BAB 4

7
BAB IV PEMBAHASAN Pasien merupakan wanita usia 23 tahun, G2P1A0 hamil 38 minggu dengan eklampsia. Keadaan tersebut merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan sectio caesaria. Pada pembedahan dilakukan anestesi untuk menghilangkan nyeri pada pasien selama proses operasi. Untuk menentukan jenis anestesi serta teknik anestesi yang akan digunakan, maka dilakukanlah anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang sebelum pembedahan dan anestesi dilakukan. Hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien diketahui bahwa pasien tidak pernah mengalami eklampsia sebelumnya. Riwayat hipertensi sebelum dan selama kehamilan disangkal. Pasien juga menyangkal riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, asma, ataupun penyakit jantung. Penilaian riwayat penyakit dilakukan untuk mengetahui pemilihan teknik anestesi serta pemilihan obat sehingga dapat mengurangi efek samping anestesi selama operasi maupun setelah operasi. Pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan pada pasien, diketahui bahwa pasien mengalami hipertensi urgensi (190/110mmHg), takikardi (136x/menit), dan demam 27

description

Pembahasan kasus luka bakar koass anestesi

Transcript of BAB 4

Page 1: BAB 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien merupakan wanita usia 23 tahun, G2P1A0 hamil 38 minggu dengan

eklampsia. Keadaan tersebut merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan sectio

caesaria. Pada pembedahan dilakukan anestesi untuk menghilangkan nyeri pada

pasien selama proses operasi. Untuk menentukan jenis anestesi serta teknik anestesi

yang akan digunakan, maka dilakukanlah anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang sebelum pembedahan dan anestesi dilakukan.

Hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien diketahui bahwa pasien tidak pernah

mengalami eklampsia sebelumnya. Riwayat hipertensi sebelum dan selama

kehamilan disangkal. Pasien juga menyangkal riwayat penyakit sistemik seperti

diabetes mellitus, asma, ataupun penyakit jantung. Penilaian riwayat penyakit

dilakukan untuk mengetahui pemilihan teknik anestesi serta pemilihan obat sehingga

dapat mengurangi efek samping anestesi selama operasi maupun setelah operasi.

Pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan pada pasien, diketahui bahwa pasien

mengalami hipertensi urgensi (190/110mmHg), takikardi (136x/menit), dan demam

(38,4˚C). Keadaan kepala, mulut dan leher baik, thoraks dan abdomen dalam batas

normal. Akral dingin dan pitting udem tidak ditemukan pada pasien. Pemeriksaan

penunjang yang dilakukan adalah cek laboratorium darah lengkap dan kimia darah,

dan diketahui tidak ada tanda-tanda anemia pada pasien. Mesikpun demikian, pada

pasien terjadi peningkatan sel darah putih, yang mengindikasikan adanya infeksi pada

pasien. Kadar ureum dan kreatinin serta gula darah sewaktu pasien dalam batas

normal. Penilaian status generalis ini dilakukan sebelum anestesi untuk menentukan

klasifikasi status fisik pasien. Dari hasil pemeriksaan, ditentukan bahwa pasien

termasuk ke klasifikasi ASA IIIE.

Langkah berikutnya yang dilakukan adalah pemilihan jenis anestesi. Anestesi

yang dipilih ialah anestesi regional karena tidak ada indikasi anestesi umum pada

27

Page 2: BAB 4

pasien. Teknik yang dipilih adalah anestesi spinal dengan block sub arachnoid. Agen

anestesi spinal yang digunakan adalah bupivacaine hiperbarik. Bupivacain memiliki

onset kerja 10-15 menit, namun dapat bertahan hingga 120-150 menit dan memiliki

toksisitas yang lebih rendah dibandingkan lidokain sehingga cocok digunakan untuk

sectio caesaria. Untuk memulai tindakan anestesi pasien diminta duduk rileks, kepala

ditundukan sehingga diskus intervertebralis lebih teregang. Kemudian dilakukan

injeksi bupivacaine melalui jalur spinal ke ruang sub arachnoid setinggi L3-L4.

Pada anestesi regional, trias anestesi yang dicapai hanya analgesik saja. Namun

pada pasien ini diberikan tambahan sedasi dengan injeksi midazolam bolus IV karena

kondisi pasien yang kurang kooperatif dan cukup gelisah. Pada pasien ini juga

dilakukan premedikasi dengan ondansetron 4 mg dengan tujuan menghilangkan rasa

mual akibat tindakan operasi maupun akibat efek samping obat-obatan yang

diberikan.

