BAB I & BAB II

41
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan adanya berbagai macam pengobatan yang modern dalam perkembangan dunia kedokteran dan farmasi telah menciptakan bahan-bahan sintetik yang diproduksi kadangkala menimbulkan efek samping yang lebih besar dan berbahaya, sehingga masyarakat pada umumnya sekarang ini mulai memilih alternative baru yaitu dengan back to natural atau kembali ke bahan-bahan alam yang memiliki efek samping yang sangat minimalis bahkan diusahakan tidak memiliki kerugian apapun jika digunakan. Oleh karena itu, mulai dikembangkan teknik akupuntur atau penggunaan bahan alam seperti ekstrak, galenin, rebusan dan pengembangan bahan alam yang lebih modern adalah dengan teknik pengisolasian bahan alam. Kemudian menyangkut pula hal-hal yang mengenai sifat-sifat kimiawi dan sifat-sifat fisika dari beberapa bahan, sifat-sifat karakteristik yang perlu untuk 1

Transcript of BAB I & BAB II

Page 1: BAB I & BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dengan adanya berbagai macam pengobatan yang modern dalam

perkembangan dunia kedokteran dan farmasi telah menciptakan bahan-bahan sintetik

yang diproduksi kadangkala menimbulkan efek samping yang lebih besar dan

berbahaya, sehingga masyarakat pada umumnya sekarang ini mulai memilih

alternative baru yaitu dengan back to natural atau kembali ke bahan-bahan alam yang

memiliki efek samping yang sangat minimalis bahkan diusahakan tidak memiliki

kerugian apapun jika digunakan. Oleh karena itu, mulai dikembangkan teknik

akupuntur atau penggunaan bahan alam seperti ekstrak, galenin, rebusan dan

pengembangan bahan alam yang lebih modern adalah dengan teknik pengisolasian

bahan alam.

Kemudian menyangkut pula hal-hal yang mengenai sifat-sifat kimiawi dan

sifat-sifat fisika dari beberapa bahan, sifat-sifat karakteristik yang perlu untuk

identifikasi dan mengetahui kualitasnya dan juga susunan kimiawi bahan-bahan

tersebut. Semuanya ini menyangkut ilmu kimia farmasi.

Farmakognosi mempelajari tentang bahan-bahan farmasetis yang berasal

dari makhluk hidup, meliputi dimana terdapatnya di alam, biosintesanya,

identifikasinya dan penentuan kadar secara kuantitatif di dalam bahan alam darimana

bahan tersebut berasal, juga cara penggunaan dan cara kerjanya. Pengetahuan akhir-

akhir ini dikenal sebagai fitokimia atau plantchemistry. Juga termasuk di dalam

1

1

Page 2: BAB I & BAB II

farmakognosi cara-cara penanaman, seleksi pengumpulan, produksi, pengawetan,

penyimpanan dan perdagangan dari bahan obat.

Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari

struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan

senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan

khasiat dan manfaat yang dimilikinya. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat

telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah

keanekaragaman senyawa yang telah ada. Pencarian tersebut dilakukan dengan

berbagai pendekatan seperti cara empiris, etbotani, dan etnofarmakologi. Hasil

pencarian dan penelitan tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian

senyawa murni dan turunnya sebagai bahan dasar obat modern atau pembuatan

ekstrak untuk obat fitofarmaka.

Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik didalam

maupun diluar negeri berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama dari

segi farmakologi maupun fitokimianya berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang

telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris.

Hasil penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan tumbuhan obat akan khasiat

maupun kegunaannya, terlebih lagi uji toksikologi juga telah banyak dilakukan untuk

mengetahui keamanan tumbuhan obat yang sering digunakan untuk pemakaian

jangka panjang maupun pemakaian insidential.

Ciplukan (Physalis angualata Linn.) adalah salah satu tanaman yang tumbuh liar di

daerah tropis, yaitu pada ketinggian 1550 di atas permukaan laut, dan orang mulai

melirik tanaman ini agar dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Untuk

2

Page 3: BAB I & BAB II

mengetahui khasiat atau kegunaan dari tanaman ini maka dilakukan pengujian-

pengujian atau reaksi identifikasi agar dapat diketahui senyawa-senyawa atau

kandungan kimia yang terkandung di dalamnya yang kemudian dilanjutkan dengan

teknik pengisolasian agar dapat diperoleh kandungan kimia yang lebih spesifik untuk

pengobatan penyakit tertentu.

