BAB I

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Umum Paleontologi Mikro Paleontologi berasal dari kata, Paleo yang berarti masa lampau/kuno dan onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya maupun jejak-jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan. Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling muda berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan sedimen. Mengenai fosil foraminifera sangat sedikit sekali diketahui orang sebelum zamannya Beccarius (1731). Meskipun demikian Herodotus, seorang cendikiawan Yunani telah menemukan dan menulis tentang benda ajaib sebesar butiran padi yang diketemukannya berserakan disekitar piramida di lembah Gizeth, Mesir. Benda tersebut oleh Strabo disangka sebagai sisa – sisa makanan yang ditinggalkan oleh orang mesir ketika membuat piramida ternyata tidak lain adalah fosil Nummulitas. Pada tahun 1556 Agricola menggambar dan menulis panjang lebar mengenai benda aneh tersebut. Gesber (1765) dan Scheuchzer (1702) juga melakukan hal yang sama. Dengan

description

Mikro Paleontologi

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Umum Paleontologi Mikro

Paleontologi berasal dari kata, Paleo yang berarti masa lampau/kuno dan

onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu

ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya

maupun jejak-jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan.

Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun

segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling

muda berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan

sedimen.

Mengenai fosil foraminifera sangat sedikit sekali diketahui orang sebelum

zamannya Beccarius (1731). Meskipun demikian Herodotus, seorang

cendikiawan Yunani telah menemukan dan menulis tentang benda ajaib sebesar

butiran padi yang diketemukannya berserakan disekitar piramida di lembah

Gizeth, Mesir. Benda tersebut oleh Strabo disangka sebagai sisa – sisa makanan

yang ditinggalkan oleh orang mesir ketika membuat piramida ternyata tidak lain

adalah fosil Nummulitas. Pada tahun 1556 Agricola menggambar dan menulis

panjang lebar mengenai benda aneh tersebut. Gesber (1765) dan Scheuchzer

(1702) juga melakukan hal yang sama. Dengan ditemukannya mikro fosil oleh A.

Leewenhoeck maka perhatian terhadap mikro fosil semakin besar. Pada tahun

1731 Beccarius dengan menggunakan mikroskop telah manggambar dan menulis

mengenai keong – keong kecil dari batu pasir pliosin dekat Bologna, Italia.

Kemudian Janus Plancis menerbitkan suatu monograf pada tahun 1739 tentang

foraminifera dari batu pasir pantai laut adriatik. Penulis ini menganggap benda ini

adalah cacing kecil atau cepalophoda atau gastropoda.

Pada tahun 1766 – 1767 Linnaeus seorang Swedia menerbitkan suatu buku

yaitu “Systema Naturea” dimana ia mengusulkan agar memakai tata nama

berganda sebagai ganti dari tata nama banyak (polinominal) yang lajim dipakai

pada waktu itu. Tata nama itu lebih praktis dan dengan cepat menjadi populer dan

dipakai terus hingga sekarang.

Page 2: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Lamarck (1812) adalah ahli biologi kebengsaan prancis, dalam bukunya

“Course de Zoologie” memasukkan foraminifera kedalam cephalopoda.

Walaupun penggolongan ini yang kemudian dinyatakan salah, tetapi beberapa

jenis yang diberi nama lamarck hingga sekarang masih dipakai. Ide dari Lamarck

ini memberikan pandangan baru pada Acide D’Orbigny yang menerbitkan buku

berjudul “Tableau methodique de la classe des cephalopodes” yang berisi lebih

dari 1500 genus dan 18000 species dari foraminifera, sehingga katalog untuk

foraminifera telah lebih dari 30000 halaman. Ia uuga menemukan bentuk poly

thalamus dan mono thalamus, dan juga ia menemukan foraminifera dari family

miliolides, asterigirinidae, polymorphinidae. Dalam klasifikasinya ia tidak

mendasarkan pada susunan dinding dari foraminifera tetapi atas jumlah dan

susunan kamar – kamarnya. Sehubungan dengan itu maka patutlah ia dianggap

sebagai salah seorang yang pertama sekali pembentuk mikro paleontologi ilmiah.

