BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

44
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kawasan Timur Tengah merupakan sebuah kawasan yang masih kontroversial, begitu pula mengenai penyebutannya. Goldsmith Jr. dan Davidson (2006:6- 7) menjelaskan secara logis mengenai penyebutan „ middle east‟ , ketika „east‟ hanyalah sebutan para bangsa Eropa, yaitu Italia dan Perancis. Akan tetapi kemudian, kawasan „east‟ tersebut merupakan „west‟ bagi India dan Cina. Dari gambaran awal inilah sejarah kawasan Timur Tengah berawal, dengan konstruksi pola pemikiran Barat. Sesungguhnya sebutan yanng pantas bagi kawasan ini adalah „the Old World‟ (Goldsmith Jr & Davidson, 2006:6-7). Hal ini disebabkan kawasan Timur Tengah merupakan persilangan dan asal muasal beberapa peradaban dunia, seperti persilangan antara kebudayaan Asia, Afrika, dan Eropa. Di sebelah Timur Teluk Persia merupakan pusat Peradaban Sumeria, sedang di kawasan Barat Laut Merah adalah pusat Peradaban Mesir Kuno, dan yang terakhir adalah kawasan Turki di Utara yang berbatasan langsung dengan Eropa dan terpisah oleh Selat Bosporus. Secara geografis, definisi Timur Tengah tidak begitu jelas. Akan tetapi, para sejarawan sepakat bahwa yang dimaksud dengan Timur Tengah adalah wilayah yang terbentang antara Lembah Nil hingga negeri-negeri Muslim di Asia Tengah, dari Eropa yang paling tenggara hingga Lautan Hindia. Negara-negara Muslim di Asia yang ada di dalamnya sering disebut juga dengan Timur Dekat dan khusus bagian benua Asia biasa disebut juga dengan Asia Barat. Amerika

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kawasan Timur Tengah merupakan sebuah kawasan yang masih

kontroversial, begitu pula mengenai penyebutannya. Goldsmith Jr. dan Davidson

(2006:6-7) menjelaskan secara logis mengenai penyebutan „middle east‟, ketika

„east‟ hanyalah sebutan para bangsa Eropa, yaitu Italia dan Perancis. Akan tetapi

kemudian, kawasan „east‟ tersebut merupakan „west‟ bagi India dan Cina. Dari

gambaran awal inilah sejarah kawasan Timur Tengah berawal, dengan konstruksi

pola pemikiran Barat. Sesungguhnya sebutan yanng pantas bagi kawasan ini

adalah „the Old World‟ (Goldsm ith Jr & Davidson, 2006:6-7). Hal ini disebabkan

kawasan Timur Tengah merupakan persilangan dan asal muasal beberapa

peradaban dunia, seperti persilangan antara kebudayaan Asia, Afrika, dan Eropa.

Di sebelah Timur Teluk Persia merupakan pusat Peradaban Sumeria, sedang di

kawasan Barat Laut Merah adalah pusat Peradaban Mesir Kuno, dan yang terakhir

adalah kawasan Turki di Utara yang berbatasan langsung dengan Eropa da n

terpisah oleh Selat Bosporus.

Secara geografis, definisi Timur Tengah tidak begitu jelas. Akan tetapi,

para sejarawan sepakat bahwa yang dimaksud dengan Timur Tengah adalah

wilayah yang terbentang antara Lembah Nil hingga negeri-negeri Muslim di Asia

Tengah, dari Eropa yang paling tenggara hingga Lautan Hindia. Negara -negara

Muslim di Asia yang ada di dalamnya sering disebut juga dengan Timur Dekat

dan khusus bagian benua Asia biasa disebut juga dengan Asia Barat. Amerika

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

2

Serikat adalah negara yang mempopulerkan istilah Timur Tengah setelah Perang

Dunia II tahun 1939-1945 (Yatim, 2008). Ada juga yang mengatakan bahwa

Timur Tengah merupakan kawasan yang berada di sekitar Teluk Persia. Namun

demikian, belum ada kesepakatan tentang definisi wilayah Timur Ten gah.

Merujuk keterangan Duta Besar Nurul Aulia, Direktur Timur Tengah

Kementrian Luar Negeri RI, kawasan Timur Tengah m encakup negara di wilayah

Syam/Masyriqi yang meliputi: (1) Iraq, (2) Israel, (3) Jordan, (4) Libanon, (5)

Palestina, (6) Suriah, dan di Teluk/Masyriqi yang meliputi (7) Bahrain, (8)

Kuwait, (9) Oman, (10) Persatuan Emirat Arab, (11) Qatar, (12) Saudi Arabia,

(13) Yaman, serta di Maghribi yang terdiri atas (14) Aljazair, (15) Eritria, (16)

Libya, (17) Maroko, (18) Mauritania, (19) Mesir, (20) Sudan, (21) Tunisia.

Adapun pendapat lain mengatakan bahwa negara-negara yang seringkali dianggap

sebagai negara Timur Tengah adalah negara Arab dan non-Arab. Negara-negara

tersebut meliputi Mesir, Iran, Irak, Yordania, Lebanon, Palestina, Syria, Isra el,

Bahrain, Kuwait, Yaman Utara, Yaman Selatan, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni

Emirat Arab. Negara-negara yang juga dianggap sebagai negara Timur Tengah

adalah Cyprus, Yunani, Libya, Turki, Afghanistan, dan Pakistan (bdk. David,

2006; Muttaqien, 2008; Aulia, 2016).

Hubungan antara Indonesia dan negara-negara Timur Tengah, umumnya

dikenal dalam kaitannya dengan aspek agama (Islam), pendidikan dan masalah

Palestina. Melihat kembali sejarah, hubungan Indonesia dengan masyarakat Arab,

khususnya yang berasal dar i Hadramaut (Yaman), telah terjalin sejak masuknya

agama Islam ke Indonesia. Islam mulai masuk ke Indonesia seja k sekitar abad ke-

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

3

10 Masehi (Ricklefs, 1981:3) dan pada abad ke-13 Masehi, Islam sudah masuk

secara besar-besaran ke Indonesia (Steenbrink, 1984 :4), bahkan sampai sekarang

sejauh ini Timur Tengah tetap menjadi kiblat umat Islam. Timur Tengah

dipandang sebagai negara asal kelahiran agama Islam . Karena itulah, negara

tersebut menjadi tujuan utama bagi setiap generasi dalam menuntut ilmu

keagamaan sehingga terjadi transformasi keilmuan Islam khususnya di Indonesia .

Hal tersebut mengakibatkan lahirnya dan berkembangnya pesantren-pesantren

atau lembaga keislaman lainnya sebagai sarana pembentukan pribadi muslim yang

terpadu.

Terkait dengan masalah Palestina, seperti diketahui bahwa Indonesia

mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk memperoleh tanah air mereka

yang dicaplok kaum Zionis Israel. Diantara bentuk partisipasi Indonesia adalah

posisi Indonesia dalam masalah Israel-Palestina secara konsiten mendukung

perjuangan bangsa Palestina berdasarkan Resolusi DK -PBB No. 242 (1967) dan Resolusi

DK-PBB No. 338 (1973), yang menyebutkan pengembalian tanpa syarat semua wilayah

Arab yang diduduki Israel dan pengakuan atas hak -hak sah rakyat Palestina untuk

menentukan nasibnya sendiri, serta mendirikan negara di atas tanah ai rnya sendiri dengan

al-Quds as-Syarif (Jerussalem Timur) sebagai ibukotanya, di bawah prinsip “land

for peace” (http://www.deplu.go.id, diakses: 7/4/2016). Wilayah al-Quds as-

Syarif merupakan tempat suci agama-agama besar (agama samawi) Yahudi,

Kristen, dan Islam.

Indonesia mendukung upaya perdamaian yang sejalan dengan resolusi-

resolusi yang telah dikeluarkan baik oleh PBB maupu n OKI (Organisasi

Konferensi Islam) yang dihasilkan diantaranya pada Konferensi Perdamaian

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

4

Madrid (1991), Oslo (1993), Sharm Al Sheikh (1999), serta Peta Jalan

Perdamaian (Road Map) gagasan quartet AS, Russia, PBB dan UE (http://

ditpolkom.bappenas.go.id, diakses:8/4/2016). Indonesia percaya bahwa Palestina

dapat merdeka dengan menjalankan hasil-hasil resolusi dan konferensi ini.

Hubungan yang terjalin antara Indonesia dengan Mesir juga sangat erat.

Mesir adalah negara pertama kali yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Posisi

Indonesia dalam kerangka politik luar negeri Mesir, dapat dilihat pada bagaimana

Mesir memandang Indonesia. Pertama, Mesir melihat Indonesia sebagai sebuah

negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam . Kedua, sebagai negara yang

memiliki „persamaan nasib‟, yaitu sebagai negara bekas jajahan. Ketiga, Indonesia

dipandang sebagai negara yang memiliki persamaan orientasi di bidang politik

luar negeri (Sihbudi, 1997:29).

Selama periode 1947-1961 banyak terjadi pergolakan di dalam negeri,

baik di Indonesia sediri maupun di Mesir. Di Indonesia terjadi agresi Belanda,

pemberontakan Madiun, Gerakan DI/TII, dan lain-lain. Sementara itu, di Mesir

pada periode tersebut menghadapi pergolakan-pergolakan, seperti perang dengan

Israel, revolusi 1952 yang mengakhiri kekuasaan Raja Farouk, pemisahan Suriah

dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubu h Dewan

Revolusi, serta terjadinya konflik antara pemerintah Kairo dan Gerakan Ikhwanul

Muslimin (Sihbudi,1997:27).

