BAB I Analisis Kasus Gizi pada Bayi dan Balita

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suharjo, (1996) secara teoritis bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang telah ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Mustaspa, Yusna. dkk. 2013). Yang termasuk kedalam kelompok rentan gizi adalah bayi berumur 0 – 1 tahun, kelompok balita berumur 1 – 5 tahun, kelompok anak sekolah berumur 6 – 13 tahun, kelompok remaja berumur 14 – 20 tahun dan juga kemolpok ibu hamil serta ibu menyususi (Djaeni S, 1985). Bayi merupakan salah satu kelompok rawan gizi. Kekurangan gizi pada masa bayi dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, social, dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Selain itu kekurangan gizi dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Ashar, Taufik dkk, Tahun 2008). 1

description

Analisis Kasus Gizi pada Bayi dan Balita

Transcript of BAB I Analisis Kasus Gizi pada Bayi dan Balita

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMenurut Suharjo, (1996) secara teoritis bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang telah ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Mustaspa, Yusna. dkk. 2013).Yang termasuk kedalam kelompok rentan gizi adalah bayi berumur 0 1 tahun, kelompok balita berumur 1 5 tahun, kelompok anak sekolah berumur 6 13 tahun, kelompok remaja berumur 14 20 tahun dan juga kemolpok ibu hamil serta ibu menyususi (Djaeni S, 1985). Bayi merupakan salah satu kelompok rawan gizi. Kekurangan gizi pada masa bayi dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, social, dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Selain itu kekurangan gizi dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Ashar, Taufik dkk, Tahun 2008). Kesehatan bayi dan balita menjadi masalah di Indonesia diantaranya kurang gizi yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara berkembang. Prevalensi kurang gizi di Indonesia masih sangat tinggi, yang bisa berdampak pada penurunan kualitas Sumber Daya Manusia. Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai kondisi yang melatarbelakanginya, seperti malnutrisi,kondisi lingkungan, kondisi sosial, ekonomi, seperti kemiskinan dan sebagainya (Nugrahati, 2014). Masalah gizi balita yang dihadapi Indonesia pada saat ini adalah masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan. Sedang masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada masyarakat disertai dengan kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan (Almasteir, 2002 dalam Devi, Mazarina tahun 2010).

1.2. Rumusan Masalah1.2.1. Bagaimana kebutuhan gizi pada bayi dan balita ?1.2.2. Apa saja kasus yang sering terjadi pada gizi bayi dan balita ?1.2.3. Factor factor apa saja yang mempengaruhi kasus gizi pada bayi dan balita ?1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Mengetahui kebutuhan gizi bayi dan balita serta kasus yang terjadi pada gizi bayi dan balita.1.3.2. Mengetahui factor factor yang mempengaruhi kasus gizi bayi dan balita.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan Gizi Bayi dan BalitaGizi yang baik sangat diperlukan untuk proses tumbuh kembang bagi anak-anak yang normal ditinjau dari segi umur, anak balita yaitu anak yang berumur dibawah lima tahun, merupakan anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang adalah merupakan golongan yang paling rawan terhadap kekurangan kalori protein (Back, 2000 dalam Devi, Mazarina tahun 2010).