Felix Dujardin (1835) dalam penyelidikannya menyatakan foraminifera itu

baik susunannya, strukturnya maupun physiologinya sangat beralinan dengan

cephalopoda dan harus dipisahkan dari cephalopoda. Ia juga oarng yang pertama

melihat dan menemukan pseudopodia.

C. G. Ehrenberg (Jerman, 1795 – 1876) menyelidiki khusus tentang mikro

organisme dan juga ia orang yang pertama mempelajari ostracoda dan nanno

fossil. Maka timbullah cabang baru yang ia sebut mikro geologi yang sebenarnya

adalah mikro paleontologi yang sekarang. Karena itulah oleh orang – orang

jerman ia dianggap sebagai bapak dari mikro paleontologi.

Williamson (1848) melakukan penyelidikan mengenai susunan dindingnya

dan variasinya dan ia mengatakan bahwa foraminifera sangat berguna untuk

korelasi. Carpenter (1849) bersama dengan Parker dan Jones melakukan

penyelidikan tentang susunan kamar pada tahun 1862 yang kemudian

menerbitkan text books yang pertama sekali berjudul “introduction to the study of

foraminifera” ia juga melakukan klasifikasi berdasarkan bentuk struktur dari

dinding (perforate atau imperforate) dan susuna dari kamar. W. Dames dan L. G.

Bornemann jr adalah orang yang pertama sekali menggunakan mikro fosil

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

2

Page 3: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

sebagai penentuan umur yang menunjukkan bahwa lubang sumur yang dibuat

dekat kota Greifswald mengandung batuan yang berumur turonian. Grzybowsky

pada tahun 1897 melakukan riset mikro stratigrafi untuk pencarian minyak di

sekitar Potock dan Krosni di Polandia, dan ia yakin bahwa analisa dari mikro fosil

dapat dipakai scara berhasil dalam pencarian minyak, namun sayang sekali

perkerjaan yang sangat berharga sekali tidak terkenal selama puluhan tahun

karena tertulis dalam bahasa polish (slavica no leguntur)

Pada tahun 1923 ilmu mikro paleontologi diperkenalkan untuk pertama

sekali di universitas Columbia (USA) dan merupakan mata kuliah tersendiri. Hal

ini diikuti oleh universitas yang lain. Pada negara – negara industri perkembangan

mikro paleontologi dimuali sekitar tahun 1925 – 1930.

Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun

segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling

muda berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan

sedimen.

Fosil dalam “Paleontologi” terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Fosil Makro/besar (Macrofossil), yaitu fosil yang dapat dilihat dengan mata

biasa (megaskopis), dan

Fosil Mikro/kecil (Microfossil), yaitu fosil yang hanya dapat dilihat dengan

bantuan alat mikroskop

Mulai dari Phylum, lingkungan pengendapan sampai dengan menentukan

umur dari suatu fosil dipelajari dalam Paleontologi tersebut. Berdasarkan ukuran

objeknya maka paleontologi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

Makropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil dengan ukuran relatif besar

sehingga mempelajarinya tidak menggunakan alat bantu seperti loupe dan

mikroskop.

Mikropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil yang berukuran relatif kecil

sehingga dalam pengamatan menggunakan alat bantu seperti mikroskop

binokuler, mikroskop elektron dll.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

3

Page 4: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Ilmu paleontologi mikro mulai berkembang Sejak awal abad ke-XX,

perkembangan ilmu mikropaleontologi menjadi semakin pesat, ditandai dengan :

1911 : Prof. J.A. Udden dari Augustana College, mempergunakan

mikrostratigrafi dan mikrofosil untuk menentukan umur lapisan dan

melakukan korelasi umur-umur pemboran air di Illinois.