I.2. Rumusan masalah

1. Apakah Ciplukan (Physalis angualata Linn) merupakan salah satu tumbuhan yang

berkhasiat obat?

2. Apa kandungan kimia dari tanaman Ciplukan (Physalis angualata Linn) yang

dapat berkhasiat obat?

3. Apa efek farmakologi yang terdapat dalam Ciplukan (Physalis angualata Linn)?

I.3. Maksud Penelitian

Untuk mengetahui teknik atau metode pemeriksaan farmakognostik meliputi

anatomi, morfologi dan organoleptik serta identifikasi kandungan kimia pada

tumbuhan ciplukan (Physalis angualata Linn.).

I.4. Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh data farmakognostik yang meliputi anatomi, morfologi dan

organoleptik serta identifikasi kandungan kimia pada tumbuhan ciplukan (Physalis

angualata Linn).

1.5 Kontribusi penelitian bagi IPTEK

3

Page 4: BAB I & BAB II

Dapat memberikan informasi tentang morfologi, anatomi, organoleptik dan

senyawa kimia yang terkandung pada tanaman Ciplukan (Physalis angualata Linn)

dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan tanaman tradisional

4

Page 5: BAB I & BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Tanaman

2.1.1. Sistematik (www. Flora Indonesia.com).

Sistematik dari tanaman ciplukan (Phylsalis angulata Linn.) :

Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Subdivisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Subclass : Asteridae

Ordo : Solanales

Familia : Solanaceae

Genus : Physalis L.

Spesies : Physalis angulata Linn.

2.1.2. Nama Daerah (Dharma A.P., 1985).

Sumatera : Leletop. Jawa : Cecendet, cecendetan, cecendetan kunir,

cecindit, ceplukan, ceplukan sapi, ceplokan, ciplikan, ciplukan cina,

ciciplukan, jojoran. Nusatenggara : Angket, keceplokan, kopok-kopokan,

padang rase, dedes, kemampok. Sulawesi : Leletokan. Makassar : Lappo-

lappo, Bugis : Lappo-lappo, Mandar : Lippa-lippa, Enrekang : La’po-la’po,

Keli (Sulteng) : Suloekura, Tolaki (Sultra) : Tameau, kamabotu.

5

5

Page 6: BAB I & BAB II

2.1.3. Morfologi (Sastroamijojo S., 1998).

Batang ciplukan (Physalis angulata Linn.) mempunyai percabangan

yang banyak, dimana tumbuh tegak berbatang banyak dank keras,

permukaan batang licin dan berbentuk segiempat berwarna coklat kehijauan

dan merupakan tanaman perdu atau pohon kecil dengan tinggi sampai 1 m

atau 1550 m di atas permukaan laut.

Daun termasuk daun tunggal, bertangkai pendek, bentuk pangkal

daun berlekuk, bentuk helain daun lanset, bentuk ujung daun meruncing,

bentuk tepi daun bergerigi, permukaan daun halus dan berwarna hijau tua.

Memiliki akar tunggang yang sedikit bercabang, bentuk gasing,

pangkal akar besar membulat, akar-akar serabut sebagai cabang hanya pada

ujung yang sempit meruncing.

Buah termasuk buah kotak sejati, buah yang semata-mata terbentuk

dari bakal buah ataupun paling banyak terdapat sisa-sisa bagian bunga yang

lazimnya telah gugur. Berbentuk lonceng, bercangap lima, kelopak besar

sampai 21/2 cm.

2.1.4. Anatomi tanaman (Sastroamijojo S., 1998).

Merupakan tanaman perdu hidup 1 tahun tegak berbatang banyak

tinggi sampai 1 m, sampai 1550 m di atas permukaan laut di tempat yang

panas atau agak teduh tidak becek, di tegalan, di kebun-kebun, di pinggir

jalan dan lain-lain.