2.1.1. Gizi BayiDi usia 0 hingga 6 bulan, sumber gizi bayi adalah air susu ibu (ASI). ASI mengandung gizi yang sangat lengkap sehingga sudah mencukupi standar kebutuhan gizi bayi. Sementara bagi bayi di usia lebih dari 6 bulan memerlukan asupan makanan pendamping ASI sebagai tambahan sumber gizi bayi. Ada tiga komponen pokok dalam pemenuhan kebutuhan gizi bayi, yaitu sumber kalori, vitamin dan mineral. Hingga usia 12 bulan, bayi mengalami pertumbuhann yang sangat pesat. Kalori merupakan gizi untuk bayi yang sangat vital di masa ini (Moore C, 1997). Kebutuhan energy bayi yang cukup selama tahun pertama sangat bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan energy selama 2 tahun pertama, yaitu pada masa pertumbuhsn cepat, adalah 120 kkal/kg BB/hari. Secara umum, selama 6 bulan pertama kehidupan bayi membutuhkan energy sebesar kira kira 105 110 kkal/kg/hari pada 6 bulan sesudahnya (Arisman, 2009). Kebutuhan bayi akan zat zat gizi adalah yang paling tinggi bila dinyatakan dalam satuan berat, karena bayi sedang ada dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat. Bayi sehat yang dilahirkan dengan berat badan cukup sekitar 2,5 3,5 kg akan mencapai berat badannya dalam waktu enam bulan (Djaeni S, 1985).Jika dihitung dari saat kelahiran,berat bayi akan bertambah dua kali lipat pada bulan IV: dari 3,2 kg menjadi 6,4 kg. setelah itu pertumbuhan akan sedikit melambat. Berat badan bayi hanya akan bertambah sebanyak 2,3 kg setahun. Kelambatan ini berlangsung sampai usia remaja. Setelahitu, BB akan bertambah secara mencengangkan (Arisman, 2009).

2.1.2. Gizi BalitaAnak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang sering menderita akibat kekurangan gizi (KKP) (Djaeni S, 1985).Kebutuhan gizi menurut Nugrahati, (2014) yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya energy dan protein. Usia balita dapat kita bedakan menjadi 2 golongan : a. Balita Usia 1-3 tahun Jenis makanan yang disukai anak balita diusia ini biasanya adalah makanan yang manis-manis, seperti coklat, permen es krim, dll. Pada usia ini sebaiknya makanan yang banyak mengandung gula dibatasi, agar gigi susunya tidak rusak atau berlubang (carries). Pada usia ini biasanya anak sangat rentang terhadap gangguan gizi, seperti kekurangan vitamin A, zat besi, kalori dan protein. Kekurangan vitamin A dapat mebgakibatkan gangguan fungsi mata, sedangkan kekurangan kalori dan protein dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecerdasan anak b. Balita Usia4-6 tahun Pada usia ini , anak-anak masih rentan terhadap gangguan penyakit gizi dan infeksi. Sehingga pemberian makanan yang bergizi tetap menjadi perhatian orang tua, para pembimbing dan pendidik disekolah. Pendidikan tentang nilai gizi makanan, tidak ada salahnya mulai diajarkan kepada mereka. Dan ini saat yang tepat untuk menganjurkan yang baik-baik pada anak, karena periode ini anak sudah dapat mengingat sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang tua serta lingkungan sekitarnya. Sehingga anak dapat memilih menyukai makanan yang bergizi (waryana, 2010 dalam Nugrahati, 2014).

Upaya Memberikan makanan Untuk balita menurut (Nugrahati, 2014) : a. Berikan makanan 5-6 kali sehari, pada masa ini lambung anak belum mampu mengakomdasi porsi makan 3 kali sehari. Mereka perlu makan lebih sering, sekitar 5-6 kali sehari (3 kali makanan berat dirambah cemilan sehat). b. Berikan porsi kecil, batita di kenal sebagai anak yang mempunyai nafsu makan yang naik turun. Terkadang makan dengan makan dengan porsi banyak dan kadang makan dengan porsi sedikit, namun tetap bisa tumbuh dengan sehat. Jangan berikan susu dan jus sampai berlebihan (Sitorus, 2009 dalam Nugrahati, 2014). 2.2. Faktor Faktor yang mempengaruhi gangguan gizi pada bayi dan balitaAnonymous, (2007) masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kualitas maupun kuantitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya pendidikan, pengetahuan dan tingkat pendapatan yang rendah (Nugrahati C, 2011).Menurut Sunardi (1999), asupan gizi yang baik sering tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak karena faktor dari luar dan dalam. Faktor luar diantaranya adalah ekonomi keluarga, sedangkan faktor dari dalam ada dalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema makan anak (Mazarina, 2010).Beberapa faktor penyebab langsung dari masalah gizi kurang ini berkaitan dengan konsumsi gizi, dimana pada periode 19952000, masih dijumpai hampir 50% rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari 70% terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (2200) Kkal/kapita/hari, 48 gram protein/kapita/ hari). Akar permasalahan adalah kemiskinan dan situasi sosial politik yang tidak menentu. Tahun 1999, kajian Susenas memperkirakan 47,9 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan (Hida N, Rahmah dan Saputra Wiko 2012). Selain asupan energy, defisiensi zat gizi mikro sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan dan menyusui. Asupan zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat meningkatkan resiko terhadap ibu dan outcome kelahiran yang merugikan. Oleh karena itu direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama kehamilan seperti besi, asam folat, zinc, vitamin A, kalsium dan iodium (Mazarina, 2010).Faktor-Faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Arisman, (2009) adalah sebagai berikut :1. Faktor ExternalFaktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:a. PendapatanMasalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999 dalam Arisman, 2009).b. PendidikanPendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001 dalam Arisman, 2009).c. PekerjaanPekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibuakan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991 dalam Arisman, 2009).d. BudayaBudaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih,1998 dalam Arisman, 2009).

