Bab 6 Identitas Nasional

12

description

pkn

Transcript of Bab 6 Identitas Nasional

B. Pengertian identitas nasionalIdentitas nasional adalah konsep suatu bangsa tentang dirinya. Ciri khas suatu bangsa adalah penanda utama identitas bangsa tersebut. Karena menyangkut diri atau ciri suatu bangsa, maka konfirmasi atau penegasan terhadap identitas nasional suatu bangsa selalu merujuk atau mengacu pada hakikat bangsa itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, identitas nasional mengacu pada Pancasila sebagai hakikat Indonesia.Kata identitas berasal dari kata identity berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Seseorang atau sesuatu dapat dibedakan dengan yang lainnya melalui identitas. Identitas adalah sifat khas yang menerangkan keadaan diri sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Identitas tidak terbatas pada individu tetapi berlaku juga bagi kelompok (Bdk, Mundiri, 2006). Contohnya, orang Indonesia dan bukan Indonesia dapat segera dibedakan berdasarkan identitasnya.Sedangkan Nasional menunjuk pada sifat khas kelompok yang memiliki ciri-ciri kesamaan, baik fisik seperti, budaya, agama, bahasa,maupun non-fisik seperti, keinginan, cita-cita, dan tujuan.Menurut Koento Wibisono (2005) pengertian Identitas Nasional pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nasion) dengan ciri-ciri khas, dan dengan yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa laindalam kehidupannya (Srijanti dkk, 2011: 39).Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktuall yang berkembang dalam masyarakat. Jadi, Identitas nasional adalah identitas suatu kelompok masyarakat yang memiliki ciri dan melahirkan tindakan secara kolektif yang diberi sebutan nasional. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri- sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa.

C. Parameter identitas nasionalParameter artinya suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu itu menjadi khas. Parameter identitas nasional berartisuatu ukuran yang digunakan untuk menyatakan bahwa identitas nasional itu menjadi ciri khas suatu bangsa.Indikator identitas nasional itu antara lain:1.Pola perilaku yang nampak dalam kegiatan masyarakat: adat- istiadat, tata kelakuan, kebiasaan. Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat sehari-harinya. Identitas ini menyangkut adat-istiadat, tata kelakuan, dan kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang tua dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat-istiadat dan tata kelakuan.2.Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang- lambang negara ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang, seperti Garuda Pancasila, bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan.3.Alat-alat pelengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti bangunan, teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari alat perlengkapan ini seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah (borobudur, prambanan, masjid, dan gereja), peralatan manusia (pakaian adat, teknologi bercocok tanam), dan teknologi (pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain).4.Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang tertentu, seperti di Indonesia dikenal dengan bulu tangkis (Srijanti dkk, 2011: 40).Bagi bangsa Indonesia, pengertian indikator identitas nasional tidak merujuk hanya pada individu (adat-istiadat dan tata laku), tetapi berlaku pula pada suatu kelompok Indonesia sebagai suatu bangsa yang majemuk, maka kemajemukan itu merupakan unsur-unsur atau indikator pembentuk identitas yang melekat dan diikat oleh kesamaan-kesamaan yang terdapat pada segenap warganya.Unsur-unsur pembentuk identitas nasional Indonesia berdasarkan ukuran parameter sosiologis adalah sebagai berikut (Srijanti dkk, 2011: 41-42):1. Suku BangsaSuku bangsa adalah golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistik hampir mencapai 300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasikan dalam suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan makmur.2. KebudayaanKebudayaan menurut ilmu sosiologis termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan adat-istiadat. Kebudayaan sebagai indikator identitas nasional bukanlah sesuatu yang bersifat individual.Apa yang dilakukan sebagai kebiasaan pribadi bukanlah suatukebudayaan. Kebudayaan harus merupakan milik bersama dalam suatu kelompok, artinya para warganya memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan tetap memperlihatkan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sangat variatif.3. BahasaBahasa adalah identitas nasional yang bersumber dari salah satu lambang suatu negara. Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia, khususnya dalam kaitan dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah adanya bahasa. Bahasa manusia memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun, sekalipun hal atau barang yang dilambangkan artinya oleh suatu kata tidak hadir di situ.Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis namun bahasa Melayu dahulu dikenal sebagai bahasa penghubung berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku di nusantara, bahasa Melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang

digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan pedagang asing. Pada tahun 1928 Bahasa Melayu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun tersebut, bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional.4. Kondisi GeografisKondisi geografis merupakan identitas yang bersifat alamiah. Kedudukan geografis wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat, dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas batas-batas wilayahnya di atas bumi. Letak geografis tersebut menentukan corak dan tata susunan ke dalam dan akan dapat diketahui pula situasi dan kondisi lingkungannya. Bangsa akan mendapat pengaruh dari kedudukan geografis wilayah negaranya. Letak geografis ini menjadi khas dimiliki oleh sebuah negara yang dapat membedakannya dengan negara lain.

D. Unsur-unsur pembentuk identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia pada saat ini terbentuk dari enam unsur yaitu sejarah perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, suku bangsa, agama, dan budaya unggul. Namun demikian, unsur-unsur ini tidak statis dan akan berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia. Berikut ini gambaran umum mengenai unsur-unsur pembentuk tersebut (Srijanti, 2011: 42-45): SejarahBangsa Indonesia mengalami kehidupan dalam beberapa situasi dan kondisi sosial yang berbeda sesuai perubahan jaman. Bangsa Indonesia secara ekonomis dan politik pernah mencapai era kejayaan di wilayah AsiaTenggara. Kejayaan dalam bidang ekonomi bangsa Indonesia pada era pemerintahan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, rakyat mengalami kehidupan ekonomi yang sejahtera, sedangkan dalam bidang politik memiliki kekuasaan negara hingga seluruh wilayah nusantara yang meliputi wilayah jajahan Belanda (sekarang wilayah NKRI) hingga wilayah negara Filipina, Singapura, Malaysia, bahkan sebagian wilayah Thailand.Realitas perjalanan sejarah mendorong bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa pejuang yang pantang menyerah dalam melawan penjajah untuk meraih dan mempertahankan kembali harga diri, martabatnya sebagai bangsa, selain itu, dipertahankan semua potensi sumber daya alam yang ada agar tidak terus-menerus dieksplorasi dan dieksploitasi yang akhirnya dapat menghancurkan kehidupan bangsa Indonesia di masa datang. Perjuangan bangsa Indonesia terus berlanjut pada perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdakaan bangsa dari penjajah. KebudayaanAspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional adalah meliputi tiga unsur, yaitu akal budi, peradaban (civility), dan pengetahuan (knowledge).a. Akal budi adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh bangsaIndonesia dalam interaksinya antara sesama (horizontal) maupun antara pimpinan dengan staf, anak dengan orang tua (vertikal), atau sebaliknya. Bentuk sikap dan perilaku sebagaimana yang tersebut diatas, adalah hormat-menghormati antar sesama, sopan santun dalamsikap dan tutur kata, dan hormat pada orang tua.b. Peradaban (civility), peradaban yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia adalah dapat dilihat dari beberapa aspek yang

meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan hankam. Identitas nasional dalam masing-masing aspek yang dimaksud adalah: Ideologi adalah sila-sila dalam Pancasila Politik adalah demokrasi langsung dalam pemilu langsung presiden dan wakil presiden serta kepala daerah tingkat I dan II kabupaten/kota, Ekonomi adalah usaha kecil dan koperasi Sosial adalah semangat gotong royong, sikap ramah tamah, murah senyum, dan setia kawan Hankam adalah sistem keamanan lingkungan (siskamling), sistem perang gerilya, dan teknologi kentongan dalam memberikaninformasi bahaya, dan sebagainyac. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi: Prestasi anak bangsa dalam bidang olahraga bulutangkis dunia Karya anak bangsa dalam bidang teknologi pesawat terbang, yaitu pembuatan pesawat terbang CN 235, di IPTN Bandung, Jawa Barat. Karya anak bangsa dalam bidang teknologi kapal laut, yaitu pembuatan kapal laut Phinisi Prestasi anak bangsa dalam menjuarai lomba olimpiade fisika dan kimia, dan sebagainya Budaya UnggulBudaya unggul adalah semangat dan kultur kita untuk mencapai kemajuan dengan cara kita harus bisa, kita harus berbuat terbaik, kalau orang lain bisa, mengapa kita tidak bisa. Dalam UUD 1945, menyatakanbahwa bangsa Indonesia berjuang dan mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, bersatu, maju, makmur, serta adil atau berkesejahteraan. Untuk mencapai kualitas hidup demikian, nilai kemanusiaan, demokrasi dan keadilan dijadikan landasan ideologis yang secara ideal dan normatif diwujudkan secara konsisten, konsekuen, dinamis, kreatif, dan bukan indoktriner. Suku BangsaIdentitas nasional dalam aspek suku bangsa adalah adanya suku bangsa yang majemuk. Majemuk atau aneka ragamnya suku bangsa dimaksud adalah terlihat dari jumlah suku bangsa lebih kurang 300 suku bangsadengan bahasa dan dialek yag berbeda. Populasinya pada tahun 2007 adalah 225 juta jiwa. Dari jumlah tersebut diperkirakan separuhnya adalah suku bangsa etnis Jawa. Sisanya adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia di luar Jawa, seperti suku Makassar-Bugis (3,68%), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%), dan suku-suku lainnya. Sedangkan suku bangsa atau etnis Tionghoa hanya berjumlah 2,8% tetapi menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan mayoritas mereka bermukim di perkotaan. AgamaIdentitas nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan memiliki hubungan antarumat seagama dan antarumat beragama yang rukun. Indonesia merupakan negara multiagama, karena itu Indonesia dikatakan negara yang rawan disintegrasi bangsa. Untuk itu menurut Magnis Suseno, salah satu jalan untuk mengurangi risiko konflik antaragama perlu diciptakan tradisi saling menghormati antara umat agama yang ada.

BahasaBahasa adalah salah satu atribut bangsa di samping sebagai identitas nasional. Bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung (lingua franca) berbagai etnis yang mendiamikepulauan nusantara. Bahasa melayu ini pada tahun 1928 ditetapkan oleh pemuda dari berbagai suku bangsa Indonesia dalam peristiwa Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.

E. Integrasi nasionalIntegrasi nasional merupakan interaksi utuh segenap suku-suku bangsa di segala penjuru nusantara. Penyatupaduan secara utuh ini pertama kali telah diikrarkan bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda, yang kemudianmencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17Agustus 1945. Sejarah mencatat bahwa perbedaan suku, agama, ras dan terisah secara geografis tidak menghalangi bangsa Indonesia untuk menyatu menjadi bangsa.Adapun yang menjadi perekat bangsa sehingga yang hingga kini tetap bertahan adalah adanya identitas nasional yang memiliki karakter yang kuat. Pancasila terbukti menjadi pandangan hidup (filsafat hidup) bangsa dalam bentuk kesadaran, cita-cita, moral, hukum dan kejiwaan bangsa. UUD 1945 (amandemen ke-1, 2, 3, 4) juga telah memberikan pedoman dan patokan dalam kehidupan berbangsa. Begitu pula mengenai bahasa Indonesia tetap menjadi alat komunikasi pemersatu antar berbagai suku, etnis yang berbeda. Demikian pula pada Garuda Pancasila sebagai lambang negara, sang saka Merah Putih sebagai bendera negara dan Indonesia raya sebagai lagu kebangsaan yang menjadi simbol kejiwaan yang satu bagi bangsa.Integrasi nasional membutuhkan penopang, yang berupa integrasi social dan integrasi budaya. Integrasi social merupakan upaya menyatupadukan berbagai ragam social, latar belakang yang berbeda yang mempunyai jati diri masing-masing menjadi masyarakat baru dan besar yan berasimilasi. Sementara integrasi budaya lebih menekankan asimilasi budaya untuk keselarasan.Singkatnya, integrasi nasional adalah penyatupaduan bagian-bagian yang berbeda-beda menjadi satu kesatuan yang utuh dengan tetap memelihara keanekaragaman dan kearifan-kearifan lokal.Menurut Driyarkara, identitas nasional tidak akan memberikan kekuatan pada integrasi nasional apabila kesadaran masyarakatnya sangat rendah. Menurutnya, kesadaran itu seperti panggilan yang timbul dari aku, tetapi mengatasi diriku. Maka dalam konteks nasional, kesadaran yang timbul dari aku itu mampu mengatasi ke-aku-an untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa dan negara.Pada hakekatnya integrasi merupakan upaya politik/ kekuasaan untuk menyatukan semua unsure masyarakat yang majemuk harus tunduk kepada aturan-aturan kebijakan politik yang dibangun dari nilai-nilai kulturyang ada dalam masyarakat majemuk tadi, sehingga terjadi kesepakatan bersama dalam mencapai tujuan tujuan nasional dimasa depan untukkepentingan bersama.Proses integrasi disebabkan adanya, kebersamaan sejarah, ada ancaman dari luar yang dapat mengganggu keutuhan NKRI, adanya kesepakatan pemimpin, homogenitas social budaya serta agama ,dan adanya saling ketergantungan dalam bidang politik dan ekonomi.

