Bab 4

27
PT. MUARA CONSULT BAB IV METODOLOGI TEKNIS DAN PENDEKATAN POTENSI GEMPABUMI DAN TSUNAMI DALAM MITIGASI BENCANA ALAM WILAYAH KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI 4.1 Metodologi Teknis Analisa dan Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penyelesaian pekerjaan terdiri atas data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari arsip, catatan, dokumen dan informasi yang ada di Bappeda, BPS, Dinas Pertanian, BPS serta instansi lain yang terkait dengan tujuan penelitian dan dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, yaitu survey data institusional untuk memperoleh data sekunder dan peta wilayah serta data laporan kajian-kajian penting yang berhubungan dengan pengembangan wilayah perdesaan, beserta hasil studi dan kebijakan yang terkait. Teknik pengumpulan data lainnya dilakukan dengan wawancara untuk memperoleh data primer, Wawancara (pengumpulan data primer) dengan aparat pemerintah instansi terkait tokoh masyarakat dan responden lainnya yang diperlukan dalam kajian ini. Teknik pengumpulan data lain adalah berupa rekaman keadaan lapangan secara visualisasi dengan menggunakan alat perekam baik berupa kamera foto maupun video kamera sebagai bagian dari perjalanan | LAPORAN AKHIR IV- 56

Transcript of Bab 4

Page 1: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

BAB IV METODOLOGI TEKNIS DAN PENDEKATAN POTENSI GEMPABUMI DAN TSUNAMI DALAM MITIGASI BENCANA ALAM WILAYAH KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

4.1 Metodologi Teknis Analisa dan Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penyelesaian pekerjaan terdiri atas data sekunder

dan data primer. Data sekunder diperoleh dari arsip, catatan, dokumen dan

informasi yang ada di Bappeda, BPS, Dinas Pertanian, BPS serta instansi lain

yang terkait dengan tujuan penelitian dan dikumpulkan dengan cara studi

kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, yaitu survey

data institusional untuk memperoleh data sekunder dan peta wilayah serta data

laporan kajian-kajian penting yang berhubungan dengan pengembangan

wilayah perdesaan, beserta hasil studi dan kebijakan yang terkait. Teknik

pengumpulan data lainnya dilakukan dengan wawancara untuk memperoleh

data primer, Wawancara (pengumpulan data primer) dengan aparat

pemerintah instansi terkait tokoh masyarakat dan responden lainnya yang

diperlukan dalam kajian ini.

Teknik pengumpulan data lain adalah berupa rekaman keadaan lapangan

secara visualisasi dengan menggunakan alat perekam baik berupa kamera foto

maupun video kamera sebagai bagian dari perjalanan survey untuk

mendukung/memperkuat hasil kajian lapangan yang berupa data atau

informasi lainnya.

| LAPORAN AKHIR IV-56

Page 2: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Gambar 4.1 Diagram Penataan Kawasan Pemukiman Dalam Kaitan Mitigasi

Bencana Alam

4.1.1 Pemetaan Resiko Bencana

Pemetaan Resiko bencana didasarkan pada tiga komponen, yaitu Ancaman

(hazard), Kerentanan (vulnerability) dan Kapasitas (capacity). Formula dasar

yang digunakan untuk menentukan Resiko bencana adalah menurut Winaryo

(2007) sebagai berikut:

Berdasarkan formulasi tersebut diketahui ada 3 (tiga) komponen utama dalam

penyusunan peta Resiko yaitu ancaman (H), kerentanan (V), dan kapasitas (C).

| LAPORAN AKHIR IV-57

Tujuan Studi

Kajian Literatur

Kajian Lapangan 5 Propinsi

Konsep Pengelolaan Bencana

Jenis Bencana

Penyebab dan Mekanisme Kerusakan

Bentuk-bentuk Pengurangan Risiko Bencana

Kelembagaan Pengelolaan

Partisipasi Masyarakat

Konsep dan Pedoman Penataan Kawasan Permukiman

Tindak Mitigasi untuk Kawasan Permukiman

Pedoman Penataan Kawasan Permukiman Dalam Rangka Mitigasi

Bencana

Konsep Pedoman Penataan Kawasan

Permukiman

Kajian Materi Bidang Penataan Kawasan Permukiman Dalam Rangka Mitigasi Bencana

Page 3: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Dalam penyusunannya pemetaan Resiko ini menggunakan 3 (tiga) kelas skoring

dan metode pembobotan untuk masing-masing parameter. Nilai Resiko akhir

didasarkan operasi fungsi dalam formula tersebut dengan menggunakan nilai

total masing-masing komponen. Berikut ini akan diuraikan secara singkat

masing – masing komponen penyusunan peta Resiko.