6

Page 7: BAB I & BAB II

2.1.5. Kandungan Kimia (Sastroamijojo S., 1998).

Pada daun dan kelopak mengandung physaline = C14H10O5,

aleuron, pati, tannin dan pada buah terdapat asam sitrun.

2.1.6. Kegunaan (Sastroamijojo S., 1998).

Semua bagian tanaman ini masing-masing mempunyai khasiat atau

kegunaan yaitu akar, batang, daun dan buah. Pada akar (digiling halus)

sebagai obat cacing, (diseduh), obat demam. Pada daun (ditambahkan adas

pulosari, garam dan daun sirih, digosok dengan minyak sebagai salep), obat

koreng, sakit perut, (sebagai serbuk ditambah kunyit atau dilayuhkan dan

minyak), obat borok, (direbus ditambah daun urat = Plantago asistica), obat

gonore (diuretikum). Buah yang matang (diuretikum), obat iskhoria (kemih

tertahan dalam kandung kencing), indrops, ikhterus, epilepsy dan lain-lain.

2.2 Tinjauan Tentang Pemeriksaan Farmakognostik (G.Kartasapoetra , 2002)

2.2.1 Pengertian dan sejarah Farmakologi

Istilah farmarkognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A.Seydler (1815)

seorang penelitik kedokteran di Halle Jerman, farmakognosi berasal dari

bahasa Yunani, pharmakon yang artinya “obat” dan gnosis yang artinya

pengetahuan.Jadi farmakognosi adalah pengetahuan tentang obat-obatan

alamiah,

Sedangkan menurut J.A.Schmdit menggunakan istilah farmakognosi

sebagai salah satu subjudul dari buku Lehrbrch der Materia Medica yang

diterbitkan Vienna 1811.Ia mengartikan farmakognosi sebagai pharma

7

Page 8: BAB I & BAB II

(“obat”) dan cognitif (pengenalan), jadi farmakognosi, merupakan cara

pengenalan ciri-ciri/karakteristik obat yang bersal dari bahan alam.

2.2.2 Ruang lingkup pemeriksaan Farmakognostik

2.2.2.1 Identifikasi dan Determinasi Tanaman (G.Kartasapoetra,2002)

Pemeriksaan organoleptik merupakan salah satu syarat dalam

identifikasi farmakognostik, dimana pada tahap ini pemeriksaan dilakukan

pada simplisia dengan berdasarkan warna, bau,rasa dari bahan /simplisia.

Dalam buku resmi dinyatakan pemberian yang memuat paparan mengenai

bentuk dan rasa yang dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk mengenal

simplisia nabati sebagai syarat baku meliputi :

1, Uji bau

Uji bau dilakukan dengan cara mengambil sampel lalu di cium

untuk mengetahui bau yang dimiliki oleh sampel tersebut.

2.Uji rasa

Uji rasa dilakukan dengan cara mencicipi sedikit dari sampel

tersebut

3. Uji warna

Uji warna dilakukan hanya dengan pengamatan biasa, yakni

dengan warna tembelekan secara langsung pada waktu basah(segar) dan

pada waktu kering.

2.2.1. Pemeriksaan Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik merupakan salah satu syarat dalam

identifikasi farmakognostik, dimana pada tahap ini pemeriksaan dilakukan

8

Page 9: BAB I & BAB II

pada simplisia dengan berdasarkan warna, bau, rasa dari bahan/simplisia.

Dalam buku resmi dinyatakan yaitu pemerian yang memuat paparan

mengenai bentuk dan rasa yang dimaksudkan Untuk dijadikan petunjuk

mengenal simplisia nabati sebagai syarat baku meliputi :

1. Uji bau

Uji bau dilakukan dengan cara mengambul sampel lalu dicium

untuk mengetahui bau yang dimiliki oleh sampel tersebut.

2. Uji rasa

Uji rasa dilakukan dengan cara mencicipi sedikit dari sampel

tersebut.

3. Uji warna

Uji warna dilakukan hanya dengan pengamatan biasa, yakni

dengan warna tembelekan secara langsung pada waktu basah (segar) dan

pada waktu kering.

