BAB I (Autosaved).docx
-
Upload
kania-dwiputri -
Category
Documents
-
view
18 -
download
2
description
Transcript of BAB I (Autosaved).docx
LAPORAN DISKUSI FISIOLOGI TUMBUHAN
SEMESTER GENAP
TAHUN AJARAN 2014/2015
MANFAAT SERTA DAMPAK ASAM-ASAM ORGANIK PADA TANAH GAMBUT
DAN UPAYA PENGHILANGAN TOKSISITASNYA
KANIA AULIA DWIPUTRI
140410120055
KELOMPOK 2
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik
> 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk
dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan
miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back
swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (UNIMED, 2012).
Diperkirakan kurang lebih 10 juta hektar dari luas total lahan gambut di Indonesia
mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai budidaya tanaman semusim dan tanaman
tahunan. Akan tetapi hingga saat ini potensi untuk perluasan areal pertanian sebagian besar
belum dapat dimanfaatkan mengingat tanah gambut memiliki cirri-ciri yang spesifik yang
berbeda dengan tanah-tanah mineral (Sasli, 2011).
Layaknya sebagai lahan organik, masalah utama di lahan gambut adalah kandungan
organik yang sangat tinggi, miskin mineral dan kejenuhan basa rendah, hal ini berpengaruh
terhadap kesuburan tanah. Asam-asam organik dalam tanah gambut berperan sebagai koloid
tanah yang mengatur pengikatan dan pelepasan hara, selain itu asam-asam tersebut berpengaruh
langsung dan dapat bersifat racun terhadap tanaman, terutama asam fenolat (Musadad, 1998).
Senyawa utama yang terdapat pada tanah gambut biasanya hemiselulosa, selulosa, dan
lignin. Hasil biodegradasi lignin dapat menghasilkan asam-asam fenolat. Sedangkan, selulose
atau hemiselulose menghasilkan asam-asam karboksilat. Asam-asam fenolat merupakan senyawa
organik yang dapat bersifat racun bagi tanaman. Asam fenolat ini banyak dihasilkan selama
proses dekomposisi bahan organik yang kaya akan senyawa lignin (seperti gambut tropika) pada
keadaan anaerob. Berbagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil budidaya di lahan
gambut telah dilakukan, diantaranya dengan pemberian abu bakaran gambut, abu kayu sawmil,
abu janjang kelapa sawit, pupuk organik limbah ikan dan limbah udang, pupuk kandang, dan
sebagainya (Tan, 1986 dalam Sasli, 2011).
Dari berbagai penelitian , toksisitas tanah yang disebabkan bahan organik terutama asam
fenolat paling sering dijumpai pada tanah dengan aerasi jelek. Pengaruh fitotoksik asam fenolat
dari hasil dekomposisi bahan organik terhadap tanaman meliputi penghambatan pertunasan,
pertumbuhan tanman kerdil, perusakan sistem perakaran, menghambat penyerapan hara,
klorosis, layu dan mematikan tanaman. Pengaruh langsung senyawa fitotoksik terhadap
pertumbuhan adalah mengganggu didalam proses metabolisme seperti respirasi atau sintesis
asam nukleat atau protein ( Angelo, 2000 dan Dionne 2001 dalam Rini dkk., 2007).
BAB II
ISI
Lahan gambut merupakan lahan yang berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang
terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya rendah, dan bercurah hujan tinggi atau
di daerah yang suhunya sangat rendah. Tanah gambut mempunyai kandungan bahan organik
yang tinggi (>12% C) dan kedalaman gambut minimum 50 cm. Tanah gambut diklasifikasikan
sebagai Histosol dalam sistem klasifikasi FAO–Unesco (1994) yaitu yang mengandung bahan
organik lebih tinggi dari 30 persen, dalam lapisan setebal 40 cm atau lebih, di bagian 80 cm
teratas profil tanah (Rini dkk., 2007).
Permasalahan utama pada tanah gambut untuk pengembangan lahan pertanian adalah
kandungan asam-asam organik beracun yang tinggi dan sangat erat hubungannya dengan
komposisi bahan organik tanah gambut. Komposisi bahan organik tanah gambut di Indonesia
relatif sama, yaitu sebagian besar gambut kayuan (woody peat) yang berasal dari pohon-pohon
(hutan tiang) beserta tanaman semak (paku-pakuan) di bawahnya (Hill and Cardaci, 2004 dalam
Rini dkk., 2007).