Walaupun demikian masalah yang dihadapi, baik oleh Mesir maupun

Indonesia, adakalanya justru dapat meningkatkan solidaritas kedua negara. K etika

terjadi konfrontasi Indonesia-Belanda mengenai status Irian Barat (Irian Jaya),

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

5

misalnya, Mesir secara terang-terangan mendukung Indonesia. Begitu pun

sebaliknya, ketika Presiden Nasser menasionalisasikan Perusahaan Terusan Suez

(Juli 1956), yang mengakibatkan terjadinya infasi pasukan gabungan Israe l-

Inggris-Prancis ke Mesir, di Forum Internasional Indonesia menyokong tindakan

Nasser (Roeslan, 2009:40-43).

Hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah terjalin lebih

erat. Hal tersebut disebabkan oleh solidaritas terhadap Republik Indonesia

nampak lebih nyata, ketika Liga Arab dalam sidangnya tanggal 18 November

1946 memberikan rekomendasi pada anggotanya agar mengakui Indonesia

sebagai negara merdeka (Hassan, 1980:34). Keputusan Liga Arab tersebut

kemudian disampaikan oleh Konsul Jenderal Mesir di Bombai, Abdul Mun‟im,

kepada PM. Sutan Syahrir pada bulan Maret 1947. Pada saat terjadinya agresi

Belanda terhadap RI (Juli 1947), negara-negara Liga Arab melarang pesawat-

pesawat Belanda mendarat di lapangan udara mereka sebagai protes terhadap aksi

Belanda (Natsir, 2000:35-38).

Indonesia merespon keputusan dan tindakan Liga Arab dengan

mengirimkan sebuah delegasi ke negara-negara Arab yang dipimpin oleh Haji

Agus Salim (Menteri Muda Luar Negeri) dengan anggota-anggota: A.R.

Baswedan (Menteri Muda Penerangan), Nazir Pamuntjak (Pejabat di Kementerian

Luar Negeri), H.M. Rasjidi (Pejabat Kementerian Agama), dan R.H. Abdulkadir

(Pejabat Kementerian Pertahanan). Negara pertama yang mereka kunjungi adalah

Mesir, dan di sana ditandatangani Perjanjian Persahabatan RI-Mesir (tanggal 10

Juni 1947). Perjanjian tersebut yang ditandatangani oleh H. Agus Salim dari pihak

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

6

RI, dan dari pihak Mesir diwakili oleh Mahmoud Fahmi Nokrasyi (PM

merangkap Menlu). Sebagai tindak lanjut pada tanggal 7 Agustus 1947, H. Agus

Salim membuka Perwakilan RI di Mesir, dan mengangkat H.R Rasjidi sebagai

Ketuanya dengan kedudukan Change d‟Affairs (Kuasa Usaha) (Sihbudi, 1997:26).

Bagi Indonesia, penandatanganan perjanjian persahabatan dan peresmian

perwakilan tersebut merupakan peristiwa yang sangat penting dan bersejarah,

karena untuk pertama kalinya sebagai negara merdeka, Indonesia mengadak an

kerjasama dengan negara lain (Sihbudi, 1997:26).

Sebagai pusat perkembangan agama, dunia Timur Tengah memiliki

khasanah pemikiran keagamaan yang sangat kompleks. Namun dalam batas

tertentu, sejarah perkembangan politik keagamaan di Timur Tengah diwarnai oleh

gejala konflik dari tingkat yang konstruktif sampai tingkat destruktif. Pergolakan

yang tidak henti-hentinya yang terjadi di negara-negara Timur Tengah menjadi

perhatian sekaligus keprihatinan bangsa Indonesia.

Beberapa konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah antara lain adalah

(1) konflik Arab-Israel tahun 1948, (2) konflik Israel-Palestina tahun 1967-

sekarang, (3) konflik Mesir dengan Israel pasca nasionalisasi Terusan Suez tahun

1973, (4) konflik Irak-Iran tahun 1980-1988, (5) konflik Libanon dengan Israel

tahun 1982, (5) Konflik Irak-Kuwait tahun 1990-1991.

Salah satu persoalan konflik yang paling menonjol di Timur Tengah

adalah masalah Israel dan Palestina, yang masih bergejolak hingga saat ini.

Konflik ini mulai muncul ketika Majelis Umum PBB, mengeluarkan resolusi yang

membagi wilayah Palestina menjadi tiga bagian, yaitu: wilayah Arab Palestina,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

7

wilayah Israel, dan Jerussalem sebagai wilayah yang dikelola oleh dunia

internasional. Bangsa Palestina kemudian keberatan dengan menolak pembagian

tersebut. Hal ini disebabkan oleh pembagian tersebut memberikan pada bangsa

Yahudi wilayah yang lebih besar dari wilayah yang diberikan untuk bangsa

Palestina. Padahal, pada kenyataannya bangsa Palestina adalah bangsa mayoritas

yang mendiami wilayah tersebut, sedangkan bangsa Yahudi hanyalah sepertiga

dari seluruh penduduk. Berdasarkan resolusi 181 yang dikeluarkan oleh PBB,

bangsa Yahudi kemudian mengambil langkah berani untuk memproklamasikan

negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948 sebagai negara merdeka, dan diakui oleh

Dunia Internasional, dengan wilayah teritorial yang ditentukan o leh United Nation

Partition Plan (Findley, 1999:39). Sejak berdirinya negara Israel ini, para orang

Yahudi yang tesebar di seluruh dunia mulai berdatangan ke tanah Palestina.

Bangsa Yahudi kemudian, menyusun konsep yang matang untuk

menguasai seluruh wilayah Palestina. Kepercayaan bahwa, wilayah ini merupakan

tanah yang dijanjikan oleh Tuhan mereka, wilayah Palestina yang kini sudah

berada dalam genggaman tidak akan mungkin untuk dilepaskan (Sriyono, 2004:

133). Di lain pihak, berdirinya negara Israel ini m engakibatkan rakyat Palestina

banyak yang berdiaspora untuk membebaskan diri mereka dari penjajahan Israel,

ke berbagai negara-negara tetangga (Sihbudi dkk, 1993:25).

Konflik yang terjadi diantara masyarakat Arab Palestina dengan Israel

kemudian melebar menjadi konflik antara Israel dan Arab ketika Arab menolak

rencana pemisahan yang diusung oleh Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) pada

tahun 1947 dan pembentukan negara Israel pada tahun 1948 (Summer, 2001).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

8

Pada tahun yang sama saat terbentuknya negara Israel, negara -negara Arab yang

terdiri a tas Irak, Syria, Libanon, Mesir dan Jordan memutuskan untuk melakukan

penyerangan ke Palestina. Ada dua perang besar yang berla ngsung yakni perang

pertama, dari pertengahan Mei hingga 11 Juni 1948, ketika Arab melakukan

invasi ke wilayah Yahudi namun berhasil dihentikan oleh Israel. PBB kemudian

mengusahakan gencatan senjata di antara keduanya yang kelihatannya diterima

dengan baik oleh kedua belah pihak. Gencatan senjata berakhir pada tanggal, 6

Juni 1948 disebabkan ketidakinginan Syiria dan Mesir untuk memperpanjang

waktu karena mereka yakin akan memenangkan perang selanjutnya melawan

Israel. Akan tetapi, hal yang tidak disadari oleh Syiria dan Mesir pada saat itu

bahwa militer Israel juga berada pada keadaan yang jauh lebih baik daripada

negara-negara Arab dalam hal persenjataan dan struktur komando (Smith,

167:2001).

Perang kedua berlangsung dari tanggal 6 hingga 19 Juli 1948 dan Israel

berhasil mengalahkan pasukan Arab dari segala sisi. Israel berhasil mengambil

alih Galilea Barat yang masih termasuk wilayah Arab berdasarkan rencana

pemisahan. Ketika PBB mengusahakan gencatan se njata kembali, Israel sudah

berhasil memperluas daerah kekuasaan melebihi apa yang diatur dalam rencana

pemisahan. Israel melakukan invasi ke daerah Negev pada bulan Oktober 1948

dan menjadikan sebagai bagian wilayah Israel. Pada akhir tahun 1948 pasukan

Israel bergerak menuju pantai timur Teluk Aqaba dan berhasil mengusir pasukan

Jordania hingga ke Laut Merah (Smith, 201:2001).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

9

Pasca Perang Dunia II tahun 1939-1945, Perang Suez pada tahun 1956

antara Israel yang dibantu oleh Inggris dan Perancis dengan Mesir terjadi. Hal ini

dikarenakan Inggris dan Perancis in gin tetap bertahan di Terusan Suez, Mesir.

Terusan ini dianggap memiliki nilai yang sangat strategis karena menghubungkan

Benua Eropa, Asia, dan Afrika bagian timur (Rahman, 2011:10).

