BAB I CENTRIFUGAL FAN TESTING...
Transcript of BAB I CENTRIFUGAL FAN TESTING...
BAB I
CENTRIFUGAL FAN TESTING APPARATUS
1.1 Dasar Teori
1.1.1 Hukum Kontinuitas
Hukum kontinuitas disebut juga hukum kekekalan massa, bahwa jumlah netto massa
yang mengalir ke dalam sebuah permukaan terbatas sama dengan pertambahan massa di
dalam permukaan itu. (Sears. 1993, p.329)
1. Persamaan Kontinuitas untuk Fluida Tak Termampatkan
Pada fluida tak termampatkan, massa jenis fluida selalu sama di setiap titik yang
dilaluinya. Massa alir fluida yang mengalir dalam pipa dengan luas penampang A1
(diameter pipa besar) selama selang waktu tertentu adalah:
Keterangan:
= Massa jenis fluida (kg/m3)
= Massa fluida (kg)
= Volume fluida (m3)
Mengingat bahwa dalam aliran fluida steady, massa fluida yang masuk sama dengan
massa fluida yang keluar dan 𝑉 = 𝐴 𝑥 𝑣 𝑥 𝑡, maka:
𝑚1 = 𝑚2
𝜌 𝑥 𝑉1 = 𝜌 𝑥 𝑉2
𝜌 𝑥 𝐴1 𝑥 𝑣1 𝑥 𝑡 = 𝜌 𝑥 𝐴2 𝑥 𝑣2 𝑥 𝑡
𝐴1 𝑥 𝑣1 = 𝐴2 𝑥 𝑣2..................................................................................................(1-2)
Keterangan:
A1 = Luas penampang 1 (m2)
A2 = Luas penampang 2 (m2)
𝑣1 = Kecepatan aliran fluida pada penampang 1 (m/s)
𝑣2 = Kecepatan aliran fluida pada penampang 2 (m/s)
2. Persamaan Kontinuitas untuk Fluida Termampatkan
Untuk kasus ini massa jenis fluida berubah ketika dimampatkan. m1 = m2
𝜌 𝑥 𝐴1 𝑥 𝑣1 𝑥 𝑡 = 𝜌 𝑥 𝐴2 𝑥 𝑣2 𝑥 𝑡 ........................................................................ .(1-3)
Dengan selang waktu aliran fluida yang sama maka:
𝜌 𝑥 𝐴1 𝑥 𝑣1 = 𝜌 𝑥 𝐴2 𝑥 𝑣2 ................................................................................... .(1-4)
Perbedaan pada fluida tak termampatkan hanya terletak pada massa jenis fluida.
1.1.2 Hukum Bernoulli
Hukum ini diterapkan pada zat cair yang mengalir dengan kecepatan berbeda dalam satu
pipa. Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan
bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan
penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan
dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam
suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang
sama (Munson, 2002,p.374). Syarat Hukum Bernoulli adalah:
1. Steady state
2. Densitas relatif konstan
3. Gesekan diabaikan
4. Diacu pada titik yang terletak di satu streamline
Sumber : Munson (2002, p.122)
Gambar 1 . 1 Prinsip Bernoulli
Besarnya tekanan akibat gerakan fluida dapat dihitung dengan menggunakan konsep
kekekalan energi atau prinsip usaha – energi.
Energi Potensial + Energi Kinetik + Energi Tekanan = Konstan
𝑚𝑔ℎ + 1⁄2𝑚𝑣2 + 𝑃𝑉 = Konstan ....................................................................... ......(1-5)
Diasumsikan volume pada fluida konstan :
Diasumsikan berat jenis pada fluida konstan :
Keterangan :
𝑣 = Kecepatan fluida (m/s)
g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2)
= Ketinggian relatif terhadap suatu referensi (m)
= Tekanan fluida (N/m2)
= Berat jenis fluida (N/m3)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan aplikasi Hukum Bernoulli
yang sudah banyak diterapkan pada sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan
manusia masa kini. Berikut ini beberapa contoh aplikasi Hukum Bernoulli tersebut:
1. Hukum Bernoulli digunakan untuk menentukan gaya angkat pada sayap dan badan
pesawat terbang sehingga diperoleh ukuran presisi yang sesuai.
2. Hukum Bernoulli digunakan untuk mesin karburator yang berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar dan mencampurnya dengan aliran udara yang masuk.
3. Hukum Bernoulli berlaku pada aliran air melalui pipa dari tangki penampung menuju
bak-bak penampungan. Biasanya digunakan di rumah-rumah pemukiman.
4. Hukum Bernoulli digunakan pada mesin yang mempercepat laju kapal layar. (Indrajit,
2007, p.154-155).
1.1.3 Fenomena Volute
Volute merupakan saluran melengkung yang luas penampangnya semakin lama
semakin membesar yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan fluida pada saat keluar.
Fenomena volute yaitu mengubah energi kecepatan menjadi energi tekanan. Ketika
fluida yang masuk diputar oleh fan maka kecepatan bertambah dan fan yang berputar akan
meneruskan dan memberikan gaya putar sentrifugal kepada fluida sehingga fluida bergerak
keluar dengan tekanan tinggi, sesuai dengan luas penampang volute yang semakin lama
semakin membesar.
Sehubungan dengan hukum kontinuitas, jika semakin besar luas penampang suatu
ruang maka kecepatan akan berkurang sedangkan tekanannya bertambah, begitu juga
sebaliknya.
Sumber : Munson (2002, p.761)
1.1.4 Pengukuran Beda Tekanan
Pada kenyatannya dalam sebuah fan terdapat dua jenis tekanan, yaitu tekanan masuk
dan tekanan keluar. Untuk menghitung tekanan suatu fluida gas dengan cara
membandingkan dengan tekanan atmosfir digunakan alat yang disebut dengan manometer.
Gambar 1.2 Fenomena Volute
1.1.4.1 Manometer
Manometer digunakan untuk menetukan perbedaan tekanan diantara dua titik di
saluran pembuangan udara. Perbedaan tekanan kemudian dapat digunakan untuk
menghitung kecepatan aliran di saluran dengan menggunakan Persamaan Bernoulli.
Macammacam manometer, antara lain:
1. Manometer pipa-U
Sebuah tipe lain manometer yang sangat luas digunakan terdiri dari sebuah tabung
yang dibuat dalam bentuk U yang seperti ditunjukkan pada gambar di bawah. Fluida
yang berada dalam manometer disebut fluida pengukur (Munson, 2002, p.62).
Manometer pipa-U diisi cairan setengahnya (biasanya berisi minyak, air atau air
raksa) dimana pengukuran dilakukan pada satu sisi pipa, sementara tekanan (yang
mungkin terjadi karena atmosfer) diterapkan pada tabung yang lainnya. Perbedaan
ketinggian cairan memperlihatkan tekanan yang diterapkan.
Sumber : Avallone (2007, p.34)
2. Manometer pipa-U satu sisi
Manometer pipa-U satu sisi sebenarnya pada prinsipnya sama dengan
manometer pipa-U, akan tetapi manometer pipa-U satu sisi digunakan untuk mengukur
tekanan lebih dari 1 atm. Sebelum digunakan tinggi permukaan raksa sama dengan
tekanan dalam pipa-U satu adalah 1 atm.
Gambar 1.3 Manometer Pipa - U
Gambar 1.4 Manometer Pipa-U Satu Sisi
Sumber : Avallone (2007, p.34)
3. Manometer pipa miring
Untuk mengukur perubahan yang sangta kecil, sejenis manometer yang ditunjukkan
manometer-U. Satu kaki dimiringkan pada sudut θ. Perbedaan tekanan PA –Pb dapat
dinyatakan sebagai
pA + γ1 h1 – γ2 l2 sin θ – γ3 h3 = pb .......................................................................... (1-8)
Atau
Pa – pb = γ2 l2 sin θ + γ3 h3 - γ1 h1 ........................................................................... (1-9)
Sumber : (Munson, 2002,p.67)
Sumber : Avallone (2007, p.34)
Gambar 1.5 Manometer Pipa Miring
1.1.4.2 Variasi Pengukuran Beda Tekanan
1. Venturi
Venturi adalah sebuah pipa yang berfungsi menurunkan tekanan fluida yang terjadi
ketika fluida tersebut bergerak melalui pipa yang menyempit. Kecepatan fluida dipaksa
meningkat untuk mempertahankan debit fluida yang sedang bergerak tersebut, sementara
tekanan pada bagian sempit ini harus turun akibat pemindahan energi potensial tekanan
menjadi energi kinetik. Hal ini juga berhubungan dengan hukum kontinuitas.
Sumber : White (2009, p.176)
Sumber : Flow Measurement hal 175-176
2. Nozzle
Nozzle adalah alat yang digunakan untuk mengekspansikan fluida sehingga
kecepatannya meningkat dan tekanannya menurun. Fungsi nozzle adalah pressure
control untuk mesin dan perangkat percepatan konversi energi gas menjadi energi
kinetik.
Sumber : Cengel (2006, p.126)
Gambar 1.6 Venturi
Gambar 1.7 Nozzle
Sumber : Flow Measurement hal 175-176
3. Orifice
Orifice adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur laju aliran volume
atau massa fluida di dalam saluran yang tertutup (pipa) berdasarkan prinsip beda tekanan.
Alat ini berupa plat tipis dengan gagang yang diapit diantara flens pipa. Fungsi dari
gagang adalah untuk memudahkan dalam proses pemasangan dan penggantian. Orifice
termasuk alat ukur laju aliran dengan metode rintangan aliran. Karena geometrinya
sederhana, biayanya rendah dan mudah dipasang atau diganti.
Sumber : Singh (2009, p.324)
Sumber : Flow Measurement hal 175-176
1.1.5 Pengertian Fan
Fan adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menghasilkan aliran fluida gas. Fan
menghasilkan aliran fluida dengan debit aliran yang besar pada tekanan rendah.
1.1.6 Jenis-jenis Fan
1. Centrifugal Fan
Centrifugal fan bekerja dengan menghisap fluida dari arah aksial dan
mengalirkannya ke arah tangensial. Centrifugal fan meningkatkan kecepatan aliran
fluida dengan impeller yang berputar. Kecepatan meningkat sampai mencapai ujung
sudu dan kemudian diubah ke tekanan oleh volute.
Gambar 1.8 Orifice
Sumber : Munson (2002, p.768)
2. Axial Fan
Axial fan menggerakan aliran fluida sepanjang sumbu fan. Cara kerja aksial fan pada
impeller pesawat terbang yaitu dengan putaran blades fan menghasilkan pengangkatan
aerodinamis yang menekan udara.
Sumber : Munson (2002, p.761)
Gambar 1.9 Centrifugal F an
Gambar 1.10 Axial F an
BAB II
FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Fluida
Fluida adalah zat yang terdeformasi secara terus-menerus akibat terkena tegangan geser
(shear stress). Hal ini menunjukan terdapat tegangan geser ketika fluida mengalir.
Sumber:(ROBERT W.FOX et al.(2003:3).
Gambar 2.1 Penggambaran Sederhana Tegangan Geser
Sumber: Hibbeler, R.C. (2004)
𝜏 = F
A= 𝜇
𝑑𝑣
𝑑𝑦 .................................................................................................. (2-1)
Keterangan:
τ = Tegangan geser fluida (N/m2)
μ = Viskositas fluida (kg/ms)
dv
dy= Gradien kecepatan (m/s)
2.1.2 Macam-macam Fluida
A. Berdasarkan Laju Deformasi dan Tegangan Geser
1. Fluida Newtonian
Fluida Newtonian adalah fluida yang tegangan geser dan regangan gesernya linier.