Susunan dan kandungan senyawa organik dan hara mineral di tanah gambut tergantung
pada jenis jaringan penyusun gambut, lingkungan pembentukan, dan kesudahan reklamasi.
Reklamasi adalah pemanfaatan lahan atau habitat yang sudah ada yang dianggap kurang bernilai
secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat memberikan
keuntungan secara ekonomi dan lingkungan (Djakapermana, 2008).
Senyawa organik utama yang terdapat dalam gambut antara lain hemiselulosa, selulosa,
tannin, protein, dan lignin (Yonebayasi, 2003 dalam Rini dkk., 2007). Hasil biodegradasi lignin
merupakan polimer-polimer aromatik yang tinggi menghasilkan asam-asam fenolat (seperti asam
p-hidroksi benzoat, p-kumarat, ferulat, vanilat, siringat). Sedangkan selulosa dan hemiselulosa
menghasilkan asam karboksilat (Rini dkk., 2007).
Asam-asam fenolat merupakan senyawa organik yang dapat bersifat racun bagi tanaman
(kadar>50 ppm). Pada kadar 0,25 mM asam fenolat dalam bentuk hydro-bensonat pada tanah
gambut dapat mempengaruhi pertumbuhan padi dan gandum. Pertumbuhan kedelai, tomat, dan
jagung terhambat pada kadar 0,05 mM (Todana et al., 1991 dalam Sabiham et al., 1997). Asam
fenolat yang dihasilkan dari biodegradasi lignin secara anaerob ini jumlahnya meningkat jika
lahan gambut disawahkan. Penambahan Cu, Zn, Na, dan arang sekam padi dapat menurunkan
kadar asam fenolat (Sabiham et al., 1997). Arang sekam dibuat dari pembakaran tak sempurna
atau pembakaran parsial sekam padi. Sebanyak 20-30% dari proses penggilingan padi akan
dibuang dalam bentuk sekam padi. Arang sekam memiliki banyak kegunaan, baik di dunia
pertanian maupun kebutuhan industri. Para petani memanfaatkan arang sekam sebagai
penggembur tanah, bahan pembuatan kompos, media tanam, dan media persemaian
(http://www.alamtani.com/arang-sekam-padi.html).
Produk utama asam-asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik di
bawah kondisi anaerob adalah asam asetat, asam laktat, asam propionat, dan asam butirat.
Sebagian besar senyawa-senyawa tersebut juga dapat meracuni tanaman (Rini dkk., 2007). Asam
asetat atau acetic acid adalah senyawa organik yang termasuk dalam golongan carboxylic acid.
Asam asetat adalah monoprotic acid yang lemah, sehingga hanya sebagian kecil ion saja yang
dapat terdisosiasi dalam air (Triharto, 2010).
Bahaya yang ditimbulkan asam-asam organik tergantung pada jenis dan konsentrasi asam
tersebut. Asam-asam organik aromatik mempunyai toksisitas lebih tinggi daripada asam-asam
alifatik. Asam aromatik merupakan senyawa organik rantai tertutup seperti kumpulan benzene
yang mengandung gugus asam karboksilat (http://www.deskripsi.com/a/asam-aromatik).
Sedangkan, asam alifatik merupakan senyawa alifatik yang tersubtitusi oleh gugus asam asam
karboksilat (-COOH) (Pudjaatmaka, 2002).
Banyak peneliti menemukan bahwa kadar asam fenolat dapat mengakibatkan bahaya
yang sangat besar pada pertumbuhan tanaman (Dionne, 2001; Urban, 1989 dalam Rini dkk.,
2007). Dari berbagai penelitian, toksisitas tanah yang disebabkan bahan organik terutama asam
fenolat paling sering dijumpai pada tanah dengan aerasi jelek. Pengaruh fitotoksik asam fenolat
dari hasil dekomposisi bahan organik terhadap tanaman meliputi penghambatan pertunasan,
pertumbuhan tanaman kerdil, perusakan sistem perakaran, menghambat penyerapan hara,
klorosis (rusaknya kloroplas yang menyebabkan menguningnya bagian-bagian tumbuhan yang
lazimnya berwarna hijau), layu, dan mematikan tanaman. Pengaruh langsung senyawa fitotoksik
terhadap pertumbuhan adalah mengganggu di dalam proses metabolisme, seperti respirasi atau
sintesis asam nukleat dan protein (Angelo, 2000 dan Dionne, 2001 dalam Rini dkk., 2007).
