BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

18
58 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perjanjian telah menjadi bagian yang penting didalam kehidupan manusia, termasuk dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis dalam melakukan kerja sama dituangkan dalam suatu perjanjian. Perjanjian dalam dunia bisnis lazimnya dilakukan secara tertulis, baik perjanjian yang dibuat secara notariil dihadapan Notaris, maupun perjanjian dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak. Perjanjian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia diatur di dalam Buku III Tentang Perikatan, Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia tidak mengenal dan tidak mengatur Memorandum of Understanding (MoU). MoU merupakan kesepakatan awal dalam kontrak yang dibuat berdasarkan sistem hukum Common Law. Kontrak yang dibuat memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum. Kontrak merupakan kesepakatan para pihak yang mempunyai akibat hukum yang mengikat bagi para pihak sebagai undang-undang sesuai dengan asas Pacta Sunt Servanda. Istilah MoU berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding. Secara gramatikal MoU diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan memorandum adalah “is to serve as the basis of future formal contract”. 1 Artinya, dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara 1 Bryan A. Gardner (ed.), Black Law Dictionary (5th edition), (West Publising Co., 1979), hal. 888.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perjanjian telah menjadi bagian yang penting didalam kehidupan manusia,

termasuk dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis dalam melakukan kerja sama

dituangkan dalam suatu perjanjian. Perjanjian dalam dunia bisnis lazimnya

dilakukan secara tertulis, baik perjanjian yang dibuat secara notariil dihadapan

Notaris, maupun perjanjian dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak.

Perjanjian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia diatur di

dalam Buku III Tentang Perikatan, Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia tidak mengenal dan

tidak mengatur Memorandum of Understanding (MoU). MoU merupakan

kesepakatan awal dalam kontrak yang dibuat berdasarkan sistem hukum Common

Law. Kontrak yang dibuat memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian,

yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum. Kontrak merupakan kesepakatan para

pihak yang mempunyai akibat hukum yang mengikat bagi para pihak sebagai

undang-undang sesuai dengan asas Pacta Sunt Servanda.

Istilah MoU berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding.

Secara gramatikal MoU diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Black’s Law

Dictionary, yang diartikan memorandum adalah “is to serve as the basis of future

formal contract”.1 Artinya, dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara

1 Bryan A. Gardner (ed.), Black Law Dictionary (5th edition), (West Publising Co.,

1979), hal. 888.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

formal pada masa datang. Sedangkan understanding diartikan sebagai “an implied

agreement resulting from the express terms of another agreement, whether written

or oral, atau a valid contract engagement of a somewhat informal character; atau

a loose and ambiguous terms, unless it is accompanied by some expression that it

is constituted a meeting of the minds of parties upon something respecting which

they intended to be bound”.2 Artinya, sebuah perjanjian yang berisi pernyataan

persetujuan tidak langsung atas perjanjian lainnya baik secara lisan maupun

tertulis, atau pengikatan kontrak yang sah atas suatu materi yang bersifat informal

atau persyaratan yang longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau

merupakan hasil persetujuan atau kesepakatan pemikiran dari para pihak yang

dikehendaki oleh keduanya untuk mengikat. Dari terjemahan kedua kata tersebut,

dapat dirumuskan pengertian MoU, yakni dasar penyusunan kontrak pada masa

datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis

maupun lisan.

Perkembangan bisnis di Indonesia dalam membuat perjanjian mendapat

pengaruh dari sistem hukum Common Law, sehingga para pihak dalam hubungan

binis biasanya membuat kontrak. Para pihak dalam membuat kontrak biasanya

didahului dengan MoU. MoU dalam sistem hukum Common Law belum

merupakan kontrak, belum menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak.

Sebelum transaksi bisnis atau MoU ini berlangsung biasanya terlebih dahulu

dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar

2 Ibid., hal. 889

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

dengan jalan berunding, guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak

(kelompok atau organisasi) dengan pihak (kelompok atau organisasi) lain.3

MoU yang dibuat oleh para pihak yang tunduk kepada hukum perjanjian

di Indonesia, dimana dalam praktek salah satu pihak tidak melaksanakan

kewajibannya sebagimana ditentukan di dalam MoU, yang menimbulkan

konsekuensi perjanjian (kontrak) tidak bisa ditandatangani oleh para pihak.