2. Faktor InternalFaktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :a. UsiaUsia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001 dalam Arisman, 2009).b. Kondisi FisikMereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all, 1986 dalam Arisman, 2009).c. InfeksiInfeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all, 1986 dalam Arisman, 2009).

2.3. Penyakit Gizi KurangPenyakit ini sering sering disebut dengan malnutrition. Pada penyakit gizi salah, kesalahan pangan terutama terletak dalam ketidakseimbangan komposisi hidangan. Padapenyakit gizi kurang mungkin susunan hidangan yang diknsumsi juga masih seimbang, hanya kuantum keseluruhannya tidak mencukupi kebutuhan tubuh (Djaeni S, 1985).Penyakit gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk gizi kurang yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupunkonsumsi keseluruhannya yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Gejala subyektif yang terutama diderita ialah perasaan lapar, sehingga gizi salah disini disebut juga dengan gizi lapa (undernutrition) (Djaeni S, 1985).Penyakit gizi salah terutama disertita oleh anak anak yang sedang tumbuh sangat pesat, ialah yang disebut dengan kelompok BALITA (bawah lima tahun). Yang meninjol kurang pada kondisi ini, ialah kurang kalori dan kurang protein, sehingga disebut dengan penyakit kurang kalori dan protein (KKP). Nama aslinya ialah Prtein Calorie Malnutrition atau akhir akhir ini disebut dengan Protein Energy Malnutrition (PEM) (Djaeni S, 1985).

2.4. Akibat dari kurang Gizi pada Bayi dan BalitaTingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) disebabkan ibu hamil menderita kurang energy protein akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental, dan kecerdasan anak. Dan yang meningkatkan resiko tinggi yang dilahirkan kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak yang kemudian hari dapat mengurangi IQ anak, menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah, serta rentan penyakit karena menurunnya daya tahan tubuh (Mustaspa, Yusna. dkk. 2013).Akibat kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan. Akibat lainya adalah terjadinya penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian (Mustaspa, Yusna. dkk. 2013).