Kerusakan akar tanaman oleh asam fenolat menyebabkan akar sulit menyerap unsur hara yang
diberikan melalui pupuk. Kerusakan akar tanaman itu meliputi terhambatnya perpanjangan
pertumbuhan akar primer, terhalangnya pembentukan akar dan bulu akar, serta terhambatnya
sintesis DNA dalam sel akar. Unsur hara yang diberikan juga dengan mudah tercuci karena
gambut tidak kuat menyerap hara (Subiksa dkk., 2001).
Diperlukan penanganan khusus untuk mengendalikan fitotoksik asam fenolat pada tanah
gambut, salah satu caranya adalah dengan penambahan bahan amelioran. Bahan amelioran
merupakan bahan pembenah tanah, baik sebagai bahan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah maupun sebagai pupuk untuk meningkatkan hasil pertanian. Kandungan terak baja
yang dominan berupa logam berat, kalsium, dan silikat. Logam berat sebagian berguna sebagai
unsure mikro dan makro bagi tanaman, tetapi sebagian lagi berupa racun bagi tanaman, hewan,
dan manusia. Penelitian menunjukkan bahwa dengan kondisi pH tanah sampai dengan pH
mendekati 7, kelarutan logam berat seperti Al, Fe, Mn, Cd, Pb, dan Cr sangat kecil sehingga
tidak menimbulkan bahaya bagi tanaman, hewan, dan manusia. Terak baja dicampur dengan
kompos (bahan organik matang) meningkatkan hasil tanaman pertanian dan menurunkan kadar
logam terlarut di dalam tanah. Pemanfaatan terak baja di tanah gambut sangat positif terhadap
hasil tanaman pertanian dan bahaya logam berat terhadap lingkungan hidup dapat dihindari
(Riwandi, 2010).
Ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam (tanah gambut) dan
keberadaan asam organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik
(Subiksa et al., Mario, 2002; Salampak, 1999). Amelioran dapat berupa bahan organik atau
anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan di lahan gambut antara lain adalah
berbagai jenis kapur (dolomite, batu fosfat, kaptan), tanah, mineral, lumpur, pupuk
kompos/bokasi, pupuk kandang (kotoran ayam, sapi, dan kerbau), dan abu. Penggunaan lebih
dari satu jenis amelioran memberikan hasil yang lebih baik (Namun tidak seperti tanah mineral,
pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5,0 karena gambut tidak memiliki potensi Al
yang beracun. Peningkatan pH terlalu tinggi justru berdampak buruk karena laju dekomposisi
gambut menjadi terlalu cepat (Subiksa dkk., 2001).
Bahan amelioran lainnya yang dapat digunakan untuk mengendalikan fitotoksik asam
fenolat pada tanah gambut adalah fly ash (abu sisa boiler pabrik pulp). Fly ash bersifat basa
(mempunyai pH 10-13) dan mengandung kation-kation yang diperlukan tanaman seperti Ca, Mg,
Zn, K, dan P serta tidak mengandung logam-logam berat yang berbahaya bagi tanah dan
tanaman, sehingga dapat dijadikan amelioran untuk memperbaiki tanah gambut (Rini, 2005
dalam Rini dkk., 2007). Fly ash juga dapat dimanfaatkan untuk mereduksi dan mengendalikan
asam-asam organik beracun pada tanah gambut serta meningkatkan ketersediaan unsur kalsium
dan magnesium tanah gambut. Fly ash menentukan perubahan pH tanah. Meningkatnya nilai pH
mengakibatkan penurunan kadar asam fenolat tanah gambut yaitu asam hidroksi benzoat dari
nilai 27,42 ppm ke 0,2 ppm dan asam p-kumarat 17,22 ppm ke 0,11 pada kondisi optimum. (Rini
dkk., 2007).