1916 : awal dari pengajaran mikropaleontologi sebagai bidang spesialisasi

khusus pada universitas-universitas di Amerika.

1919 : pembentukan laboratorium mikropaleontologi pertama di Humble and

Rio Bravo Oil Co.

1923 : didirikan oleh J.A. Cushman (1881-1949) Laboratory for

foraminiferal research di Massachussetts, USA, yang pada dekade-dekade

selanjutnya berkembang menjadi pusat penelitian mikropaleontologi.

1925 : awal terbitnya publikasi periodik yang membahas tentang mikrofosil.

Sejak awal abad ke 20, perkembangan mikropaleontologi menjadi semakin

pesat yaitu dengan mempergunakan mikrostratigrafi dan mikrofosil untuk

menentukan umur lapisan dan melakukan korelasi umur-umur pemboran air.

Sejak 1945, didorong oleh kebutuhan akan minyak bumi, perkembangan

mikropaleontologi semakin cepat, dan hingga sekarang mikropaleontologi

merupakan ilmu pengetahuan yang praktis diajarkan hampir di seluruh dunia.

Sekarang ini, dengan puluhan ribu peneliti, dengan publikasi yang melimpah dan

berkelanjutan, mikropaleontologi merupakan ilmu yang sangat dinamik, penuh

tantangan untuk di pelajari lebih lanjut.

1.2. Tinjauan Umum

Paleontologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari kehidupan masa

lampau yang didasarkan atas fosil tanaman atau hewan.yang terbagi atas :

Makropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil dengan ukuran relatif besar

sehingga mempelajarinya tidak menggunakan alat bantu seperti loupe dan

mikroskop.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

4

Page 5: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Mikropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil yang berukuran relatif kecil

sehingga dalam pengamatan menggunakan alat bantu seperti mikroskop

binokuler, mikroskop elektron dll.

Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua

sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian

adalah mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya

terhadap stratigrafi.

Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936). Setiap fosil (biasanya kecil)

untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop.

Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19

mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki

organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil

makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-

fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera

mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.

Dari cara hidupnya foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Pellagic (mengambang)

a. Nektonic (bergerak aktif)

b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya

2. Benthonic (pada dasar laut)

a. Secile (mikro fosil yang menambat/menempel)

b. Vagile (merayap pada dasar laut)

Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua

fosil itu identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam

geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar,

kekar serta lipatan.

Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi yang

khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada

pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop. Contoh mikrofosil

adalah hewan foraminifera.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

5

Page 6: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Foraminifera adalah merupakan mikrofosil yang sangat penting dalam studi

mikropaleontologi. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah

pada batuan sedimen. Secara defenisi foraminifera adalah organisme bersel

tunggal yang hidup secara aquatic (terutama hidup di laut), mempunyai satu atau

lebih kamar-kamar yang terpisah satu dengan yang lainnya oleh sekat-sekat

(septa) yang ditembusi oleh lubang-lubang halus (foramen).

Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa

alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga

khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut.

Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium,

lebih dari 500 juta tahun yang lalu.

Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan

demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-

beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran

horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan

terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara

mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.

Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala

Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan

yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil

foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera

tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi

daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan

perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.

Sebuah conto kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies

yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-

spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau di

tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh ketika fosil foraminifera tersebut

masih hidup. Jika sebuah contoh mengandung kumpulan fosil foraminifera yang

semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

6

Page 7: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut

adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik

(prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik

dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan

Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang.

Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena

mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai

contoh, perban-dingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air

bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih

ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik

dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia

telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa

lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut

telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di

masa yang akan datang (keakurasiannya belum teruji).

Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos, hidup pada

dasar laut. Plankton bentuk test nya adalah bulat dan susunan kamarnya adalah

trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan susunan kamar

planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian dari phylum protozoa.