Fluida Newtonian memiliki viskositas dinamis yang tidak akan berubah karena
pengaruh gaya-gaya yang bekerja padanya. Viskositas fluida newtonian hanya
bergantung pada temperatur dan tekanan.
Sumber:(ROBERT W.FOX et al.(2003:27).
Gambar 2.2 Variasi Linier dari Tegangan Geser Terhadap Laju Regangan Geser Fluida
Sumber: Munson (2013, p.17)
2. Fluida Non-Newtonian
Fluida non-Newtonian adalah fluida yang tegangan gesernya tidak berhubungan
secara linier terhadap laju regangan geser. Fluida jenis ini memiliki viskositas
dinamis yang dapat berubah-ubah ketika terhadap gaya yang bekerja pada fluida
tersebut dan waktu. Contoh Fluida non-Newtonian adalah plastic
Sumber:(ROBERT W.FOX et al.(2003:27)).
Gambar 2.3 Variasi Linier dari Tegangan Geser Terhadap Laju Geser Beberapa Fluida,
Termasuk Fluida non-Newtonian
Sumber: Munson (2013, p.17)
Aliran Non Newtonian terbagi 2: Pseudoplastik; Dilatant.
Tabel 2.1
Perbedaan Peseudoplastik dan Dilatant
Perilaku Karakteristik Contoh
Pseudoplastik
Pengurangan viskositas terlihat dengan
jelas dengan adanya peningkatan gaya
geser
Beberapa koloid, tanah
liat, susu, gelatin, darah
Dilatant
Peningkatan viskositas terlihat dengan
jelas dengan adanya peningkatan gaya
geser
Larutan gula , suspensi
pati beras, pati jagung
B. Berdasarkan Mampu Mampat:
1. Compressible Fluid
Compressible Fluid adalah fluida yang memiliki massa jenis yang berubah pada
setiap alirannya. Dengan kata lain, massa jenis fluida ini tidak sama pada setiap titik
yang dialirinya. Hal ini disebabkan karena volume fluida yang berubah-ubah, dapat
membesar atau mengecil pada setiap penampang yang dialirinya. Compressible Fluid
memiliki bilangan Mach lebih besar dari 0,3. Bilangan Mach yaitu perbandingan
antara kecepatan fluida per kecepatan suara, seperti pada persamaan di bawah ini:
𝑀𝑎 =𝑣
𝑎 .................................................................................................................. (2-2)
Keterangan:
v = Kecepatan fluida (m/s2)
a = Kecepatan suara (m/s2)
Ma = Bilangan Mach
Sumber : (Robert W.Fox et al.(2003:39-40)).
2. Incompressible Fluid
Incompressible Fluid adalah fluida yang memiliki volume dan massa jenis tetap
pada setiap alirannya. Dengan kata lain, massa jenis fluida ini sama pada setiap titik
yang dialirinya. Incompressible Fluid memiliki bilangan Mach lebih kecil dari 0,3.
Pembagian kecepatan berdasarkan bilangan Mach:
Subsonik (Mach < 1,0)
Sonik (Mach = 1,0)
Transonik (0,8 < Mach < 1,3)
Supersonik (Mach >1,0)
Hipersonik (Mach > 5,0)
Sumber : (Robert W.Fox et al.(2003:39-40)).
C. Berdasarkan Sifat Alirannya:
1. Aliran Laminer
Alirannya memiliki lintasan lapisan batang yang panjang, sehingga seperti
berlapis-lapis (Sumber : Robert W.Fox et al.(2003:38). Aliran ini mempunyai bilangan
Reynolds (Re) kurang dari 2300. (Sumber : Robert W.Fox et al.(2003:41).
Gambar 2.4 Aliran Laminer
Sumber: Kindu (2008, p.18)
2. Aliran Turbulen
Alirannya mengalami pergolakan (berputar-putar) ke segalah arah dengan
pergerakan yang acak(Sumber : Robert W.Fox et al.(2003:38-39) . Ciri-ciri aliran ini
tidak memiliki keteraturan dalam lintasan fluida dan kecepatan fluida tinggi. (Sumber
: Robert W.Fox et al.(2003:39)
Gambar 2.5 Aliran Turbulen
Sumber: Kindu (2008, p.18)
3. Aliran Transisi
Alirannya merupakan aliran peralihan dari aliran laminer ke aliran turbulen.
Aliran ini memiliki bilangan Re antara 2300 – 4000.
Sumber: (Anthony Esposito hal 145)
Gambar 2.6 Aliran Transisi
Sumber: Kindu (2015, p.19)
D. Berdasarkan Bentuk Aliran
1. Fluida Statis
Fluida Statis adalah fluida yang berada dalam fase tidak bergerak (diam) atau
fluida dalam keadaan bergerak, tetapi tidak terdapat perubahan kecepatan. Fluida
Statis diasumsikan tidak memiliki gaya geser.
2. Fluida Dinamis
Fluida Dinamis adalah fluida yang mengalir dengan kecepatan yang tidak
seragam. Biasanya fluida ini mengalir dari luas penampang tertentu ke luas penampang
yang berbeda.
2.1.3 Hukum Bernoulli
Hukum ini diterapkan pada zat cair yang mengalir dengan kecepatan berbeda dalam
satu pipa. Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang
menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan
menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan
penyederhanaan dari persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada
suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain
pada jalur aliran yang sama. Syarat Hukum Bernoulli adalah:
1. Steady state (Sumber:munson hal 374)
2. Densitas relatif konstan(Sumber:munson hal 374)
3. Inviscid (Sumber:munson hal 374)
4. Diacu pada satu streamline(Sumber:munson hal 374)
5. Tidak ada shaft work dan heat transfer
Secara umum, terdapat dua bentuk persamaan Bernoulli, yang pertama berlaku untuk
aliran tak termampatkan (incompressible flow) dan yang lain untuk fluida termampatkan
(compressible flow). (Sumber:munson hal 373)
a. Aliran Tak Termampatkan
Aliran tak termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan tidak berubahnya
besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut. Contohnya:
air, minyak, emulsi, dll
Sumber: Fisika Dasar I hal 163
Gambar 2.7 Prinsip Bernoulli
Sumber: Suharto (2015, p.19)
Besarnya tekanan akibat gerakan fluida dapat dihitung dengan menggunakan konsep
kekekalan energi atau prinsip usaha – energi.
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 + 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝐾𝑖𝑛𝑒𝑡𝑖𝑘 + 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑚𝑔ℎ + 1 2⁄ 𝑚𝑣2 + 𝑃𝑉 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 ......................................................................... (2-3)
Diasumsikan volume pada fluida konstan:
𝑚𝑔ℎ
𝑉+
12⁄ 𝑚𝑣2
𝑉+
𝑃𝑉
𝑉= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝜌𝑔ℎ + 1 2⁄ 𝜌𝑣2 + 𝑃 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛.............................................................................. (2-4)
𝑚𝑔ℎ
𝑚𝑔+
12⁄ 𝑚𝑣2
𝑚𝑔+
𝑃𝑉
𝑚𝑔= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
ℎ +𝑣2
2𝑔+
𝑃
𝜌𝑔= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 ..................................................................................... (2-5)
ℎ +𝑣2
2𝑔+
𝑃
𝛾= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 ............................................................................................ (2-6)
Sumber : (Anthony Esposito hal 99-101)
Keterangan:
v = kecepatan fluida (m/s)
V = volume fluida (m3)
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)
h = ketinggian relatif terhadap suatu referensi (m)
P = tekanan fluida (Pa)
ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
γ = berat jenis fluida (N/m3)
b. Aliran Termampatkan
Aliran termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan berubahnya besaran
kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut. Contohnya: udara, gas
alam, dll. (Sumber: Fisika Dasar I hal 163)
c. Aplikasi Hukum Bernoulli
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan aplikasi hukum Bernoulli yang
sudah banyak diterapkan pada sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan manusia
masa kini. Berikut ini beberapa contoh aplikasi hukum Bernoulli tersebut:
1. Hukum Bernoulli digunakan untuk menentukan gaya angkat pada sayap dan badan
pesawat terbang sehingga diperoleh ukuran presisi yang sesuai.
2. Hukum Bernoulli digunakan untuk mesin karburator yang berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar dan mencampurnya dengan aliran udara yang masuk.
3. Hukum Bernoulli berlaku pada aliran air melalui pipa dari tangki penampung menuju
bak-bak penampungan. Biasanya digunakan di rumah-rumah pemukiman.
4. Hukum Bernoulli digunakan pada mesin yang mempercepat laju kapal layar.
Sumber:Mudah dan Aktif belajar Fisika hal 154-155
2.1.4 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskos yang
mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu.
Bilangan Reynolds digunakan untuk membedakan aliran apakah turbulen atau laminer.
Tedapat suatu angka tidak bersatuan yang disebut Angka Reynolds (Reynolds Number).
Angka ini dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑒 = 𝑉𝐿
𝑣=
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠 ...................................................................................... (2-7)
Sumber: Anthony Esposito hal 145
Keterangan:
Re = Angka Reynolds (tanpa satuan)
V = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
L = panjang aliran dalam pipa (ft atau m)
v = viskositas kinematis, v = μ
ρ⁄ (ft2/s atau m2/s)
2.1.5 Head
Head adalah energi per satuan berat, yang disediakan untuk mengalirkan sejumlah zat
cair untuk dikonversikan menjadi bentuk lain. (Sumber : ROBERT W.FOX et
al.(2003:335). Head mempunyai satuan meter (m). Menurut Bernoulli ada 3 macam head
fluida, yaitu:
1. Head Tekanan
Head tekanan adalah perbedaan antara head tekanan yang bekerja pada permukaan
zat cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang bekerja pada permukaan zat cair pada
sisi hisap.
𝑃
𝛾=
𝑃𝑑
𝛾−
𝑃𝑠
𝛾 ........................................................................................................... (2-8)
Keterangan:
P
γ = head tekanan (m)
Pd
γ = head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi tekan (m)
Ps
γ = head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi hisap (m)
2. Head Kinetik
Head kinetik adalah head yang diperlukan untuk menggerakkan suatu zat dari
keadaan diam sampai tempat dan kecepatan tertentu.
ℎ𝑘 =𝑉𝑑2
2𝑔−
𝑉𝑠2
2𝑔 ..................................................................................................... (2-9)
Keterangan:
hk = head kecepatan atau head kinetik (m)
Vd2
2g = kecepatan zat cair pada saluran tekan (m)
Vs2
2g = kecepatan zat cair pada saluran hisap (m)
3. Head Potensial
Didasarkan pada ketinggian fluida di atas bidang banding (datum plane), jadi suatu
kolom air setinggi Z mengandung sejumlah energi yang disebabkan oleh posisinya atau
disebut fluida mempunyai head sebesar Z kolom air.
𝑍 = 𝑍𝑑 − 𝑍𝑠 ......................................................................................................... (2-10)
Keterangan:
Z = head statis total atau head potensial (m)
Zd = head statis pada sisi tekan (m)
Zs = head statis pada sisi hisap (m)
2.1.6 Losses
Kerugian energi atau istilah umumnya dalam mekanika fluida kerugian head (head
losses) tergantung pada:
1. Bentuk, ukuran dan kekasaran saluran
2. Kecepatan fluida
3. Kekentalan
Losses umumnya digolongan sebagai berikut:
a. Minor Losses
Minor losses disebabkan oleh alat-alat pelengkap lokal atau yang diberi istilah
tahanan hidrolis seperti misalnya, perubahan bentuk saluran atau perubahan ukurannya.
