BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

9
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era modern ini, masyarakat khususnya kaum muda sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan kemajuan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat perubahan dan kemajuan yang cepat, sudah merambah sampai aspek psikologi remaja, aspek sosial, budaya, dan teknologi. Permasalahan- permasalahan yang dihadapi akibat perubahan tersebut semakin kompleks, termasuk salah satunya adalah hubungan antar pribadi seseorang dengan teman sebayanya. Tidak semua hubungan pertemanan berjalan mulus dan tak pernah tersentuh masalah-masalah komunikasi antar pribadi. Hal ini diakibatkan berbagai hal seperti : egois, mau menang sendiri, menyamaratakan semua orang, tidak mau memahami perasaan orang lain,dll. Untuk mengatasi atau mencegah hal-hal tersebut terjadi di sekeliling remaja, maka sikap empati sangatlah diperlukan dalam menjalin hubungan pertemanan yang harmonis. Sikap empati mengajarkan bagaimana seseorang memahami alur pemikiran-pemikiran teman sebayanya dan mengerti apa yang orang lain perlukan. Tetapi dalam tatanan dunia modern ini perkembangan jaman yang terus berkembang yang mengakibatkan pengaruh pergeseran nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama, dan remaja di era modernisasi ini cenderung bersikap individualistik dan mau menang sendiri.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam era modern ini, masyarakat khususnya kaum muda sedang memasuki

suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan kemajuan, sekaligus menjadi

tantangan. Tantangan akibat perubahan dan kemajuan yang cepat, sudah merambah

sampai aspek psikologi remaja, aspek sosial, budaya, dan teknologi. Permasalahan-

permasalahan yang dihadapi akibat perubahan tersebut semakin kompleks, termasuk

salah satunya adalah hubungan antar pribadi seseorang dengan teman sebayanya. Tidak

semua hubungan pertemanan berjalan mulus dan tak pernah tersentuh masalah-masalah

komunikasi antar pribadi. Hal ini diakibatkan berbagai hal seperti : egois, mau menang

sendiri, menyamaratakan semua orang, tidak mau memahami perasaan orang lain,dll.

Untuk mengatasi atau mencegah hal-hal tersebut terjadi di sekeliling remaja, maka sikap

empati sangatlah diperlukan dalam menjalin hubungan pertemanan yang harmonis.

Sikap empati mengajarkan bagaimana seseorang memahami alur pemikiran-pemikiran

teman sebayanya dan mengerti apa yang orang lain perlukan. Tetapi dalam tatanan

dunia modern ini perkembangan jaman yang terus berkembang yang mengakibatkan

pengaruh pergeseran nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama, dan

remaja di era modernisasi ini cenderung bersikap individualistik dan mau menang

sendiri.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

2

Dalam hal ini Empati sangat diperlukan dalam membangun hubungan yang baik

dalam masyarakat maupun antar teman sebaya siswa. Sikap empati dapat mengajarkan

bagaimana cara memahami lingkungan, teman sebaya dan dapat membantu ketika

teman sebaya siswa sedang menghadapi masalah. Pada dasarnya manusia adalah

makluk sosial yang hidup berdampingan dalam masyarakat di sekitarnya. Tanpa empati,

siswa tidak bisa menyelami pikiran dan perasaan orang lain, tidak bisa saling

memahami, dan akibatnya siswa yang tidak bisa berempati akan mendapatkan masalah

sosial seperti, tidak mempunyai teman, egois, otoriter.

Pengalaman dalam melaksanakan konseling kelompok dan bimbingan

kelompok, pada praktek PPL Bimbingan dan Konseling di SMK PGRI 02 Salatiga,

sejauh pengamatan penulis empati siswa masih jarang nampak dalam komunikasi antar

pribadi. Siswa secara umum sudah mengerti pemahaman tentang apa itu empati, tetapi

belum sepenuhnya dapat menerapkan empati sesuai dengan aspek-aspek empati. Dalam

melakukan observasi dan wawancara kepada pihak terkait dan juga sebagian siswa,

penulis mendapati bahwa intinya kebanyakan siswa belum peka kepada kesusahan

siswa lainnya, hanya tahu apa yang mungkin diderita temannya, tetapi jarang yang ikut

membantu untuk keluar dari masalah tersebut, kurangnya dukungan antar teman sebaya,

dan pemahaman bahwa manusia sebagai individu yang unik yang tidak bisa disamakan

dengan individu laininya. Belum sepenuhnya siswa memiliki rasa positif (positivenes)

terhadap tindakan dan pemikiran individu lainnya, terbuka untuk mendorong orang lain

lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi

yang efektif. Kurangnya rasa empati memungkinkan bisa menjadi faktor yang paling

mungkin dalam mengembangkan perilaku anti-sosial, termasuk bullying.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

3

Ketidakmampuan untuk mengetahui dan peduli terhadap nasib orang lain, dan akan

membuat bullier, tidak merasa bersalah sehingga tak merasa harus merubah perilaku

tersebut. Perilaku anti sosial yang nampak di SMK PGRI 02 khususnya kelas XII,

antara lain, berkelahi dalan hal sepele, saling mengejek, mau menang sendiri, membeda-

bedakan teman.