4.1.2 Pemetaan Daerah Ancaman

Berdasarkan UU No. 24/2007 ttg Penanggulangan Bencana, Pasal 1, Ayat 2

pengertian ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa

menimbulkan bencana. Ancaman merupakan salah satu faktor yang paling

mempengaruhi Resiko bencana di suatu daerah.

Penentuan tingkat ancaman dilakukan dengan menggunakan skor, dimana

semakin besar nilai skor maka semakin tinggi tingkat ancamannya. Selain itu

juga dilakukan pembobotan untuk setiap parameter pada setiap jenis bencana.

Parameter yang lebih berpengaruh terhadap potensi terjadinya suatu bencana

akan mendapat bobot lebih besar daripada parameter yang kurang

berpengaruh. Setiap jenis bencana mempunyai parameter berbeda sesuai

relevansinya. Berikut ini dijelaskan metode pemetaan setiap jenis bencana,

parameter – parameter penyusunnya dan sistem penilaiannya (bobot dan skor).

Mengacu pada pasal 1 ayat 2 UU No. 24/2007, paling tidak terdapat ada 5

(lima) jenis potensi bencana alam yang bisa terjadi di wilayah Kabupaten

Sukabumi. Bencana alam tersebut adalah :

1) Erupsi Gunungapi

2) Angin Ribut/Putting Beliung dan

3) Gempabumi

4) Tsunami

5) Gerakan Tanah/ Longsoran

4.1.2.1 Erupsi Gunungapi

Dit. Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Gunungapi telah membuat peta ancaman

erupsi Gunung api (termasuk G. Gede yang terdekat dengan wilayah

Sukabumi) , meliputi tiga kawasan bahaya sebagai berikut:

| LAPORAN AKHIR IV-58

Page 4: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

1) Daerah Kawasan Rawan Bencana III, merupakan daerah yang

letaknya  terdekat dengan sumber bahaya, dalam hal ini titik letusan di

daerah puncak atau kawah utama, sehingga kemungkinan untuk dilanda

oleh bahaya aliran seperti aliran lava, awan panas dan aliran lahar

letusan, sangat besar.

2) Daerah Kawasan Rawan Bencana II, merupakan daerah lontaran dan

daerah bahaya terhadap lahar hujan. Dengan perkiraan lontaran kira-kira

5 km dari pusat letusan, kecuali pada aliran yang curam akan lebih 5 km

dan topografinya tinggi akan kurang dari 5 km tergantung keadaan

lapangan.

3) Daerah Kawasan Rawan Bencana I, merupakan daerah yang

kemungkinan akan  terlanda lahar, daerah ini meliputi tempat-tempat

sepanjang lembah sungai berhulu di sekitar puncak kemungkinannya akan

lebih besar dilalui lahar.

4.1.2.2 Angin Ribut

Pemetaan ancaman angin ribut merupakan salah satu jenis pemetaan yang sulit

dilakukan. Hal ini dikarenakan ketiga jenis bencana tersebut merupakan jenis

bencana yang bersifat kontinu atau dapat terjadi di mana saja.

Oleh karena itu, untuk skala kabupaten jenis bencana alam ini tidak dilakukan

pada tingkat akurasi dan presisi pemetaan yang tinggi (yang hanya dapat

diselesaikan dengan pemodelan fisik/dinamik), dipilih metode ploting. Ploting

yang dimaksud adalah setiap kejadian bencana yang pernah terjadi di suatu

daerah diplotkan ke dalam peta.

Frekuensi kejadian bencana yang pernah terjadi kemudian dijadikan acuan

untuk menentukan tingkat ancaman bencana bagi daerah terkait. Sistem

klasifikasi yang digunakan sama dengan klasifikasi untuk bencana lain, yaitu

klasifikasi aritmatik tiga kelas .

