BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Umum Paleontologi Mikro
Paleontologi berasal dari kata, Paleo yang berarti masa lampau/kuno dan
onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu
ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya
maupun jejak-jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan.
Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun
segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling
muda berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan
sedimen.
Mengenai fosil foraminifera sangat sedikit sekali diketahui orang sebelum
zamannya Beccarius (1731). Meskipun demikian Herodotus, seorang
cendikiawan Yunani telah menemukan dan menulis tentang benda ajaib sebesar
butiran padi yang diketemukannya berserakan disekitar piramida di lembah
Gizeth, Mesir. Benda tersebut oleh Strabo disangka sebagai sisa – sisa makanan
yang ditinggalkan oleh orang mesir ketika membuat piramida ternyata tidak lain
adalah fosil Nummulitas. Pada tahun 1556 Agricola menggambar dan menulis
panjang lebar mengenai benda aneh tersebut. Gesber (1765) dan Scheuchzer
(1702) juga melakukan hal yang sama. Dengan ditemukannya mikro fosil oleh A.
Leewenhoeck maka perhatian terhadap mikro fosil semakin besar. Pada tahun
1731 Beccarius dengan menggunakan mikroskop telah manggambar dan menulis
mengenai keong – keong kecil dari batu pasir pliosin dekat Bologna, Italia.
Kemudian Janus Plancis menerbitkan suatu monograf pada tahun 1739 tentang
foraminifera dari batu pasir pantai laut adriatik. Penulis ini menganggap benda ini
adalah cacing kecil atau cepalophoda atau gastropoda.
Pada tahun 1766 – 1767 Linnaeus seorang Swedia menerbitkan suatu buku
yaitu “Systema Naturea” dimana ia mengusulkan agar memakai tata nama
berganda sebagai ganti dari tata nama banyak (polinominal) yang lajim dipakai
pada waktu itu. Tata nama itu lebih praktis dan dengan cepat menjadi populer dan
dipakai terus hingga sekarang.
Muhammad Ridho s Bab I
Lamarck (1812) adalah ahli biologi kebengsaan prancis, dalam bukunya
“Course de Zoologie” memasukkan foraminifera kedalam cephalopoda.
Walaupun penggolongan ini yang kemudian dinyatakan salah, tetapi beberapa
jenis yang diberi nama lamarck hingga sekarang masih dipakai. Ide dari Lamarck
ini memberikan pandangan baru pada Acide D’Orbigny yang menerbitkan buku
berjudul “Tableau methodique de la classe des cephalopodes” yang berisi lebih
dari 1500 genus dan 18000 species dari foraminifera, sehingga katalog untuk
foraminifera telah lebih dari 30000 halaman. Ia uuga menemukan bentuk poly
thalamus dan mono thalamus, dan juga ia menemukan foraminifera dari family
miliolides, asterigirinidae, polymorphinidae. Dalam klasifikasinya ia tidak
mendasarkan pada susunan dinding dari foraminifera tetapi atas jumlah dan
susunan kamar – kamarnya. Sehubungan dengan itu maka patutlah ia dianggap
sebagai salah seorang yang pertama sekali pembentuk mikro paleontologi ilmiah.
Felix Dujardin (1835) dalam penyelidikannya menyatakan foraminifera itu
baik susunannya, strukturnya maupun physiologinya sangat beralinan dengan
cephalopoda dan harus dipisahkan dari cephalopoda. Ia juga oarng yang pertama
melihat dan menemukan pseudopodia.
C. G. Ehrenberg (Jerman, 1795 – 1876) menyelidiki khusus tentang mikro
organisme dan juga ia orang yang pertama mempelajari ostracoda dan nanno
fossil. Maka timbullah cabang baru yang ia sebut mikro geologi yang sebenarnya
adalah mikro paleontologi yang sekarang. Karena itulah oleh orang – orang
jerman ia dianggap sebagai bapak dari mikro paleontologi.
Williamson (1848) melakukan penyelidikan mengenai susunan dindingnya
dan variasinya dan ia mengatakan bahwa foraminifera sangat berguna untuk
korelasi. Carpenter (1849) bersama dengan Parker dan Jones melakukan
penyelidikan tentang susunan kamar pada tahun 1862 yang kemudian
menerbitkan text books yang pertama sekali berjudul “introduction to the study of
foraminifera” ia juga melakukan klasifikasi berdasarkan bentuk struktur dari
dinding (perforate atau imperforate) dan susuna dari kamar. W. Dames dan L. G.