Perjanjian (kontrak) yang tidak bisa ditandatangi oleh para pihak karena salah satu

pihak tidak mekakukan kewajibannya sebagaimana mestinya, menyebabkan

kerugian dan menghambat bisnis para pihak.

Perjanjian (kontrak) berdasarkan asas-asas yang diatur di dalam Buku III

KUH Perdada tentang Perikatan. Prinsip yang mendasari perjanjian (kontrak)

adalah asas mengikatnya kontrak (pacta sunt servanda) dimana asas ini

menjelaskan bahwa setiap orang yang membuat kontrak mengikat pada para

pihak sebagaimana undang-undang. Perjanjian (kontrak) berpedoman pada asas

kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : “Semua perjanjian (kontrak)

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.

Kebebasan berkontrak artinya seseorang bebas untuk mengadakan

perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan

bentuk kontraknya.4 Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan bagi

pihak-pihak yang berkontrak, namun asas kebebasan berkontrak itu juga tidak

3 “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, 1989, hal. 661

4 Abdul R.Salimin, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori Dan Contoh Kasus), Jakarta,

Kencana, 2010, h. 46

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

memberikan kebebasan yang mutlak. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

sendiri memberikan beberapa pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak ini,

antara lain dibatasi oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Perjanjian (kontrak) merupakan bagian dalam proses transaksi bisnis, baik

transaksi bisnis dalam negeri maupun bisnis internasional. Fungsi perjanjian

(kontrak) sangat penting dalam menjamin bahwa seluruh hak dan kewajiban para

pihak dapat terlaksana dan dipenuhi. Para pihak yang tidak dapat melakukan hak

dan kewajibannya sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian (kontrak) atau

dalam hal terjadi pelanggaran, maka menimbulkan hak kepada para pihak dapat

menuntut pemenuhan kewajibannya dan bahkan dapat menuntut ganti rugi.

Hukum perjanjian (kontrak) menjamin kepastian hukum para pihak dalam

melaksanakan perjanjian (kontrak) sebagaimana seharusnya dengan itikad baik.

Hukum perjanjian (kontrak) merupakan instrumen hukum yang berfungsi untuk

menjamin pelaksanaan perjanjian (kontrak).

Transaksi bisnis biasanya terlebih dahulu diawali dengan negosiasi awal.

Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan

pihak lain. Negosiasi merupakan instrumen yang dapat menjembatani berbagai

kepentingan pelaku bisnis dalam merumuskan hak dan kewajibannya.

Negosiasi merupakan proses tawar menawar para pihak dalam menentukan

hak dan kewajibannya. Tahapan berikutnya setelah proses negosiasi adalah

pembuatan MoU. MoU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil

negosiasi awal dalam bentuk tertulis MoU sangat penting sebagai pegangan untuk

digunakan lebih lanjut di dalam pembuatan perjanjian (kontrak).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

Asas kebebasan berkontrak, para pihak diberi kebebasan untuk menentukan

materi muatan atau substansi MoU, yang mengatur apa saja, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, dan

penyusunan MoU wajib memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian

sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

MoU tidak dikenal dalam hukum perjanjian di Indonesia. Hukum perjanjian

di Indonesia, tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur MoU. MoU dapat

diberlakukan di Indonesia berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak.

Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya MoU, salah satunya adalah

karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi

yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan

apa-apa maka dibuatlah MoU. Apa yang namanya MoU sebenarnya tidak dikenal

dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di

Indonesia. Tetapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi)

apa yang dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita

memberlakukan MoU itu telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di

Indonesia ini. MoU tidak diatur di dalam hukum positif Indonesia, banyak

diberlakukan dalam praktek sebelum penandatanganan perjanjian (kontrak), maka

banyak menimbulkan permasalahan, antara lain: bagaimana kedudukan hukum

MoU dalam Hukum Perjanjian Indonesia, dan bagaimana kekuatan mengikat

MoU dalam Hukum Perjanjian Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian atau kajian secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

“STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU) DALAM

HUKUM PERJANJIAN INDONESIA”.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis pada skripsi ini

adalah:

1. Bagaimana kedudukan hukum Memorandum of Understanding (MoU) dalam

Hukum Perjanjian Indonesia?