Konflik yang terjadi di negara-negara Timur Tengah telah memberikan

guncangan pada perekonomian global. Hal ini dapat langsung dirasakan oleh

kondisi pasar modal dengan indikator naik turunnya indeks perdagangan saham

gabungan pada seluruh bursa di dunia. Dampak konflik di Timur Tengah terhadap

ekonomi global ini tentu saja membuat kekhawatiran yang sangat beralasan.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kawasan ini juga merupakan kawasan

yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan dunia termasuk di dalamnya

adalah minyak. Di kawasan Timur Tengah juga terdapat muatan sakral, yaitu

adanya kota-kota suci seperti Makkah, Madinah, Jerussalem, Karbala, dan juga

Qom (Burdah, 2008:61).

Keterikatan Indonesia secara emosional dengan negara -negara di Timur

Tengah tidak bisa dilepaskan dari fakta sejarah, yang menunjukkan bahwa

pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia sejak setelah

diproklamasikan pada tanggal, 17 Agustus 1945 berawal dari negara-negara

tersebut. Oleh karena itu, setiap pergolakan di Timur Tengah langsung ataupun

tidak langsung, akan berdampak terhadap kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Selain faktor sejarah, pertalian emosional lain yang mengikat keduanya adalah

persamaan sebagai negara berkembang dan negara yang mayoritas penduduknya

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

10

Muslim, serta sama-sama negara yang terhimpun dalam organisasi-organisasi

internasional, seperti: Organisasi Konferensi Islam yang berubah nomen klaturnya

menjadi Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Gerakan Non B lok (GNB),

Development Eight atau yang lebih dikenal “Kelompok D-8” (Setiawati dkk,

2004:257).

Dalam rangka menggalang dukungan bagi upaya peningkatan peran dalam

proses perdamaian di Timur-Tengah, Indonesia secara aktif terlibat dalam

memecahkan isu-isu konflik di negara-negara Tim ur Tengah, seperti Mesir,

Sudan, Irak, Kuwait, Lebanon, dan Palestina. Khususnya Palestina, konflik yang

terjadi di wilayah tersebut menjadi salah satu yang paling banyak menyita

perhatian dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia secara konsisten

mendukung perjuangan bangsa Palestina berdasarkan Resolusi DK -PBB No. 242

(1967) dan No. 338 (1973), yang menyebutkan pengembalian tanpa syarat semua

wilayah Arab yang diduduki Israel dan pengakuan atas hak-hak sah rakyat

Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, mendirikan negara di atas tanah

airnya sendiri dengan Al-Quds As-Sharif (Jerussalem) sebagai ibukotanya serta

prinsip “ land for peace”. Indonesia selalu menyambut baik upaya perdamaian

yang sejalan dengan resolusi-resolusi yang telah dikeluarkan oleh baik PBB

maupun OKI, termasuk di antaranya Konferensi Perdamaian Madrid (1991), Oslo

(1993), Sharm Al Sheikh (1999), serta Peta Jalan Perdamaian (Road Map)

gagasan quartet AS, Rusia, PBB dan UE. (www.bappenas.go.id,diakses:19/ 11/

2015).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

11

Keterlibatan aktif Indonesia untuk membangun perdamaian dunia,

khususnya untuk menyelesaikan konflik Timur Tengah dari fakta dapat dicatat

partisipasi aktif Indonesia dalam berbagai misi perdamaian, yaitu selain di bawah

panji-panji GNB, OKI, dan ASEAN menjembatani rekonsiliasi Cambodia,

Myanmar, Philipina (terkait kasus Moro), dan Thailand (terkait kasus Patani/

Thailand Selatan); juga di bawah panji-panji Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),

seperti di Mesir 1956 pasca nasionalisasi Terusan Suez (UNEF/ United Nations

Emergency Forces); di Konggo 1960-1964 dalam kerangka (ONUC/United

Nations Conggo Operation); di Mesir 1973-1979 (UNEF/United Nations

Emergency Forces); di Iraq 1988-1990 (UNIIMOG/ United Nations Iran-Iraq

Military Observer Group); di Kuwait 1991-2003 (UNIKOM/United Nations Iraq-

Kuwait Observation Mission); di Libanon 2003-sekarang (UNIFIL/United

Nations Interim Force in L ibanon); dan di Sudan (UNMIS/United Nations

Mission in the Sudan).

Peran nyata Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia, juga sudah

terbuktikan dalam sejarah perdamaian dunia. Indonesia yang terwakilkan oleh

sosok Rais Abin, terbukti mampu dan sukses menjaga perdamaian di kawasan

Timur Tengah. Dalam buku yang berjudul “Mission Accomplished, Mengawal

Keberhasilan Perjanjian Camp David (Catatan Rais Abin, Panglima Pasukan

Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979)”. Dasman Djamaluddin sang

penulis buku, menceritakan mengenai perjalanan panjang seorang Jenderal

Indonesia dalam menjalankan misinya untuk menjaga perdamaian di kawasan

Timur Tengah. Penugasan Mayor Jenderal Rais Abin sebagai Kepala Staf United

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

12

Nations Emergency Forces (UNEF) , Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah

yang Head Quarter (HQ) atau Markas Besarnya di Ismailia, untuk kemudian

diangkat menjadi Panglima UNEF pada tahun 1976-1979 adalah hal yang sangat

membanggakan Indonesia. Bagaimana tidak, sampai saat ini, Jenderal Rais Abin

adalah Perwira Indonesia Pertama, bahkan satu-satunya „anak bangsa‟ yang

berhasil memegang tampuk pimpinan (Panglima) Pasukan Perdamaian P BB di

Timur Tengah (Djamaluddin, 2002:xi).

Konflik yang terjadi di Palestina berawal dari terwujudnya Deklarasi

negara Israel pada tahun 1948, deklarasi tersebut tidak terlepas dari rentetan

peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan gelombang imigran Yahudi yang semakin

banyak menduduki wilayah Palaestina. Dukungan pendirian negara Israel telah

dicetuskan kerajaan Inggris sejak tahun 1917 yang dinamakan dengan Deklarasi

Balfour. Deklarasi Balfour merupakan keputusan Inggris mendukung pendirian

negara Israel secara resmi yang dideklarasikan pada tanggal, 2 November 1917.

Deklarasi ini dikenal dengan nama Deklarasi Balfour. Disebut demikian karena

keputusan ini keluar dari sebuah surat yang ditulis Sekretaris Jenderal Luar

Negeri, Lord Balfour, kepada Lord (Lionel) Rothschild, Kepala Kehormatan

Federasi Zionis di Inggris dan Irlandia (Ansary, 2009:475).

Kiprah peran Indonesia ikut serta dalam penyelesaian konflik Israel-

Palestina. Sebagaimana yang tergambar dalam dokumen A Framework for Peace

in the Middle East sesuai dengan The Camp David Accords 1979, The Madrid

Conference 1991, Resolusi DK PBB No. 242 terkait prinsip Land for Peace dan

No. 383 mengenai penyelesaian damai melalui direct negotiations, serta hasil-

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

13

hasil perundingan lainnya. Sebagaimana diketahui, usaha mediasi untuk

rekonsiliasi antara dua faksi ini sebelumnya telah dilakukan oleh negara -negara

Arab lain, seperti Arab Saudi, Mesir, Yaman, dan Qatar, serta non Arab, yaitu

Turki. Akan tetapi, usaha tersebut tetap menemui jalan buntu disebabkan tidak

bersatunya dua faksi Hamas dan Fatah. Sebab, jika dua faksi tidak bersatu, maka

cita-cita mewujudkan Negara Palestina yang merdeka sepertinya hanyalah

khayalan belaka dan apabila Palestina belum menjadi negara yang merdeka, maka

konflik Israel-Palestina sepertinya tidak mungkin akan berakhir (bdk. Burdah,

2008:61).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut dan untuk mempermudah dalam

pembahasan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang

penyebab konflik Israel-Palestina, landasan Indonesia untuk berperan dalam

penyelesaian konflik Israel Palestina, strategi Indonesia menjalankan perannya

dalam penyelesaian konflik Israel Palestina dan peran yang telah dilakukan

Indonesia dalam penyelesaian konflik Timur Tengah dalam kaitanya konflik

Israel Palestina.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan praktis dan tujuan

teoretis. Tujuaun praktis penelitian ini adalah (1) mengembangkan ilmu

Hubungan Internasional dan Kajian Timur Tengah serta sebagai referensi untuk

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

14

melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam, (2) m enambah khazanah

pustaka di Tanah Air sebagai sum bangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan, (3)

memberikan masukan pada Pemerintah Indonesia dalam pengambilan kebijakan

terkait dengan politik luar negeri Indonesia terhadap penyelesaian konflik di

Timur Tengah, terutama konflik Israel-Palestina, dan (4) menghasilkan landasan

bagi pelaksanaan peran hubungan luar negeri Indonesia pada masa yang aka n

datang dalam peran menyelesaikan konflik di Tim ur Tengah

Sementara itu, tujuan teoretisnya adalah mengokohkan bahwa tanah

Palestina pada awalnya adalah tanah yang didiami oleh bangsa Palestina. Di sisi

lain, bangsa Israel adalah kaum yang dulu pernah juga menempati tanah Palestina

dengan budayanya yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Artinya, bangsa Israel merupakan bangsa yang nomaden dan tersebar di negara

manapun untuk melangsungkan kehidupannya. Gelombang imigrasi bangsa

Yahudi ke Palestina itu merupakan pengulangan sejarah yang pernah disinggahi

pada waktu itu. Oleh karena itu, pendudukan tanah Palestina oleh Israel

merupakan tindakan yang tidak dibenarkan.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sejauh penelusuran penelitian terhadap berbagai sumber pustaka dan hasil

penelitian yang berkaitan dengan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik

Israel-Palestina belum pernah dilakukan. Namun demikian, ada sejumlah

penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan masalah tersebut , yaitu

sebagai berikut.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

15

Pertama, buku berjudul “Mission Accomplished” diterbitkan penerbit

buku Kompas September 2002. Buku tersebut merupakan catatan Rais Abin

sebagai Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979. Isi

buku tersebut mengisahkan permasalahan Palestina (al-Quds) sudah terjadi

semenjak 1000 tahun sebelum Masehi hingga 636 Masehi. Lebih dari 1600 tahun,

kelompok Yahudi mendiami wilayah Palestina, sebelum akhirnya terusir oleh

tentara Romawi. Tanah yang ditinggalkan oleh bangsa Yah udi tersebut akhirnya

dikuasai oleh bangsa Arab. Semenjak itulah, sejarah mencatat bahwa tanah

Palestina menjadi hak milik rakyat Palestina, yang berbangsa Arab.