Bornemann jr adalah orang yang pertama sekali menggunakan mikro fosil
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
2
Muhammad Ridho s Bab I
sebagai penentuan umur yang menunjukkan bahwa lubang sumur yang dibuat
dekat kota Greifswald mengandung batuan yang berumur turonian. Grzybowsky
pada tahun 1897 melakukan riset mikro stratigrafi untuk pencarian minyak di
sekitar Potock dan Krosni di Polandia, dan ia yakin bahwa analisa dari mikro fosil
dapat dipakai scara berhasil dalam pencarian minyak, namun sayang sekali
perkerjaan yang sangat berharga sekali tidak terkenal selama puluhan tahun
karena tertulis dalam bahasa polish (slavica no leguntur)
Pada tahun 1923 ilmu mikro paleontologi diperkenalkan untuk pertama
sekali di universitas Columbia (USA) dan merupakan mata kuliah tersendiri. Hal
ini diikuti oleh universitas yang lain. Pada negara – negara industri perkembangan
mikro paleontologi dimuali sekitar tahun 1925 – 1930.
Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun
segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling
muda berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan
sedimen.
Fosil dalam “Paleontologi” terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Fosil Makro/besar (Macrofossil), yaitu fosil yang dapat dilihat dengan mata
biasa (megaskopis), dan
Fosil Mikro/kecil (Microfossil), yaitu fosil yang hanya dapat dilihat dengan
bantuan alat mikroskop
Mulai dari Phylum, lingkungan pengendapan sampai dengan menentukan
umur dari suatu fosil dipelajari dalam Paleontologi tersebut. Berdasarkan ukuran
objeknya maka paleontologi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Makropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil dengan ukuran relatif besar
sehingga mempelajarinya tidak menggunakan alat bantu seperti loupe dan
mikroskop.
Mikropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil yang berukuran relatif kecil
sehingga dalam pengamatan menggunakan alat bantu seperti mikroskop
binokuler, mikroskop elektron dll.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
3
Muhammad Ridho s Bab I
Ilmu paleontologi mikro mulai berkembang Sejak awal abad ke-XX,
perkembangan ilmu mikropaleontologi menjadi semakin pesat, ditandai dengan :
1911 : Prof. J.A. Udden dari Augustana College, mempergunakan
mikrostratigrafi dan mikrofosil untuk menentukan umur lapisan dan
melakukan korelasi umur-umur pemboran air di Illinois.
1916 : awal dari pengajaran mikropaleontologi sebagai bidang spesialisasi
khusus pada universitas-universitas di Amerika.
1919 : pembentukan laboratorium mikropaleontologi pertama di Humble and
Rio Bravo Oil Co.
1923 : didirikan oleh J.A. Cushman (1881-1949) Laboratory for
foraminiferal research di Massachussetts, USA, yang pada dekade-dekade
selanjutnya berkembang menjadi pusat penelitian mikropaleontologi.
1925 : awal terbitnya publikasi periodik yang membahas tentang mikrofosil.
Sejak awal abad ke 20, perkembangan mikropaleontologi menjadi semakin
pesat yaitu dengan mempergunakan mikrostratigrafi dan mikrofosil untuk
menentukan umur lapisan dan melakukan korelasi umur-umur pemboran air.
Sejak 1945, didorong oleh kebutuhan akan minyak bumi, perkembangan
mikropaleontologi semakin cepat, dan hingga sekarang mikropaleontologi
merupakan ilmu pengetahuan yang praktis diajarkan hampir di seluruh dunia.
Sekarang ini, dengan puluhan ribu peneliti, dengan publikasi yang melimpah dan
berkelanjutan, mikropaleontologi merupakan ilmu yang sangat dinamik, penuh
tantangan untuk di pelajari lebih lanjut.
1.2. Tinjauan Umum
Paleontologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari kehidupan masa
lampau yang didasarkan atas fosil tanaman atau hewan.yang terbagi atas :
Makropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil dengan ukuran relatif besar
sehingga mempelajarinya tidak menggunakan alat bantu seperti loupe dan
mikroskop.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
4
Muhammad Ridho s Bab I
Mikropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil yang berukuran relatif kecil
sehingga dalam pengamatan menggunakan alat bantu seperti mikroskop
binokuler, mikroskop elektron dll.
Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua
sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian
adalah mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya
terhadap stratigrafi.
Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936). Setiap fosil (biasanya kecil)
untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop.
Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19
mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki
organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil
makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-
fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera
mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Dari cara hidupnya foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)
a. Secile (mikro fosil yang menambat/menempel)
b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua
fosil itu identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam
geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar,
kekar serta lipatan.
Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi yang
khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada
pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop. Contoh mikrofosil
adalah hewan foraminifera.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
5
Muhammad Ridho s Bab I
Foraminifera adalah merupakan mikrofosil yang sangat penting dalam studi
mikropaleontologi. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah
pada batuan sedimen. Secara defenisi foraminifera adalah organisme bersel
tunggal yang hidup secara aquatic (terutama hidup di laut), mempunyai satu atau
lebih kamar-kamar yang terpisah satu dengan yang lainnya oleh sekat-sekat
(septa) yang ditembusi oleh lubang-lubang halus (foramen).
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa
alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga
khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut.
Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium,
lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan
demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-
beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran
horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan
terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara
mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala
Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan
yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil
foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera
tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi
daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan
perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.
Sebuah conto kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies
yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-
spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau di
tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh ketika fosil foraminifera tersebut
masih hidup. Jika sebuah contoh mengandung kumpulan fosil foraminifera yang
semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
6
Muhammad Ridho s Bab I
dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut
adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik
(prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik
dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan
Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang.
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena
mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai
contoh, perban-dingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air
bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih
ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik
dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia
telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa
lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut
telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di
masa yang akan datang (keakurasiannya belum teruji).
Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos, hidup pada
dasar laut. Plankton bentuk test nya adalah bulat dan susunan kamarnya adalah
trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan susunan kamar
planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian dari phylum protozoa.
1.3 Persiapan Penelitian Mikrofosil
1.3.1 Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk
fosil mikro maka yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil
haruslah batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih
ditempatnya.
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan
tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan
interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
7
Muhammad Ridho s Bab I
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel di
lapangan, yaitu :
1. Jenis batuan
2. Metode sampling
3. Jenis sampel
1. Jenis Batuan
Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus.
Namun perlu diingat bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya dapat dijumpai pada
batuan-batuan tertentu. Kesalahan pengambilan sampel berakibat pada tidak
dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil foraminifera kecil dapat dijumpai pada
batuan: Napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir karbonatan halus. Fosil
Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone
2. Metode Sampling
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat
dilakukan seperti berikut ini :
Splot sampling
Spot Sampling adalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik
untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada
lapisan serpih tebal, batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat
ditambahkan dengan “channel sample” (parit sampel) sepanjang 30 cm pada
setiap interval 1,5 meter.
Channel Sampling (sampel paritan)
Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu
litologi yang seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample
dilakukan pada setiap perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada
lapisan serpih yang tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping,
juga pada serpih dengan lensa tipis batugamping.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
a. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena
dikhawatirkan fosilnya tidak insitu.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
8
Muhammad Ridho s Bab I
b. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil,
karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang
dapat mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih
(shalestone), batunapal (marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone),
batugamping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat
halus.
c. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
d. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan
merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normal.
3. Jenis Sampel
Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu singkapan. Sampel
yang baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang
lain, namun terkadang pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui
sesudah dilakukan analisa umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan
penggalian sedalam > 30 cm atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).
Berikut adalah cara-cara atau tahap-tahap yang digunakan dalam aturan
sampling batuan hingga pemisahan fosil dari material asing yang non-fosil.
Penguraian/pencucian
Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagai berikut :
Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran
dengan diameter 3-6 mm.
Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan
dipanaskan.
Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil
masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air
sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.
Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.
Pemisahan fosil
Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum
dari cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
9
Muhammad Ridho s Bab I
fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum
pengambilan) Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian
adalah :
a. Cawan untuk tempat contoh batuan
b. Jarum untuk mengambil batuan
c. Kuas bulu halus
d. Cawan tempat air
e. Lem untuk merekatkan fosil
f. Kertas untuk memberi nama fosil
g. Tempat fosil
h. Mikroskop
1.3.2 Kualitas Sampel
Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang
didapatkan baik untuk dideterminasi atau dianalisa. Untuk mendapatkan fosil
yang baik maka dalam pengambilan suatu contoh batuan untuk analisis
mikropaleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini :
Bersih
Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus
membersihkannya dari lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan
dengan pisau kecil dari pelapukan ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari
polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang hidup sekarang. Khusus untuk
sampel pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus terlindung dari udara
terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari yang dapat
menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan
dengan memasukkan sampel yang sudah dibersihkan tersebut kedalam lubang
metal/fiberglass yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil
contoh batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi kita
bersihkan dan diambil bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
10
Muhammad Ridho s Bab I
Representif dan Komplit
Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu
sisipan ataupun suatu lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar
200-500 gram batuan sedimen yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga
sedikit mengandung mikrofosil, berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya
pada analisa nannoplankton hanya dibutuhkan beberapa gram saja untuk setiap
sampelnya.