2. Bagaimana kekuatan mengikat Memorandum of Understanding (MoU) dalam

Hukum Perjanjian Indonesia?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Sesuai dengan lingkup masalah yang telah ditentukan maka untuk

menghindari jangan sampai timbul suatu pembahasan yang nantinya keluar dari

pokok permasalahan, dalam kaitannya dengan judul yang telah dipilih tersebut,

maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam skripsi ini hanya mengenai

status hukum memorandum of understanding (MoU) dalam hukum perjanjian

Indonesia.

1.4. Originalitas Penelitian

Penulis Judul Rumusan Masalah

Rudi Hartono Manalu,

2012, Fakultas

Kedudukan dan

Kekuatan Hukum

1. Bagaimana kedudukan

hukum dari

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

Hukum, Universitas

Esa Unggul Jakarta

Memorandum Of

Understanding Ditinjau

Dari Segi Hukum

Kontrak

Memorandum Of

Understanding ditinjau

dari hukum kontrak ?

2. Bagaimana akibatnya

jika ada salah satu

pihak melakukan

pengingkaran terhadap

klausul Memorandum

Of Understanding?

Adawiah Benny La

Tanrang, 2013,

Fakultas Hukum,

Universitas

Hasanuddin, Makassar

Kekuatan Hukum

Memorandum Of

Understanding (Mou)

Dalam Penerapannya

Berdasarkan KUH

Perdata

1. Bagaimana kedudukan

hukum dan kekuatan

mengikatnya

Memorandum of

Understanding (MoU)

dalam penerapannya

berdasarkan KUH

Perdata?

2. Bagaimana akibat

hukum yang

ditimbulkan apabila

terjadi pengingkaran

oleh salah satu pihak

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

dalam Memorandum

of Understanding

(MoU) ?

1.5. Tujuan Penelitian

Di dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya memiliki suatu tujuan yang

sangat penting dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, begitu pula

dalam penulisan skripsi ini memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai yaitu :

a. Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan tersebut di atas

maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status hukum

memorandum of understanding (MoU) dalam hukum perjanjian Indonesia.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum Memorandum of Understanding

(MoU) dalam Hukum Perjanjian Indonesia.

2. Untuk mengetahui kekuatan mengikat Memorandum of Understanding

(MoU) dalam Hukum Perjanjian Indonesia.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

1.6. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat dari penelitian

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan

merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan.

2) Menerakan teori-teori yang diperoleh dari bangku perkuliahan dan

menghubungkannya dengan praktik di lapangan.

3) Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan di bidang hukum pada

umumnya maupun di bidang hukum bisnis pada khususnya yaitu dengan

mempelajari litelatur yang ada di kombinasikan dengan perkembangan

yang terjadi di lapangan.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan masukan bagi

mahasiswa, masyarakat, dan lembaga pemerintah yang terkait berkenaan dengan

status hukum memorandum of understanding (MoU) di dalam hukum perjanjian

Indonesia.

1.7. Landasan Teoritis

Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/

khusus, konsep – konsep hukum, asas – asas hukum dan lain-lain yang akan

dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.

Sebagai suatu pemahaman yang cukup tentang persoalan-persoalan, Teori-

Teori Hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak diperlukan untuk

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

pembuatan kajian ilmiah terhadap hukum positif konkret. Kemudian dikatakan

bahwa tipikal dari Teori Hukum adalah memainkan peranan mengintegrasikan,

baik yang berkenaan dengan hubungan antara disiplin-disiplin satu terhadap yang

lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil penelitian dari

disiplin-disiplin ilmu-ilmu hukum.

Teori hukum secara essensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung

arti bahwa Teori Hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasi-hasil

penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum. Dalam konteks

perkembangan masyarakat dan perkembangan hukum pada saat ini, ilmu hukum

tidak dapat menutup diri terhadap perkembangan dan pengaruh konteks

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Ilmu hukum berkembang bersamaan dan bersentuhan di dalam konteks

perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan cepat, kompleks, dan

universal dalam globalisasi.