2.2.2.2 Morfologi Tanaman

Makroskopik, kecuali dinyatakan lain memuat uraian makroskopik

paparan mengenai bentuk ukuran, warna dan bidang patahan/irisan.

Pemeriksaan mengenai bentuk fisik atau bentuk luar dari tanaman atau

simplisia, yang menyangkut bentuk daun, batang, akar, buah, dan biji.

2.2.2.3 Anatomi Tanaman

Mikroskopik, kecuali dinyatakan lain memuat paparan anatomis dan

penampang melintang simplisia dan fragmen pengenal serbuk simplisia.

Pemeriksaan anatomi simplisia adalah tahap pemeriksaan simplisia,

9

Page 10: BAB I & BAB II

khususnya pada jaringan dalam dari simplisia yang dilakukan dengan

bantuan mikroskop, diperiksa mengenai jaringan pembangun, tipe

pembuluh, stomata, dan lain-lain.

Memuat paparan anatomis, penampang melintang simplisia, fragmen

pengenal serbuk simplisia, meliputi uraian mengenai jaringan :

a.Jaringan pada batang, akar dan rimpang, terdiri dari :

1. Jaringan primer (epidermis, korteks, endodermis, caspari,

perisikel, silinder pusat dan empulur).

2. Jaringan sekunder (periderm, felogen, dan ritidom).

3. Perubahan susunan silinder pusat atau pertumbuhan sekunder.

b. Jaringan pada daun, terdiri dari :

1. Tipe stomata

2. Jenis rambut (rambut penutup, dan rambut kelejar)

c. Jaringan pada daun, batang, dan akar, terdiri dari :

1. Tipe sel idioblas

2. Tipe sel sklerenkim

d. Tetapan fisika, meliputi pemeriksaan indeks bias, bobot jenis, titik

lebur rotasi optik, mikrosublimasi dan reklistalisasi.

e. Kimiawi meliputi reaksi warna, pengendapan, penggaraman,

logam dan kompleks.

f. Biologi meliputi pemeriksaan mikrobiologi seperti penetapan angka

kuman, pencemaran dan percobaan terhadap hewan.

10

Page 11: BAB I & BAB II

g. Analisis bahan meliputi penetapan jenis konstituen (zat

kandungan), kadar konstituen (kadar abu, kadar sari, kadar air, kadar

logam) dan standardisasi simplisia.

h. Kemurnian meliputi kromatografi, kinerja tipis, kolom dan bas

untuk menentukan senyawa komponen kimia tunggal dalam simplisia

hasil metabolit primer dan sekunder tanaman.

2.2.2.4 Identifikasi kandungan kimia tanaman

Hal ini sangat penting karena dapat diketahui kandungan kimia

dari tanaman tersebut sehingga benar – benar diketahui apakah tanaman

tersebut dapat bermanfaat sebagai obat atau tidak.

2.2.2.5 Pemeriksaan mutu dan standarisasi

Tujuan pemeriksaan mutu simplisia dan standarisasi agar diperoleh

simplisia yang memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan oleh

Departemen kesehatan RI dalam buku – buku resmi seperti Materia medika

Indonesia, farmakope Indonesia dan ekstra farmakope Indonesia. (Anonim,

2009 )

2.3. Tinjauan Tentang Simplisia

2.3.1. Pengertian Simplisia (Dirjen POM, 1979)

Pengertian simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah

bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami

11

Page 12: BAB I & BAB II

pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan.

2.3.2 Penggolongan Simplisia

Simplisia terbagi 3 golongan yaitu :

1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi yang spontan

keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan

cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara

tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.

2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat

kimia murni.

3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican (mineral)

yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum

berupa zat kimia murni.

Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu benda

organic asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau keseluruhan dari

apa-apa yang disebut dibawah ini :

a.Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian

tanaman yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian

sedemikian nilai batasnya disebut monografi.

b. Hewan hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan,

kotoran hewan, batu tanah atau pengotor lainnya.

12

Page 13: BAB I & BAB II

Kecuali yang dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan benda

asing pada simplisia nabati adalah benda asing yang berasal dari tanaman.