Pasti
Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air
(plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting
tentang sampel tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan,
waktu pengambilan dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut akan pasti
manfaatnya.
1.3.3 Jenis – Jenis Sample
Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil pada
permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam
peta.Sampel bawah permukaan (sub surface sample).
Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu
pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat
dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :
1. inti bor (core) ; seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil
secara utuh.
2. sampel hancuran (ditch-cutting) ; lapisan pada kedalaman tertentu
dihancurkan dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.
3. sampel sisi bor (side-wall core) ; diambil dari sisi-sisi dinding bor dari
lapisan pada kedalaman tertentu.
4. Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan
cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
11
Muhammad Ridho s Bab I
1.3.4 Preparasi Fosil
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor
lainnya. Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada
umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan
dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri.
Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada
pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.
Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nannoplankton
dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
Foraminifera kecil & Ostracoda
Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan
preparasi dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan
sedimen klastik halus-sedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir
gampingan dan sebagainya.
Caranya adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Ambil ± 100 – 300 gram sedimen kering.
2. Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara
perlahan dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
3. setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan
dilarutkan dengan H2O2 (10 – 15%) secukupnya untuk memisahkan mikrofosil
dalam batuan tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
4. Biarkan selama ± 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
5. Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air
yang deras diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 30-80-
100 mesh.
6. Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan kemudian
dikeringkan didalam oven (± 600 C).
7. Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label
sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
12
Muhammad Ridho s Bab I
8. Sampel siap dideterminasi.
Gambar 1.1 Peralatan standar yang dibutuhkan pada preparasi dan observasi
foraminifera kecil dan Ostracoda (Bignot, 1982)
Keterangan gambar;
a. Saringan dengan 30 - 80 – 100 mesh
b. Wadah pengamatan mikrofosil.
c. Jarum penguntik.
d. Slide karton (model Jerman, 40 x 25 mm )
e. Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm
Foraminifera besar
Biasanya foraminifera besar terdapat pada batugamping/batugamping pasiran
yang mempunyai kekerasan tinggi. Dengan demikian untuk menganalisanya
dilakukan dengan mempergunakan sayatan tipis. Prosedurnya adalah sebagai
berikut :
1. Contoh batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan mesin
penyayat / gurinda. Arah sayatan diusahakan memotong struktur tubuh
foraminifera besar yang ada didalamnya.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
13
PERCONTOH BATUAN
LUNAK(Lempung, napal, pasir)
ANALISIS(dengan mikroskop stereo)
ANALISIS(dengan mikroskop stereo atau
mikroskop polarisasi)
PELEPASAN FORAMINIFERA DARI SEDIMEN
(direndam dengan larutan H2O2)
KERAS & KOMPAK(Batu Gamping)
PEMBUATAN SAYATAN TIPIS
PENCUCIAN & PENGAYAKAN (dengan air kran)
PEMISAHAN FORAMNIFERA DARI HASIL CUCUIAN
PENGERINGAN HASIL CUCIAN(dalam oven ± 300 C)
Muhammad Ridho s Bab I
2. Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut ditipiskan
pada kedua sisinya.
3. Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan
abrasif (karbondum) dan air.
4. Setelah itu, tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran internasional 43 x
30 mm) dengan mempergunakan Kanada Balsam.
5. Tipiskan kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi transparan dan
biasanya ketebalan sekitar 30-50 μm.
6. Setelah ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam
secukupnya dan kemudian ditutup dengan “cover glass”. Beri label.
7. Sampel siap dideterminasi
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
14
Muhammad Ridho s Bab I
Gambar. 1.2. Diagram alir untuk preparasi foraminifera
Nannoplankton
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Dapat dilakukan dengan
dua metode preparasi, yaitu:
Quick smear-slide/metode poles
Smear slide/metode suspense
Quick Smear Slide
1. Ambil satu keping contoh batuan segar sebesar 10 gr, bersihkan dari kotoran
yang menempel dengan sikat halus.