Permasalahan mulai muncul semenjak runtuhnya Kekhalifahan

Utsmaniy yang bersekutu dengan Jerm an dan dikalahkan oleh persekutuan

Inggris, Perancis dan Rusia dalam Perang Dunia I (1914-1918). Hasrat bangsa

Yahudi untuk kembali ke wilayah Palestina semakin tinggi. Hal ini disebabkan

pengalaman buruk berupa teror dan penindasan yang mereka terima dari dan oleh

gerakan anti semitisme dunia Eropa. Alasan memilih Palestina jelas, bahwa

wilayah Palestina menurut keyakinan bangsa Yahudi adalah tanah yang dijanjikan

Tuhan di dalam Kitab Taurat pada jaman Nabi Musa, dengan menyebutkan daerah

pantai Barat Baitulmaqdis sebagai Yudea dan Samaria atau Erz Israel/Negara

Israel (Djamaluddin, 2012:3).

Kedua, buku yang berjudul “Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, dan

Dimensi Konflik”, diterbitkan atas kerjasama Pusat Studi Timur Tengah dan

Islam (PSTII) Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga, Pusat Studi Pertahanan dan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

16

Perdamaian (PSPP) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Penerbit

Tiara Wacana yang ditulis oleh Ibnu Burdah (2008).

Buku ini memaparkan masalah Timur Tengah bagaimana perseteruan

antara bangsa Arab dan Israel diawali dengan beberapa perang besar. Perang besar

pertama yang melibatkan negara-negara Arab melawan Israel terjadi pada tanggal

15 Mei 1948 sampai 7 Januari 1949, sehari menyusul deklarasi berdirinya negara

Yahudi tersebut. Perang kedua meletus pada 29 Oktober sampai 7 November

1956 terkait sengketa Terusan Suez. Perang ini melibatkan Mesir yang baru

menemukan pemimpin besarnya, Jamal Abdul Nasser, yang berhasil menggalang

kekuatan negara-negara Arab untuk menghadapi Israel, sehingga terjadilah perang

pada tanggal 5-10 Juni 1967, atau yang lebih dikenal dengan “Perang Enam Hari”.

Walaupun pada perang tersebut bangsa Arab disokong oleh kekuatan yang besar,

namun mereka tertim pa kekalahan. Hampir semua lini depan negara -negara Arab

yang berbatasan dengan Israel dirampas oleh Israel. Suriah harus kehilangan

Dataran Tinggi Gholan, Lebanon kehilangan wilayah di kawasan Selatan,

Yordania kehilangan kawasan Tepi Barat (Palestina), sedangkan Mesir harus

kehilangan wilayah Sinai, yang membentang dari Suez hingga wilayah Gaza.

Enam tahun empat bulan kemudian, Mesir kembali menyerang Israel pada tanggal

6 sampai 26 Oktober 1973. Perang yang dikenal dengan “Perang 6 Oktober”

ataupun “Perang Yom Kiffur” itu berhasil memukul mundur Israel. Yang berakhir

dengan direbutnya kembali kawasan Sinai oleh Mesir (Burdah 2008).

Burdah menjelaskan perpecahan yang terjadi antara negara -negara Arab

dan terjadinya perpecahan dalam tubuh Palestina sendiri. Perpecahan dan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

17

perseteruan antara Fatah dan Hamas inilah yang semakin melemahkan posisi

Palestina berhadapan dengan Israel (Burdah, 2008).

Ketiga, buku yang berjudul Membentangkan Ketakutan: Jejak Berdarah

Perang Global Melawan Terorisme, karya Shofwan al-Banna. Dalam buku

tersebut al-Banna menjelaskan bahwa istilah “Perang Global Melawan Terorisme”

adalah strategi baru yang dicanangkan Pemerintah AS untuk melemahkan negara -

negara lawan politik AS. Istilah “Terorisme” yang sampai hari ini belum

didefinisikan secara pasti, adalah sesuatu yang disengaja. Fungsinya, agar istila h

“Terorisme” dapat didefinisikan dan digunakan untuk kepentingan „tertentu‟ sang

Aktor (Al-Banna, 2011). Dalam buku ini juga dipaparkan bagaimana kebijakan

perang AS ke negara-negara di Timur Tengah (Afganistan dan Irak),

sesungguhnya tidak bertujuan untuk menghancurkan teroris seperti yang selama

ini digembar-gemborkan oleh AS, tetapi bertujuan untuk menghancurkan negara -

negara yang menolak untuk bekerjasama dengan pihak AS. Kepentingan AS

untuk menguasai wilayah Timur Tengah sepertinya terhalang dengan keberadaan

pemimpin-pemimpin negara yang tidak mau bekejasama ini. Harapannya, dengan

dilum puhkannya negara-negara tersebut, tujuan utama AS di Timur Tengah dapat

tercapai (Al-Banna, 2011).

Keempat, Buku yang berjudul Power Systems karya Noam Chomsky,

terbit tahun 2013. Dalam buku ini dijelaskan bahwa politik campur tangan AS

terhadap negara-negara lain, bahkan kebijakan invasi yang terselubung dalam

“misi melawan teroris” adalah bentuk baru dari sistem Imperialism e yang

diterapkan Pemerintah AS untuk mencapai kepentingan politiknya di luar negeri.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

18

Yang berbeda adalah, jika sebelum perang dingin AS menerapkan kebijakan

imperialisme secara terang-terangan, setelah berakhirnya perang dingin AS

menjalankan misi imperialisme secara tersirat, yang diistilahkan Noam Chomsky

sebagai The New American Imperialism (Chomsky, 2013:1).

Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu yang berkaitan dengan konflik Israel-Palestina, maka tidak terdapat

penelitian yang membahas peran Indonesia dalam penyele saian konflik Timur

Tengah, khususnya konflik Israel-Palestina. Untuk itulah terdapat argumen yang

kuat untuk meneliti persoalan tersebut lebih lanjut. Namun demikian, hasil -hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat membantu untuk

memperkaya dalam mengalisis persoalan yang sedang diteliti.

1.5 Kerangka Teori

Untuk menjawab pertanyaan dan masalah-masalah tersebut, diperlukan

sejumlah teori, diantaranya adalah teori konflik sosial, teori politik luar negeri,

dan teori diplomasi. Teori-teori tersebut untuk memahami berbagai kebijakan

Pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian di Timur Te ngah.

Berikut ini dikemukakan secara garis besar teori-teori tersebut sebagai tuntunan

untuk mempermudah menganalisis data-data yang ada dalam pembahasan.

1.5.1 Teori Konflik Sosial

Ada beragam jenis konflik sosial yan g terjadi. Dalam buku manajemen

konflik, H.A. Rusdiana (2015:141-143) misalnya mengklasifikasikan konflik

sosial menjadi 6(enam) macam, yaitu konflik pribadi, konflik kelompok, konflik

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

19

antarkelas sosial, konflik rasial, konflik politik dan konflik budaya. Namun

demikian, dalam kehidupan sosial, sulit sekali membedakan antara bentuk konflik

satu dengan lainnya. Karena konflik yang satu misalnya, bisa mengakibatkan

terjadinya konflik-konflik lainnya (Rusdiana, 2015:142).

Selain itu, ada juga konflik antar kelas sosial yang melibatkan antara dua

kelas sosial yang berbeda. Misalnya antara buruh tani dengan para tuan tanah.

Atau antara kelompok buruh dengan kelompok pemodal, atau pemilik kapital.

Sementara itu, konflik rasial, politik, dan budaya merupakan pertikaian antara dua

kelompok berbeda. Jika rasial lebih pada karena adanya perbedaan fisik

kelompok, politik lebih pada perbedaan orientasi politik masing -masing

kelompok, dan budaya lebih pada perbedaan gaya dan cara hidup masing-masing.

Dalam kasus Israel-Palestina, dapat diketahui oleh peneliti bahwa konflik

kedua negara tersebut merupakan konflik rasial a tau etnis dan juga konflik politik.

Karena dalam konflik ini kelompok-kelompok berusaha menguasai negara agar

dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan dengan merugikan/merusak kelom pok-

kelompok pesaingnya (Rusdiana, 2015:134). Dapat dilihat perjuangan rakyat

Palestina dan Israel dalam perebutan wilayah dan kekuasaan mereka.