4.1.2.3 Gempabumi

Penentuan ancaman gempabumi didasarkan pada tiga komponen yaitu; jalur

patahan, keberadaan sungai dan tingkat kerusakan infrastruktur. Ke tiga

| LAPORAN AKHIR IV-59

Page 5: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

parameter tersebut dianggap mempunyai pengaruh sama, oleh karena itu

bobotnya sama.

Pemetaan ini menggunakan asumsi bahwa potensi gempabumi ditentukan

berdasarkan jarak dari lokasi patahan (sebagai pemicu gempa), oleh karena itu

metode yang digunakan adalah analisis buffer. Jika suatu daerah berada dalam

radius 500 meter dari jalur patahan, maka ancaman gempanya termasuk dalam

kategori tinggi. Sedangkan jika berada dalam radius lebih dari 500 meter namun

kurang dari 1000 meter, potensi ancamannya termasuk kategori sedang dan jika

jaraknya lebih dari 1000 meter, maka potensi ancaman gempanya rendah.

Asumsi dan metode yang sama juga berlaku untuk sungai yang terbentuk akibat

patahan dan mengalir di sepanjang jalur patahan, sehingga diperlakukan sama

dengan jalur patahan.

Gambar 4.2 Diagram Alir Peta Rawan Gempabumi

4.1.2.4 Bencana Tsunami

Diketahui bahwa banyak sumber gempabumi di selatan P.Jawa berada di dasar

lautan dan memiliki potensi bisa menibulkan gelombang tsunami yang tidak

| LAPORAN AKHIR IV-60

Page 6: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

saja menghantam pesisir pantai di sekitar sumber gempa tetapi juga mencapai

beberapa km ke daratan. Dari sejarah kegempaan, secara umum untuk

Sukabumi dan khususnya Cikakak, belum pernah terjadi tsunami.

Perilaku kerusakan pada lokasi terjadinya gempabumi yang sumbernya di

bawah laut potensi tsunami diketahui disebut dengan intensitas kerusakan

gempabumi dan untuk menilai kerusakan yang dihasilkan dalam kaitan

pengaruh pada benda-benda, bangunan, dan tanah, dan akibatnya pada orang-

orang dan dinyatakan dalam skala nilai kerusakan dari 1 s/d 12). Dan skala

tersebut adalah MMI (Modified Mercalli Intensity) diperkenalkan oleh

Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Magnituda adalah parameter gempa yang

diukur berdasarkan yang terjadi pada daerah tertentu, akibat goncangan gempa

pada sumbernya.

Satuan yang digunakan adalah Skala Richter. Skala ini diperkenalkan oleh

Charles F. Richter tahun 1934. Sebagai contoh, gempabumi dengan kekuatan 8

Skala Richter setara kekuatan bahan peledak TNT seberat 1 Gigaton atau 1

milyar ton.

4.1.2.5 Tanah Longsor

Parameter penyusun ancaman gerakan tanah/tanah longsor terdiri dari kondisi

geologi; litologi, bentuk lahan, kemiringan lereng dan tutupan vegetasi. Bentuk

lahan merupakan elemen paling berpengaruh, oleh karena itu memperoleh

bobot paling tinggi. Litologi dan kemiringan lereng dianggap mempunyai

pengaruh yang sama, oleh karena itu diberi bobot yang sama (20).

Sistem penilaian untuk bencana tanah longsor sama dengan pemetaan banjir.

Skor setiap entitas pada setiap parameter dikalikan dengan bobot kemudian

semua parameter ditumpangsusunkan dan dijumlah total skornya.

| LAPORAN AKHIR IV-61

Page 7: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Gambar 4.3 Diagram Alir Peta Bencana Tanah Longsor

4.1.3 Peta Resiko (Risk)

Resiko bencana dapat diketahui dari hubungan antara ancaman, kerentanan

dan kapasitas bencana. Resiko bencana diperoleh dari hasil formulasi total

skor untuk ancaman, kerentanan dan kapasitas dengan menggunakan rumus

berikut (Winaryo,2007).

Nilai Resiko yang diperoleh kemudian dibuat klasifikasi menjadi tiga secara

aritmatik (rendah, sedang, tinggi) untuk mengetahui tingkat Resiko bencana

setiap desa.

4.1.3.1 Skoring Peta Ancaman

Sebagaimana telah diuraikan pada metode pemetaan ancaman bencana untuk

setiap jenis bencana peta tematik ancaman bencana alam di wilayah Kecamatan

Cikakak, Kabupaten Sukabumi dibagi menjadi tiga kelas.