2. Cungkil bagian dalam dari sampel tersebut dan letakkan cukilan tersebut di atas
objektif gelas.
3. Beri beberapa tetes aquades untuk melarutkan batuannya dan ratakan.
4. Buang kerikil-kerikil yang kasar yang tidak larut.
5. Panaskan dengan hot plate objektif gelas tersebut hingga larutan tersebut
kering.
6. Setelah kering, bersihkan/tipiskan dengan cover glass supaya lebih homogen
dan tipis.
7. Biarkan mendingin, beri label, sampel siap dideterminasi.
Smear Slide / Metode suspensi
Membutuhkan waktu yang lama, namun hasilnya lebih baik.
1. Ambil contoh batuan dengan berat 10-25 gr. Bersihkan dan usahakan diambil
dari sampel yang segar.
2. Larutkan dalam tabung gelas dengan aquades dan sedikit Natrium bikarbonat
(Na2Co3).
3. Masukkan tabung tersebut kedalam ultrasonik vibrator 1 jam tergantung pada
kerasnya sampel.
4. Saring larutan tersebut dengan mesh 200, kemudian tampung suspensi dan
butiran halusnya kedalam bejana gelas.
5. Biarkan suspensi tersebut mengendap.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
15
Muhammad Ridho s Bab I
6. Teteskan 1-2 tetes pipet kecil dari larutan tersebut di atas gelas objektif dan
panaskan dengan hot plate.
7. Setelah kering teteskan kanada balsam dan dipanaskan hingga lem tersebut
matang dan tutup dengan cover glass.
8. Dinginkan dan beri label.
9. Sampel siap dideterminasi.
Polen
Untuk melepaskan pollen/spora dari mineral-mineral yang melingkupinya,
dapat dilakukan dengan beberapa tahap preparasi yang mebutuhkan ketelitian dan
ditunjang oleh fasilitas laboratorium yang lengkap, seperti cerobong asap, ruang
asam, tabung-tabung reaksi, sentrifugal dan sebagainya. Beberapa larutan kimia
yang dibutuhkan adalah : HCl, HF, KOH, dan HNO3
1.3.5 Penyajian Fosil
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan,
yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan
mempergunakan miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya
yang berupa residu ataupun berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah
mikroskop. Mikroskop yang dipergunakan tergantung pada jenis preparasi dan
analisis yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang
dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop polarisasi dan mikroskop
scanning-elektron (SEM).
2. Determinasi
Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di
laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting
selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus
dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan
kenampakan optik mikrofosil tersebut.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
16
Muhammad Ridho s Bab I
1.3.6 Deskrifsi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik
maupun kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang
bila perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat
penting karena merupakan dasar untuk mengambil keputusan tentang penamaan
mikrofosil yang bersangkutan.
1.3.7 Ilustrasi
Sementara itu, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan
berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus
selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.
1.3.8 Penamaan
Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778) yang kemudian
melatinkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang
dikenal dengan Law Of Priority, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa
nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk
individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat
spesies terdiri dari dua kata, tingkat subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama
kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan
fosil sebagai berikut:
Globorotalia menardi exilis Blow, 1998, arti dari penamaan adalah fosil
hingga subspesies diketemukan oleh Blow pada tahun 1969
Globorotalia ruber elogatus (D’Orbigny), 1826, arti dari n. sp adalah spesies
baru.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
17
Muhammad Ridho s Bab I
Pleurotoma carinata Gray, Var Woodwardi Martin, arti dari penamaan adalah
Gray memberikan nama spesies sedangkan Martin memberikan nama
varietas.
Globorotalia acostaensis pseudopima Blow, 1969, arti dari n.sbsp adalah
subspecies.
Dentalium (s.str) ruteni Martin, arti dari penamaan adalah fosil tersebut
sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan Martin.
Globorotalia of tumd, arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin
apakah bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan
dengan spesies ini.
Spaeroidinella aff dehiscen, arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini
berdekatan (berfamili) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation)
Ammobaculites sp, artinya mempunyai bermacam-macam spesies
Recurvoides sp, artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)
1.4 Maksud dan Tujuan
1.4.1 Maksud
Adapun maksud dari mengikuti praktikum mikropaleontologi ini adalah
untuk memenuhi beban SKS semester IV tahun ajaran 2013/2014 di Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Medan. Dan
dapat mengaplikasikan materi yang telah disampaikan oleh dosen yang
bersangkutan di perkuliahan dalam menjalani praktikum di laboratorium
Paleontologi Mikro.