Horowitz (1985) menyatakan konflik-konflik jenis ini sering dianggap

sebagai zero sum conflict (konflik habis-habisan) atau secara sederhana

disimbolkan (+1) (-1) = 0. Artinya, tujuan dari masing-masing kelompok adalah

memenangkan pertikaian, yang berarti kekalahan bagi kelompok lain, tidak ada

win-win solusi. Artinya, jika dibiarkan konflik ini hanya akan menghasilkan

keabadian konflik tersebut; siapapun pemenangnya, Israel ataupun Palestina.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

20

Konflik merupakan gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial,

sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap

ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat

merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang se nantiasa

berlangsung. Oleh karena itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang

selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial.

Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang me miliki

kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak,

maupun tujuan dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa diantaranya yang

dapat diselesaikan, tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga

menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat

diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan

yang terkecil hingga peperangan (Rusdiana, 2015:143).

Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang

berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan (Elly, 2011:

345). Pada umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena

pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada

pertentangan dan peperangan internasional. Coser mendefinisikan konflik sosial

sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang

langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau

dilangsungkan atau dieliminir saingannya (Irving, 1998: 156). Konflik artinya

percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sementara itu, konflik sosial

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

21

merupakan pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh

dikehidupan (Balai Pustaka, 2005:587).

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa konflik merupakan

percekcokan, perselisihan dan pertentangan yang terjadi antar anggota atau

masyarakat dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dengan cara

saling menantang dengan ancaman kekerasan. Konflik sosial adalah salah satu

bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lain di dalam masyarakat

yang ditandai dengan adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga saling

menghancurkan. Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses

bertemunya dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang bersifat relatif

sama terhadap suatu hal yang terbatas. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu

dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi,

akan tetapi juga bertujuan sampai ketaraf pembinasaan eksistensi orang atau

kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.

Sementara itu, Ralf Dahrendorf (dalam Lauher, 2001:102) mengatakan

bahwa konflik dapat dibedakan atas em pat macam, yaitu (1) konflik antara atau

yang terjadi dalam peranan sosial, atau biasa disebut dengan konflik peran.

Konflik peran adalah suatu keadaan di mana individu menghadapi harapan yang

berlawanan dari bermacam -macam peranan yang dimilikinya, (2) konflik antara

kelompok-kelom pok sosial, (3) konflik antara kelompok-kelompok yang

terorganisir dan tidak terorganisir, (4) konflik antara satuan nasional, seperti antar

partai politik, antar negara, atau organisa si internasional.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

22

Di sisi la in, Narwoko dkk (2005:68) menjabarkan bahwa faktor yang

menyebabkan terjadinya konflik-konflik, antara lain (1) perbedaan pendirian dan

keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik antar individu (Narwoko

dkk, 2005:68) . Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan

pendirian, dan masing-masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya.

Membinasakan disini tidak selalu diartikan sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa

pula diartikan dalam bentuk pemusnahan simbolik atau melenyapkan pikiran -

pikiran lawan yang tidak disetujui. Di dalam realitas sosial tidak ada satu pun

individu yang memiliki karakter yang sama sehingga perbedaan pendapat, tujuan,

keinginan tersebutlah yang mempengaruhi timbulnya konflik sosial, (2) perbedaan

kebudayaan. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar

individu, akan tetapi bisa juga antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang

berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola prilaku yang

berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas. Selain itu, perbedaan

kebudayaan akan mengakibatkan adanya sikap etnosentrisme yaitu sikap yang

ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah yang paling baik.

Jika masingmasing kelompok yang ada di dalam kehidupan sosial sama -sama

memiliki sikap demikian, maka sikap ini akan memicu timbulnya kon flik antar

penganut kebudayaan, (3) perbedaan kepentingan. Mengejar tujuan kepentingan

masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan

berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana (Susanto, 2006:70).

Sehubungan dengan hal ini, maka proses sosial yang asosiatif dapat

digunakan sebagai usaha menyelesaikan konflik (Soetomo, 1995:77). Adapun

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

23

bentuk penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yakni konsiliasi, mediasi,

arbitrasi, koersi (paksaan), détente. Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang

mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu,

kemudian cara yang formal, jika cara pertama membawa hasil (Nasikun,

2003:22).

Menurut Nasikun (2003:25), bentuk-bentuk pengendalian konflik meliputi

(1) konsiliasi (conciliation) Pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga-

lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan

keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-

persoalan yang mereka pertentangkan, (2) mediasi (mediation) Bentuk

pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama -

sama sepakat untk memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana mereka

sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka, (3) arbitrasi berasal dari kata latin

arbitrium , artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai

pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang

arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,

artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak

menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih

tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi, (4) perwasitan, di dalam

hal ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk memberikan

keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara

mereka.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

24

1.5.2 Teori Politik Luar Negeri

Pembahasan terkait peran serta pemerintah Indonesia dalam penyelesaian

konflik Timur Tengah tentunya tidak dapat dilepaskan dari teori politik luar

negeri. Dalam buku yang berjudul Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah

Pusaran Politik Domestik, Ganewati Wuryandari (2008), penulis buku tersebut

mengutip pendapat Chris Brown dalam bukunya Understanding International

Relations yang memberikan pemahaman sederhana bahwa politik luar negeri

dapat dipahami sebagai cara untuk mengartikulasikan dan memperjuangkan

kepentingan nasional terhadap dunia luar. Dari definisi tersebut dapat diketahui

bahwa politik luar negeri dan kepentingan nasional suatu negara tidak dapat

dipisahkan antara satu dan lainnya.

Selanjutnya, Wuryandari (2008) juga menjelaskan perbedaan dua

pandangan terkait kepentingan nasional itu sendiri. Pandangan pertama mengacu

pada pendekatan „objektif‟, yang menilai bahwa kepentingan nasional adalah

sesuatu yang bisa didefinisikan secara jelas dengan menggunakan kriteria yang

objektif sehingga rumusan kepentingan nasional suatu negara akan cenderung

konstan dari waktu ke waktu. Sementara itu, pada sisi lain, pandangan kedua lebih

bersifat „subjektif‟, yang melihat kepentingan nasional adalah sesuatu yang selalu

berubah mengikuti preferensi subjektif para pembuat keputusan. Pemahaman ini

akan menghasilkan persepsi bahwa kepentingan nasional dan aspek-aspek apa

saja yang ditonjolkan serta kebijakan yang dihasilkan bisa saja bergantung pada

pandangan, sikap dan preferensi pemegang kebijakan (Wuryandari, 2008:15).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

25

Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah yang terkait denagn

kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah.

Dalam konteks konflik Israel-Palestina, posisi Indonesia secara konsisten

mendukung perjuangan rakyat Palestina sesuai dengan Konstitusi RI yang

menentang segala bentuk penjajahan. Cita-cita Indonesia untuk mewujudkan

dunia yang damai dan segala bentuk penjajahan di muka bumi ini harus

dihapuskan adalah kepentingan nasional Indonesia yang selalu konsisten dari

waktu ke waktu. Selanjutnya mengapa penyelesaian konflik Israel-Palestina

menjadi prioritas Pemerintah Indonesia? Hal ini didasarkan pandangan

pemerintah Indonesia bahwa konflik Israel-Palestina merupakan inti dari berbagai

masalah yang terjadi di Timur Tengah, dan penundaan proses perdamaian secara

berlarut-larut hanya akan memperburuk situasi di wilayah Timur Tengah.

Asas hukum yang digunakan Indonesia untuk memperjuangkan

kemerdekaan Palestina adalah resolusi DK 242 (1967) dan 338 (1973) yang

menyebutkan pengembalian tanpa syarat seluruh wilayah Arab yang diduduki

Israel dan pengakuan atas hak-hak sah rakyat Palestina untuk menentukan

nasibnya sendiri, mendirikan negara di atas tanah airnya sendiri dengan al-Quds

al-Syarif (Jerussalem Tim ur) sebagai ibukotanya serta prinsip land for peace

(Dirjen Multilateral Deplu RI, 2008:11).

Peranan nyata Pemerintah RI dalam mengupayakan perdamaian antara

Palestina dan Israel dengan berpartisipasi dalam Konferensi Internasional

mengenai Proses Perdamaian di Timur Tengah (The International Conference on

the Middle East Process) yang diselenggarakan di Annapolis, Maryland tanggal

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

26

26-27 November 2007, Indonesia bersama Malaysia dan Turki yang dalam hal ini

bukan negara Arab diundang oleh OKI. Delegasi Indonesia terdiri dari Menteri

Luar Negeri dan Direktur Timur Tengah Departemen Luar Negeri (Dirjen

Multilateral Deplu RI, 2008:11). Keikut sertaan Indonesia dalam konferensi-

konferensi yang membahas penyelesaian konflik Timur Tengah juga termasuk

dalam upaya pencapaian tujuan nasional Indonesia yang lebih “subjektif” artinya

sejalan dengan kondisi dan situasi poli tik internasional yang dari waktu ke waktu

selalu berubah.

Dalam memperoleh kemerdekaannya, negara Indonesia tidak mudah untuk

mendapatkan pengakuan dari negara lain. Pengakuan yang diberikan oleh negara

lain ini akan berpengaruh terhadap jalannya politik luar negeri Indonesia sendiri.