Peta – peta ancaman kemudian akan ditumpangsusunkan (overlay)dengan peta

kerentanan dan kapasitas untuk mengetahui tingkat Resiko bencana. Untuk

menentukan tingkat Resiko bencana berdasarkan informasi ancaman,

| LAPORAN AKHIR IV-62

Page 8: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

kerentanan dan kapasitas, digunakan sistem skoring. Total skor yang tinggi

mengindikasikan Resiko bencana yang tinggi, demikian pula sebaliknya.

| LAPORAN AKHIR IV-63

Page 9: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Gambar 4.4 Peta Wilayah Ancaman Kecamatan Cikakak

4.1.3.2 Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial,

ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk

jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat tersebut dalam

mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya

tertentu.

Dalam metode pemetaan Resiko ini data kerentanan yang digunakan adalah

pada tingkat kecamatan, hal ini dengan pertimbangan skala dan cakupan

wilayah pemetaan adalah tingkat provinsi. Sedangkan tingkat desa digunakan

untuk wilayah kabupaten/kota.

Sumber data yang digunakan adalah data PODES, SUSENAS, Kecamatan dalam

angka, data – data bencana pemerintah dan data – data infrastruktur dari

dinas/instansi terkait.

Komponen kerentanan yang digunakan dalam metode ini meliputi komponen

fisik, demografi, ekonomi dan lingkungan. Berikut ini akan diuraikan masing-

masing komponen.

| LAPORAN AKHIR IV-64

Page 10: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

1) Komponen Fisik

Komponen fisik merupakan komponen kerentanan berupa fisik benda yang dapat

hilang atau rusak apabila terkena ancaman. Komponen ini merupakan fisik

benda yang dianggap memiliki nilai. Dalam pemetaan ini komponen fisik terdiri

dari 2 (dua) indikator yaitu kepadatan bangunan dan jumlah industri.

Kepadatan bangunan merupakan cerminan keberadaan penduduk, selain juga

nilai bangunan itu sendiri. Kepadatan bangunan yang tinggi menngindikasikan

jumlah penduduk yang banyak dan nilai ekonomi bangunan yang besar,

sehingga jika terjadi bencana akan dapat menyebabkan Resiko yang tinggi.

Demikian pula dengan jumlah industri yang mencerminkan adanya kegiatan

penduduk, fungsi/nilai infrastruktur dan nilai ekonomi barang/jasa.

Data yang diperoleh bersumber dari data PODES,SUSENAS. dan informasi

penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia Skala 1 : 25.000

BAKOSURTANAL.

Tabel 4.1 Indikator Kerentanan Fisik

Seperti halnya dengan paramater lain, data – data komponen fisik dari pameter

kerentanan juga dibagi menjadi tiga kelas dengan sistem skoring sebagaimana

di atas.

Sistem klasifikasi untuk menentukan kelas jarang, sedang, padat untuk

parameter kepadatan bangunan dan kecil, sedang, besar untuk industri,

menggunakan klasifikasi aritmatik.

2) Komponen Demografi

Komponen ini berupa data yang terkait dengan kependudukan yang dinilai

rentan apabila terkena ancaman, indikator yang digunakan dalam komponen

demografi meliputi kepadatan penduduk dan tingkat kemiskinan.

| LAPORAN AKHIR IV-65

Page 11: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Kepadatan penduduk menggunakan satuan jiwa/km2, sedangkan tingkat

kemiskinan menggunakan data jumlah penduduk miskin yang dinilai dalam

bentuk persentase dari total jumlah penduduk untuk kecamatan yang

bersangkutan.

Klasifikasi untuk menentukan miskin, menengah, kaya dan untuk jarang, sedang,

padat digunakan klasifikasi aritmatik.

Tabel 4.2 Indikator Kerentanan Demografi

3) Komponen Ekonomi

Komponen ini terkait dengan sumberdaya ekonomi yang dimiliki penduduk.

penilaiannya adalah apakah sumber daya yang mereka miliki saat ini akan

terganggu apabila terkena bencana. Indikator yang digunakan dalam komponen

ini adalah jumlah ternak dan luas lahan tanaman pangan. Klasifikasi untuk

menentukan kecil, sedang, luas untuk parameter jumlah ternak dan tidak luas,

sedang, luas untuk parameter luas lahan pangan menggunakan klasifikasi

aritmatik.