Simplisia nabati harus bebas serangga, fragme hewan, atau kotoran hewan ;

tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir,

atau cendawan, atau menunjukkan adanya zat pengotor lainnya; pada

perhitunganpenetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar abu

yang larut dalam air , sari yang larut dalam air, atau sari yang larut dalam

etanol didasarkan pada simplisia yang belum ditetapkan susut

pengeringannya.

Sedangkan susut pengering sendiri adalah banyaknya bagian zat

yang mudah menguap termasuk air, tetapkan dengan cara pengeringan,

kecuali dinyatakan lain, dilakukan pada suhu 150o hingga bobot tetap.

Agar simplisia yang kita butuhkan bermutu baik, maka dilakukan

pemeriksaan mutu simplisia yang bertujuan agar diperpoleh simplisia yang

memenuhi persyaratan umum yang ditetaokan oleh Depkes RI dalam buku

resmi seperti materi medika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan ekstra

Farmakope Indonesia.

2.3.3. Cara pembuatan simplisia (Asni Amin, 2006).

Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari

alam yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki.

1. Pengumpulan bahan/panen

a. Teknik pengumpulan

13

Page 14: BAB I & BAB II

Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau

menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara

langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si

pemetik, agar diperoleh tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki,

misalnya dikehendaki daun yang muda, maka daun yang tua jangan

dipetik dan jangan merusak bagian tanaman lainnya. Kalau

menggunakan alat, harus disesuaikan dengan kandungan kimianya

agar tidak merusak zat aktif yang dikandungnya, misalnya jangan

menggunakan alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang

mengandung senyawa fenol dan glikosa.

b. Waktu pengumpulan atau panen

Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh

waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan

lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga diperlukan satu waktu

pengumpulan yang tepat yaitu pada saat kandungan zat aktifnya

mencapai jumlah maksimal tanaman yang diambil harus sehat, tidak

berpenyakit atau terjangkit jamur, bakteri dan virus karena dapat

menyebabkan berkurangnya kandungan zat aktif dan terganggunya

proses metabolisme serta terbentuknya produk metabolit yang tidak

diharapkan.

Pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :

1. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum

buah menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna

14

Page 15: BAB I & BAB II

mencapai kadar alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai

berbunga. Tanaman yang berfotosintesis diambil daunnya saat

reaksi fotosintesis sempurna yaitu pukul 09.00-12.00.

2. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.

3. Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik

sebelum buah masak.

4. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.

5. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),

dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.

c. Bagian Tanaman

Adapun cara pengambilan simplisia/bagian tanaman adalah:

1. Klika batang/klika/korteks

Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan

ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan cara

berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk klika

yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol gunakan alat

pengelupas yang bukan terbuat dari logam.

2. Batang (caulis)

Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-

potong dengan panjang dan diameter tertentu.

3. Kayu (Lignum)

Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan

potong-potong kecil.

15

Page 16: BAB I & BAB II

4. Daun (Folium)

Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik satu

persatu secara manual.

5. Bunga (Flos)

Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau bunga

mekar atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik

langsung dengan tangan.

6. Akar (Radix)

Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di bawah

permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran tertentu.

7. Rimpang (Rhizoma)

Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar,

dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Pengambilan

sebaiknya pada musim kering dan bagian atas tanaman

mengering (layu).

8. Buah (Fructus)

Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda, dipetik

dengan tangan.

9. Biji (Semen)

Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan atau alat,

biji dikumpulkan dan dicuci.

10. Bulbus

16

Page 17: BAB I & BAB II

Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar dengan

memotongnya.

2. Pencucian dan Sortasi Basah

Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan

simplisia dari benda-benda asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya),

dan memisahkan bagian tanaman yang tidak dikehendaki. Pencucian

terutama dilakukan bagi simplisia utamanya bagian tanaman yang

berada di bawah tanah (akar, rimpang, bulbus), untuk membersihkan

simplisia dari sisa-sisa tanah yang melekat.

3. Perajangan

Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan

dan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda

asing, materi/sampel dijemur dulu +- 1 hari kemudian dipotong-potong

kecil dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan

4/18 (tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali

dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk

(4/18). Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses

pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap

perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya

atau hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal

pengeringannya lama dan mudah berjamur.