1.4.2 Tujuan
Tujuan dalam mengikuti praktikum Mikropaleontologi adalah untuk
mempelajari morfologi atau bentuk, sruktur mikro maupun komposisi kimia dan
mineral dari pada mikrofosil tersebut, untuk dapat membuat klasifikasi dan
mengurut asal-usulnya dalam suatu sistematika yang betul, untuk mempelajari
hubungan antara mikrofosil tersebut dan peranannya dalam proses sedimentasi
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
18
Muhammad Ridho s Bab I
batuan, paleogeografi, stratigrafi dan paleobiologi, untuk dapat menentukan
lingkungan pengendapan dari mikrofosil dan umur batuan yang mengandungnya
dan untuk dapat menentukan korelasi suatu wilayah.
1.5. Pengertian Mikropaleontologi
Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua
sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikrofosil.yang dibahas antara lain adalah
mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap
stratigrafi. Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936), yaitu setiap fosil
(biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah
mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang
berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang-
cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari fosil-fosil makro serta bagian-
bagian tubuh dari fosil makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta
sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera
kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Sebagai contoh yang termasuk dalam mikrofosil adalah:
1. Golongan binatang : skelet radiolaria, test foraminifera, cangkang
ostracoda, conodonta, byrozoa dan sebagainya.
2. Golongan tumbuh-tumbuhan : test diatomea, flagellata, polen,
dinoflagellata dan sebagainya.
1.6 Cara Hidup Mikrofosil
Cara hidup mikrofosil dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu
sebagai berikut :
1. Pellagic.
Pellagic yaitu cara hidup organisme dengan mengambangkan diri atau
mengapung. Cara pellagic ini meliputi:
a. Nektonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambang sehingga dapat
bergerak bebas atau bergerak secara aktif.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
19
Muhammad Ridho s Bab I
b. Planktonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambangkan diri dan
bergerak bergantung pada arah arus atau bergerak secara pasif.
2. Benthonic.
Benthonic merupakan cara hidup organisme yang berada pada dasar laut.
Berdasarkan cara hidupnya maka benthonik dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Sessile yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara
menambatkan diri terhadap benda-benda disekitarnya.
b. Vagille yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara
merayap.
1.7. Kegunaan Mikrofosil dalam llmu Geologi serta Dunia Industri
Mikrofosil seperti Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak
bumi. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil
contoh batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya
menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terbentuk.
Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian
mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan
menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam
mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung
minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak.
Selain dapat menentukan daerah prospek minyak, mikrofosil juga digunakan
dalam menentukan kondisi geologi suatu daerah serta dapat menentukan umur
batuan suatu daerah projek. Dan dengan ilmu ini kita juga dapat menentukan
sejarah geologi, menentukan umur dari pada batuan dan lingkungan
pengendapannya.
Beberapa manfaat fosil antara lain sebagai berikut:
Dalam korelasi untu membantu korelasi penampang suatu daerah dengan
daerah lain baik bawah permukaan maupun di permukan.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
20
Muhammad Ridho s Bab I
Menentukan umur misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di
dalam lapisan serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada
dalam batuan yang melingkupi.
Membantu studi mengenai species.
Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam
menyusun suatu standar section suatu daerah.
Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis
lapisan.
Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :
1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu
Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu yaitu fosil yang dipergunakan sebagai
penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempuyai penyebaran vertikal pendek
dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal. Contohnya : Globorotalina
Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.
2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman
Fosil bathymetry/fosil kedalaman yaitu fosil yang dipergunakan untuk
menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya yang dipakai adalah
benthos yang hidup di dasar. Contohnya : Elphidium spp penciri lingkungan
transisi.
3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic
Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic yaitu fosil yang mencirikan khas
yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida
penciri N18.
4. Fosil lingkungan
Fosil lingkungan yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk
lingkungan sedimentasi. Contohnya : Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut
dalam.
5. Fosil iklim
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
21
Muhammad Ridho s Bab I
Fosil iklim yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada
saat itu. Contohnya : Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.
Paleontologi mikro Institut Teknologi Medan
22
Top Related