Contoh dari beberapa alat-alat pelengkap lokal adalah:
Gambar 2.8 Minor Losses. (a) Gate, (b) Orifice, (c) Elbow, (d) Valve
Sumber: Suharto (2015, p.19)
ℎ = 𝑘𝑣2
2𝑔 .............................................................................................................. .(2-11)
(Sumber : Robert W.Fox et al.(2003:341)
Keterangan:
h = kerugian aliran akibat valve, elbow, orifice, dan perubahan penampang (m)
k = koefisien hambatan valve, elbow, orifice, dan perubahan penampang
v = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
b. Major Losses
Major losses adalah suatu kerugian yang dialami oleh aliran fluida dalam pipa yang
disebabkan oleh koefisien gesekan pipa yang besarnya tergantung kekasaran pipa,
diameter pipa dan bilangan Reynolds. Koefisien gesek dipengaruhi juga oleh kecepatan,
karena distribusi kecepatan pada aliran laminer dan aliran turbulen berbeda. Secara
matematik, dapat ditunjukan sebagai berikut :
ℎ𝑓 = 𝑓.𝐿
𝐷.
𝑣2
2𝑔 ...................................................................................................... .(2-12)
(Sumber : Robert W.Fox et al.(2003:337-338)
Keterangan:
hf = major losses (m)
f = koefisien gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/s)
g = gravitasi (m/s2)
Gambar 2.9 Diagram Moody
Sumber: Suharto (2015, p.19)
Untuk mendapatkan harga f dapat menggukan grafik Moody (Moody diagram),
misalnya akan mencari koefisien gesekan suatu pipa, harga bilangan Reynolds dapat
dicari terlebih dahulu.
Kemudian angka kekasaran (ε) dibagi diameter pipa didapat suatu harga εd⁄ , lalu
ditarik ke kiri sejajar garis bilangan Reynolds, akan mendapat harga f
2.1.7 Viskositas
Viskositas (kekentalan) dapat dianggap sebagai gesekan di bagian dalam suatu
fluida.Karena adanya viskositas ini, maka untuk menggerakkan salah satu lapisan fluida di
atas lapisan lainnya, atau supaya satu permukaan dapat meluncur di atas permukaan lainnya
bila di antara permukaan-permukaan ini terdapat lapisan fluida, haruslah dikerjakan gaya.
Baik zat cair maupun gas mempunyai viskositas hanya saja zat cair lebih kental (viscous)
daripada gas. Alat yang digunakan untuk mengukur viskositas yaitu viskometer. Berikut ini
adalah macam-macam viskositas : (Sumber :sear zamansky (1982:340)
1. Viskositas dinamik, yaitu rasio antara shear stress dan shear rate. Viskositas dinamik
disebut juga koefisien viskositas.
𝜇 =𝜏
𝑢𝑍0
⁄ .............................................................................................................. .(2-13)
Keterangan:
τ = tegangan geser (N/m)
μ = viskositas dinamik (Ns.m2)
u
Z0 = perubahan sudut atau kecepatan sudut dari garis (m/s)
Sumber : Statika Fluida hal 105
Gambar 2.10 Viskositas Dinamik
Sumber: White (1991, p.20)
2. Viskositas kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan densitasnya. Viskositas ini
dinyatakan dalam satuan Stoke (St) pada cgs dan m2/s pada SI.
𝑣 =𝜇
𝜌 ................................................................................................................... (2-14)
Keterangan:
v = viskositas kinematik (m2/s)
μ = viskositas dinamik (Ns.m2 atau kg.m/s)
ρ = densitas atau massa jenis (kg/m)
Sumber : Statika fluida hal 107
Gambar 2.11 Viskositas Kinematik
Sumber: White (1991, p.24)
Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Suhu
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik, maka viskositas akan
turun dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan partikel-
partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan menurun
kekentalannya.
Sumber : Statika fluida hal 109
Tabel 2.2
Kerapatan dan Kekentalan Udara pada 1 atm
Sumber: White (1991, p.21)
Tabel 2.3
Kerapatan dan Kekentalan Air pada 1 atm
Sumber: White (1991, p.21)
b. Konsentrasi Larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan
konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan
menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak
partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin
tinggi pula.
c. Tekanan
Viskositas berbanding lurus dengan tekanan, karena semakin besar tekanannya,
cairan akan semakin sulit mengalir akibat dari beban yang dikenakannya.
2.1.8 Macam-macam Katup
Katup adalah sebuah alat untuk mengatur aliran suatu fluida dengan menutup,
membuka atau menghambat sebagian dari jalannya aliran. Beberapa macam katup yang
sering digunakan yaitu:
a. Gate Valve
Bentuk penyekat adalah piringan, atau sering disebut wedge, yang digerakkan ke atas
bawah untuk membuka dan menutup. Biasanya digunakan untuk posisi buka atau tutup
sempurna dan tidak disarankan untuk posisi sebagian terbuka.
Sumber : Anthony Esposito hal 153-154
Gambar 2.12 Gate Valve
Sumber: White (2009, p.390)
b. Globe Valve
Digunakan untuk mengatur banyaknya aliran fluida. Globe valve memiliki
keuntungan yang lain yaitu kemampuanya untuk menahan bocor, maksudnya ia lebih
rekat di banding dengan jenis valve lainya. oleh karenanya, ia dapat di gunakan untuk
tekanan tinggi atau dalam aplikasi volume aliran yang lebih besar.
Sumber : Anthony Esposito hal 152-153
Gambar 2.13 Globe Valve
Sumber: White (2009, p.390)
c. Butterfly Valve
Bentuk penyekatnya adalah piringan yang mempunyai sumbu putar di tengahnya.
Menurut desainnya, dapat dibagi menjadi concentric dan eccentric. Eccentric memiliki
desain yang lebih sulit, tetapi memiliki fungsi yang lebih baik dari concentric. Bentuknya
yang sederhana membuat lebih ringan dibanding valve lainnya.
Gambar 2.14 Butterfly Valve
Sumber: White (2009, p.392)
d. Ball Valve
Bentuk penyekatnya berbentuk bola yang mempunyai lubang menerobos
ditengahnya. Ball Valve adalah sebuah Valve atau katup dengan pengontrol
aliran berbentuk disc bulat (seperti bola/belahan). Bola itu memiliki lubang, yang berada
di tengah sehingga ketika lubang tersebut segaris lurus atau sejalan dengan kedua ujung
Valve / katup, maka aliran akan terjadi. Sumber : Anthony Esposito hal 155
Gambar 2.15 Ball Valve
Sumber: White (1991, p.103)
e. Plug/Cock Valve
Seperti ball valve, tetapi bagian dalamnya bukan berbentuk bola, melainkan silinder.
Karena tidak ada ruangan kosong di dalam badan valve, maka cocok untuk fluida yang
berat atau mengandung unsur pada seperti lumpur.
Gambar 2.16 Plug Valve
Sumber: Munshon (2002, p.488)
2.1.9 Jenis-jenis Flowmeter
Flowmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur debit fluida, ada 4 jenis
flowmeter, yaitu:
a. Rotameter
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat aliran fluida dalam tabung tertutup.
Tersusun dari tabung dengan pelampung di dalamnya yang kemudian di dorong oleh
aliran, lalu ditarik ke bawah oleh gravitasi. Sumber : Flow Measurement hal 164
Gambar 2.17 Rotameter
Sumber: Munshon (2002, p.517)
b. Venturi
Alat yang digunakan untuk mengetahui beda tekanan. Efek venturi terjadi ketika
fluida tersebut bergerak melalui pipa yang menyempit.
Sumber : Flow Measurement hal 175-176
Gambar 2.18 Venturi
Sumber: White (2009, p.176)
c. Nozzle
Sebuah nozzle sering berbentuk pipa atau tabung dari berbagai variasi luas
penampang, dan dapat digunakan untuk mengarahkan atau memodifikasi aliran fluida
(cairan atau gas). Nozzle sering digunakan untuk mengontrol laju aliran, kecepatan, arah,
massa, bentuk, dan atau tekanan dari aliran yang muncul.
Sumber : Flow Measurement hal 176
Gambar 2.19 Nozzle
Sumber: Morrison (2012, p.27)
d. Orifice
Alat untuk mengukur besar arus aliran (Sumber: Munson hal 88) . Terdapat tiga jenis
orifice, yaitu:
1. Concentric Orifice
Digunakan untuk semua jenis fluida yang tidak mengandung partikel padat.
Gambar 2.20 Concentric Orifice
Sumber: Rajput (2008, p.22)
Sumber : Flow Measurement hal 85
2. Eccentric Orifice
Digunakan untuk fluida yang mengandung partikel padat.
Gambar 2.21 Eccentric Orifice
Sumber: Rajput (2008, p.22)
Sumber : Flow Measurement hal 85
3. Segmental Orifice
Digunakan untuk fluida khusus.
Gambar 2.22 Segmental Orifice
Sumber: Rajput (2008, p.22)
Sumber : Flow Measurement hal 85
BAB III
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH
3.1 Dasar Teori
3.1.1 Mekanisme Perpindahan Panas
Energi panas dapat ditransfer dari satu sistem ke sistem yang lain, sebagai hasil dari
perbedaan temperatur. Sedangkan analisis termodinamika hanya mengangkat hasil dari
perpindahan panas sebagai sistem yang mengalami proses dari satu keadaan setimbang
yang lain. Jadi ilmu yang berhubungan dengan penentuan tingkat perpindahan energi adalah
perpindahan panas. Adapun transfer energi panas selalu terjadi dari medium suhu yang
lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah, dan perpindahan panas berhenti ketika dua medium
mencapai suhu yang sama.
Tiga mekanisme perpindahan panas adalah konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi
terjadi pada suatu benda atau dua benda yang disentuhkan. Konvesi tergantung pada gerakan
massa dari suatu daerah ruang ke daerah lainnya. Radiasi adalah perpindahan panas melalui
radiasi elektromagnetik, seperti sinar, tanpa memerlukan medida apapun pada ruang di
antaranya. (Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Jilid Kesepuluh Halaman
175)
3.1.2 Konduksi
Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di dalam nyala api, sedangkan
ujung yang satu lagi dipegangm bagian batang yang dipegang ini akan terasa makin lama
makin panas walaupun tidak kontak langsung dengan nyala api itu. Dalam hal ini
dikatakanlah bahwa panas sampai di ujung batang uang lebih dingin secara konduksi
sepanjang atau melalui bahan batang itu. Konduksi panas hanya dapat terjadi dalam suatu
benda apabila ada bagian-bagian benda itu berada pada suhu yang tidak sama, dan arah
alirannya selalu dari ririk yang suhunya lebih tingg ike titik yang suhunya lebih
rendah.(Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 391)
Gambar 3.1 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Dinding
Sumber : Cengel (2003, p.104)
Gradien suhu di sembarang titik dan semabrang waktu didefinisikan sebagai cepatnya
perubahan suhu t sesuai dengan jarak x di sepanjang batang.
Gradien suhu= dt/dx
Konduktivitas termal k bahan batang itu didefinisikan sebgaai arus panas (negatif) per
satuan luas yang tegak lurus pada arah aliran, dan per satuan gradien suhu:
K =- 𝐻
𝐴(𝑑𝑡
𝑑𝑥)
Tanda negatif dimasukkan ked lama definis, sebab H adalah positif (panasamengalir
dari kiri ke kanan). Jadi, k merupaka besaran positif. Persamaan diatas lebih biasa ditulis
H =-kA 𝑑𝑡
𝑑𝑥
(Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 392)
3.1.3 Konveksi
Konveksi dipakai untuk perpindahan panas dari sau tempat ke tempat lain akibat
perpindahan bahannya sendiri. Tungku udaara panas dan sistem pemanasa dengan air panas
adalah dua contohnya. Jika bahan yang dipanaskan dipaksa bergerak dengan alat peniup atau
pompa, prosesnya disebut konveksi yang dipaksa; kalau bahan itu mengalir akibar perbedaan
rapat massa, prosesnya disebut konveksi. (Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky
Halaman 395)
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas
suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir
dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi
yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam
partikelpartikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke
daerah yang bersuhu rendah didalam fluida di mana mereka akan bercampur dengan, dan
memindahkan sebagian energinya kepada, partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini
alirannya adalah aliran fluida maupun energi.