Integrasi mempunyai dua dimensi, antara lain: integrasi horizontal dan

integrasi vertikal. Dimensi vertical dalam integrasi nasional bertujuan mengintegrasikan persepsi dan prilaku elite dan masa dengan cara menghilangkan, mengurangi perbedaan kesenjangan antara kelompok yang berpengaruh dengan yang dipengaruhi. Sedangkan dimensi horizontal mengintegrasikan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, dengan cara menjembatani perbedaan perbedaan yang ditimbulkan oleh factor- faktor teritorial/kultur dengan mengurangi kesenjangan yang ditimbulkan oleh factor-faktor tersebut.Contoh-contoh penghambat integrasi nasional :a. Perbedaan kepentingan, dengan masyarakat yang majemuk tentu akan menimbulkan pula perbedaan kepentingan antara yang satu dan yang lain, dan bila tidak disikapi secara dewasa hal ini juga dapatmenimbulkan gesekan gesekan masyarakat.b. Diskriminasi, adalah perlakuan yang tidak adil dan memihak hanya kesatu pihak sajac. Masih berkembangnya paham ethosentris, yaitu paham yang menganggap budayanya adalah yang paling unggul dan merendahkan budaya yan lainnya.d. Masih maraknya isu keagamaan dan saling menjelek-jelekkan antara agama yang satu dan yang lainnya, contohnya adalah perang ataubentrokan antar umat beragama yang masih sering terjadi di sekitar kita.e. Masih mudahnya masyarakat Indonesia untuk dihasut dan di adudomba, seperti kita ketahui, dulu sewaktu Indonesia masih dijajah oleh Belanda, Belanda juga melakukan politik adu domba ( devide et impera) untuk memecah belah perlawanan rakyat yang hasilnya adalah kita kalah oleh Belanda.f. Kurangnya rasa persatuan dan kesatuang. Bhinneka tunggal ika hanya sebatas wacana namun tidak pernah diterapkan atau di praktekkanOleh karena itu, kesadaran akan identitas nasional harus secara terus menerus dipertahankan dengan mengimplementasikan rasa kebangsaanyang berwujud dalam nasionalisme atau pengabdian total kepada bangsa,misalnya dengan membudayakan penggunaaan bahasa Indonesia, publikasi seni budaya, dan menggunakan produk anak negeri. Sikap yang perlu ditekankan pula adalah menyeleksi pengaruh globalisasi yang kuat menyerang kepribadian bangsa. Kesadaran akan kebudayaan sendiri akan sangat penting untuk menangkal pengaruh dari luar yang bertentangan dengan kepribadian bangsa