Teori Perjanjian

Pengertian Perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata,

yakni perjanjian/persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan adanya peristiwa

tersebut (perjanjian), timbulah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih

yang disebut perikatan, dimana didalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-

masing pihak. Mengenai perikatan, disebutkan dalam Pasal 1233 KUHPerdata,

bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

Subekti membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian, yakni

bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan

perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain.

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk

melakukan sesuatu. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan itu, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang

berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal5.

Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan

dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan

suatu hal yang bersifat kebendaan dibidang harta kekayaan. Definisi dalam arti

sempit ini jelas menunjukkan telah terjadi persetujuan (persepakatan) antara piak

yang satu (kreditor) dan pihak yang lain (debitor), untuk melaksanakan satu hal

yang bersifat kebendaan (zakelijk) sebagai obyek perjanjian6.

Ricardo Simanjuntak menyatakan bahwa kontrak merupakan bagian dari

pengertian perjanjian. Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang

mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya

5 R. Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1.

6 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, Citra Aditya

Bakti, h. 290.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang

terikat dalam perjanjian tersebut7.

Syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian diatur dalam

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan

dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4.

Suatu sebab yang halal.

Kesepakatan (konsesualisme) bagi mereka yang mengikatkan dirinya,

maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut harus

bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa

adanya paksaan, kekhilafan, dan penipuan. Dalam hal ini, antara para pihak harus

mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana

kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini

artinya adalah bebas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan, dimana berdasarkan

Pasal 1321 KUHPer, perjanjian menjadi tidak sah apabila kesepakatan tersebut

terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus

cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.

Mengenai kecakapan, Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang

cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang-undang dinyatakan

tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu

perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata, yakni:

7 Ricardo Simanjutak, 2011, Hukum Kontrak Teknik Perancangan Kontrak Bisnis,

Kontan Pub., Jakarta, hal. 32.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

1. Orang yang belum dewasa.Mengenai kedewasaan, dalam ketentuan Pasal 330

KUH Perdata, kecakapan diukur apabila para pihak yang membuat perjanjian

telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan

sehat pikirannya.

2. Mereka yang berada di bawah pengampuan.

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang

(dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak

berlaku lagi).

4. Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-

perjanjian tertentu.

Suatu hal tertentu, maksudnya disini adalah bahwa perjanjian tersebut harus

mengenai suatu obyek tertentu. Sedangkan suatu sebab yang halal, maksudnya

adalah isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban.

1.8. Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang digunakan

dalam penelitian. Untuk membuktikan kebenaran ilmiah dari sebuah penelitian

yang dilaksanakan, dilakukan pengumpulan data dan fakta yang keseluruhannya

berhubungan erat dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut.

Kerangka pemikiran yang diperlukan di dalam penelitian hukum,

merupakan suatu paradigma mengenai pengertian-pengertian pokok atau

pengertian-pengertian dasar di dalam sistem hukum yang sifatnya universal.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

Penelitian dalam dunia perguruan tinggi merupakan bagian yang sangat

penting, vital, dan wajib dilakukan karena mengandung muatan akademis dan

pengabdian kepada masyarakat. Sebuah penelitian dapat membantu, memberi

masukan dan solusi dalam memecahkan problem yang sedang dihadapi oleh

hukum dan masyarakat. Secara akademik, penelitian merupakan bagian dari

pengembangan keilmuan. Sehinggga sebuah perguruan tinggi tanpa adanya

program atau aktifitas penelitian, maka patut dipertanyakan keberadaannya.

Dalam penelitian ini digunakan Metode Penelitian Hukum Normatif, yaitu

suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika

keilmuan hukum dari sisi normatif.8

b. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian ini bersifat Penelitian Hukum Normatif yaitu penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum.9

Sebagai penelitian hukum dalam kaitannya dengan kegiatan akademis,

dimaksudkan untuk membedakan dengan penelitian hukum dalam kaitannya

dengan kegiatan yang bersifat praktis yang lebih diarahkan untuk memecahkan

masalah-masalah praktis. Bidang ilmu hukum memiliki karakter yang khas yakni

dengan sifatnya yang normatif.

b. Jenis Pendekatan

8 Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang,

hal. 57.