Energi sebenarnya disimpan di dalam partikel-partikel fluida dan diangkut sebagai
akibat gerakan massa partikel-partikel tersebut. Mekanisme ini untuk operasinya tidak
tergantung hanya pada beda suhu dan oleh karena itu tidak secara tepat memenuhi definisi
perpindahan panas. Tetapi hasil bersihnya adalah angkutan energi, dan karena terjadinya
dalam arah gradien suhu, maka juga digolongkan dalam suatu cara perpindahan panas dan
ditunjuk dengan sebutan aliran panas dengan cara konveksi.
Laju perpindahan panas dengan cara konveksi ntara suatu permukaan dan suatu fluida
dapat dihitung dengan persamaan 3-3.
𝑄𝑘𝑜nveksi= ℎ 𝐴𝑠 (𝑇𝑠 − 𝑇∞).........................................................................................................(3-3)
Dimana :
Q = Laju perpindahan panas dengan cara konveksi, (W/m2)
As = Luas perpindahan panas, (m²)
Ts = Temperarur permukaan benda padat, (K)
T∞ = Temperatur fluida mengalir, (K)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi, (W/mK)
Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi alami (free convection)
dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan alirannya, contohnya
adalah angin laut dan angin darat. Konveksi M alami adalah perpindahan panas yang
disebabkan oleh beda suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang
mendorongnya. Konveksi alamiah dapat terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya
apung, sedangkan gaya apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa
dipengaruhi gaya dari luar sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien
suhu pada fluida.
Konveksi paksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan yang disebabkan
adanya tenaga dari luar. Konveksi paksa dapat pula terjadi karena arus fluida yang terjadi
digerakkan oleh suatu peralatan mekanik, jadi arus fluida tidak hanya tergantung pada
perbedaan densitas. Contoh perpindahan panas secara konveksi paksa adalah pelat panas
dihembus udara dengan kipas/blower.
Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan aliran
internal.Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda. Contohnya
adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal adalah aliran fluida
yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran dalam pipa/saluran. Perbedaan
antara aliran eksternal dan aliran internal pada suatu pipa ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Aliran eksternal udara dan aliran internal air pada suatu pipa/saluran
Sumber: Cengel (2002, p.10)
3.1.4 Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi terus-menerus dari permukaan semua benda. Energi ini
dinamakan energi radian dan dalam bentuk gelombang elektromagnet. Gelombang ini
bergerak secepat keecepatan cahaya dan dapat melewati ruang hampa, dan jiga melalui
udara. (Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 398)
Tingkat maksimum radiasi yang dapat dipancarkan permukaan pada suhu Ts mutlak
diberikan oleh hukum StefannBoltzmann dapat dilihat pada persamaan 3-4.
𝑄𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖𝑚𝑎𝑥= 𝜎𝐴𝑠𝑇𝑠4.................................................................................................(3-4)
Dimana :
σ = Konstanta Stefann-Boltzmann (5,67 x 10−8W/m2 K4)
𝐴𝑠 = Luas perpindahan panas, (m²)
Ts = Temperatur absolut (K)
Radiasi yang dipancarkan oleh semua permukaan nyata lebih kecil dari radiasi yang
dipancarkan oleh benda hitam pada suhu yang sama, dan dinyatakan sebagai:
𝑄𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝜀𝜎𝐴𝑠𝑇𝑠4....................................................................................................(3-5)
Dimana :
ε = Emisivitas permukaan yang besarnya diantara 0 ≤ ε ≤ 1
3.1.5 Konduktivitas Termal
Karena mekanisme transfer-panas konduksi adalah mekanisme yang berhubungan
dengan interaksi molekuler, kita akan lebih mudah mengamati gerakan molekul-molekul gas
dari sudut pandang yang sama. Dengan memperhatikan volume kontrol, di mana transfer
energi dalam arah y terjadi hanya dalam skala molekuler saja. Transfer massa melalui bagian
atas volume kontrol ini dianggap terjadi hanya pada skala molekuler. Kriteria ini dipenuhi
untuk gas dalam aliran laminer.
(Dasar-Dasar Fenomena Transport Volume 2 Transfer Panas, James R. Welty,
Halaman 2)
Konduktivitas termal adalah kemampuan suatu material untuk menghantarkan
panas.Persamaan untuk laju perpindahan panas konduksi dalam kondisi stabil juga dapat
dilihat sebagai persamaan penentu bagi konduktivitas termal. Sehingga konduktivitas termal
dari material dapat didefinisikan sebagai laju perpindahan panas melalui ketebalan unit
bahan per satuan luas per perbedaan suhu. Konduktivitas termal material adalah ukuran
kemampuan bahan untuk menghantarkan panas. Harga tertinggi untuk konduktivitas termal
menunjukkan bahwa material adalah konduktor panas yang baik, dan harga terendah untuk
konduktivitas termal menunjukan bahwa material adalah bukan pengahantar panas yang
baik atau disebut isolator.
Suhu adalah ukuran energi kinetik dari partikel seperti molekul atau atom dari suatu zat.
Pada cairan dan gas, energi kinetik dari partikel terjadi karena gerak translasi acak, getaran
dan rotasi partikel. Ketika dua molekul yang memiliki energi kinetik yang berbeda
berbenturan, maka energi kinetik dari molekul dengan kandungan energy tinggi ditransfer
ke molekul dengan kandungan energi yang lebih rendah. Makin tinggi suhu maka semakin
cepat molekul bergerak serta semakin tinggi jumlah molekul tabrakan makasemakin baik
perpindahan panasnya.
3.1.6 Difusivitas Termal
Cp sering dijumpai dalam analisis perpindahan panas, disebut kapasitas panas material.
Baik dari Cp panas spesifik dan kapasitas panas ρCp mewakili kemampuan penyimpanan
panas dari suatu material. Tapi Cp mengungkapkan itu per satuan massa sedangkan ρCp
mengungkapkan itu per satuan volume, dapat melihat dari satuan mereka masing-masing.
Sifat bahan lain yang muncul dalam analisis konduksi panas transien adalah difusivitas
termal, yang mewakili bagaimana cepat panas berdifusi melalui materi dan dirumuskan
seperti persamaan 3-6.
𝛼 = 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛
𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛=
𝑘
𝑝𝐶𝑝 (𝑚²/𝑠)............................................................... (3-6)
Keterangan :
𝛼 = Diffusitivitas termal (m2/s)
k = Konduktivitas termal (W/mK)
𝑝𝐶𝑝 = Kemampuan penyimpanan panas (J/m3·°C)
Bahan yang memiliki konduktivitas panas yang tinggi atau kapasitas panas yang rendah
jelas akan memiliki difusivitas termal besar. Semakin besar difusivitas termal, semakin cepat
penyebaran panas ke medium. Nilai diffusivitas termal yang kecil berarti panas yang
sebagian besar diserap oleh material.
3.1.7 Resistansi Termal
Resistansi termal merupakan salah satu properti panas dan memiliki definisi ukuran
perbedaan temperatur dari material yang tahan terhadap aliran panas. Resistansi termal
sendiri berbanding terbalik dengan Konduktivitas termal. Resistansi termal memiliki satuan
yaitu (m2K)/W. Aliran panas dapat dimodelkan dengan analogi rangkaian listrik di mana
aliran panas diwakili oleh arus, suhu diwakili oleh tegangan, sumber panas yang diwakili
oleh sumber arus konstan, resistensi termal mutlak diwakili oleh resistor dan kapasitansi
termal dengan kapasitor. Diagram menunjukkan rangkaian termal setara untuk perangkat
semi konduktor dengan heat sink.
3.1.8 Heat Exchanger
Heat exchanger adalah perangkat yang memfasilitasi pertukaran panas antara dua cairan
pada temperatur yang berbeda, sekaligus menjaga mereka dari pencampuran satu sama lain.
Dalam radiator mobil, misalnya , panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui
tabung radiator ke udara mengalir melalui pelat tipis berjarak dekat dinding luar yang
melekat pada tabung. Perpindahan panas pada Heat exchanger biasanya melibatkan
konveksi di setiap cairan dan konduksi melalui dinding yang memisahkan dua cairan . Dalam
analisis penukar panas , akan lebih mudah untuk bekerja dengan koefisien perpindahan panas
keseluruhan U yang menyumbang kontribusi dari semua efek transfer panas ini. Laju
perpindahan panas antara dua cairan pada lokasi di penukar panas tergantung pada besarnya
perbedaan suhu dibahwa lokasi , yang bervariasi sepanjang penukar panas. Jenis paling
sederhana dari penukarpanas terdiri dari dua pipa konsentris yang berbeda diameter , seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.3 yang disebut double-pipe heat exchanger.
Gambar 3.3 Aliran sistem heat exchanger pipa ganda
Sumber: Cengel (2003, p.332)
Salah satu cairan dalam heat exchanger double-pipa mengalir melalui pipa yang lebih
kecil, sementara cairan lainnya mengalir melalui ruang annular antara dua pipa. Dua jenis
pengaturan aliran yang mungkin dalam double-pipeheat exchanger yaitu dalam aliran
parallel, baik cairan panas dan dingin memasuki heat exchanger pada arah yang sama
sehingga bergerak ke sartu arah yang sama. Dalam aliran counter, cairan panas dan dingin
dimasukkan dari sisi yang berbeda sehingga aliran yang terjadi adalah berlawanan. Tipe lain
dari heat exchanger, yang dirancang khusus untuk mewujudkan besar luas permukaan
perpindahan panas per satuan volume, adalah penukar panas kompak. Compact heat
exchanger memungkinkan kita untukmencapai kecepatan transfer panas tinggi antara dua
cairan dalam volume kecil, dan mereka biasanya digunakan dalam aplikasi dengan
keterbatasan yang ketat pada berat dan volume penukar panas.
Sebuah penukar panas biasanya melibatkan dua cairan mengalir dipisahkan oleh dinding
yang padat. Panas pertama ditransfer dari fluida panas ke dinding oleh konveksi, melalui
dinding dengan konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi dengan konveksi. Jaringan
tahan panas yang terkait dengan proses perpindahan panas ini melibatkan dua konveksi dan
konduksi satu resistensi.
Gambar 3.4 Perpindahan panas pada pipa ganda
Sumber: Cengel. (2003, p.340)
Variabel i dan o mewakili permukaan dalam dan luar dari tabung bagian dalam. Untuk
heat exchanger double pipa kita memiliki Ai = πDiL dan A0 = πD0L dan tahanan panas
tabung dalam situasi ini adalah
𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 = ln(
𝐷𝑜
𝐷𝑖)
2𝜋𝑘𝐿 .......................................................................................................(3-7)
Dimana:
k = adalah konduktivitas termal dari material dinding
L = adalah panjang tabung.