Politik luar negeri ini merupakan upaya dalam mempertemukan kepentingan

nasional, khususnya dalam rencana pembangunan nasional dengan perkembangan

dan perubahan internasional (Alami, 2008:45). Politik luar negeri ini memiliki

tujuan yang ingin dicapai karena dengan adanya politik luar negeri akan dapat

memperlancar dalam melakukan aksi dalam kancah internasional.

Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia ini dijalankan karena adanya

sebuah cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita tersebut, yaitu dengan adanya

keinginan dalam melakukan kerjasama dan mengadakan hubungan baik dengan

bangsa-bangsa lain. Selain itu, dalam politik luar negeri, Indonesia memiliki

tujuan yaitu mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan

bangsa, memperoleh dari luar negeri barang-barang yang diperlukan untuk

memperbesar kemakmuran rakyat, perdamaian internasional, dan persaudaraan

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

27

segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang tersimpul dalam Pancasila

(Hatta, 1953:6-7). Politik luar negeri Indonesia mengalami perkembangan, yaitu

telah terjadi pergantian masa enam dekade. Dalam perjalanannya tersebut terjadi

pemaknaan yang bervariasi terhadap prinsip-prinsip yang menjadi landasan

perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia sendiri (Alami, 2008:

26-27).

Politik luar negeri Indonesia memiliki landasan yang membaginya ke

dalam tiga kategori, yaitu landasan idiil, landasan konstitutsional, dan landasan

operasional. Landasan idiil politik luar negeri Indonesia, yaitu Pancasila.

Pancasila dikenal sebagai dasar negara bangsa Indonesia yang terdiri dari lima

sila. Kelima sila tersebut menjelaskan mengenai pedoman dasar bagi pelaksanaan

kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi

kehidupan manusia (Alami, 2008:28).

Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia, yaitu Undang -

Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 ini mengundang pasal-pasal yang

mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menjelaskan mengenai garis -

garis besar dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini berfungsi sebagai

pedoman pelaksanaan untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia (Alami,

2008:28). Sedangkan , landasan operasionalnya, yaitu bebas aktif. Pelaksanaan

landasan operasional ini mengalami perubahan karena menyesuaikan den gan

kepentingan nasional. Selain itu, landasan operasional juga mengalami perluasan

makna karena politik luar negeri Indonesia yang mengalami perkembangan

selama enam dekade (Alami, 2008:28-29).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

28

Landasan operasional politik luar negeri Indonesia mengalami perubahan

dan dapat dilihat dengan adanya perbedaan dalam memahami landasan

operasional pada setiap masanya, misalnya pada masa Orde Lama dan Orde Baru.

Pertama, masa Orde Lama dijelaskan bahwa landasan operasional politik luar

negeri Indonesia adalah bebas aktif. Hal ini dapat dilihat dalam maklumat dan

pidato-pidato Presiden Soekarno. Selain itu, pada dasawarsa 1950-an menjelaskan

bahwa landasan operasional mengalami perluasan makna. Perluasan makna

tersebut diyatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya yang berjudul

“Jalannya Revolusi”, maksud dalam pidato tersebut, yaitu mengenai prinsip bebas

aktif yang dicerminkan dengan adanya hubungan ekonomi dengan luar negeri.

Sedangkan, masa Orde Baru dijelaskan bahwa landasan operasional politik luar

negeri Indonesia semakin dipertegas dengan adanya peraturan formal. Penegasan

yang diwujudkan melalui Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1965 tanggal 5 Juli

1966, Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, petunjuk Presiden 11 April 1973,

petunjuk bulanan Presiden sebagai Presiden sebagai ketua Dewan Stabilisasi

Politik dan Keamanan, dan keputusan-keputusan Menteri Luar Negeri, serta

dalam TAP MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Selain itu,

landasan operasional pasca Orde Baru dijelaskan bahwa mengalami perubahan

pemerintahan secara cepat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya dua kabinet yang

memerintah pada masa pemerintahan pasca Orde Baru, yaitu Kabinet Gotong

Royong dan Kabinet Indonesia Bersatu (Alami, 2008:28-34).

Pada masa pemerintahannya, Kabinet Gotong Royong (2001-2004)

mengoperasionalkan politik luar negeri Indonesia melalui Ketetapan MPR No.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

29

IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN dalam rangka

mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004, UU No.37 tahun 1999 tentang

Hubungan Luar Negeri, UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,

dan Perubahan UUD 1945. Latar belakang ketetapan MPR No. IV/MPR/1999

adalah krisis ekonom i dan krisis nasional pada tahun 1997. Dalam UU No. 37

tahun 1999 menekankan pada aspek penyelenggaraan hubungan luar negeri dan

politik luar negeri. Hal ini dapat dilihat dalam politik luar negeri bebas aktif untuk

kepentingan nasional, mengatur keterlibatan pihak-pihak dalam lembaga negara

dan lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan

pelaksanaan politik luar negeri. Sementara itu, UU No. 24 tahun 2000

menekankan pada pentingnya menciptakan suatu kepastian hukum dalam

perjanjian internasional (Alami, 2008:34-37).

Pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) politik

luar negeri dioperasikan ke dalam tiga program utama, yaitu pemantapan politik

luar negeri dan optimalisasi diplomasi Indonesia dalam penyelenggaraan

hubungan luar negeri dan pelaksanaan hubungan luar negeri, peningkatan

kerjasama internasional yang bertujuan memanfaatkan secara optimal berbagai

peluang dalam diplomasi dan kerjasama internasional, dan penegasan komitmen

perdamaian dunia yang dilakukan dalam rangka membangun dan

mengembangkan semangat multilateralisme dalam memecahkan berbagai

persoalan keamanan internasional (Alami, 2008:34-40). Dalam hal ini Indonesia

melakukan diplomasi sebagai upaya mendapatkan pengakuan secara internasional.

Namun dalam pelaksanaannya, upaya tersebut tidak mudah bagi Indonesia. Selain

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

30

jalur diplomasi yang ditempuh, Indonesia harus melalui perjuangan fisik

bersenjata. Bukan hanya itu saja yang menyebabkan Indonesia merasa sulit dalam

mendapatkan pengakuan internasional. Hal ini juga diakibatkan dari adanya

perkembangan politik internasional yang pada saat itu sedang tidak mendukung.

Politik internasional pada masa itu mengalami persaingan tajam yang terjadi

antara blok barat dengan blok tim ur. Persaingan yang terjadi ini kemudian

mempersulit posisi Indonesia dalam berpihak. Namun, sebagai jawabannya

Indonesia tidak memilih salah satu dari kedua blok tersebut (Alami, 2008:40-41).

Indonesia tidak memilih di antara kedua blok tersebut menjadi prinsip dan

pilihan dalam politik luar negeri Indonesia yang disebut politik bebas dan aktif.

Bebas dalam artian ini adalah tidak berpihak pada blok-blok yang ada dengan

bersikap netral dan memiliki cara tersendiri dalam mengatasi persoalan

internasional. Namun demikian, dalam hal ini Indonesia tidak dapat dikatakan

sebagai negara yang netral posisinya. Sikap netral yang dimaksud di sini adalah

sikap netral yang anti sosial, namun sikap ini tidak sesuai dengan yang dilakukan

Indonesia karena Indonesia menjadi anggota PBB (Hatta, 1953:12). Hal ini

kemudian ditegaskan oleh Hatta karena Indonesia tidak dihadapkan pada suatu

pilihan dalam hubungan negara-negara yang sedang berperang, melainkan

Indonesia mengambil sikap tersebut untuk memperkokoh dan memperjuangkan

perdamaian (Alami, 2008:43-44). Sementara itu, aktif dalam artiannya

menjelaskan mengenai adanya partisipasi Indonesia dalam menjaga perdamaia n

dan meredakan ketegangan yang terjadi diantara kedua blok tersebut. Politik luar

negeri Indonesia yang berdasarkan prinsip bebas aktif ini juga tercantum dalam

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

31

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dalam alinea tersebut

dijelaskan bahwa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan ikut serta

melaksanakan ketertiban dunia (Alami, 2008:44-45).

Dasar politik bebas yang dipilih Indonesia pertama kali diletakkan oleh

Pemerintah Indonesia pada tahun 1948. Namun, hal ini menjadi pertentangan

dengan golongan kiri di bawah pimpinan Partai Komunis Indonesia (Hatta, 1953:

16). Prinsip bebas aktif ini juga dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang secara

geopolitik terletak di antara dua samudra dan dua benua menjadikan Indonesia

istimewa dibanding denga n negara lain. Karena dalam posisi silang , Indonesia

mempunyai berbagai kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dapat dilihat, yaitu

pada posisi kekuasaan yang kuat dalam hubungan internasional Negara Indonesia

terhadap negara-negara di sekitarnya dan besarnya potensi sumber daya alam

yang dimilikinya. Adapun yang menjadi kelemahannya adalah bentuk kepulauan

yang sangat luas sehingga rentan terhadap adanya ancaman keamanan dari pihak

luar, penyebaran penduduk yang tidak merata, ketersediaan sumber daya alam d an

terjadinya marginalisasi pulau-pulau luar (Alami, 2008:47-48).

1.5.3 Teori Diplomasi

Yang dimaksud teori diplomasi adalah sebagai suatu disiplin yang

mengungkapkan hubungan antar negara dan merupakan seni menyampaikan. S. L.