BAB IIIKASUS

3.1. Berat dibawah Normal, 5 bayi alami Gizi Buruk

Gambar 1.1. Berat dibawah normal, http://regional.kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Di usianya yang menginjak dua tahun, Muhamad Roby (1,8) hanya memiliki bobot berat badan 8 kilogram. Salah satu penyebab Roby menderita kekurangan gizi dan komplikasi flek paru-paru, karena rumahnya yang berukuran 3x4 meter itu berada di bantaran Kali Kapuk Sawah.Untuk menuju lokasi rumahnya di RT 22 RW 16 Kapuk Sawah, Cengkareng, Jakarta Barat, orangtua Roby harus melewati genangan air setinggi 15 cm. Padahal, tidak dalam kondisi hujan. Genangan air tersebut berasal dari luapan sungai yang tepat berada di belakang rumah bayi tersebut.Dalam kondisi lingkungan seperti itu, siang itu Roby tidur di lantai beralas tikar bersama ibunya. Tidak ada kasur atau alas yang lebih tebal untuk memberikan tempat istirahat yang nyaman pada batita tersebut. Tubuhnya terlihat lemah karena diare yang sedang dia derita. Flek pada paru-paru dan cairan di dalam kepalanya juga menjadi penyebab Roby terlihat kurus dibanding teman-teman sebayanya. Dia mengalami kekurangan gizi karena sering menderita penyakit diare beberapa bulan terakhir."Kemarin sudah ke dokter, tapi katanya semuanya bagus. Jadi enggak dirawat, cuma dikasih obat saja," kata Ratnami, ibu Roby di Kapuk Sawah.Tak hanya Roby, tetangga di sebelahnya, Yoga Saputra (7 bulan) pasangan dari Asrurin dan Prihatin juga memiliki nasib yang sama dengan Roby. Usianya yang sudah menginjak 7 bulan hanya memiliki berat badan 5 kg. Selain karena gizi yang buruk, Yoga juga memiliki penyakit komplikasi paru-paru pada tubuhnya.Budiman Widjaja, Kepala Pelayanan RSUD Cengkareng mengatakan, faktor lingkungan dan pendidikan orangtua menjadi penyebab anak kekurangan gizi. Orangtua tidak memikirkan kebersihan dari dot yang menjadi alat menyusui bayi. Dalam satu hari, dot yang digunakan untuk menyusu hanya dibersihkan sekadarnya. Plastik yang menjadi alat untuk menyedot susu juga kadang sudah berlumut karena tidak pernah dibersihkan."Saya pernah tanya kepada orangtua bayi, kenapa tempat susunya tidak dicuci. Mereka bilang untuk mencuci dot tidak ada air bersih. Kalau mau air bersih harus beli dan mereka tidak punya uang," kata Budiman.Berbagai macam faktor menjadi penyebab bayi kekurangan gizi. Rumah kedua bayi yang tepat berada di bantaran kali dengan sirkulasi udara yang tidak baik membuat mereka memiliki flek pada paru-parunya. Selain itu, ekonomi yang kurang juga membuat bayi tidak menerima asupan gizi yang cukup.Selain Yoga dan Roby, terdapat tiga bayi lainnya yang mengalami sakit yang hampir sama. Mereka memiliki bobot tubuh yang tidak sesuai dengan usianya karena asupan gizi yang kurang mereka terima. Ketiga bayi tersebut bernama Fatur Rohman (1,2) anak dari Patoni dan Siti Komariyah, Alysha Noer Shafa (4 bulan), dan Doni Priyanto (8 bulan).Bayi Fathur Rohman yang berusia 1,2 tahun memiliki berat badan 5 kg. Padahal, dengan usia seperti itu, Fathur harusnya memiliki berat badan 10-11 kg. Perhitungan berat badan bayi sehat adalah pada usia 1 tahun, berat bayi harus tiga kali lipat dari berat saat dia lahir. Jika bobotnya kurang 50 persen dari seharusnya, maka bayi tersebut dinyatakan menderita gizi buruk.Sedangkan bayi perempuan putri pertama dari Ali Rohatun dan Juleha, Alysha Noer Shafa memiliki berat badan 3,2 kg pada usia 4 bulan. Padahal saat pertama lahir, dia memiliki bobot 3,1 kg. Alysha kekurangan gizi karena memiliki kelainan penyempitan usus. Dia selalu mengeluarkan makanan yang telah dimakan karena ususnya tidak berfungsi dengan baik."Beratnya memang tidak normal. Bahkan kemarin sempat turun sampai 2,6 kilogram. Kalau beratnya sudah turun banget seperti itu, kami langsung bawa ke rumah sakit," kata Juleha.Pertumbuhan tinggi Alysha terlihat normal. Hanya saja bobot tubuhnya tidak bertambah sehingga dia tidak bisa memberikan perkembangan seperti bisa tengkurap atau tidur dalam posisi miring laiknya bayi pada usia empat bulan.Untuk memberikan pengobatan kepada anaknya, Juleha sudah pindah tiga rumah sakit, yaitu RS di Bojonegoro, Semarang, dan saat ini dirawat di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat.Bayi terakhir, Doni Priyanto, memiliki bobot 3,1 kg pada usia 8 bulan. Bobot berat seperti itu seperti anak pada usia 1 bulan. Ketika baru lahir, Doni memiliki berat badan 2,6 kg."Dari baru lahir sampai sekarang di usia delapan bulan, berat Doni hanya naik 0,5 kilogram. Sampai sekarang juga belum bisa apa-apa. Tengkurap juga belum bisa karena nangis kalau dipaksain. Jadi ya kami berdoa saja supaya dia bisa cepat sembuh," kata Yuni, ibu Doni di RSUD Cengkareng.