17

Page 18: BAB I & BAB II

4. Pengeringan

Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah :

1. Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat

digunakan dalam jangka yang relative lama.

2. Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan

oleh jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam

jaringan tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik

tidak dapat berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang

dari 10 %.

3. Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat

serbuk.

Cara pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dan secara

buatan.

a. Pengeringan alamiah

Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia, pengeringan dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang

keras (kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung zat

aktif yang relative stabil oleh panas)

2. Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara

langsung, umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga,

18

Page 19: BAB I & BAB II

daun dan lain-lain) dan zat aktif yang dikandungnya tidak stabil

oleh panas (minyak atsiri).

b. Pengeringan buatan

Cara pengeringan dengan ,menggunakan alat yang dapat

diatur suhu, kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya.

5. Pengawetan simplisia

Cara pengawetan untuk tanaman atau bagian tanaman sebelum

dikeringkan direndam dahulu dalam alcohol 70 % atau dialiri uap panas,

sedangkan cara pengawetan untuk hewan-hewan laut terutama yang

mudah berubah bentuknya setelah mati seperti bintang laut (Asteroida),

bulu babi (Echinoidea), jenis hewan berongga (Coelenterata) dan hewan

berduri (Echinodermata) terdiri dari zat kapur maka binatang ini

diawetkan dengan alcohol 70 % agar zat kapurnya tidak larut.

6. Pewadahan dan penyimpanan simplisia

Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan

memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak

dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi basah.

Simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan

pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia.

Wadah terbuat dari plastic tebal atau gelas yang berwarna gelap dan

tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap

isinya, wadah dari logam tidak dianjurkan agar tidak berpengaruh

19

Page 20: BAB I & BAB II

terhadap simplisia. Ruangan penyimpanan simplisia harus diperhatikan

suhu, kelembaban udara dan sirkulasi udara ruangannya.

2.3.4. Pemeriksaan Mutu dan Standararisasi :

1) Organoleptik

Adalah pemeriksaan warna, bau dan rasa dari bahan simplisia .

dalam buku resmi dinyatakan pemerian yaitu memuat paparan

mengenai bentuk dan rasa yang dimaksudkan untuk menjadi

petunjuk mengenal simplisia sebagai syarat baku.

2) Makroskopik

Yaitu memuat uraian makroskopik paparan mengenai bentuk,

ukuran, warna, dan bidang patahan/ irisan.

3) Memuat paparan anatomis, penampang melintang simplisia,

dengan fragmen pengenal serbuk simplisia yang meliputi uraian

mengenai :

a. Jaringan pada batang. Akar, dan daun yang terdiri dari :

i. Jaringan primer (epidermis, kortex, endodermis, caspari,

perisikel, silinder pusat dan empulur )..

ii. Jaringan sekunder (periderm, felagen, rifidom)

iii. Perubahan susunan silinder pusat atau pertumbuhan

sekunder.

b. Jaringan pada daun, terdiri dari :

i. Tipe stomata

ii. Jenis rambut ( penutup & kelenjar)

20

Page 21: BAB I & BAB II

c. Jaringan pada daun, batang dan akar, terdiri atas ;

i. Tipe sel idioblas

ii. Tipe sel skelerenkim

4). Tetapan fisika

Meliputi pemeriksaan indeks bias, bobot jenis, titik lebur, rotasi

optic, mikrosublimasi dan rekristalisasi.

5). Tetapan kimia

Meliputi reaksi warna, pengendapan, penggaraman, logam, dan

kompleks.

6). Biologi

Meliputi pemeriksaan mikrobiologi seperti penetapan angka

kuman, pencemaran, dan percobaan terhadap kuman.

A. Analisis bahan, meliputi penetapan jenis konstituen (zat

kandungan) kadar konstituen ( kadar abu , kadar sari, Kadar air,kadar

logam), dan standarlisasi simplisia .