Sedangkan ciri-ciri empati menurut Eisenberg (2002), adalah bahwa dalam

proses individu berempati melibatkan aspek afektif dan kognitif. Aspek afekif

merupakan kecenderungan seseorang untuk mengalami perasaan emosional orang lain

yaitu ikut merasakan ketika orang lain merasa sedih, menangis, terluka, menderita

bahkan disakiti sedangkan aspek kognitif dalam empati difokuskan pada proses

intelektual untuk memahami perspektif orang lain dengan tepat dan menerima

pandangan mereka, misalnya membayangkan perasaan orang lain ketika marah, kecewa,

senang, memahami keadaan orang lain dari; cara berbicara, dari raut wajah, cara

pandang dalam berpendapat. Kumar (Wiryanto, 2005) dan De vito (Sugiyo, 2005)

bahwa ciri-ciri komunikasi antarpribadi tersebut yaitu��keterbukaan (openness), empati

(empathy), dukungan (supportiveness), rasa positif (positivenes), dan kesetaraan atau

kesamaan (equality). Kenyataan yang ada belumlah sejalan dengan sebagaimana

mestinya empati terwujud dan cara berkomunikasi antar pribadi secara baik. Hal-hal

tersebut dapat diketahui ketika malakukan observasi dan wawancara kepada Guru BK di

SMK PGRI 02 Salatiga khususnya kelas XII jurusan Administrasi Perkantoran dengan

jumlah siswa kurang lebih 100 siswa, dan wawancara kepada sebagian siswa secara

acak. Hasil tersebut menunjukkan rasa kepedulian, kepekaan dan empati siswa belum

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

4

sepenuhnya muncul pada siswa jurusan tersebut. Hal inilah yang menjadi menarik

perhatian penulis untuk melakukan penelitian di SMK PRGI 02 Salatiga tersebut.

W.S. Winkel dan Hastuti (2006) mengakatakan bahwa kebutuhan siswa rentang

umur lebih kurang 16-19 tahun, terutama bersifat psikologis, seperti mendapat perhatian

dan dukungan tanpa pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan

alam pikiran dan perasaannya, mererima kebebasan yang wajar dalam dalam mengatur

kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga,

memperoleh prestasi yang patut dibanggakan dalam bidang akademik dan non

akademik, membina persahabatan dengan teman sejenis dan lain jenis, memiliki cita-

cita hidup yang pantas untuk dikejar. Hal ini jika salah satu yang siswa inginkan tidak

terpenuhi secara berlarut-larut, maka akan menimbulkan konflik batin. Berempati dalam

hubungan sosial termasuk di lingkungan sekolah sangatkah di perlukan, untuk

mengetahui kondisi dan apa yang dibutuhkan orang di sekitar kita.

Observasi layanan BK di SMK PGRI 02 Salatiga memperlihatkan bahwa

layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok dengan metode ceramah oleh

guru BK / praktikan BK memang kurang sesuai untuk siswa-siswi tersebut, karena

metode ceramah umumnya hanya berupa nasehat yang sekedar dapat didengar siswa,

tanpa siswa memahami bagaimana implementasi yang sebenarnya. Supaya layanan BK

dapat tercapai dengan baik dan sesuai harapan, maka diperlukan perbaikan metode

layanan BK agar dapat mudah diterima oleh siswa, salah satunya yaitu dengan metode

role playing. Piaget melihat permainan sebagai suatu metode yang meningkatkan

perkembangan kognitif anak-anak.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

5

Melalui permainan ini diharapkan siswa mengalami proses pembelajaran yang

terbaik bagi dirinya, karena dapat langsung praktek untuk bersikap empati terhadap

orang lain yang ada di sekitarnya. Melalui metode bermain peran ini diharapkan pula

bahwa layanan bimbingan dan konseling bukanlah bidang studi yang memberikan

penilaian akademik seorang siswa, tetapi layanan bimbingan dan konseling merupakan

suatu layanan yang dapat membantu mengembangkan diri siswa menjadi pribadi yang

memiliki respek yaitu sikap empati. Metode role playing atau bermain peran yang

digunakan dalam pembelajaran dapat mendorong kreativitas siswa , terutama

berempati terhadap teman sebaya, dalam proses belajar mengajar serta mampu

menghilangkan kejenuhan siswa dalam mengikuti pelajaran (Sari, 2009).