1.3 Persiapan Penelitian Mikrofosil

1.3.1 Sampling

Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk

fosil mikro maka yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil

haruslah batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih

ditempatnya.

Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan

tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan

interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

7

Page 8: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel di

lapangan, yaitu :

1. Jenis batuan

2. Metode sampling

3. Jenis sampel

1. Jenis Batuan

Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus.

Namun perlu diingat bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya dapat dijumpai pada

batuan-batuan tertentu. Kesalahan pengambilan sampel berakibat pada tidak

dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil foraminifera kecil dapat dijumpai pada

batuan: Napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir karbonatan halus. Fosil

Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone

2. Metode Sampling

Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat

dilakukan seperti berikut ini :

Splot sampling

Spot Sampling adalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik

untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada

lapisan serpih tebal, batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat

ditambahkan dengan “channel sample” (parit sampel) sepanjang 30 cm pada

setiap interval 1,5 meter.

Channel Sampling (sampel paritan)

Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu

litologi yang seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample

dilakukan pada setiap perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada

lapisan serpih yang tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping,

juga pada serpih dengan lensa tipis batugamping.

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :

a. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena

dikhawatirkan fosilnya tidak insitu.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

8

Page 9: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

b. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil,

karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang

dapat mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih

(shalestone), batunapal (marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone),

batugamping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat

halus.

c. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.

d. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan

merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normal.

3. Jenis Sampel

Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu singkapan. Sampel

yang baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang

lain, namun terkadang pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui

sesudah dilakukan analisa umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan

penggalian sedalam > 30 cm atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).

Berikut adalah cara-cara atau tahap-tahap yang digunakan dalam aturan

sampling batuan hingga pemisahan fosil dari material asing yang non-fosil.

Penguraian/pencucian

Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagai berikut :

Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran

dengan diameter 3-6 mm.

Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan

dipanaskan.

Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil

masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air

sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.

Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.

Pemisahan fosil

Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum

dari cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

9

Page 10: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum

pengambilan) Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian

adalah :

a. Cawan untuk tempat contoh batuan

b. Jarum untuk mengambil batuan

c. Kuas bulu halus

d. Cawan tempat air

e. Lem untuk merekatkan fosil

f. Kertas untuk memberi nama fosil

g. Tempat fosil

h. Mikroskop

1.3.2 Kualitas Sampel

Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang

didapatkan baik untuk dideterminasi atau dianalisa. Untuk mendapatkan fosil

yang baik maka dalam pengambilan suatu contoh batuan untuk analisis

mikropaleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini :

Bersih

Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus

membersihkannya dari lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan

dengan pisau kecil dari pelapukan ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari

polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang hidup sekarang. Khusus untuk

sampel pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus terlindung dari udara

terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari yang dapat

menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan

dengan memasukkan sampel yang sudah dibersihkan tersebut kedalam lubang

metal/fiberglass yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil

contoh batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi kita

bersihkan dan diambil bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

10

Page 11: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Representif dan Komplit

Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu

sisipan ataupun suatu lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar

200-500 gram batuan sedimen yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga

sedikit mengandung mikrofosil, berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya

pada analisa nannoplankton hanya dibutuhkan beberapa gram saja untuk setiap

sampelnya.

Pasti

Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air

(plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting

tentang sampel tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan,

waktu pengambilan dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut akan pasti

manfaatnya.

1.3.3 Jenis – Jenis Sample

Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil pada

permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam

peta.Sampel bawah permukaan (sub surface sample).

Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu

pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat

dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :

1. inti bor (core) ; seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil

secara utuh.

2. sampel hancuran (ditch-cutting) ; lapisan pada kedalaman tertentu

dihancurkan dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.

3. sampel sisi bor (side-wall core) ; diambil dari sisi-sisi dinding bor dari

lapisan pada kedalaman tertentu.

4. Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan

cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

11

Page 12: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

1.3.4 Preparasi Fosil

Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor

lainnya. Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada

umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan

dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.

Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri.

Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada

pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.

Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nannoplankton

dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

Foraminifera kecil & Ostracoda

Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan

preparasi dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan

sedimen klastik halus-sedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir

gampingan dan sebagainya.

Caranya adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Ambil ± 100 – 300 gram sedimen kering.

2. Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara

perlahan dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.

3. setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan

dilarutkan dengan H2O2 (10 – 15%) secukupnya untuk memisahkan mikrofosil

dalam batuan tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.

4. Biarkan selama ± 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.

5. Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air

yang deras diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 30-80-

100 mesh.

6. Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan kemudian

dikeringkan didalam oven (± 600 C).

7. Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label

sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

12

Page 13: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

8. Sampel siap dideterminasi.

Gambar 1.1 Peralatan standar yang dibutuhkan pada preparasi dan observasi

foraminifera kecil dan Ostracoda (Bignot, 1982)

Keterangan gambar;

a. Saringan dengan 30 - 80 – 100 mesh

b. Wadah pengamatan mikrofosil.

c. Jarum penguntik.

d. Slide karton (model Jerman, 40 x 25 mm )

e. Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm

Foraminifera besar

Biasanya foraminifera besar terdapat pada batugamping/batugamping pasiran

yang mempunyai kekerasan tinggi. Dengan demikian untuk menganalisanya

dilakukan dengan mempergunakan sayatan tipis. Prosedurnya adalah sebagai

berikut :

1. Contoh batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan mesin

penyayat / gurinda. Arah sayatan diusahakan memotong struktur tubuh

foraminifera besar yang ada didalamnya.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

13

Page 14: BAB I

PERCONTOH BATUAN

LUNAK(Lempung, napal, pasir)

ANALISIS(dengan mikroskop stereo)

ANALISIS(dengan mikroskop stereo atau

mikroskop polarisasi)

PELEPASAN FORAMINIFERA DARI SEDIMEN

(direndam dengan larutan H2O2)

KERAS & KOMPAK(Batu Gamping)

PEMBUATAN SAYATAN TIPIS

PENCUCIAN & PENGAYAKAN (dengan air kran)

PEMISAHAN FORAMNIFERA DARI HASIL CUCUIAN

PENGERINGAN HASIL CUCIAN(dalam oven ± 300 C)

Muhammad Ridho s Bab I

2. Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut ditipiskan

pada kedua sisinya.

3. Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan

abrasif (karbondum) dan air.

4. Setelah itu, tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran internasional 43 x

30 mm) dengan mempergunakan Kanada Balsam.

5. Tipiskan kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi transparan dan

biasanya ketebalan sekitar 30-50 μm.

6. Setelah ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam

secukupnya dan kemudian ditutup dengan “cover glass”. Beri label.

7. Sampel siap dideterminasi

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

14

Page 15: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Gambar. 1.2. Diagram alir untuk preparasi foraminifera

Nannoplankton

Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Dapat dilakukan dengan

dua metode preparasi, yaitu:

Quick smear-slide/metode poles

Smear slide/metode suspense

Quick Smear Slide

1. Ambil satu keping contoh batuan segar sebesar 10 gr, bersihkan dari kotoran

yang menempel dengan sikat halus.

2. Cungkil bagian dalam dari sampel tersebut dan letakkan cukilan tersebut di atas

objektif gelas.

3. Beri beberapa tetes aquades untuk melarutkan batuannya dan ratakan.

4. Buang kerikil-kerikil yang kasar yang tidak larut.

5. Panaskan dengan hot plate objektif gelas tersebut hingga larutan tersebut

kering.

6. Setelah kering, bersihkan/tipiskan dengan cover glass supaya lebih homogen

dan tipis.

7. Biarkan mendingin, beri label, sampel siap dideterminasi.

Smear Slide / Metode suspensi

Membutuhkan waktu yang lama, namun hasilnya lebih baik.