BAB IVPEMBAHASAN

4.1. Kasus dengan judul Berat dibawah normal, 5 bayi alami gizi burukPada kasus gizi dengan judul Berat badan dibawah normal, 5 bayi alami gizi buruk diantaranya adalah Roby yang berusia 1,8 tahun hanya memiliki bobot berat badan 8 kilogram, Yoga Saputra berusia 7 bulan pasangan dari Asrurin dan Prihatin juga memiliki nasib yang sama dengan Roby, usianya yang sudah menginjak 7 bulan hanya memiliki berat badan 5 kg, bayi Fathur Rohman yang berusia 1,2 tahun memiliki berat badan 5 kg, Alysha Noer Shafa memiliki berat badan 3,2 kg pada usia 4 bulan dan yang terakhir adalah Doni Priyanto, memiliki bobot 3,1 kg pada usia 8 bulan.Dari 5 kasus gizi buruk yang terjadi pada Roby, Yoga, Fathur Rohman, Alysha Noer Shafa dan juga Doni Priyanti dapat disimpulkan bahwa penyebab gizi buruk salah satunya adalah dikarenakan ekonomi keluarga. Salah satu factor penyebab gizi buruk menurut Devi, (2012) adalah kemiskinan. Dimana dalam jurnal yang ditulis oleh Devi, (2010) ditulisan kemiskinan berimplikasi terhadap penderita gizi buruk dan gizi kurang. Beberapa kasus gizi buruk yang terjadi selama ini baik di Indonesia maupun secara global menemukan bahwa kemiskinan berisiko besar terhadap kasus gizi buruk. Dalam studi ini, kondisi tersebut juga ditemukan. Kelompok masyarakat miskin dengan akses ekonomi yang lebih rendah memiliki risiko terbesar dalam penderita balita gizi buruk dan gizi kurang di Sumatera Barat. Hampir sekitar 21,6 persen balita yang berasal dari kelompok masyarakat miskin menderita gizi buruk dan sekitar 10,2 persen menderita gizi kurang.Sedangkan menurut Aeda, (2006) dari hasil uji multivarian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan status gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan ibu. Berdasarkan data tingkat pendidikan orang tua dan jenis pekerjaan orang tua, keluarga yang menjadi sampel memperlihatkan indikasi dari golongan keluarga yang tingkat pendapatannya rendah. Jenis Kelamin, umur balita, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan jenis pekerjaan orang tua berhubungan dengan status gizi balita di pedesaan.Selain factor ekonomi kasus gizi buruk kelima anak ini juga disebutkan lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk. Lingkungan yang kotor dapat mengakibatkan suatu infeksi dan meyebabkan berbagai penyakit terjadi sehigga mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi yang disebut dengan gizi buruk.Menurut Nurizzka, Hida dan Saputra, Wiko tahun 2012 menuliskan bahwa ada hubungan yang sinergis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Penyakit infeksi yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk adalah Infeksi Saluran Pernapasan bagian Atas (ISPA) dan diare. Menurut Ezzel dan Gorgon penyakit paru-paru kronis juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi dapat menurunkan nafsu makan. Kejadian infeksi terkait dengan kondisi higiene sanitasi lingkungan yang buruk.Pada kasus gizi buruk yang terjadi pada Roby selain karena ekonomi salah satu penyebabnya adalah kurangnya pendidikan orang tua terhadap kesehatan. Orangtua tidak memikirkan kebersihan dari dot yang menjadi alat menyusui bayi sehingga berdampak bayi mengalami kekurangan gizi buruk.Menurut Oktalinda, Nur Rakhmadilla dan Triwibowo, Heri tahun (2009) pada penelitiannya dituliskan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita (1-5 tahun) di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, maka status gizi balita juga akan semakin. Gizi balita tergantung penuh oleh ibunya, jika ibu tahu dan memperhatikan gizi balitanya, ibu akan mencari info tentang gizi yang baik untuk balita dan berusaha memberi yang terbaik untuk balitanya. Karena pengetahuan ibu berpengaruh pada perilaku ibu dalam memenuhi gizi balitanya. Semakin baik pengetahuan ibu tentang gizi maka status gizi balitanya juga akan baik.Menurut Ashar, Taufik dkk. Vol 1. Tahun 2008, hasil penelitian menunjukkan bahwa gangguan gizi pada masa pertumbuhan dini berhubungan dengan gangguan perkembangan motorik (Kirksey, 1994; Satoto, 1990). Bukti-bukti tersebut memperkuat pernyataan UNICEF 1997, bahwa untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak harus melibatkan tiga aspek yaitu gizi, kesehatan, dan pengasuhan. Berat badan dan tinggi badan gagal untuk bertambah dengan kecepatan yang diharapkan.Pada kasus gizi buruk yang terjadi pada 5 anak diatas, menyebutkan bahwa berat badan kelima bayi tersebut dibawah normal. Hal ini diakibatkan karena kekurangan gizi atau gizi buruk sehinga terjadi kegagalan pertumbuhan.Roby yang berusia 1,8 tahun hanya memiliki bobot berat badan 8 kilogram, Yoga Saputra berusia 7 bulan pasangan dari Asrurin dan Prihatin juga memiliki nasib yang sama dengan Roby, usianya yang sudah menginjak 7 bulan hanya memiliki berat badan 5 kg, bayi Fathur Rohman yang berusia 1,2 tahun memiliki berat badan 5 kg, Alysha Noer Shafa memiliki berat badan 3,2 kg pada usia 4 bulan dan yang terakhir adalah Doni Priyanto, memiliki bobot 3,1 kg pada usia 8 bulan.Rumus perkiraan berat badan normal pada anak adalah sebagai berikut :Tabel 1.1. Rumus Perkiraan Berat BadanUsiaBerat badan (kg)

