).
Tujuan program ini untuk mencegah penyakit diabetes mellitus pada anak-
anak Amerika Meksiko dengan sosial ekonomi rendah. Program ini berbasis
teori sosial kognitif dan menggunakan dua bahasa (Spanyol dan Inggris).
Disainnya juga disesuaikan dengan kebudayaan ras Amerika Meksiko. Tujuan
program tersebut untuk menurunkan asupan lemak jenuh, meningkatkan diet
serat, meningkatkan aktivitas fisik dan pengetahuan tentang diabetes. Program
tersebut terdiri dari empat komponen, yaitu: 1) program untuk orangtua,
berupa tarian murid-murid untuk memperkenalkan Bienestar, proyek
kerajinan tangan untuk menunjukkan proses diabetes berkembang, permainan
loteria (bingo) untuk mengajarkan kebiasaan diet sehat, dan kelas menari salsa
untuk menunjukkan manfaat kegiatan fisik; 2) kelas kesehatan Bienestar yang
berupa kurikulum pendidikan jasmani sekolah untuk mempromosikan
berbagai kegiatan fisik yang meliputi gizi, aktivitas fisik, citra diri, dan
diabetes; 3) klub kesehatan Bienestar, untuk melatih dan memperkuat
pengetahuan dan keterampilan, serta mempromosikan waktu luang untuk
aktivitas fisik dengan intensitas moderat sampai kuat. Kegiatan klub tersebut
di luar jam pelajaran sekolah dan menggunakan tarian, aktivitas fisik, lagu,
presentasi drama, dan pertunjukan boneka untuk menyajikan berbagai topik;
dan 4) program untuk penyaji makanan sekolah bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan gizi staf penyaji makanan dan membujuk para murid untuk
memilih dan makan lebih banyak buah dan sayuran, serta mengurangi
makanan berlemak. Hasil yang ingin diukur adalah perbedaan tinggi dan berat
15
badan (IMT) dan skor kebugaran fisik. Persamaan dengan penelitian yang
dilakukan adalah programnya berupa pendidikan nutrisi dan aktivitas fisik,
juga melibatkan orangtua murid, serta menggunakan dasar teori SCT.
Perbedaannya adalah penelitian tersebut tidak mengukur perilaku konsumsi
sayur dan buah, perilaku sedentari, dan tidak melibatkan dan memberikan
pelatihan kepada dokter kecil.
4. Spiegel & Foulk (2006) melakukan penelitian yang berjudul Reducing
overweight through a multidisciplinary school-based intervention, dengan
disain penelitian randomized controlled trial. Program WAY (Wellness,
Academics & You) melibatkan 1.013 murid kelas IV dan V dari 16 SD di
Delaware, Florida, Kansas, dan North Carolina (AS). Program WAY didisain
untuk mengurangi kelebihan berat badan dengan penyakit yang menyertainya
dan untuk meningkatkan prestasi akademik. Program tersebut
mengintegrasikan modul materi kesehatan, gizi, aktivitas fisik dan kebugaran
dalam kurikulum inti multidisiplin, dengan fokus utama guru dan murid.
Selain itu, terdapat latihan aerobik rutin selama sepuluh menit setiap hari pada
jam pelajaran, juga disediakan sebuah situs web untuk guru, murid, dan
orangtua. Hasil yang ingin diukur adalah perbedaan tinggi dan berat badan
(IMT), peningkatan konsumsi sayur dan buah, serta level aktivitas fisik.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalalah programnya berupa
pendidikan nutrisi dan aktivitas fisik. Perbedaannya adalah penelitian ini
menggunakan dasar teori Theory of Reasoned Action (TRA),
mengintegrasikan materi pendidikan ke dalam kurikulum inti multidisplin,
16
menggunakan website, hanya fokus pada guru dan murid, serta tidak
mengukur perilaku sedentari, dan tidak melibatkan dan memberikan pelatihan
kepada dokter kecil.
Berdasarkan uraian tentang berbagai intervensi berbasis sekolah terhadap
pencegahan obesitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa intervensi yang telah
dilakukan masih kurang komprehensif. Penelitian ini berbeda dengan intervensi
berbasis sekolah lain, karena tidak hanya melibatkan guru, petugas penyedia
makanan sekolah, dan orangtua murid, tetapi juga mengintegrasikannya dengan
program UKS, dengan melibatkan guru pembina UKS dan memberdayakan
dokter kecil. Selain itu, penelitian ini dimulai dengan analisis kebutuhan para
murid sekolah dan mengaplikasikan SCT yang dipadukan dengan Metode Dignan
dalam membuat model promosi kesehatan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat, sebagai berikut:
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam membuat suatu program
promosi kesehatan di sekolah untuk pencegahan obesitas pada anak SD.
2. Bagi sekolah, diharapkan model promosi kesehatan ini dapat dijadikan
pedoman untuk pelaksanaan program pencegahan obesitas pada anak SD yang
dapat dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah.
3. Masyarakat semakin menyadari bahayanya obesitas dan mulai aktif
melakukan pencegahan untuk menghindari dampak obesitas.