Refleksi Tentang Identitas BangsaMembangun masyarakat di masa depan memerlukan kesinambungan dengan kehidupan kultural masa lalu. Kesadaran akan kontiunitas historis memperkuat kesadaran kultur suatu bangsa, sehingga terbentuklah rasa nasionalisme atau identitas diri bangsa. Pemupukan identitas nasional tidak dapat dijalankan tanpa menghidupkan kesadaran kultural. Namun, pada kenyataannya telah terjadi pemutusan atau keterputusan penerusan budaya bangsa, entah di sengaja atau bahkan tidak disadari. Kini, bangsa ini menjadi menjadi negara yang kurang memperhatikan nilai-nilai budaya, terjadi diskontiunitas budaya, dan hilangnya identititas bangsa. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka segeralah bangsa ini akan menjadi kacung di dunia. Akibatnya, negeri ini tidak mampu menumbuhkan cultural forces yang diperlukan untuk membentengi diri dari berbagai terpaan modernitas yang

berasal dari Barat. Impian besar menjadi subjek-Indonesia yang berjuang dengan pikiran cerdas, batin yang bersih, serta tulus dalam menciptakan sistem-sistem hidup bersama yang manusiawi, humanis, toleran, egaliter, berharkat dalam keragaman, ataupun menghormati setiap kemajemukan di bawah kepastian hukum, hampir nyaris semua itu belum terwujud.

Pemutusan mata rantai kultural, rantai ekonomi, perdagangan, maritim, sikap hidup, pandangan dunia, serta mata rantai nilai-nilai ketimuran ini disebabkan oleh kolonial Belanda yang telah lama menjajah negeri ini dengan menggunakan cara-cara feodalistik, seperti sistem tanam paksa. Salah satu contoh bahwa kita mempunyai tradisi perdadangan yang kuat dan maritime yang tangguh dapat dilihat sejarah dibeberapa daerah seperti di Aceh, misalnya seorang Usman berhasil menjadi pengusaha kain yang mampu menembus pasar internasional. Ataupun misalnya pada suku Bugis yang mempu membuat perahu yang kuat dan tidak pernah tenggelam walaupun di hantam ombak besar. Serta berbagai tradisi nenek moyang di beberapa suku bangsa di negeri ini. Dalam perspektif sejarah silam sebelum Belanda datang, sistem pemerintahan desa bangsa ini dipilih rakyat dengan bebas, ada tanah milik desa dan ada tanah milik individu. Belanda tak mau tahu dengan sistem ini, yang terpikirkan dalam benak mereka adalah kebutuhan tanah-tanah untuk produksi harganya tinggi di Eropa pada masa itu. Mereka masuk ke pedalaman menjadikan lurah sebagai agennya dan memilih tanah yang baik untuk ditanami. Lurah yang dahulunya menjadi simbol kegotongroyongan lalu menjadi taun yang ikut menindas rakyat. Kolonial Belanda memporak- porandakan sistem dan tata cara masyarakat lokal, dan hingga kini kekacauan sistem ini tetap permanen sampai sekarang. Dari sedikit gambaran di atas dapat diketahui bagaimana proses kolonialisasi itu berjalan, dibentuk, dan melalui berbagai sarana seperti; budaya, ekonomi, politik lokal, dan seterusnya. Praktek penanaman pola-pola imperialis tersebut berjalan dan hingga kini masih berperan menggerakkan nalar masyarakat Indonesia dari pasca kemerdekaan hingga kini

Problem yang cukup mendasar bagi kita untuk merumuskan kembali identitas ke-Indonesiaa adalah bagaimana menjadi Indonesia? Menjadi Indonesia bukanlah mengungkungnya dalam definisi yang bersifat esensialis, yakni kebudayaan Indonesia yang digambarkan secar definitif. Dengan kata lain, kebudayan Indonesia itu harus begini, dan yang tidak begini bukan kebudayaan Indonesia. Yang tentu saja semakin menutup, membatasi dan membunuhnya. Ke-Indonesiaan lalu menjadi pencitraan yang sangat terbatas.