Kemudian tahan panas keseluruhan menjadi
𝑅 = 𝑅𝑡𝑜𝑡 + 𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 + 𝑅𝑜 = 1
ℎ𝑖𝐴𝑖+
ln(𝐷𝑜𝐷𝑖
)
2𝜋𝑘𝐿+
1
ℎ𝑜𝐴𝑜 ...................................................(3-8)
BAB IV
ELECTRICAL CIRCUIT APPARATUS
4.1 Dasar Teori
4.1.1 Besaran – Besaran Pada Rangkaian Listrik
4.1.1.1 Daya Listrik
Daya listrik adalah besar energi listrik yang ditransfer oleh suatu rangkaian listrik
tertutup. Daya listrik sebagai bentuk energi listrik yang mampu diubah oleh alat-alat
pengubah energi menjadi berbagai bentuk energi lain, misalnya energi gerak, energi panas,
energi suara, dan energi cahaya. Selain itu, daya listrik ini juga mampu disimpan dalam
bentuk energi kimia. Baik itu dalam bentuk kering (baterai) maupun dalam bentuk basah
(aki).
𝑃 =𝑊
𝑡......................................................................................................................(4-1)
Dimana :
P = Daya Listrik (Watt)
W = Energi Listrik (Joule)
t = waktu (sekon)
4.1.1.2 Tegangan Listrik
Tegangan listrik adalah perbedaan potensial listrik antara dua titik dalam rangkaian
listrik yang memiliki perbedaan jumlah muatan listrik.
𝑉 = 𝐼𝑅....................................................................................................................(4-2)
Dimana :
V = Tegangan Listrik (Volt)
I = Arus Listrik (Ampere)
R = Hambatan (Ohm)
Sumber: Dasar Listrik dan Elektronika hal 9
4.1.1.3 Arus Listrik
Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang bergerak melalui penampang suatu
penghantar untuk setiap satuan waktu.Arus listrik akan mengalir jika ada beban pada
rangkaian tertutup. Arah aliran arus listrik (sesuai konvensi ) yaitu dari potensial tinggi ke
potensial rendah atau kebalika dari arah aliran electron. Secra prinsip jenis-jenis arus listrik
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Arus searah (direct current)
2) Arus bolak-balik (alternating current)
𝐼 =𝑄
𝑡....................................................................................................................... (4-3)
Dimana :
Q = Muatan listrik
I = Arus Listrik (Ampere)
T = waktu (sekon)
Sumber: Dasar Listrik dan Elektronika hal 4-5
4.1.1.4 Hambatan Listrik
Hambatan listrik adalah kemampuan menghambat listrik. Pada umumnya logam memiliki
sifat sebagai konduktor. Hal ini karena adanya electron electron bebas pada logam. Logam
yang elektronnya sulit bergerak akan sulit menghantarkan listrik , sehingga logam yang
seperti itu memiliki hambatan istrik yang besar.
(Sumber: Dasar Listrik dan Elektronika hal 10)
𝑅 =𝑅
𝐼.......................................................................................................................(4-4)
atau
𝑅 =𝛿𝑉
𝐼.....................................................................................................................(4-5)
Dimana:
V = tegangan (Volt)
I =arus listrik. (A)
Sumber: Basic Electrical Engineering hal 6
4.1.2 Rangkaian Listrik
Rangkaian listrik adalah sambungan dari bermacam-macam elemen listrik pasif
seperti resistor, kapasitor, induktor, transformator, sumber tegangan, sumber arus, dan
saklar (switch).
Rangkaian listrik dibagi menjadi :
1. Rangkaian Seri
Rangkaian seri adalah rangkaian yang arusnya mengalir hanya pada satu jalur. Dalam
rangkaian seri arus akan sama dalam semua bagian rangkaian tersebut.
Sumber: Schaum’s hal 23
Gambar 4.1 Rangkaian Listrik Seri
Sumber : Darjat(2009,p.19)
2. Rangkaian Paralel
Rangkaian paralel adalah penyusunan komponen - komponen listrik secara berjajar.
Rangkaian ini berfungsi untuk membagi-bagi arus dan memperkecil hambatan listrik.
Sumber: Intisari Pengetahuan Alam hal 143
Gambar 4.2 Rangkaian Listrik Paralel
Sumber : Darjat(2009,p.19)
4.1.3 Pengendali Elektro Magnetik
4.1.3.1 Saklar Manual
Saklar manual ialah saklar yang berfungsi menghubung dan memutuskan arus listrik
yang dilakukan secara langsung oleh orang yang mengoperasikannya. Dengan kata lain
pengoperasian saklar ini langsung oleh manusia tidak menggunakan alat bantu. Sehingga
dapat juga disebut saklar mekanis. Pada saat saklar memutus dan menghubung, pada kontak
saklar akan terjadi percikan bunga api terutama pada beban yang besar dan tegangan yang
tinggi. Karena itu gerakan memutus dan menghubung saklar harus dilakukan secara cepat
sehingga percikan bunga api yang terjadi kecil. Dengan saklar ini motor listrik dapat
dihubungkan langsung dengan jala-jala (direct on line), atau dapat pula saklar ini digunakan
sebagai starter (alat asut) pada motor-motor listrik 3 fasa daya kecil.
Gambar 4.3 Saklar manual
Sumber : Widodo(2015,p.33)
4.1.3.2 Time Delay Relay
TDR (Time Delay Relay) sering disebut juga relay timer atau relay penunda batas
waktu banyak digunakan dalam instalasi motor terutama instalasi yang membutuhkan
pengaturan waktu secara otomatis. Fungsi dari peralatan kontrol ini adalah sebagai pengatur
waktu bagi peralatan yang dikendalikannya. Timer ini dimaksudkan untuk mengatur waktu
hidup atau mati dari kontaktor atau untuk merubah sistem bintang ke segitiga dalam delay
waktu tertentu. Timer dapat dibedakan dari cara kerjanya yaitu timer yang bekerja
menggunakan induksi motor dan menggunakan rangkaian elektronik.
Gambar 4.4 Time delay relay
Sumber : Widodo(2015,p.35)
4.1.3.3 Thermal Over Load Relay (TOR)
Thermal relay atau overload relay adalah peralatan switching yang peka terhadap suhu
dan akan membuka atau menutup kontaktor pada saat suhu yang terjadi melebihi batas yang
ditentukan atau peralatan kontrol listrik yang berfungsi untuk memutuskan jaringan listrik
jika terjadi beban.
Gambar 4.5 Thermal Over Load Relay
Sumber : Widodo(2015,p.39)
4.1.3.4 Magnetic Contactor (Mc)
Motor-motor listrik yang mempunyai daya besar harus dapat dioperasikan dengan
momen kontak yang cepat agar tidak menimbulkan loncatan bunga api pada alat
penghubungnya. Selain itu, dalam pengoperasian yang dapat dilengkapi dengan beberapa
alat otomatis dan alat penghubung yang paling mudah adalah dengan menggunakan
sakelar magnet yang biasa dikenal dengan kontaktor magnet. Kontaktor magnet yaitu
suatu alat penghubung listrik yang bekerja atas dasar magnet yang dapat menghubungkan
antara sumber arus dengan muatan. Bila inti koil pada kontaktor diberikan arus, maka
koil akan menjadi magnet dan menarik kontak sehingga kontaknya menjadi terhubung
dan dapat mengalirkan arus listrik.
Kontaktor magnet atau saklar magnet merupakan saklar yang bekerja berdasarkan
prinsip kemagnetan. Artinya sakelar ini bekerja jika ada gaya kemagnetan pada penarik
kontaknya. Magnet berfungsi sebagai penarik dan dan sebagai pelepas kontak-kontaknya
dengan bantuan pegas pendorong. Sebuah kontaktor harus mampu mengalirkan dan
memutuskan arus dalam keadaan kerja normal. Arus kerja normal ialah arus yang
mengalir selama pemutusan tidak terjadi. Sebuah kontaktor dapat memiliki koil yang
bekerja pada tengangan DC atau AC. Pada tengangan AC, tegangan minimal adalah 85%
tegangan kerja, apabila kurang maka kontaktor akan bergetar.
Ukuran dari kontaktor ditentukan oleh batas kemampuan arusnya. Biasanya pada
kontaktor terdapat beberapa kontak, yaitu kontak normal membuka (Normally Open =
NO) dan kontak normal menutup (Normally Close = NC). Kontak NO berarti saat
kontaktor magnet belum bekerja kedudukannya membuka dan bila kontaktor bekerja
kontak itu menutup/menghubung. Sedangkan kontak NC berarti saat kontaktor belum
bekerja kedudukan kontaknya menutup dan bila kontaktor bekerja kontak itu membuka.
Jadi fungsi kerja kontak NO dan NC berlawanan. Kontak NO dan NC bekerja membuka
sesaat lebih cepat sebelum kontak NO menutup.
Gambar 4.6 Magnetic Contactor
Sumber : Widodo (2015,p.42)
4.1.4 Buzzer
Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah getaran
listrik menjadi getaran suara. Pada dasarnya prinsip kerja Buzzer hampir sama dengan loud
speaker, jadi Buzzer juga terdiri dari kumparan yang terpasang pada diafragma dan
kemudian kumparan tersebut dialiri arus sehingga menjadi elektromagnet, kumparan tadi
akan tertarik ke dalam atau keluar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya,
karena kumparan dipasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan akan
menggerakkan diafragma secara bolak-balik sehingga membuat udara bergetar yang akan
menghasilkan suara. Buzzer biasa digunakan sebagai indikator bahwa proses telah selesai
atau terjadi suatu kesalahan pada sebuah alat (alarm).
Gambar 4.7 Buzzer
Sumber : Widodo(2015,p.53)
4.1.5 AVO Meter
AVO Meter berasal dari kata ”AVO” dan ”meter”. ‘A’ artinya ampere, untuk mengukur
arus listrik. ‘V’ artinya voltase, untuk mengukur voltase atau tegangan. ‘O’ artinya ohm,
untuk mengukur ohm atau hambatan. Terakhir, yaitu meter atau satuan dari ukuran. AVO
Meter sering disebut dengan Multimeter atau Multitester. Secara umum, pengertian dari
AVO meter adalah suatu alat untuk mengukur arus, tegangan, baik tegangan bolak-balik
(AC) maupun tegangan searah (DC) dan hambatan listrik.
AVO meter sangat penting fungsinya dalam setiap pekerjaan elektronika karena dapat
membantu menyelesaikan pekerjaan dengan mudah dan cepat, Tetapi sebelum
mempergunakannya, para pemakai harus mengenal terlebih dahulu jenis-jenis AVO meter
dan bagaimana cara menggunakannya agar tidak terjadi kesalahan dalam pemakaiannya
dan akan menyebabkan rusaknya AVO meter tersebut.
AVO meter adalah singkatan dari Ampere Volt Ohm Meter, jadi hanya terdapat 3
komponen yang bisa diukur dengan AVOmeter sedangkan Multimeter , dikatakan multi
sebab memiliki banyak besaran yang bisa di ukur, misalnya Ampere, Volt, Ohm, Frekuensi,
Konektivitas Rangkaian (putus ato tidak), Nilai Kapasitif, dan lain sebagainya. Terdapat 2
(dua) jenis Multimeter yaitu Analog dan Digital, yang Digital sangat mudah pembacaannya
disebabkan karena Multimeter digital telah menggunakan angka digital sehingga begitu
melakukan pengukuran listrik, nilai yang diinginkan dapat langsung terbaca asalkan sesuai
atau benar cara pemasangan alat ukurnya.
Gambar 4.8 Bagian-Bagian Multimeter
Sumber : Widodo(2004,p.21)
Bagian-Bagian Multimeter :
1. Sekrup Pengatur Jarum, Sekrup ini dapat di putar dengan Obeng atau plat kecil,
Sekrup ini berfungsi mengatur Jarum agar kembali atau tepat pada posisi 0 (NOL),
terkadang jarum tidak pada posisi NOL yang dapat membuat kesalahan pada
pengukuran, Posisikan menjadi NOL sebelum digunakan.