Roy, mendifinisikan diplomasi dalam suatu istilah secara jelas dan tegas bukanlah

suatu hal yang mudah. Akan tetapi ia menggaris bawahi, bahwa diplomasi dapat

dipahami sebagai hubungan antar negara dan merupakan seni menyampaikan

kepentingan dari suatu negara melalui perundingan dan cara-cara damai. Namun,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

32

jika cara-cara damai itu gagal memperoleh tujuan yang dikehendaki, maka

penggunaan cara ancaman atau gun boat diplomacy yaitu menggunakan cara

kekerasan dapat digunakan sebagai sarana alternatif untuk mencapa i tujuan-tujuan

nasional negara (Roy, 1984)

Selanjutnya, S. L. Roy mengatakan bahwa, hubungan suatu negara dengan

dunia luar sangat tergantung pada tatanan dunia dan lingkungan internasional

yang senantiasa berubah. Sehubungan dengan itu, maka diplomasi suatu negara

sebaiknya harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut, searah

dengan kepentingan nasional suatu negara yang juga senantiasa berkembang

(Roy, 1984:4).

Diplomasi juga dimaknai suatu pelaksanaan nyata dari hubungan luar

negeri antar negara (Badri, 1993:15). Hal ini lebih rinci disampaikan oleh Hasjim

Djalal bahwa diplomasi adalah cara menjalankan politik luar negeri. Pada

dasarnya diplomasi adalah usaha meyakinkan pihak lain atau negara lain untuk

dapat memahami dan membenarkan pandangan kita dan jika mungkin mendukung

pandangan tersebut, tanpa perlu menggunakan kekerasan (Djalal, 1989:1).

Diplomasi juga sering digambarkan sebagai kebijakan luar negeri yang

terus berkembang secara berkesinambungan, dirumuskan menjadi metode dalam

menangani masalah-masalah internasional yang rum it, disebabkan adanya

persaingan antar negara yang terus menerus untuk mencapai tujuan -tujuan

nasional mereka masing-masing.

Dengan demikian, fungsi diplomasi ialah untuk mendamaikan

kepentingan-kepentingan negara yang majemuk tersebut a tau minimal

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

33

mensejajarkannya. Suatu negara yang melakukan sesuatu kekeliruan dalam

mengevaluasi kekuatan, kelemahan, aspirasi, dan tujuan nasional negara lain,

dapat berakibat pada kesalahan dalam pembentukan kebijakan luar negeri

negaranya. Untuk menghindari kesalahan tersebut, fungsi diplomatic agent

(diplomat) sangatlah signifikan. Yaitu sebagai penghimpun informasi, untuk

selanjutnya melakukan penilaian dan mengevaluasi rencana kebijakan luar negeri

sebelum diimplementasikan.

Diplomasi juga dapat diartikan sebagai upaya pencapaian maksimal tujuan

kelompok dengan pengorbanan sekecil mungkin dan menghindari penggunaan

cara-cara kekerasan, yang berakibat terjadinya peperangan antar kelompok yang

berkepentingan. Tujuan kelompok atau negara yang ingin dicapai dalam

diplomasi biasanya mencakup beberapa hal, yaitu:

Pertama, kepentingan dan nilai-nilai inti. Biasanya didefinisikan sebagai

tujuan utama, yang membuat kebanyakan negara bersedia mengorbankan apapun

untuk mencapainya. Kepentingan dan nilai-nilai inti, sering dihubungkan dengan

upaya mempertahankan diri sebagai satu kesatuan politik. Tujuan ini bersifat

jangka pendek dan mendesak, karena tujuan-tujuan lainnya tidak akan tercapai

tanpa terpenuhinya tujuan ini telebih dahulu. Adapun yang tercakup dalam tu juan

tersebut adalah upaya menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan nasional serta

mempertahankan sistem ekonomi, sosial, dan politik tertentu, yang berlaku di

dalam masyarakatnya. Juga upaya memperoleh jaminan keamanan dari negara -

negara tetangga. Di samping itu, upaya mempertahankan kesatuan etnis, agama

dan bahasa juga termasuk klasifikasi tujuan inti.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

34

Kedua, diplomasi harus menentukan seberapa jauh kepentingan yang

berbeda-beda tersebut dapat disesuaikan antara satu dengan yang lain. Suatu

negara yang berhasrat melaksanakan politik luar negeri yang penuh kedamaian

dan kehati-hatian tidak boleh berhenti dan membanding-bandingkan kepentingan

nasionalnya dengan kepentingan negara lain. Apakah ada kesempatan untuk

disesuaikan di antara mereka?. Kesalahan atau ketidak tepatan di antara mereka di

dalam membandingkan tujuan politik luar negeri tersebut akan membawa akibat

yang fatal bagi perdamaian dan bagi upaya pencapaian tujuan nasional.

Ketiga, diplomasi harus menerapkan metode yang tepat untuk meraih

kepentingan nasional negara. Perlu dipertimbangkan kapankah penggunaan

persuasi, kompromi ataupun ancaman, guna pencapaian tujuan negara. Kesalahan

pemilihan metode, akan mengakibatkan gangguan serius terhadap perdamaian.

Tentu saja situasi seperti ini berbahaya bagi pencapaian tujuan nasional itu

sendiri.

Dalam rangka memenuhi ketiga fungsi diplomasi untuk mencapai tujuan

nasional seperti disebutkan di atas, maka diperlukan ketersediaan data/informasi

yang cukup memadai. Data-data tersebut digunakan untuk : (1) menciptakan

keserasian tujuan nasional dengan kekuatan riil atau pun potensi untuk

mencapainya, (2) penilaian tujuan negara lain dan kekuatan yang dimilikinya, (3)

menentukan apakah kepentingan nasional berseberangan atau tidak dengan

kepentingan negara lain, dan (4) penerapan cara yang tepat untuk mencapai tujuan

nasional.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

35

1.6 Metodologi Penelitian

Pengertian metode, berasal dari bahasa Yunani yakni methodos yang

dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan

ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu

subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan,

2003:24).

Sutrisno Hadi (1987:3) mengungkapkan penelitian adalah usaha untuk

menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, yang

dilakukan dengan metode-metode ilm iah. Penelitian adalah suatu kegiatan atau

proses sistematis untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan

metode ilmiah (Emzir,2007:3). Penelitian sebagai aktivitas keilmuan yang

dilakukan karena ada kegunaan yang ingin dicapai, baik untuk meningkatkan

kualitas kehidupan manusia maupun untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

(Hamidi, 2007:6).

Menurut Soerjano Soekanto penelitian adalah kegiatan ilmiah yang

berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis,

sistematis dan konsisten. Jadi Metodologi penelitiaan adalah ilmu membahas

tentang suatu kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan masalah ataupun untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode -metode ilmiah.

1.6.1 Metode Penelitian

Yang dimaksud metode penelitian adalah metode yang ada kaitannya

dengan analisis data atau dalam kaitannya dengan teori dan metode dalam

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

36

kaitannya dengan prosedur penelitian (urut-urutan penelitian). Metode dalam

kaitannya dengan analisis data ada tiga macam, yaitu metode deskriptif, metode

normatif, dan metode preskriptif.

William D. Coplin (2003:3-4) berpendapat bahwa dalam proses analisis

data diperlukan beberapa tahapan yang meliputi: (1) klarifikasi dan kategorisasi

data, (2) penyajian data, (3) interpretasi secara kualitatif untuk memperoleh

temuan penelitian terkait peran Indonesia dalam menyelesaikan konflik di Timur

Tengah (Israel-Palestina). Karena itulah, analisis datanya dilakukan dengan

menggunakan tiga cara kerja, yaitu analisis deskriptif, normatif, dan preskriptif.

Analisis deskriptif, yaitu analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan

apa yang ada atau apa yang sudah ada. Analisis ini menyajikan suatu fotokopi dari

peristiwa tertentu atau menjelaskan apa yang telah terjadi. Analisis normatif yaitu

analisis yang bertujuan untuk membuat penilaian (eksplisit a tau implisit) terhadap

apa yang dianggap eksis atau yang eksis berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki.

Sementara itu, analisis preskriptif yaitu analisis yang bertujuan untuk

memunculkan saran atau anjuran tentang langkah atau tindakan apa yang harus

diambil dalam merealisasi nilai-nilai.

Sementara itu, metode dalam kaitannya dengan prosedur penelitian

meliputi (1) jangkauan penelitian, (2) jenis dan sumber data (sumber primer dan

sumber sekunder), (3) pengumpulan data (observasi dan pengamatan langsung,

studi kepustakaan, wawancara), dan (4) pengolahan dan analisis data.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

37

1.6.2 Jangkauan Penelitian

“No Problem, no science” . Ungkapan Archi J Bahm ini seolah sederhana

namun sarat makna. Dari ungkapan ini dapat kita ketahui bahwasanya ilmu

pengetahuan muncul dari adanya permasalahan tertentu. Menurut Bahm, ilmu

pengetahuan dapat diperoleh dari pemecahan masalah keilmuan. Tidak ada

masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak adak solusi berarti tidak memperoleh

metode yang dapat memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika

ilmiah. Oleh karena itu, permasalahan merupakan sebuah objek untuk diteliti

sehingga dapat menghasilkan pengetahuan baru.