Obat-obatan yang diberikan selama operasi antara lain efedrin HCl 10 mg/cc,

ketorolac 30 mg, dan tramadol 100 mg. Efedrin diberikan dengan tujuan

meningkatkan tekanan darah apabila terjadi penurunan >20% tekanan darah awal.

Sedangkan ketorolac dan tramadol diberikan untuk mengatasi nyeri pada luka pasca

operasi. Ketorolac diberikan secara bolus IV, sedangkan tramadol diberikan drip ke

dalam infus RL.

Selain obat-obatan, terapi cairan juga diberikan kepada pasien sebagai koreksi

kehilangan darah selama operasi, serta penggantian cairan untuk pasien setelah

dipuasakan sebelum operasi. Rencana terapi cairan yang telah dihitung sebelumnya

adalah sebagai berikut:

a. EBV : 65 x 80 = 5200 ml

b. ABL : 5200 x (40,4−25)

40,4 = 1982 ml

c. Maintenance : 2 x 80 = 160 ml

d. PP : 16 x 160 ml = 2560 ml

e. SO : 6 x 80 = 480 ml

28

Page 3: BAB 4

Kebutuhan cairan jam I : M + ½ PP + SO

160 + ½ (2560) + 480 = 1920 ml, maka disiapkan

sebanyak 3 kolf 420ml infuse RL untuk mengganti cairan selama operasi.

Saat operasi dilakukan perhitungan kembali terapi cairan sesuai hasil monitoring

perdarahan selama operasi.

a. Defisit cairan karena puasa = 2 x 80 x 16 = 2560 ml. Karena pasien telah

mendapat infus sebelum operasi, maka penggantian puasa hanya dilakukan

setengah, yaitu 2560 ml/2 = 1280 ml.

b. Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 1 jam:

(Maintenance x 1) + ( SO x1) = (160 ml x 1) + (480ml x 1) = 640 ml

c. Perdarahan yang terjadi selama operasi kurang lebih 80cc, sehingga darah

yang hilang adalah 80/EBV x 100%

80/5200 x 100% = 1,5%

Karena perdarahan yang terjadi ≤10% maka penggantian cairan yan

digunakan adalah kristaloid dengan perbandingan 1: 2-4 ml.

Sehingga penggantian perdarahan saat operasi:

= 1: 2-4 ml

= 80 : 160 – 320 ml.

d. Maka kebutuhan cairan total pada pasien adalah:

a + b (160 – 320 ml) = 2080 – 2240 ml

e. Cairan yang sudah diberikan:

- pra anestesi = 1252 ml

- saat operasi = 1500 ml

f. Total cairan yang masuk 2752 ml

Sehingga diasumsikan kebutuhan cairan saat operasi telah tercukupi.

g. Terapi cairan pasca bedah

- Memenuhi kebutuhan air, elektrolit nutrisi

29

Page 4: BAB 4

- Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah (cairan lambung,

febris)

- Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif

- Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan

- Kebutuhan cairan pasien post operasi 50 ml /kgBB/24 jam (BB = 75 kg)

50 cc x 75 kg = 3750 ml/24 jam

- Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa

Na+ = 2 – 4 mEq / kgBB

= (2 x 75) – (4 x 75) = 150 – 300 mEq

K+ = 1 – 2 mEq / kgBB

= (1 x 75) – (2 x 75) = 75 – 150 mEq

- Kebutuhan kalori basal

Dewasa = BB x 20 – 30 mEq

= (75 x 20) – (75 x 30)

= 1500 – 2250 mEq

Instruksi post operasi yang diberikan antara lain adalah kontrol tanda-tanda vital,

terutama tekanan darah. Apabila tekanan darah naik, maka diberikan tatalaksana

herbesser menggunakan syringe pump dosis titrasi dan tekanan darah sistolik

dipertahankan sekitar 150 mmHg. Tatalaksana penggantian cairan diberikan infus

kristaloid RL intravena 20 tetes per menit dan infus koloid D 5% intravena 10 tetes

per menit. Antibiotik Ceftriaxone diberikan sebanyak 2 x 1 gr untuk mengatasi

leukositosis pada pasien serta sebagai profilaksis infeksi pasca operasi. Injeksi

antipiretik diberikan untuk tatalaksana simptomatik. Injeksi MgSO4 diberikan untuk

tatalaksana kejang. Dexamethasone diberikan sebagai antiinflamasi pasca operasi.

30