2. Tombol pengatur nol ohm. Tombol ini hampir sama dengan sekrup pengatur jarum,
hanya saja bedanya yaitu tombol ini digunakan untuk membuat jarum menunjukkan
angka nol pada saat saklar pemilih di posisikan menunjuk skala ohm.
3. Saklar pemilih ,saklar ini harus di posisikan sesuai dengan apa yang ingin diukur,
misalnya bila ingin mengukur tegangan ac maka saklar diatur/putar hingga
menyentuh skala ac yang pada alat ukur tertulis acv, begitu pula saat mengukur
tegangan dc, maka saklar diatur hingga menyentuh dcv.
Skala sangat penting dalam pengukuran menggunakan AVOmeter. Skala tersebut
adalah skala yang akan digunakan untuk membaca hasil pengukuran, semua skala dapat
digunakan untuk membaca, hanya saja tidak semua skala dapat memberikan atau
memperlihatkan nilai yang diinginkan, misalnya kita mempunyai Baterai 9 Volt DC,
kemudian saklar pemilih diatur untuk memilih skala tegangan DC pada posisi 2,5 dan
menghubungkan terminal merah dengan positif (+) baterai dan hitam dengan negatif (-)
baterai. Jarum akan bergerak ke ujung kanan dan tidak menunjukkan angka 9Volt, sebab
nilai maksimal yang dapat diukur bila saklar pemilih diposisikan pada skala 2.5 adalah
hanya 2.5 Volt saja, sehingga untuk mengukur Nilai 9 Volt maka saklar harus di putar
menuju Skala yang lebih besar dari tegangan yang di ukur, jadi putar pada posisi 10 dan
alat ukur akan menunjukkan nilai yang diinginkan.
Berdasarkan prinsip kerjanya, ada dua jenis AVO meter, yaitu AVO meter analog
(menggunakan jarum putar / moving coil) dan AVO meter digital (menggunakan display
digital). Kedua jenis ini tentu saja berbeda satu dengan lainnya, tetapi ada beberapa
kesamaan dalam hal operasionalnya. Misal sumber tenaga yang dibutuhkan berupa baterai
DC dan probe / kabel penyidik warna merah dan hitam.
4.1.5.1 AVO Meter Analog
AVO Meter analog menggunakan jarum sebagai penunjuk skala. Untuk memperoleh
hasil pengukuran, maka harus dibaca berdasarkan range atau divisi. Keakuratan hasil
pengukuran dari AVO Meter analog ini dibatasi oleh lebar dari skala pointer, getaran dari
pointer, keakuratan pencetakan gandar, kalibrasi nol, jumlah rentang skala. Dalam
pengukuran menggunakan AVO Meter Analog, kesalahan pengukuran dapat terjadi akibat
kesalahan dalam pengamatan (paralax).
Gambar 4.9 Multimeter Analog
Sumber : Widodo(2004,p.23)
4.1.5.2 AVO Meter Digital
Pada AVO meter digital, hasil pengukuran dapat terbaca langsung berupa angka-angka
(digit), sedangkan AVO meter analog tampilannya menggunakan pergerakan jarum untuk
menunjukkan skala. Sehingga untuk memperoleh hasil ukur, harus dibaca berdasarkan
range atau divisi. AVO meter analog lebih umum digunakan karena harganya lebih murah
dari pada jenis AVO meter digital.
Gambar 4.10 Multimeter Digital
Sumber : Widodo(2004,p.24)
4.1.6 Motor Induksi
Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (ac) yang paling luas
digunakan. Motor ini bekerja berdasarkan induksi medan magnet stator ke statornya, dimana
arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang
terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar
(rotating magnetic field) yang dihasilkan oleh arus stator.
Motor induksi pada dasarnya mempunyai 3 bagian penting sebagai berikut.
1. Stator : Merupakan bagian yang diam dan mempunyai kumparan yang dapat
menginduksikan medan elektromagnetik kepada kumparan rotornya.
2. Celah : Merupakan celah udara: Tempat berpindahnya energi dari startor ke
rotor.
3. Rotor : Merupakan bagian yang bergerak akibat adanya induksi magnet dari
kumparan stator yang diinduksikan kepada kumparan rotor.
Sumber: Prinsip Dasar Elektroteknik hal 686
Gambar 4.11 Bentuk Konstruksi dari Motor Induksi
Sumber : Widodo (2011,p.3)
4.1.7 Rangkaian Star dan Delta
Rangkaian star dan delta ialah sirkuit yang paling sering dipakai untuk
mengoperasikan motor tiga phase karena memiliki cukup besar daya. Untuk menggerakkan
motor tersebut memang diperlukan daya awal yang besar, serta dengan jenis rangkaian ini
dimana rangkaian star digunakan hingga semuanya menjadi stabil selanjutnya rangkaian
diubah menjadi delta. Prinsip kerja dari rangkaian star delta ini sangat sederhana. Pada saat
tombol start ditekan, maka posisi star akan aktif untuk beberapa saat, lalu berpindah ke
posisi delta. Sedangkan jeda waktu perpindahan dari star ke delta diatur oleh timer.
Kemudian ada yang namanya Termal Over-Load Relay atau disingkat TOL. Guna dari TOL
adalah untuk memotong rangkaian hingga motor menjadi berhenti jika terjadi kelebihan
beban.
Rangkaian Star Delta juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengurangi jumlah arus
start disaat motor untuk pertama kalinya dihidupkan. Karena fungsi inilah, star delta
paling banyak digunakan pada system starting di motor-motor listrik. Pemakaian
rangkaian ini akan mengurangi lonjakan arus-listrik pada saat motor di starter. Prinsip
kerjanya adalah dengan membuat star awal menjadi tidak dikenakan tegangan secara
penuh, yaitu dengan cara dihubungkan dengan star. Kemudian saat motor telah berputar
serta arus menjadi menurun, fungsi timer pun berjalan yang akan memindakan dengan
otomatis rangkaian menjadi delta. Dengan berubahnya menjadi delta, maka arus yang
melalui motor akan menjadi penuh.
1. Rangkaian Star.
Model koneksi dengan persambungan yang terdiri dari 4 kabel, dimana 3
diantaranya digunakan untuk sambungan fasa dan 1 digunakan untuk sambungan
netral yang diambil dari titik pusat dari 3 fasa tersebut. Jika masing-masing arus yang
mengalir pada listrik 3 phasa bernilai sama maka disebut arus yang seimbang sehingga
titik netral bernilai 0, tetapi, jika masing-masing arus yang mengalir berbeda nilainya
maka disebut arus tidak seimbang. Arus yang tidak seimbang itu akan mengalir ke
netral dan diteruskan ke tanah (ground). Hal ini bertujuan untuk melindungi trafo dari
kerusakan. Koneksi star ini digunakan untuk transmisi listrik jarak jauh.
Gambar 4.12 Rangkaian Star
Sumber : Widodo(2017,p.21)
Aplikasi rangkaian star, rangkaian delta dan rangkaian star-delta adalah sebagai
berikut:
A. Rangkaian Star : Kaca mobil otomatis
B. Rangkaian Delta : Mesin bubut
C. Rangkaian Star-Delta : Eskalator
2. Rangkaian Delta.
Pada rangkaian ini, model koneksi dengan persambungan yang terdiri dari 3 kabel
tanpa sambungan netral, dimana ketiganya dihubungkan satu sama lain membentuk
segitiga. Koneksi delta tidak terdapat titik netral, tetapi arus yang mengalir ke beban
langsung diteruskan ke tanah (Ground).
Gambar 4.13 Rangkaian Delta
Sumber : Widodo(2017,p.21)
BAB V
SIMPLE VIBRATION APPARATUS
5.1 Dasar Teori
5.1.1 Getaran
Getaran adalah gerakan bolak – balik yang di sekitar daerah kesetimbangan dalam suatu
interval waktu. ( Buku Analisis Getaran Halaman 1 ) Kesetimbangan disini adalah
keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja.
Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak
tersebut. Supaya getaran mekanis terjadi, dibutuhkan minimal dua elemen pengumpul
energi. Yang pertama massa yang menyimpan energi kinetik dan yang kedua adalah alat
elastis seperti pegas yang menyimpan energi potensial. Semua benda yang mempunyai
massa dan elastisitas mampu bergetar. Macam–macam getaran terdiri dari:
1. Getaran bebas
Getaran bebas terjadi jika sistem mekanis dimulai dengan gaya awal, lalu dibiarkan
bergetar secara bebas. Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami
getaran bebas. Contoh getaran bebas adalah memukul garputala dan membiarkannya
bergetar, atau bandul yang ditarik dari keadaan setimbang lalu dilepaskan.( analisis getaran
halaman 59 )
2. Getaran paksa
Getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar yang diterapkan
pada sistem mekanis. ( analisis getaran halaman 91)
5.1.2 Degree of Freedom
Degree of freedom ( Derajat kebebasan ) adalah derajat independensi yang diperlukan
untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Menurut jumlahnya derajat
kebebasan terdiri dari 3 , yaitu :
1. Single degree of freedom system
Pada masalah dinamika, setiap titik atau massa pada umumnya hanya diperhitungkan
berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang terjadi
hanya terjadi dalam satu bidang atau dua dimensi, maka simpangan suatu massa pada setiap
saat hanya mempunyai posisi atau ordinat tertentu baik bertanda negatif ataupun bertanda
positif. Pada kondisi dua dimensi tersebut, simpangan suatu massa pada saat t dapat
dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu Y(t). struktur seperti itu dinamakan derajat
kebebasan tunggal / single degree of freedom system. ( buku analisis getaran halaman 59
)
Gambar 5.1 Sistem Getaran Satu Derajat Kebebasan
Sumber : Vierck, (1995,p.3)
Contoh aplikasinya
Gambar 5.2 Sistem Getaran Satu Derajat Kebebasan (Piston)
Sumber : Kelly, (2000,p.45)
2. Double degree of freedom system
Dalam sistem massa pegas seperti terlihat dalam Gambar 5.3 di bawah ini, bila
gerakan massa ml dan m2 secara vertikal dibatasi maka paling sedikit dibutuhkan satu
koordinat x(t) guna menentukan kedudukan massa pada berbagai waktu. Berarti sistem
membutuhkan dua buah koordinat bersama-sama untuk menentukan kedudukan massa,
sistem ini adalah sistem dua-derajat-kebebasan. ( Buku analisis getaran halaman 209)
Gambar 5.3 Sistem Getaran Dua Derajat Kebebasan
Sumber : Vierck (1995,p.6)
Contoh Aplikasinya
Gambar 5.4 Aplikasi Sistem Getaran Dua Derajat Kebebasan
Sumber: Kelly, (2000,p.67)
3. Multi degree of freedom system
Sistem banyak derajat kebebasan adalah sebuah sistem yang mempunyai koordinat
bebas untuk mengetahui kedudukan massa lebih dari dua buah. Pada dasarnya, analisa sistem
banyak derajat kebebasan adalah sama dengan sistem satu atau dua derajat kebebasan. Tetapi
karena banyaknya langkah yang harus dilewati untuk mencari frekuensi pribadi melalui
perhitungan matematis, maka sistem digolongkan menjadi banyak derajat kebebasan. (
Analisis Getaran halaman 267 )
Gambar 5.5 Sistem Getaran Berderajat Kebebasan Banyak
Sumber: Vierck (1995,p.6)
Contoh Aplikasi
Gambar 5.6 Aplikasi Sistem Getaran Berderajat Kebebasan Banyak
Sumber: Kelly, (2000,p.76)
5.1.3 Sistem Getaran Bebas
Sistem getaran bebas terjadi dalam suatu sistem karena tidak adanya eksitasi luar
sebagai hasil dari energi kinetik atau energi potensial yang ada pada sistem. Sistem getaran
bebas berawal dari transfer energi kinetik ke potensial secara kontinu, begitu pula
sebaliknya. Sistem getaran bebas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Sistem getaran bebas tak teredam
Gambar 5.7 Model sistem getaran bebas tak teredam
Sumber: Kelly, (2000,p.83)
Sebuah massa m disangga oleh pegas dengan kekakuan k dan inersia yang diabaikan.