1. Ambil contoh batuan dengan berat 10-25 gr. Bersihkan dan usahakan diambil

dari sampel yang segar.

2. Larutkan dalam tabung gelas dengan aquades dan sedikit Natrium bikarbonat

(Na2Co3).

3. Masukkan tabung tersebut kedalam ultrasonik vibrator 1 jam tergantung pada

kerasnya sampel.

4. Saring larutan tersebut dengan mesh 200, kemudian tampung suspensi dan

butiran halusnya kedalam bejana gelas.

5. Biarkan suspensi tersebut mengendap.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

15

Page 16: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

6. Teteskan 1-2 tetes pipet kecil dari larutan tersebut di atas gelas objektif dan

panaskan dengan hot plate.

7. Setelah kering teteskan kanada balsam dan dipanaskan hingga lem tersebut

matang dan tutup dengan cover glass.

8. Dinginkan dan beri label.

9. Sampel siap dideterminasi.

Polen

Untuk melepaskan pollen/spora dari mineral-mineral yang melingkupinya,

dapat dilakukan dengan beberapa tahap preparasi yang mebutuhkan ketelitian dan

ditunjang oleh fasilitas laboratorium yang lengkap, seperti cerobong asap, ruang

asam, tabung-tabung reaksi, sentrifugal dan sebagainya. Beberapa larutan kimia

yang dibutuhkan adalah : HCl, HF, KOH, dan HNO3

1.3.5 Penyajian Fosil

Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan,

yaitu:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan

mempergunakan miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya

yang berupa residu ataupun berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah

mikroskop. Mikroskop yang dipergunakan tergantung pada jenis preparasi dan

analisis yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang

dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop polarisasi dan mikroskop

scanning-elektron (SEM).

2. Determinasi

Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di

laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting

selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus

dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan

kenampakan optik mikrofosil tersebut.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

16

Page 17: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

1.3.6 Deskrifsi

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik

maupun kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang

bila perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat

penting karena merupakan dasar untuk mengambil keputusan tentang penamaan

mikrofosil yang bersangkutan.

1.3.7 Ilustrasi

Sementara itu, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan

berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus

selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.

1.3.8 Penamaan

Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778) yang kemudian

melatinkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang

dikenal dengan Law Of Priority, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa

nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk

individu yang lain.

Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat

spesies terdiri dari dua kata, tingkat subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama

kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan

fosil sebagai berikut:

Globorotalia menardi exilis Blow, 1998, arti dari penamaan adalah fosil

hingga subspesies diketemukan oleh Blow pada tahun 1969

Globorotalia ruber elogatus (D’Orbigny), 1826, arti dari n. sp adalah spesies

baru.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

17

Page 18: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Pleurotoma carinata Gray, Var Woodwardi Martin, arti dari penamaan adalah

Gray memberikan nama spesies sedangkan Martin memberikan nama

varietas.

Globorotalia acostaensis pseudopima Blow, 1969, arti dari n.sbsp adalah

subspecies.

Dentalium (s.str) ruteni Martin, arti dari penamaan adalah fosil tersebut

sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan Martin.

Globorotalia of tumd, arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin

apakah bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan

dengan spesies ini.

Spaeroidinella aff dehiscen, arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini

berdekatan (berfamili) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation)

Ammobaculites sp, artinya mempunyai bermacam-macam spesies

Recurvoides sp, artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)

1.4 Maksud dan Tujuan

1.4.1 Maksud

Adapun maksud dari mengikuti praktikum mikropaleontologi ini adalah

untuk memenuhi beban SKS semester IV tahun ajaran 2013/2014 di Jurusan

Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Medan. Dan

dapat mengaplikasikan materi yang telah disampaikan oleh dosen yang

bersangkutan di perkuliahan dalam menjalani praktikum di laboratorium

Paleontologi Mikro.