Layanan bimbingan dan konseling perlu disajikan dengan metode pembelajaran

yang berbeda, tidak hanya pemberian informasi melalui ceramah atau cerita saja.

Metode pembelajaran yang lebih variatif yang dimaksud, misalnya penggunaan

bermain peran sehingga siswa dapat mempraktekkan secara langsung bagaimana

bersikap empati terhadap teman sebaya. Metode bermain peran ini diharapkan dapat

menjadikan layanan bimbingan dan konseling lebih bermanfaat bagi siswa.

Endang Komara (2009), dalam penelitiannya nya yang berjudul Bermain peran

dalam pembelajaran partisipasif, mengatakan bahwa, metode bermain peran adalah cara

penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan

yang dilakukan siswa. Bermain Peran (Role Playing) merupakan salah satu model

pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan

dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

6

kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi,

kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian.

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-

hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga

secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-

sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Dalam bermain peran ini

siswa diminta untuk memerankan suatu peran / siswa lain yang sedang menghadapi

suatu masalah, siswa tersebut diminta untuk menyelami pokok-pokok pikiran dalam

peran terebut sehingga dapat memerankan secara baik. Tidak menutup kemungkinan

dalam bermain peran adalah temannya sendiri yang menjadi penilainya.

Diperkuat dengan penelitian yang relevan yang berhubungan dengan empati dan

bermain peran, yaitu : Adam Blatner, dalam penelitian yang berjudul “Penggunaan

bermain peran dalam pengajaran empati”. Aktivitas permainan peran bisa

mengembangkan pola pikir, yang lebih fleksibel pada diri ahli klinis. Perubahan peran

bisa membangun sebuah kebiasaan berempati dan mampu bergerak dengan mudah di

antara kerangka-kerangka referensi. Terdapat kedalaman dan juga perluasan pikiran

dalam tipe pembelajaran eksperiensial ini. Spontanitas bergantung pada reseptivitas

pada alam bawah sadar dan ini akan mengembangkan hubungan yang lebih

bersemangat dengan ketidaksadaran kreatif.

Penelitian Kurniati (2006) mengungkapan bahwa bermain peran dapat

digunakan sebagai media bimbingan dan konseling yang efektif pada siswa pendidikan

dasar. H. Endang Komara (2009), dalam penelitiannya nya yang berjudul “Bermain

peran dalam pembelajaran partisipasif”

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

7

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut : “ Apakah metode bermain peran (role play) dapat

meningkatkan empati teman sebaya siswa kelas XII.D di SMK PGRI 02 salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah dengan metode bermain peran (role play) dapat

meningkat empati teman sebaya siswa kelas XII.D di SMK PGRI 02 Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk memberikan sumbangan yang melengkapi keragaman ilmu pengetahuan

yang berkaitan dengan teori empati dan bermain peran (role play), baik pada aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk peningkatan empati melalui metode role play.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru pembimbing

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru pembimbing di SMK PGRI 02 Salatiga

dalam melakukan kegiatan layanan bimbingan kelompok, dengan memanfaatkan jam

Bimbingan dan Konseling di kelas seefektif mungkin untuk membantu untuk

membentuk konsep diri yang positif pada siswa. Guru BK dapat bertugas tidak melalui

materi-materi lisan dan tertulis saja, tetapi juga dengan layanan praktek dan permainan

peran.

b. Bagi siswa

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

8

Siswa memperoleh layanan BK dalam pengambangan pribadi khusus peningkatan

empati melalui pengalaman yang dapat menggerakkan emosi melalui penghayatan yang

sesuai, yang hasilnya sesuai dengan tujuan layanan BK. Pengambangan sikap tidak

cukup dengan ceraman dan membaca saja, tetapi lebih efektif dengan cara mengalami.

3. Bagi pemberian Layanan BK

Mempraktekkan dan mencobakan layanan yang baru untuk memperkaya layanan BK di

sekolah. Memperbarui prngalaman untuk melakukan inovasi agar layanan BK di

sekolah menjadi menarik dan memberi mamfaat yang benyak bagi siswa dalam rangka

pengembangan kepribadian yang utuh.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1682/2/T1_132007027_BAB I… · A. Latar Belakang Masalah ... pada praktek PPL Bimbingan dan ...

9

E. Sistematika Penulisan

Bab I menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian,dan sistematika penulisan

Bab II menguraikan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yang

meliputi empati dan bermain peran (role play)

Bab III menguraikan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, popolasi

dan sampel, subyek penelitian, variable penelitian, teknik pengumpulan

data, serta teknik analisis data.

Bab IV menguraikan analisis dan pembahasan yang meliputi analisis deskriptif,

uji hipotesa serta pembahasan.

Bab V menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang dapat

diberikan.