B. Kemurrnian, meliputi kromatografi : kinerja tinggi, lapis tipis, kolom,

kertas, dan gas/. Untuk menentukan senyawa / komponen kimia

tunggal dalam simplisia hasil metabolit primer dan sekunder tanaman.

2.4. Identifikasi Kandungan Kimia Simplisia Secara Kemotaksonomi

2.4.1. Penggolongan Tanaman berdasarkan kemotaksonomi

Ciplukan disebut dengan Physalis angualata Linn termasuk kedalam

family tumbuhan Solanaceae. Pada family ini kandungan kimianya berasal

21

Page 22: BAB I & BAB II

dari batang, daun dan kelopak. Pada daun dan kelopak mengandung

physaline = C14H10O5, aleuron, pati, tannin dan pada buah terdapat asam

sitrun.

2.4.2. Kegunaan umum tanaman berdasarkan Kemotaksonomi

S.emua bagian tanaman ini masing-masing mempunyai khasiat atau

kegunaan yaitu akar, batang, daun dan buah. Pada akar (digiling halus)

sebagai obat cacing, (diseduh), obat demam. Pada daun (ditambahkan adas

pulosari, garam dan daun sirih, digosok dengan minyak sebagai salep), obat

koreng, sakit perut, (sebagai serbuk ditambah kunyit atau dilayuhkan dan

minyak), obat borok, (direbus ditambah daun urat = Plantago asistica), obat

gonore (diuretikum). Buah yang matang (diuretikum), obat iskhoria (kemih

tertahan dalam kandung kencing), indrops, ikhterus, epilepsy dan lain-lain.

Cara Mengidentifikasi Kandungan Kimia Simplisia

a. Reaksi Warna

1. Lignin

Basahi irisan atau serbuk dengan larutan florogiusin P, amati

dalam asam klorida P, dinding sel berwarna merah.

2. Pati & Aleuron

Tambahkan Iodium 0,1 N pada bahan yang akan diperiksa, pati

berwarna biru dan aleuron warna kuning coklat sampai coklat.

3. Suberun ,Kutin,Minyak Lemak dan Minyak Atsiri

22

Page 23: BAB I & BAB II

Bahan yang akan diperiksa diletakkan diatas kaca objek,

tambahkan beberapa tetes Sudan III LP, bahan dapat dijernikan

dengan kloralhidarat LP, kecuali bahan yang mengandung minyak

atsiri. Biarkan selama 30 menit – 48 jam dengan bejana tertutup

yang didalamnya terdapat cawan yang berisi etanol 90% P. Bagian

yang mengandung suberin, kutin, minyak lemak,minyak atsiri,getah

dan resin berwarna jingga.

4. Lendir dan peptin

Letakkan serbuk atau bahan di atas kaca objek, ditambahkan

beberapa tetes Merah Ruthenium LP, tutup dengan kaca penutup

biarkan selama 15 menit, lender asam dan pectin berwarna merah

intensif.

5. Selulosa

Bahan ditambahkan larutan seng (II) klorida beriodium,

memberikan warna ungu merah.

6. Zat samak/tannin

Bahan ditambahkan besi (III) ammonium sulfat LP yang telah

diencerkan 5 kali, zat semak dan senyawa tannin lainnya berwarna

hijau atau biru sampai hitam.

7. Turunan katekol

Letakan bahan atau serbuk diatas kaca objek ditambahkan

larutan vanillin P 10 % b/v dalam etanol 90% P, kemudian dalam

23

Page 24: BAB I & BAB II

asam klorida P, bagian yang mengandung turunan katekol berwarna

merah intensif.

8. Dioksiantrakinon bebas

Serbuk dalam tabung reaksi ditambahkan kalium hidroksi etanol

LP, warna merah.

9. Fenol

a. Hasil mikrosublimasi tambahan fosfomolibdat asam

sulfat LP, terjadi warna biru.

b. Hasil mikrosublimasi tambahan asam diazoben zensulfonat

LP, terjadi warna biru.

c. Ekstrak methanol ditambahkan :

- Larutan besi (III) klorida 1 % terbentuk warna ungu

biru.