Lahir3, 25

3 12 bulan[usia (bl) + 9] : 2

1 6 tahun[usia (th) x 2 + 8

6 12 tahun[usia (th) x 7 5]:2

(dikutip dari:Nelson textbook of pediatrics,14th ed, WB saunders co. 1992 dalam Arisma, 2009)

Dari rumus perkiraan berat badan berdasarkan usia berat badan Roby seharusnya 11,6 kg, berat badan Yoga seharusnya 8 kg, berat badan Fathur Rohmah adalah antara 10,4 kg, berat badan Alysha adalah 6,2 kg dan berat badan Doni seharusnya adalah kurang lebih 8,5 kg.Selain pertumbuhan yang terganggu, kekurangan gizi juga beakibat terhadap perkembangan anak. Seperti yang terjadi pada kasus diatas. Pada kasus gizi buruk yang terjadi pada Bayi terakhir, Doni Priyanto, memiliki bobot 3,1 kg pada usia 8 bulan. Bobot berat seperti itu seperti anak pada usia 1 bulan. Dari baru lahir sampai sekarang di usia delapan bulan, berat Doni hanya naik 0,5 kilogram. Sampai sekarang juga belum bisa apa-apa. Tengkurap juga belum bisa karena nangis kalau dipaksain. Menurut Nugrahati, 2014 dalam penelitannya dituliskan bahwa akibat kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan. Akibat lainya adalah terjadinya penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian.

