BAB I dan II LAPKAS RM, Erina Tandirerung.doc

20
BAB I PENDAHULUAN Stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan terdapat 700.000 kasus stroke yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, 600.000 diantaranya stroke infark dan 100.000 lainnya stroke perdarahan. 1 Menurut Riset Kesehatan Daerah ( RISKESDA ) yang diselenggarakan Departemen Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian) 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi terutama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua. 2 Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia pada tahun 2012, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan menempati urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. 3 Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar,

description

lapkas

Transcript of BAB I dan II LAPKAS RM, Erina Tandirerung.doc

BAB IPENDAHULUAN

Stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan terdapat 700.000 kasus stroke yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, 600.000 diantaranya stroke infark dan 100.000 lainnya stroke perdarahan.1 Menurut Riset Kesehatan Daerah ( RISKESDA ) yang diselenggarakan Departemen Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian) 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi terutama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.2Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia pada tahun 2012, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan menempati urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun.3 Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Ditinjau dari segi psikologi, keterbatasan fisik yang diderita pasien dapat membuatnya terasing dari lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan pendekatan yang sesuai dapat membantu penderita dalam meningkatkan kualitas hidup dan menjauhkan pasien dari perasaan depresi dan putus asa yang dapat semakin memperburuk keadaannya.4Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke berulang (secondary prevention). Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada kematian.4Dengan pelayanan rehabilitasi medis yang tepat, 80% penderita stroke yang tetap hidup dapat berjalan tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau melakukan aktifitas mengurus diri sendiri dan 30% dapat kembali bekerja. Terdapat dua pola besar dalam program rehabilitasi stroke yaitu pola tradisional yang menggunakan pendekatan unilateral dan pola neurodevelopmental yang menggunakan pendekatan bilateral.5Berikut akan dilaporkan sebuah laporan kasus rehabilitasi medik pada penderita hemiparesis dekstra, paresis nervus VII sentral dekstra dan disartria et causa stroke iskemik di RSUP Prof. Dr. Kandou Manado.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stroke

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.6 B. Epidemiologi Stroke

Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan stroke sangat besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di dunia. Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke.4Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. 7 Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) ikut berperan serta dalam upaya mengatasi dan menangani masalah stroke di Indonesia.3Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Diperkirakan setiap tahun sekitar 500.000 penduduk Indonesia terkena serangan stroke, sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat ataupun ringan.7C. Klasifikasi Stroke

Berdasarkan kelainan patologis stroke dibagi menjadi stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Stroke non-hemoragik atau stroke iskemik dibagi menjadi stroke akibat trombus, emboli serebri dan hipoperfusi sistemik.6 Berdasarkan waktu terjadinya stroke dibagi menjadi Transient Ischemic Attack (TIA), Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND), Stroke in Evolution (Progressing Stroke), Complete Stroke. 8 Stroke juga dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis yang ada menggunakan kriteria Bamford, yaitu : 9 Lacunar Infarct (LACI)

Stroke motorik murni, stroke sensorik murni dan ataksia hemiparesis.

Total Anterior Circulation Infark (TACI)

Kombinasi disfungsi serebral yang lebih tinggi, hemianopsia homonim, defisit sensorik dan motorik ipsilateral pada sekurangnya dua daerah.

Partial Anterior Circulation Infark (PACI)

Dua atau tiga komponen dari TACI ditambah dengan gangguan kesadaran.

Posterior Circulation Infark (POCI)

Vertigo, paralisis saraf kranialis ipsilateral dengan defisit motorik atau sensorik kontralateral, defisit sensorik atau motorik bilateral, gangguan konjugasi pergerakan mata, disfungsi serebral, hemianopsia homonim.

D. Stroke Hemoragik

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematome yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.10Etiologi dari Stroke Hemoragik :

1) Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. 10Gejala klinis : Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.

Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.

Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi

Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papil edema dan perdarahan subhialoid. 102) Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer. 10 Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor. 2Gejala klinis : Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.

Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, gelisah dan kejang.

Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.

Dijumpai gejala-gejala rangsang meningeeal Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.

Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.8E. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis yang sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa. Anamnesis pada stroke meliputi identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososiospiritual.1,3Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan fokus pemeriksaan pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan- keluhan pasien. 1Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda- tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. 1,2Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomantosa. 1,6

Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial meliputi saraf kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan yang diakibatkan oleh paralisis dari saraf- saraf kranial. 1,2,6Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menilai kemampuan pergerakan dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper Motor Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. 6Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. 6Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan sensorik pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi dapat ditemukan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.11,12Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT-Scan tanpa kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan kolesterol, gula darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status elektrolit, EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit jantung, dan foto thoraks. 1F. Faktor Resiko

Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa menyebabkan sel-sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan kelumpuhan. Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke: 1,8 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:

Keturunan

Jenis kelamin

Umur

Ras

Faktor yang dapat dimodifikasi:

Hipertensi

Penyakit jantung

Diabetes mellitus

Obesitas (kegemukan)

Hiperkolesterol

Faktor gaya hidup yang tidak sehat (alkohol, merokok, stress )

G. Rehabilitasi Medik

Menurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak disabilitas/ handicap, agar memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan masyarakat.5Rehabilitasi dibagi dalam tiga bidang yaitu:5 Rehabilitasi medik yaitu suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan bila perlu mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.

Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang bertujuan agar penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat dengan membantunya menyesuaikan diri pada keluarga, masyarakat dan pekerjaannya dan juga dengan mengurangi beban sosial ekonomi yang dapat menghambat proses rehabilitasinya.

Rehabilitasi kekaryaan ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa bimbingan kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain untuk penyandang cacat.Tujuan dalam upaya rehabilitasi medik adalah: 6 Pemulihan pasien yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit.

Menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder.

Masa/ waktu perawatan dapat dipersingkat.

Mengusahakan sedapat mungkin pasien cepat kembali ke pekerjaan semula atau pekerjaan baru.

Psikologik lebih baik oleh karena pasien tidak terlalu menderita tekanan jiwa berat atau lama.Ruang lingkup rehabilitasi medik meliputi: 5 Pemeriksaan fisik difokuskan pada tingkat kemampuan fisik dari yang sakit dan fungsi secara keseluruhan.

Diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksa yang meliputi aspek medis dan rehabilitasi termasuk di sini apakah terdapat atrofi otot, kontraktur sendi, kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari, komunikasi masalah sosial, pendidikan, psikologi dan pekerjaannya. Dalam pengobatan disini dapat diartikan koreksi kondisi cacat yang ada.

Pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi istirahat lama selama perawatan atau pengobatan.

Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim tersebut terdiri dari: dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, pekerja sosial medik, psikolog, ahli bina bicara, dan perawat rehabilitasi.H. Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke

Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. 5

Secara garis besar tahapan rehabilitasi stroke program adalah : Bedside Exercise, Sitting Exercise, Standing Exercise, dan Ambulation Exercise. Terdapat dua pola besar pendekatan dalam rehabilitasi penderita stroke yaitu : 13 Pola tradisional atau pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan unilateral. Pola ini, sisi yang sehat dilatih untuk mengkompensasi sisi yang sakit

Pola neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.

Tahapan rehabilitasi pada penderita stroke dibagi menjadi tiga fase, yaitu :Rehabilitasi Stroke Fase Akut

Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang dirawat di unit stroke memberikan hasil yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.4Rehabilitasi Stroke Fase Subakut

Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan dari orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal. Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.4Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.4Rehabilitasi stadium kronik.Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga pasien lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:

Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang diketahui sakit. Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada kebutuhan akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang mengalami sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.

Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya merupakan gerak fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagianbagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksi dan ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.

Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal dan jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan tenaga secukupnya dengan kriteria pasien masih menggunakan ototnya secara aktif. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan tenaga yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.

Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuhnya.4Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik fisioterapi:5 Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD), Ultra Sound Diathermy (USD). Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada indikasi dan teknik yang tepat, hasil terapeutik sangat nyata. Digunakan untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi jaringan kutan dan subkutan serta relaksasi. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat-sifat fisik air. Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai rasa nyeri.Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan keterampilan penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi masalah- masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing- masing. Terapi okupasi pada pasien stroke mencakup latihan:5 Aktifitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi dan berpakaian ) Latihan prevokasional Proper Body Mechanism

Latihan dengan aktifitas.

Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti tripod, quadripod, dan walker. 5Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai kelainan bahasa, suara, dan bicara. 5Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya. 5Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada pasien demi menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi pasien dalam hubungan dengan penyakit dan pasien. 5