Menurut Husen Umar (2005:303) pengertian objek penelitian adalah

sebagai berikut : “Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang

menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga

ditambahkan dengan hal-hal lain jika dianggap perlu”. Sedangkan menurut

Sugiyono (2009:38) pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut : “Suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiata n yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya”. Adapun I Made Wirartha (2006:39) berpendapat

pengertian objek penelitan adalah: “Objek penelitian (variable penelitian) adalah

karakteristik tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk

unit atau individu yang berbeda atau merupakankonsep yang diberi lebih dari satu

nilai.” Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian

adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk

mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

38

Dalam penelitian ini mengangkat Peran Indonesia dalam Penyelesaian

Timur Tengah sebagai objek. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa

Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Timur Tengah mempunyai data yang

diperlukan untuk penelitian ini.

Objek dalam ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua bagian,

yaitu: objek material dan objek formal. Pertama, yang dimaksud objek material

adalah sasaran material atau penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu.

Menurut Surajiyo (2009:5), Objek material adalah suatu bahan yang menjadi

tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek ini merupakan hal

yang dipandang, disorot, atau dipermasalahkan oleh suatu disiplin ilmu. Objek ini

mencakup hal-hal yang bersifat konkret (seperti makhluk hidup dan benda mati)

maupun abstrak (seperti keyakinan dan nilai-nilai). Kedua adalah objek formal,

yaitu sudut pandang yang ditujukan pa da bahan penelitian atau pembentukan

pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu diselidiki. Seperti fisika,

kedokteran, agama, sastra, sejarah, budaya, dan sebagainya (Surajiyo, 2009:7).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu bahan yang

menjadi tinjauan peneliti (objek material) dalam penelitian ini adalah peran

Republik Indonesia dalam penyelesaian konflik Timur Tengah dalam kasus Israel -

Palestina, adapun sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau

pembentukan pengetahuan (objek formal) dalam penelitian ini adalah konflik

sosial, polugri (bebas-aktif), dan diplomasi.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

39

1.6.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan

penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

subjek penelitian, yang terkait dengan perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan

aspek lain secara holistik. Fenomena tersebut dideskripsikan dalam bentuk kata -

kata, pada satuan konteks khusus yang alamiah dengan memanfaa tkan berbagai

metode ilmiah (Moleong, 2012:6).

Dalam setiap penelitian, peneliti dituntut untuk menguasai teknik

pengumpulan data sehingga menghasilkan data yang relevan dengan penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis data kualitatif dari sumber

primer dan sumber sekunder.

1.6.4 Sumber Primer

Menurut Umar (2003:56), data primer merupakan data yang diperoleh

langsung di lapangan oleh peneliti sebagai objek penulisan. Sumber primer berupa

data asli yang diperoleh penulis langsung dari ta ngan pertama yaitu naskah

perjanjian yang ada di kementrian Luar Negeri RI dan kedutaan RI di Luar Negeri

dan data yang didapatkan melalui observasi (pengamatan), pertemuan langsung

saat berdiplomasi serta wawancara dengan tokoh-tokoh pelaku/saksi yang

mengalami atau memiliki informasi.

Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara yang memfokuskan

pada persoalan-pesoalan yang akan diteliti. Wawancara tak berisi pertanyaan-

pertanyaan yang mendetail, tetapi sekedar garis besar tentang data atau informa si

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

40

apa yang ingin didapatkan dari narasumber yang nanti dapat disumbangkan

dengan memperhatikan perkembangan konteks dan situasi wawancara.

1.6.5 Sumber Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak memberikan

informasi secara langsung kepada pengum pul data. Sumber data sekunder ini

dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam

bentuk lain atau dari orang lain (Sugiyono, 2012:225).

Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan

cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur,

artikel, jurnal serta situs di internet yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan (Sugiyono, 2009:137).

Data ini digunakan untuk mendukung infomasi dari data primer yang

diperoleh baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan.

Penulis memanfaatkan data sekunder hasil kutipan dari sumber lain, seperti KBRI,

naskah pidato, naskah perjanjan-perjanjian, jurnal, koran, karya ilmiah, makalah,

buku dan tulisan-tulisan lain yang relevan dengan topik bahasan juga

menggunakan data sekunder yang dihasilkan dari studi pustaka. Dalam studi

pustaka, penulis membaca literatur-literatur yang dapat menunjang penelitian,

yaitu literatur-literatur yang berhubungan dengan peran Indonesia dalam

penyelesaian konflik Timur Tengah.

Sumber Sumber-sumber ini dipilih dan dianalisis sedemikian rupa untuk

memperoleh rujukan yang benar-benar otentik dan objektif terkait dengan

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

41

permasalahan. Juga dengan mengambil beberapa pandangan yang berbeda dari

beberapa karya kemudian dilakukan pemilihan secara objektif berdasar data yang

dimiliki oleh peneliti.

1.6.6 Pengumpulan Data

Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan

data-data yang akan disajikan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Observasi dan Pengamatan Langsung

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti

melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari

dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004:104). Pada dasarnya teknik

observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena –

fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan

perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana observasi untuk melihat objek

moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan

yang tidak diperlukan (Margono, 2007:159). Teknik ini digunakan bila penelitian

ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala -gejala alam

dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.

Dengan teknik ini peneliti mengumpulkan data secara langsung dengan

terjun ke lapangan dengan maksud merekam berbagai fenomena yang terjadi

(situasi dan kondisi) tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan

angket).

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

42

b. Studi Kepustakaan

Informasi yang bersumber dari pustaka, peneliti peroleh dari laporan

KBRI, naskah-naskah perjanjian, naskah pidato, koran, majalah, karya ilmiah,

makalah, buku dan tulisan-tulisan lain yang relevan dengan topik bahasan.

c. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa tokoh tentang peran

Indonesia dalam penyelesaian konflik Timur Tengah dan harapan kepada

Indonesia dalam konteks perdamaian. Wawancara ini dapat melengkapi data yang

ada, di samping observasi dan studi pustaka. Wawancara ini juga dimaksudkan

untuk menggali informasi yang lebih dalam, jujur, objektif dan akurat untuk

keperluan informasi.

1.6.7 Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk

deskripsi kata-kata yang dilengkapi dengan analisis. Analisis data merupakan

proses dimana data yang telah ada disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih

mudah lagi untuk dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data dengan interpretasi

data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam

dan luas terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan. Pembahasan hasil

penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan

teori yang relevan dan informasi masyarakat yang diperoleh dari penelitian

(Moleong, 2004:151). Setelah semua data diperoleh, selanjutnya peneliti mulai

mengklasifikasikan data-data yang diperoleh sehingga dapat disesuaikan dengan

teori dan permasalahan penelitian yang dilakukan.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

43

1.7 Hipotesis

Jika melihat la tar belakang masalah, rumusan masalah, dan permasalahan,

serta tujuan penelitian, untuk kemudian dianalisis dengan memanfaatkan teori

konflik sosiail, teori politik luar negeri, dan teori diplomasi, maka asumsi peneliti

dalam disertasi ini adalah (1) Indonesia berperan aktif dalam penyelesaian

konflik yang terjadi di Palestina, sebagai bentuk prinsip politik luar negeri

Indonesia yang bebas aktif dan kesamaan identitas sebagai Negara muslim, (2)

peran Indonesia dalam konflik yang terjadi di Israel dan Palestina dilakukan

melalui multi-track diplomasi dalam organisasi dan konferensi Internasional

seperti PBB, KAA, dan OKI. Keaktifan peran Indonesia dalam konflik Israel-

Palestina dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya kesempatan kelompok Islam dalam

menyuarakan aspirasi politiknya. Indonesia harus lebih aktif berkontribusi dalam

penyelesaian konflik di Israel-Palestina, serta diharapkan mampu menunjukkan

perannya sehingga Indonesia mendapatkan posisi strategis di mata negara -negara

di dunia dalam penyelesaian tersebut.

1.8 Sistematika Penulisan

Penelitian untuk disertasi ini disajikan dalam lima bab. Bab I berisi

Pendahuluan yang meliputi latar belakang permasalahan terkait peran Indonesia

dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, rumusan masalah, tujuan penelitian,

tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesis, metodologi penelitian da n sistematika

penulisan. Bab II menjelaskan geopolitik dan geostrategi Israel-Palestina dan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97605/potongan/S3-2016... · dari Republik Persatuan Arab (RPA), konflik yang terjadi di dalam tubuh

44

cakupan wilayah penelitian. Bab III membahas tentang kompleksitas konflik yang

terjadi di Israel dan Palestina. Pembahasan ini meliputi penjelasan tentang

konflik-konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina berawal dari berdirinya

negara Israel yang merupakan sumber konflik Timur Tengah. Bab IV

memaparkan peran politik luar negeri Indonesia dalam konflik Israel-Palestina,

dalam bab ini akan membahas tentang tiga hal penting. Pertama, kewajiban politik

Indonesia dalam penyeleasaian konflik d ua negara. Kedua, tetang esensi konflik

Israel-Palestina dan solusinya. Ketiga, membahas tentang faktor Islam dalam

konsistensi peran Indonesia dalam konflik Israel-Palestina. Sementara itu, Bab V

berisi kesimpulan yang merupakan inti dan hasil dari penelitian yang telah

dilakukan.