BAB VPENUTUP

5.1. KesimpulanGizi yang baik sangat diperlukan untuk proses tumbuh kembang bagi anak-anak yang normal ditinjau dari segi umur, anak balita yaitu anak yang berumur dibawah lima tahun, merupakan anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang adalah merupakan golongan yang paling rawan terhadap kekurangan kalori protein. Kebutuhan energy bayi yang cukup selama tahun pertama sangat bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan energy selama 2 tahun pertama, yaitu pada masa pertumbuhsn cepat, adalah 120 kkal/kg BB/hari.Factor factor yang mempengaruhi tejadinya masalah gizi pada anak dan bayi diantaranya adalah sebagai berikut : factor eksternal meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan, budaya. Sedangkan factor internal diantaranya adalah usia, kondisi Fisik dan infeksi.Masalah gizi yang sering terjadi pada bayi dan balita adalah malnutrition atau gizi salah yang dapat mengakibatkan gizi buruk.5.2. SaranPemenuhan kebutuhan gizi pada bayi dan balita sangatlah penting untuk menghindari terjadinya gizi buruk pada anak. Maka dari itu peran keluarga dalam pemenuhan gizi bayi dan balita sangatlah penting terutama ibu. Pendidikan kesehatan, lingkungan, ekonomi sangatlah berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan gizi anak dan balitaGuna peyempurnaan makalah ini, Kami dari kelompok 5 sangat mengharapkan kritik serta saran dari Dosen Pengampu beserta teman-teman kelompok lain.Dengan berdasarkan kesimpulan diatas penulis mengharapkan kepada pembaca, agar dapat memahami dan bisa menambah pengetahuan serta wawasan tentang pengaruh keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Dan kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Djaeni S, Achmad. (1985) . Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta: Dian RakyatArisman. (2009). Gizi dalam Daur Kehidupan Edisi 2. Jakarta: EGCMoore C, Mary. (1997). Terapi Diet dan Nutrisi Edisi 2. Jakarta: HipokratesDevi, Mazarina. VOL. 33, NO. 2, SEPTEMBER 2010. Analisis Faktor factor yang berpengaruh terhadap status Gizi di Pedesaan. Universitas Negeri Malang: http://repository.unm.ac.id/ diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:02Oktalinda, Nur Rakhmadilla dan Triwibowo, Heri . (2009). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita (1-5 tahun) di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojokerto. STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto: http://repository.ac.id/. diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:12Hida N, Rahmah dan Saputra Wiko. VOL. 16, NO. 2, DESEMBER 2012. Faktor Demografi dan Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Tanjung Biru Research Institute, Kemayoran, Jakarta Pusat 10650, Indonesia: http://repository.ac.id/. diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:19Nugrahati C, Wenny. (2014). Strategi Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak. STIKes Indramayu: : http://repository.ac.id/. diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:25Ashar, Taufik dkk. (2008). Analisis Pola Asuh Makan dan Status Gizi pada Bayi di Kelurahan PB Selayang Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. : http://repository.usu.ac.id/. diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:19Mustaspa, Yusna. dkk. (2013). Analisis Faktor Determinan Kejadian Masalah Gizi pada Anak Balita di Wilayah Ketja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Universitas Hasanuddin. http://journal.uh.ac.id/. diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:31Ernawati, Aeda. (2006). Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Hygiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2 5 tahun di Kab. Semarang. Universitas Diponegoro. http://journal.ud.ac.id/. diakses tanggal 31 Agustus 2014 pukul 19:39Rohmah, Alfiyatur. (Jumat, 22 Februari 2013). Berat dibawah Normal % bayi Alami Gizi Buruk. http://megapolitan.kompas.com/. Diakses tanggal31 Agustus 2014 pukul 19:40

LAMPIRAN

19