- Pereaksi Millon , terbentuk warna merah ungu

10.Saponin

Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa dalam tabung reaksi

tambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian kocok kuat

selama 10 detik,terbentuk buih yang mantap selama kurang lebih

10 menit setinggi 1-10 cm, dan pada penambahan 1 tetes asam

hidroklorida 2 N, buih tidak hilang.

11.Flavanoid

Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa dengan 10 ml methanol dengan

alat pendingin balikselama 10 menit,saring panas,saring filtrate

24

Page 25: BAB I & BAB II

dengan 10 ml air,selama dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah

P, kocok hati-hati diamkan. Ambil lapisan methanol, uapkan pada

suhu ≥ 40oC dibawah tekanan,sisa dilarutkan dalam 5 ml etanol 95

% P, tambahkan 0,1 gram serbuk magnesium P dan 10 ml asam

klorida P, jika terjadi warna merah jingga-merah ung berarti ada

flavanoid, dan jika kuning jingga terdapat flavon, kalkon dan

auron.

12.Karbohidrat

Serbuk dilarutkan dengan air, larutkan serbuk simplisia

disentrifuge filtrate terbagi 3 :

a. Filtrat I ditambahkan Molish, alfa naftol dan

HCl 20% terbentuk cicncin ungu.

b. Filtrat II ditambahkan larutan Luff dan NaOH,

berwarna merah setelah dipanaskan.

c. Filtrat III ditambahkan larutan Barfoed dan

NaOH berwarna merah jika dipanaskan.

Dapat pula menggunakan ekstrak ethanol – air 2 ml dalam cawan

porselin,diupkan, ditambahkan 2-3 tetes asam sulfat P, diamkan

selama 4 menit,tambahkan pereaksi Molish, terjadi warna merah.

13.Glikosida

Ekstrak methanol dimasukkan dalam tabung reaksi dan dibagi 3

dan ditambahkan :

25

Page 26: BAB I & BAB II

a. Larutan besi (III) klorida 3 ml dan asam klorida P, terjadi warna

coklat kemerahan perlahan berbah menjadi violet atau ungu.

b. Pelarut benzene 5 ml,pisahkan larutan benzena ditambahkan 3

ml larutan ammonia 10 % terbentuk warna merah muda pucat.

c. Larutan ammonia encer 3,5 lalu dikocak,terjadi warna merah

lembayung.

14.Glikosida Antrakinon

Campur 200 mg serbuk simplisia dengan 45 ml asam sulfat encer

P, didihkan sebentar,dinginkan,tambahkan 10 ml benzene P, kocok

diamkan. Pisahkan antara lapisan benzene, saring,filtare berwarna

kuning menujukan adanya antrakinon.

15.Steroid

Ekstrak methanol kering disuspensikan dengan air, kemudian

ditambahkan eter/hexan,petroleum eter, dencenter filtrate dibuang,

diulangi sampai heksan/petroleum eter tidak berwarna lagi, residu

ditambah 10 ml kloroform, kocok 5 menit. Dekanter dalam tabung

reaksi berisi 10 ml NaSO4 anhisrat kemudian disaring.

a. Pereaksi liberman – Bouchardat, menghasilkan warna biru

sampai hijau.

b. ,Pereaksi Salkwowski, menghasilkan lapisan berwarna merah,

berarti positif mengadung steroid.

26

Page 27: BAB I & BAB II

b. Reaksi Pengendapan

16.Alkaloida

Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida

2 N, dinginkan dan saring, pidahkan masing-masing 3 tetes filtrate

pada 2 kaca arloji :

a. Tambahkan 2 ml Mayer LP pada kaca arloji pertama,terbentuk

endapan menggumpal berwarna putih.Tambahkan 2 tetes

Bouchardat LP pada kaca arloji kedua, terbentuk endapan

warna coklat sampai hitam.

c. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi Lapisan Tipis adalah salah satu tehnik pemisahan

komponen kimia dengan prinsip adsorbsi dan partisi menggunakan

lempeng yang berukuran 3x7 cm, yang dilapisi oleh silica gel sebagai

fase absorban (penyerap) atau disebut fase diam, dan eluen berupa

campuran beberapa pelarut atau fase gerak yang dapat memisahkan

senyawa kimia.

27