Organ tumbuh tanaman yang diberi fly ash terbukti dapat berkembang dengan baik.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Rini dkk (2007), penambahan fly ash pada tanah gambut ini telah
digunakan pada tanaman jagung varietas arjuna sebagai tanaman indikator. Tanaman ini dipilih
karena memiliki organ tanam yang lengkap (akar, batang, daun, dan buah), tahan terhadap
penyakit, masa tanamnya pendek (90 hari), dan menghendaki pH tanah mendekati netral untuk
pertumbuhannya. Tanaman jagung varietas arjuna yang tidak diberi fly ash pertumbuhannya
sangat terhambat karena pH tanah gambut yang rendah menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan akar. Sedangkan, tanaman jagung yang diberi fly ash dapat berkembang dengan
baik dimana pertumbuhan akar tanaman panjang dan banyak cabangnya, batangnya tumbuh
dengan kokoh dan besar, daunnya lebar dan berwarna hijau, serta cepat berbunga dan buahnya
padat berisi. Hal ini diduga karena pH tanah sudah mengarah ke netral (6,36) serta ketersediaan
unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman telah mencukupi untuk pertumbuhannya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan informasi-informasi yang telah diperoleh dari beberapa artikel, jurnal,
maupun buku yang berkaitan dengan senyawa organik pada tanah gambut, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Asam-asam organik yang terdapat dalam tanah gambut antara lain adalah asam-asam
fenolat (seperti asam p-hidroksi benzoat, p-kumarat, ferulat, vanilat, siringat) yang
merupakan hasil biodegradasi lignin dan asam karboksilat yang dihasilkan selulosa dan
hemiselulosa. Sedangkan asam-asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan
organik di bawah kondisi anaerob adalah asam asetat, asam laktat, asam propionat, dan
asam butirat.
2. Manfaat yang diperoleh dari asam-asam organik pada tanah gambut adalah berperan
sebagai koloid tanah yang mengatur pengikatan dan pelepasan hara.
3. Dampak asam-asam organik pada tanah gambut meliputi penghambatan pertunasan,
pertumbuhan tanaman kerdil, perusakan sistem perakaran, menghambat penyerapan hara,
klorosis, layu, dan mematikan tanaman. Pengaruh langsung senyawa fitotoksik asam-
asam organic terhadap pertumbuhan adalah mengganggu di dalam proses metabolisme,
seperti respirasi atau sintesis asam nukleat dan protein.
4. Toksisitas asam-asam organik (asam-asam fenolat maupun asam karboksilat) dapat
dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan ameliorant, seperti kapur, tanah mineral,
pupuk kandang, dan abu sisa pembak untuk meningkatkan pH dan basa-basa tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Alamtani. 2013. Cara Membuat Arang Sekam Padi. www.alamtani.com/arang-sekam-padi.html
(Diakses 1 Maret 2014 pukul 09.47 WIB).
Deskripsi. 2013. Deskripsi Asam Aromatik. www.deskripsi.com/a/asam-aromatik (Diakses 1
Maret 2014 pukul 11:02 WIB).
Djakapermana, Ruchyat Deni. 2008. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan
Kawasan. http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi4g.pdf (Diakses
1 Maret 2014 pukul 14:02 WIB).
Musadad, Anwar. 1998. Pengaruh Air Gambut Terhadap Kesehatan dan Upaya Pemecahannya.
Media Litbangkes. 8(01): 8-13.
Najiyati, Muslihat, I N. N. Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk
Pertanian Berkelanjutan. Bogor: Wetlands International.
Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rini et al. 2007. Perilaku Asam Hidroksi Benzoat dan Asam P-Kumarat Pada Tanah Gambut
Yang Diberi Fly Ash Serta Kaitannya dengan Unsur Kalsium dan Magnesium.
6(2): 56-67.
Riwandi. 2010. Terak Baja: Bahan Amelioran Dua Mata Pisau Pertanian.
http://repository.unib.ac.id/244/1/35.pdf (Diakses 28 Februari 2014 pukul 22:07 WIB).
Sabiham, S., TB, Prasetyo and S. Dohong. 1997. Phenolic Acidin Indonesian Peat. In: Rieley
And Page (Eds.). pp. 289-292. Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and
Peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan: UK.
Sasli, Iwan. 2010. Karakterisasi Gambut dengan Berbagai Bahan Amelioran dan Pengaruhnya
Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Guna Mendukung Produktivitas Lahan Gambut.
4(1): 42-50.
Subiksa, Hartatik, Fahmuddin Agus. 2001. Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan.
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/lainnya/subiksa2.pdf (Diakses 28
Februari 2014 pukul 21:35 WIB).
Triharto, Panggih. 2010. Studi Ketahanan. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/1316462520275-
studi-ketahan-Tinjauan2520literatur.pdf (Diakses 1 Maret 2014 pukul 16:08 WIB).
Universitas Negeri Medan. 2012. Tanah Gambut. http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-
Undergraduate-22365-11 BAB 2.pdf (Diakses 28 Februari 2014 pukul 19:40 WIB).