1.4.2 Tujuan

Tujuan dalam mengikuti praktikum Mikropaleontologi adalah untuk

mempelajari morfologi atau bentuk, sruktur mikro maupun komposisi kimia dan

mineral dari pada mikrofosil tersebut, untuk dapat membuat klasifikasi dan

mengurut asal-usulnya dalam suatu sistematika yang betul, untuk mempelajari

hubungan antara mikrofosil tersebut dan peranannya dalam proses sedimentasi

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

18

Page 19: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

batuan, paleogeografi, stratigrafi dan paleobiologi, untuk dapat menentukan

lingkungan pengendapan dari mikrofosil dan umur batuan yang mengandungnya

dan untuk dapat menentukan korelasi suatu wilayah.

1.5. Pengertian Mikropaleontologi

Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua

sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikrofosil.yang dibahas antara lain adalah

mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap

stratigrafi. Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936), yaitu setiap fosil

(biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah

mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang

berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang-

cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari fosil-fosil makro serta bagian-

bagian tubuh dari fosil makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta

sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera

kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.

Sebagai contoh yang termasuk dalam mikrofosil adalah:

1. Golongan binatang : skelet radiolaria, test foraminifera, cangkang

ostracoda, conodonta, byrozoa dan sebagainya.

2. Golongan tumbuh-tumbuhan : test diatomea, flagellata, polen,

dinoflagellata dan sebagainya.

1.6 Cara Hidup Mikrofosil

Cara hidup mikrofosil dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu

sebagai berikut :

1. Pellagic.

Pellagic yaitu cara hidup organisme dengan mengambangkan diri atau

mengapung. Cara pellagic ini meliputi:

a. Nektonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambang sehingga dapat

bergerak bebas atau bergerak secara aktif.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

19

Page 20: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

b. Planktonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambangkan diri dan

bergerak bergantung pada arah arus atau bergerak secara pasif.

2. Benthonic.

Benthonic merupakan cara hidup organisme yang berada pada dasar laut.

Berdasarkan cara hidupnya maka benthonik dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu :

a. Sessile yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara

menambatkan diri terhadap benda-benda disekitarnya.

b. Vagille yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara

merayap.

1.7. Kegunaan Mikrofosil dalam llmu Geologi serta Dunia Industri

Mikrofosil seperti Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak

bumi. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil

contoh batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya

menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terbentuk.

Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian

mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan

menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam

mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung

minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak.

Selain dapat menentukan daerah prospek minyak, mikrofosil juga digunakan

dalam menentukan kondisi geologi suatu daerah serta dapat menentukan umur

batuan suatu daerah projek. Dan dengan ilmu ini kita juga dapat menentukan

sejarah geologi, menentukan umur dari pada batuan dan lingkungan

pengendapannya.

Beberapa manfaat fosil antara lain sebagai berikut:

Dalam korelasi untu membantu korelasi penampang suatu daerah dengan

daerah lain baik bawah permukaan maupun di permukan.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

20

Page 21: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Menentukan umur misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di

dalam lapisan serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada

dalam batuan yang melingkupi.

Membantu studi mengenai species.

Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam

menyusun suatu standar section suatu daerah.

Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis

lapisan.

Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :

1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu

Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu yaitu fosil yang dipergunakan sebagai

penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempuyai penyebaran vertikal pendek

dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal. Contohnya : Globorotalina

Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.

2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman

Fosil bathymetry/fosil kedalaman yaitu fosil yang dipergunakan untuk

menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya yang dipakai adalah

benthos yang hidup di dasar. Contohnya : Elphidium spp penciri lingkungan

transisi.

3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic

Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic yaitu fosil yang mencirikan khas

yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida

penciri N18.

4. Fosil lingkungan

Fosil lingkungan yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk

lingkungan sedimentasi. Contohnya : Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut

dalam.

5. Fosil iklim

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

21

Page 22: BAB I

Muhammad Ridho s Bab I

Fosil iklim yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada

saat itu. Contohnya : Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.

Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan

22