Massa m lalu ditarik ke arah atas dari posisi setimbang, kemudian dilepas. Pada selang waktu
t, massa akan berbeda pada jarak x dari posisi setimbang dan gaya pegas F = –kx yang
bekerja ada benda akan cenderung menahannya pada posisi setimbang. ( Buku Analisis
getaran halaman 238 )
Persamaan dari gerakan:
−𝑘𝑥 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2......................................................................................................... (5-1)
Atau
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+ 𝜔𝑛
2 = 0
𝜔𝑛2 =
𝑘
𝑚 ............................................................................................................... (5-2)
Gerakannya adalah gerakan harmonis sederhana dan periode T diberikan dengan
persamaan:
𝑇 = 2𝜋√𝑚
𝑘 ............................................................................................................ (5-3)
Dengan ∆𝑠 = defleksi statis = 𝑚𝑔
𝑘
Frekuensi f diberikan dengan persamaan:
𝑓 =1
2𝜋√
𝑘
𝑚 ............................................................................................................ (5-4)
Dimana :
m = massa benda (kg)
k = konstanta pegas (N/m)
f = frekuensi (Hz)
T = periode (sekon)
𝜔𝑛 = frekuensi natural
2. Sistem getaran bebas teredam
Gambar 5.8 Model sistem getaran bebas teredam
Sumber: Kelly, (2000,p.86)
Perhatikan massa benda m disangga oleh pegas dengan kekakuan k, inertia diabaikan
dan dihubungkan dengan sebuah dashpot oli yang mempunyai hambatan yang dapat
dianggap sebanding dengan kecepatan relatif. Massa m ditarik ke atas dari posisi seimbang,
kemudian dilepaskan. ( Buku Analisis Getaran halaman 238 )
Pada selang waktu t, massa akan berada pada jarak x dari posisi setimbang. Gaya pegas
–kx yang bekerja pada benda akan cenderung menahannya pada keadaan seimbang dan gaya
peredaman yang cenderung untuk melawan gerakan adalah
𝐹𝑑 = −𝑐𝑑𝑥
𝑑𝑡 ............................................................................................................ (5-5)
Dimana c adalah konstanta peredaman. Persamaan dari gerakan tersebut adalah:
−𝑘𝑥 − 𝑐𝑑𝑥
𝑑𝑡= 𝑚
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 .............................................................................................. (5-6)
Bentuk standar dari sistem ini adalah:
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 + 2𝜔𝑛𝜉𝑑𝑥
𝑑𝑡+ 𝜔𝑛
2𝑥 = 0 .................................................................................... (5-7)
Maka untuk kasus ini
𝜔𝑛2𝑥 =
𝑘
𝑚 ................................................................................................................ (5-8)
Dan
2𝜔𝑛𝜁 =𝑐
𝑚 .............................................................................................................. (5-9)
Keterangan:
k = konstanta pegas (N/m)
x = jarak antara pegas dari posisi normalnya (m)
𝜔 = kecepatan sudut (rad/s)
𝜁 = damping ratio (k/m)
c = konstanta peredaman (Ns/m)
m = massa (kg)
Jenis – jenis peredaman pada sistem getaran bebas adalah sebagai berikut:
• Underdamped
Sistem yang mengalami underdamped biasanya melakukan beberapa getaran sebelum
berhenti. Sistem masih melakukan beberapa getaran sebelum berhenti karena redaman yang
dialami tidak terlalu besar. Contoh sebuah benda yang digantung pada ujung pegas.
• Critical damping
Sistem yang mengalami critical damping biasanya langsung berhenti bergetar (benda
langsung kembali ke posisi setimbang). Sistem langsung berhenti karena redaman yang
dialami cukup besar. Contoh bola yang digantung pada ujung pegas kemudian tercelup ke
dalam air.
• Over damping
Over damping mirip seperti critical damping. Bedanya pada critical damping benda tiba
lebih cepat di posisi setimbangnya, sedangkan pada over damping benda lama sekali di
posisi setimbangnya. Hal ini disebabkan karena redaman yang dialami oleh sistem sangat
besar. Contoh sebuah benda yang digantungkan pada ujung pegas kemudian bola masuk ke
dalam wadah yang berisi minyak kental. Adanya minyak kental menyebabkan bola sulit
kembali ke posisi setimbang
5.1.4 Hukum Hooke
Hukum hooke adalah hukum atau ketentuan mengenai gaya dalam bidang ilmu fisika
yang terjadi karena sifat elastisitas dar sebuah pir atau pegas besaranya gaya hooke ini secara
proporsional akan berbanding lurus dengan jarak pergerakan pegas dari posisi normalnya,
atau lewat rumus matematis dapat di gambarkan sebagai berikut :
F = -k . x.................................................................................................... (5-10)
Keterangan :
F = adalah gaya ( N )
k = adalah konstanta pegas ( N/m)
x = adalah jarak pergerakan pegas dari posisi normalnya ( m )
5.1.5 Frekuensi, Periode, Amplitudo dan Damping Ratio
Frekuensi
Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi pada suatu sistem pada satu detik.
Frekuensi dalam suatu sistem dapat ditentukan dengan cara membandingkan antara
banyaknya getaran yang terjadi dengan waktu getaran yang terjadi (dalam detik). Satuan
untuk frekuensi adalah Hertz (Hz).
Frekuensi pada sistem satu derajat kebebasan tanpa peredeman:
𝑓 =1
2𝜋√
𝑘
𝑚 ........................................................................................................ (5-11)
Keterangan:
f = frekuensi (Hz)
k = konstanta pegas (N/m)
m = massa (kg)
Frekuensi pada sistem satu derajat kebebasan dengan peredeman:
𝑓 = 2𝜋𝜔𝑛√1 − 𝜁2............................................................................................... (5-12)
Keterangan:
f = frekuensi (Hz)
𝜔𝑛= frekuensi natural (Hz)
𝜁 = damping ratio
Periode
Periode adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran.
𝑇 =1
𝑓 ................................................................................................................. (5-13)
Keterangan:
T = periode (s)
f = frekuensi (Hz)
Amplitudo
Secara sederhana amplitudo dapat diartikan sebagai simpangan terbesar yang dihitung
dari kedudukan setimbang. Osilasi merupakan variasi periodik terhadap waktu yang didapat
dari hasil pengukuran.
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝜃
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡 ....................................................................................................... (5-14)
Dimana:
𝜔𝑡 = 2𝜋𝑓𝑡
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 2𝜋𝑓𝑡
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 2𝜋1
𝑇𝑡 .................................................................................................. (5-15)
Keterangan :
f = Frekuensi (Hertz = Hz)
N = Jumlah getaran
t = Waktu (sekon = s)
T = Periode (sekon = s)
A = Amplitudo (meter = m)
θ = Sudut elvasi (derajat = °)
ω = frekuensi sudut dalam rad/s, dimana ω = 2π f
Hubungan antara frekuensi dengan panjang gelombang dapat dilihat pada persamaan
dibawah ini:
𝜔𝑡 = 2𝜋𝑓𝑡
𝑣 = 𝑓. 𝜆 .......................................................................................................... (5-16)
Nilai cepat rambat gelombang (v) dan waktu (t) dapat dicari dengan simple vibration
apparatus, sehingga panjang gelombang (𝜆) dapat diketahui.
Damping Ratio
Damping ratio adalah perbandingan antara peredaman sebenarnya terhadap jumlah
peredaman yang diperlukan untuk mencapai titik redaman kritis.
𝜉 =𝑐
√2𝑘𝑚 ............................................................................................................ (5-17)
Dimana:
𝝃 : Damping ratio (k/m)
c : Konstanta peredaman (Ns/m)
k : Konstanta pegas (N/m)
m : Massa (Kg)
Kondisi-kondisi yang dipengaruhi oleh besarnya damping ratio pada suatusistem adalah
sebagai berikut:
1. Under damped
Pada kondisi peredaman under damped, damping ratio yang dimiliki oleh sistem kurang
dari satu (ζ < 1).
2. Critically damped
Pada kondisi peredaman critically damped, damping ratio yang dimiliki oleh sistem
sama dengan satu (ζ = 1).
3. Over damped
Pada kondisi peredaman over damped, damping ratio yang dimiliki oleh sistem lebih
dari satu (ζ > 1).
Gambar 5.9 Grafik perbandingan respon getaran pada tiap kondisi damping ratio
Sumber : Kelly, (2000,p.98)
Gaya Fluida
Gaya fluida merupakan gaya yang besar atau kecilnya melawan dari gaya pegas. Dalam
alat Simple Vibration Apparatus pada bagian bawah alat yang terdapat fluida berupa oli
untuk mencari besarnya gaya fluida yang berpengaruh seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 5.9 Simple Vibration Apparatus
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
𝐹𝑓 = 𝜐.𝐴𝑠
𝑑𝑉 ......................................................................................................... (5-18)
Keterangan:
Ff = Gaya Fluida (N)
𝜐 = Koefisien viskositas (Ns/m2 atau Pa.s)
As = Diameter dalam
D = Beda ketinggian antar lempengan
V = Volume fluida (m3)
BAB V
SIMPLE VIBRATION APPARATUS
5.1 Dasar Teori
5.1.1 Getaran
Getaran adalah gerakan bolak – balik yang di sekitar daerah kesetimbangan dalam suatu
interval waktu. ( Buku Analisis Getaran Halaman 1 ) Kesetimbangan disini adalah
keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja.
Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak
tersebut. Supaya getaran mekanis terjadi, dibutuhkan minimal dua elemen pengumpul
energi. Yang pertama massa yang menyimpan energi kinetik dan yang kedua adalah alat
elastis seperti pegas yang menyimpan energi potensial. Semua benda yang mempunyai
massa dan elastisitas mampu bergetar. Macam–macam getaran terdiri dari:
1. Getaran bebas
Getaran bebas terjadi jika sistem mekanis dimulai dengan gaya awal, lalu dibiarkan
bergetar secara bebas. Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami
getaran bebas. Contoh getaran bebas adalah memukul garputala dan membiarkannya
bergetar, atau bandul yang ditarik dari keadaan setimbang lalu dilepaskan.( analisis getaran
halaman 59 )
2. Getaran paksa
Getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar yang diterapkan
pada sistem mekanis. ( analisis getaran halaman 91)
5.1.2 Degree of Freedom
Degree of freedom ( Derajat kebebasan ) adalah derajat independensi yang diperlukan
untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Menurut jumlahnya derajat
kebebasan terdiri dari 3 , yaitu :
1. Single degree of freedom system
Pada masalah dinamika, setiap titik atau massa pada umumnya hanya diperhitungkan
berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang terjadi
hanya terjadi dalam satu bidang atau dua dimensi, maka simpangan suatu massa pada setiap
saat hanya mempunyai posisi atau ordinat tertentu baik bertanda negatif ataupun bertanda
positif. Pada kondisi dua dimensi tersebut, simpangan suatu massa pada saat t dapat
dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu Y(t). struktur seperti itu dinamakan derajat
kebebasan tunggal / single degree of freedom system. ( buku analisis getaran halaman 59
)
Gambar 5.1 Sistem Getaran Satu Derajat Kebebasan
Sumber : Vierck, (1995,p.3)
Contoh aplikasinya
Gambar 5.2 Sistem Getaran Satu Derajat Kebebasan (Piston)
Sumber : Kelly, (2000,p.45)
2. Double degree of freedom system
Dalam sistem massa pegas seperti terlihat dalam Gambar 5.3 di bawah ini, bila
gerakan massa ml dan m2 secara vertikal dibatasi maka paling sedikit dibutuhkan satu
koordinat x(t) guna menentukan kedudukan massa pada berbagai waktu. Berarti sistem
membutuhkan dua buah koordinat bersama-sama untuk menentukan kedudukan massa,
sistem ini adalah sistem dua-derajat-kebebasan. ( Buku analisis getaran halaman 209)
Gambar 5.3 Sistem Getaran Dua Derajat Kebebasan
Sumber : Vierck (1995,p.6)
Contoh Aplikasinya
Gambar 5.4 Aplikasi Sistem Getaran Dua Derajat Kebebasan
Sumber: Kelly, (2000,p.67)
3. Multi degree of freedom system
Sistem banyak derajat kebebasan adalah sebuah sistem yang mempunyai koordinat
bebas untuk mengetahui kedudukan massa lebih dari dua buah. Pada dasarnya, analisa sistem
banyak derajat kebebasan adalah sama dengan sistem satu atau dua derajat kebebasan. Tetapi
karena banyaknya langkah yang harus dilewati untuk mencari frekuensi pribadi melalui
perhitungan matematis, maka sistem digolongkan menjadi banyak derajat kebebasan. (
Analisis Getaran halaman 267 )
Gambar 5.5 Sistem Getaran Berderajat Kebebasan Banyak
Sumber: Vierck (1995,p.6)
Contoh Aplikasi
Gambar 5.6 Aplikasi Sistem Getaran Berderajat Kebebasan Banyak
Sumber: Kelly, (2000,p.76)
5.1.3 Sistem Getaran Bebas
Sistem getaran bebas terjadi dalam suatu sistem karena tidak adanya eksitasi luar
sebagai hasil dari energi kinetik atau energi potensial yang ada pada sistem. Sistem getaran
bebas berawal dari transfer energi kinetik ke potensial secara kontinu, begitu pula
sebaliknya. Sistem getaran bebas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Sistem getaran bebas tak teredam
Gambar 5.7 Model sistem getaran bebas tak teredam
Sumber: Kelly, (2000,p.83)
Sebuah massa m disangga oleh pegas dengan kekakuan k dan inersia yang diabaikan.
Massa m lalu ditarik ke arah atas dari posisi setimbang, kemudian dilepas. Pada selang waktu
t, massa akan berbeda pada jarak x dari posisi setimbang dan gaya pegas F = –kx yang
bekerja ada benda akan cenderung menahannya pada posisi setimbang. ( Buku Analisis
getaran halaman 238 )
Persamaan dari gerakan:
−𝑘𝑥 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 ......................................................................................................... (5-1)
Atau
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 + 𝜔𝑛2 = 0
𝜔𝑛2 =
𝑘
𝑚 ............................................................................................................... (5-2)
Gerakannya adalah gerakan harmonis sederhana dan periode T diberikan dengan
persamaan:
𝑇 = 2𝜋√𝑚
𝑘 ............................................................................................................ (5-3)
Dengan ∆𝑠 = defleksi statis = 𝑚𝑔
𝑘
Frekuensi f diberikan dengan persamaan:
𝑓 =1
2𝜋√
𝑘
𝑚 ............................................................................................................ (5-4)
Dimana :
m = massa benda (kg)
k = konstanta pegas (N/m)
f = frekuensi (Hz)
T = periode (sekon)
𝜔𝑛 = frekuensi natural
2. Sistem getaran bebas teredam
Gambar 5.8 Model sistem getaran bebas teredam
Sumber: Kelly, (2000,p.86)
Perhatikan massa benda m disangga oleh pegas dengan kekakuan k, inertia diabaikan
dan dihubungkan dengan sebuah dashpot oli yang mempunyai hambatan yang dapat
dianggap sebanding dengan kecepatan relatif. Massa m ditarik ke atas dari posisi seimbang,
kemudian dilepaskan. ( Buku Analisis Getaran halaman 238 )
Pada selang waktu t, massa akan berada pada jarak x dari posisi setimbang. Gaya pegas
–kx yang bekerja pada benda akan cenderung menahannya pada keadaan seimbang dan gaya
peredaman yang cenderung untuk melawan gerakan adalah
𝐹𝑑 = −𝑐𝑑𝑥
𝑑𝑡 ............................................................................................................ (5-5)
Dimana c adalah konstanta peredaman. Persamaan dari gerakan tersebut adalah:
−𝑘𝑥 − 𝑐𝑑𝑥
𝑑𝑡= 𝑚
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 .............................................................................................. (5-6)
Bentuk standar dari sistem ini adalah:
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 + 2𝜔𝑛𝜉𝑑𝑥
𝑑𝑡+ 𝜔𝑛
2𝑥 = 0 .................................................................................... (5-7)
Maka untuk kasus ini
𝜔𝑛2𝑥 =
𝑘
𝑚 ................................................................................................................ (5-8)
Dan
2𝜔𝑛𝜁 =𝑐
𝑚 .............................................................................................................. (5-9)
Keterangan:
k = konstanta pegas (N/m)
x = jarak antara pegas dari posisi normalnya (m)
𝜔 = kecepatan sudut (rad/s)
𝜁 = damping ratio (k/m)
c = konstanta peredaman (Ns/m)
m = massa (kg)
Jenis – jenis peredaman pada sistem getaran bebas adalah sebagai berikut:
• Underdamped
Sistem yang mengalami underdamped biasanya melakukan beberapa getaran sebelum
berhenti. Sistem masih melakukan beberapa getaran sebelum berhenti karena redaman yang
dialami tidak terlalu besar. Contoh sebuah benda yang digantung pada ujung pegas.
• Critical damping
Sistem yang mengalami critical damping biasanya langsung berhenti bergetar (benda
langsung kembali ke posisi setimbang). Sistem langsung berhenti karena redaman yang
dialami cukup besar. Contoh bola yang digantung pada ujung pegas kemudian tercelup ke
dalam air.
• Over damping
Over damping mirip seperti critical damping. Bedanya pada critical damping benda tiba
lebih cepat di posisi setimbangnya, sedangkan pada over damping benda lama sekali di
posisi setimbangnya. Hal ini disebabkan karena redaman yang dialami oleh sistem sangat
besar. Contoh sebuah benda yang digantungkan pada ujung pegas kemudian bola masuk ke
dalam wadah yang berisi minyak kental. Adanya minyak kental menyebabkan bola sulit
kembali ke posisi setimbang
5.1.4 Hukum Hooke
Hukum hooke adalah hukum atau ketentuan mengenai gaya dalam bidang ilmu fisika
yang terjadi karena sifat elastisitas dar sebuah pir atau pegas besaranya gaya hooke ini secara
proporsional akan berbanding lurus dengan jarak pergerakan pegas dari posisi normalnya,
atau lewat rumus matematis dapat di gambarkan sebagai berikut :
F = -k . x.................................................................................................... (5-10)
Keterangan :
F = adalah gaya ( N )
k = adalah konstanta pegas ( N/m)
x = adalah jarak pergerakan pegas dari posisi normalnya ( m )
5.1.5 Frekuensi, Periode, Amplitudo dan Damping Ratio
Frekuensi
Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi pada suatu sistem pada satu detik.
Frekuensi dalam suatu sistem dapat ditentukan dengan cara membandingkan antara
banyaknya getaran yang terjadi dengan waktu getaran yang terjadi (dalam detik). Satuan
untuk frekuensi adalah Hertz (Hz).
Frekuensi pada sistem satu derajat kebebasan tanpa peredeman:
𝑓 =1
2𝜋√
𝑘
𝑚 ........................................................................................................ (5-11)
Keterangan:
f = frekuensi (Hz)
k = konstanta pegas (N/m)
m = massa (kg)
Frekuensi pada sistem satu derajat kebebasan dengan peredeman:
𝑓 = 2𝜋𝜔𝑛√1 − 𝜁2............................................................................................... (5-12)
Keterangan:
f = frekuensi (Hz)
𝜔𝑛= frekuensi natural (Hz)
𝜁 = damping ratio
Periode
Periode adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran.
𝑇 =1
𝑓 ................................................................................................................. (5-13)
Keterangan:
T = periode (s)
f = frekuensi (Hz)
Amplitudo
Secara sederhana amplitudo dapat diartikan sebagai simpangan terbesar yang dihitung
dari kedudukan setimbang. Osilasi merupakan variasi periodik terhadap waktu yang didapat
dari hasil pengukuran.
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝜃
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡 ....................................................................................................... (5-14)
Dimana:
𝜔𝑡 = 2𝜋𝑓𝑡
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 2𝜋𝑓𝑡
𝑌 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 2𝜋1
𝑇𝑡 .................................................................................................. (5-15)
Keterangan :
f = Frekuensi (Hertz = Hz)
N = Jumlah getaran
t = Waktu (sekon = s)
T = Periode (sekon = s)
A = Amplitudo (meter = m)
θ = Sudut elvasi (derajat = °)
ω = frekuensi sudut dalam rad/s, dimana ω = 2π f
Hubungan antara frekuensi dengan panjang gelombang dapat dilihat pada persamaan
dibawah ini:
𝜔𝑡 = 2𝜋𝑓𝑡
𝑣 = 𝑓. 𝜆 .......................................................................................................... (5-16)
Nilai cepat rambat gelombang (v) dan waktu (t) dapat dicari dengan simple vibration
apparatus, sehingga panjang gelombang (𝜆) dapat diketahui.
Damping Ratio
Damping ratio adalah perbandingan antara peredaman sebenarnya terhadap jumlah
peredaman yang diperlukan untuk mencapai titik redaman kritis.
𝜉 =𝑐
√2𝑘𝑚 ............................................................................................................ (5-17)
Dimana:
𝝃 : Damping ratio (k/m)
c : Konstanta peredaman (Ns/m)
k : Konstanta pegas (N/m)
m : Massa (Kg)
Kondisi-kondisi yang dipengaruhi oleh besarnya damping ratio pada suatusistem adalah
sebagai berikut:
1. Under damped
Pada kondisi peredaman under damped, damping ratio yang dimiliki oleh sistem kurang
dari satu (ζ < 1).
2. Critically damped
Pada kondisi peredaman critically damped, damping ratio yang dimiliki oleh sistem
sama dengan satu (ζ = 1).
3. Over damped
Pada kondisi peredaman over damped, damping ratio yang dimiliki oleh sistem lebih
dari satu (ζ > 1).
Gambar 5.9 Grafik perbandingan respon getaran pada tiap kondisi damping ratio
Sumber : Kelly, (2000,p.98)
Gaya Fluida
Gaya fluida merupakan gaya yang besar atau kecilnya melawan dari gaya pegas. Dalam
alat Simple Vibration Apparatus pada bagian bawah alat yang terdapat fluida berupa oli
untuk mencari besarnya gaya fluida yang berpengaruh seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 5.9 Simple Vibration Apparatus
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
𝐹𝑓 = 𝜐.𝐴𝑠
𝑑𝑉 ......................................................................................................... (5-18)
Keterangan:
Ff = Gaya Fluida (N)
𝜐 = Koefisien viskositas (Ns/m2 atau Pa.s)
As = Diameter dalam
D = Beda ketinggian antar lempengan
V = Volume fluida (m3)