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.13.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

Ada beberapa metode pendekatan dalam penelitian normatif, yaitu:

Pendekatan Perundang-undangan (Statuta Approach), Pendekatan Konsep

(Conceptual Approach), Pendekatan Analisis (Analitical Approach), Pendekatan

Perbandingan (Comperatif Approach), Pendekatan Sejarah (Historical Approach),

Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach), dan Pendekatan Kasus (Case

Approach).10

Adapun pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Dengan pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) yaitu dengan

meneliti dan menganalisa peraturan perundang-undangan.

2. Pendekatan konsep (Conceptual Approach).

c. Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian hukum normatif, bahan hukum mencakup; pertama bahan

hukum primer, kedua bahan hukum sekunder, dan ketiga bahan hukum tertier.11

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yaitu merupakan bahan pustaka

yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan mutakhir, ataupun pengertian

baru tentang fakta-fakta yang diketahui mengenai suatu gagasan, ide.12

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif

artinya mempunyai otoritas, yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-

10

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, (Selanjutnya disebut Peter Mahmud

Marzuki I ) Fajar Inter Pratama Offset, Jakarta, hal. 93.

11

Soerjono Sukanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

Jakarta, hal. 52.

12

Soerdjono Sukanto dan Sri Mamuji, op.cit., hal. 34.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim.13

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus

hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan.14

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri

dari norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan-bahan

hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, Traktat dan bahan hukum yang

hingga kini masih berlaku.15

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer.16

Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan

yakni buku-buku literatur yang relevan, doktrin dari para ahli hukum dan bahan

hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui internet dengan

jalam mengkopi (download), bahan hukum yang diperlukan. Keunggulan dalam

penggunaan ataupun pemakain internet antara lain: efisien, tanpa batas (without

boundry) terbuka selama 24 jam (24 hours online), interaktif dan terjalin

dalam sekejap (hyperlink).17

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.18

Dalam penelitian ini bahan

13

Peter Mahmud Marzuki I, Op.cit.,hal.141. 14

Peter Mahmud Marzuki I, Op.cit.,hal.141. 15

Soerjono Sukanto dan Sri Mamuji, Op. cit, hal. 13. 16

Soerjono Sukanto dan Sri Mamuji, Op. cit, hal. 13. 17

Budi Agus Riswadi, 2003, Hukum Internet, UII Pres, Yogyakarta, hal. 325. 18

Soerjono Sukanto dan Sri Mamuji, Loc.cit.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

hukum tertier yang digunakan adalah kamus Bahasa Indonesia, Kamus Hukum

Ekonomi dan Kamus Hukum yakni Black Law Dictionary.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Ada beberapa cara prosedur pengumpulan bahan hukum yaitu:

1. Melakukan studi kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan buku-buku

literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian.

2. Melakukan studi dokumen yaitu menginventarisasi dan mengidentifikasi

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi penelitian.

3. Bahan hukum yang diperoleh, baik dari hasil membaca, identifikasi

diklasifikasikan berdasarkan kategori tertentu dan disusun secara sistematis

disesuaikan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Semua bahan hukum yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan rumusan

masalah yang dibahas dalam penelitian untuk memperoleh jawaban dalam

penelitian ini. Bahan hukum dianalisa dengan menggunakan conceptual analysis

yakni dengan menguraikan kemudian menginterpretasikan dan menganalisa

peraturan perundang-undangan, sebagai hal yang umum dengan bantuan bahan

hukum sekunder, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Setelah itu

hasilnya diuraikan secara kualitatif yaitu berdasarkan isi dari peraturan

perundang-undangan yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/11086/2/2bb33c0481d5b87db0f3c32855873434.pdf · Undang Hukum Perdata, ... maka untuk itu fokus pembahasan masalah dalam

dibahas, sehinggga memperoleh suatu kesimpulan sebagai upaya pemecahan

masalah.