Setidaknya ada empat strategi untuk merumuskan kembali Keindonesiaan, pertama, perumusan strategi itu di buat dengan persepsi budaya yang komprehensif, yang mempunyai cakupan luas terhadap perikehidupan masyarakat Indonesia. Persepsi budaya tidak hanya mengarah pada kesenian belaka, sebab strategi budaya bukan strategi kesenian. Namun cakupan dalam strategi yang berdasar budaya ini mengubah cara hidup, persepsi dan tingkah laku warisan kolonial. Secara lebih khusus, perubahan tersebut menyangkut semua faktor budaya, yakni: anthropos, oikos, tekne, dan ethnos. Anthropos, berarti Manusia menjadi faktor penting dalam membangun bangsa ini, terutama dari sisi kualitas sumberdayanya. Oikos, di mana lingkungan bukan hanya menjadi sarana, akan tetapi merupakan Lebenswelt, yakni medan yang memungkinkannya berjuang untuk hidup. Tekne, yakni menjadikan teknologi sebagai perpanjangan tangan dalam meringankan tugas, bukan justru teknik yang membelenggunya. Kedua,

strategi yang diarahkan untuk mengarah ke masa depan. Warisan budaya harus dihargai, tetapi agar warisan tersebut bermakna diperlukan tafsir ulang yang kreatif dan produktif, seperti dalam bahasa Gadamer, interpretasi bukan hanya mengarah pada teks, ataupun hanya pada konteks teks tersebut di buat, akan tetapi diperlukan kontekstualisasi yang bersifat produktif, bukan hanya reproduktif. Gadamer juga mengingatkan, berpijak pada tradisi bukan lalu membuat kita masuk dalam kubangan romantisisme, tetapi justru malah mengarahkannya pada modern yang berasal dari dalam diri kita. Modernitas yang digali dari dalam.

Akhirnya, dalam strategi tersebut terkandung adanya kondisi dinamis yang mendiri. Berbuat secara mandiri, tidak tergantung ataupun menyandarkan diri pada kebaikan bangsa lain. Masyarakat juga harus mempunyai kemampuan akulturatif, yakni terbuka terhadap unsur-unsur luar, menerima secara selektif dan yang terpenting dari itu adalah mampu mengintegrasikannya ke dalam kebudayaan nasional untuk memperkuat identitas kebangsaan, seperti yang telah terbukti dalam serjarah era kultural sebelum masa kolonial.

Sebagai catatan penting bahwa relasi budaya Indonesia dengan unsur- unsur asing mengalami tegangan sebagai berikut: bahwa Budaya Indonesia tidak pernah sepenuhnya anti terhadap budaya luar dan dalam, antara ego dan the other. Dominasi kultural tidak akan bisa sungguh-sungguh mendiktekan the dominated untuk mengkonstruksi pandangan-pandangan, kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang merupakan tiruan atau mimikri terjajah dari penjajah.

Seiring dengan perkembangan pesat dunia modern, rumitnya jejaring kebudayaan Indonesia untuk dipahami. Maka pelacakan identitas Indonesia dengan kembali ke masa lalu, yakni dengan mencari Indonesia murni yang cenderung ke arah puritan dan bahkan puritanisme adalah hal yang kurang bijak, namun mengikuti gerak globalisasi juga harus diperhatikan dengan seksama. Idealnya, pencarian diri kultural Indonesia adalah dengan membiarkannya selalu berada dalam proses persilangan akibat dari perjumpaan dengan budaya-budaya lain.

Agar perumusan identitas itu terus berjalan dengan baik seperti aliran sungai abadi, maka cara yang terbaik adalah membiarkan wacana kebudayaan di Indonesia tetap hidup. Dengan demikian, identitas Indonesia akan selalu berada dalam ruang tarik ulur yang bergerak, yakni ruang ketiga, ruang ambang. Untuk menciptakan ruang wacana yang melibatkan sebanyak etnis di Indonesia inilah kiranya perlu terus dikembangkan. Dengan demikian, kebangsaan memang bukanlah suatu entitas yang jadi dan untuk prosesredefinisi menjadi Indonesia perlu diciptakan keindonesiaan yang interaktif antar etnis, gerakan yang bergerak terus menerus, dalam kondisi Indonesia yang demoktratis. Sebuah tugas yang besar bukan