Tabel 4.3 Indikator Kerentanan Ekonomi

4) Peta Kerentanan

Peta kerentanan merupakan hasil tumpangsusun seluruh indikator kerentanan.

Sedangkan untuk penentuan tingkat kerentanan mendasarkan pada total skor

bobot dari seluruh indikator. Skor bobot adalah hasil dari perkalian nilai setiap

indikator dengan bobot, kemudian skor bobot setiap indicator dijumlahkan untuk

memperoleh total skor kerentanan.

| LAPORAN AKHIR IV-66

Page 12: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Untuk menentukan tingkat kerentanan, Total skor kerentanan diklasifikasikan

menjadi tiga kelas (rendah, sedang, tinggi) dengan menggunakan klasifikasi

aritmatik.

Nilai bobot indicator = (Nilai indikator x bobot indikator)

Nilai Kerentanan Total = Nilai bobot indikator A + Nilai bobot

indikator B + ……… dst

| LAPORAN AKHIR IV-67

Page 13: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Gambar 4.5 Peta Rawan Bencana Alam Kecamatan Cikakak

| LAPORAN AKHIR IV-68

Page 14: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

4.1.3.3 Kapasitas (Capacity)

Kemampuan/kapasitas adalah sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki

masyarakat agar memungkinkan masyarakat dapat mempertahankan dan

mempersiapkan diri, mencegah, menanggulangi, meredam serta dengan cepat

memulihkan diri akibat bencana.

Kapasitas merupakan komponen yang dinamis dan paling memungkinkan untuk

dikelola dalam mengurangi Resiko bencana. Ancaman bencana, terutama untuk

bencana alam merupakan faktor permanen yang sulit diubah karena merupakan

pengaruh dari aspek fisik wilayah.

Sedangkan kerentanan dapat diubah, namun memerlukan usaha dan dana yang

tidak sedikit. Kendala yang dihadapi pun biasanya banyak dan kompleks karena

melibatkan budaya masyarakat.

Sebagaimana dengan kerentanan, kapasitas bencana dalam metode ini

dipetakan menurut satuan kecamatan. Sumber data yang digunakan antara lain

data SUSENAS, PODES, data infrastruktur dari PU dan data – data kebencanaan

yang ada di BAPEDA. Ada dua komponen kapasitas/kemampuan yang digunakan

dalam metode ini yaitu komponen struktur fisik dan sosial.

1) Komponen Struktur Fisik

Komponen ini merupakan sumberdaya yang dimiliki masyarakat dalam wujud

fisik kebendaan yang mampu digunakan untuk mengurangi dan melindungi

masyarakat dari akibat bencana. Indikator komponen ini meliputi antara lain

adanya fasilitas kesehatan, jalur evakuasi, rambu-rambu tanda bahaya, sistem

peringatan dini, jaringan telekomunikasi, TV dan radio, Jalan raya, bandara,

terminal dan pelabuhan laut. Berikut ini adalah daftar indikator dan sistem skor

dan pembobotannya.

| LAPORAN AKHIR IV-69

Page 15: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Tabel 4.4 Indikator Kapasitas Fisik

2) Komponen Sosial

Komponen sosial merupakan wujud sikap, pengetahuan dan kesadaran

masyarakat terhadap bencana. Masyarakat yang sadar bencana dan memiliki

pengetahuan kebencanaan akan memiliki kemampuan untuk melakukan

antisipasi dan mitigasi bencana baik secara terstruktur maupun mandiri,

sehingga dapat mengurangi Resiko jika terjadi bencana. indikator komponen

sosial yang digunakan dalam metode ini yaitu ada atau tidaknya

lembaga/organisasi penanggulangan bencana di tiap kecamatan dan frekuensi

kegiatan pendidikan/pelatihan penanggulangan bencana.

Tabel 4.5 Indikator Kapasitas Sosial

| LAPORAN AKHIR IV-70

Page 16: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

3) Kapasitas

Peta kapasitas diperoleh dari hasil tumpangsusun seluruh indikator kapasitas,

dan jumlah dari nilai bobot indikator. Dari nilai total dilakukan pengklasifikasian

nilai kapasitas secara aritmatik menjadi 3 kelas, yaitu tinggi, sedang, dan

rendah.

4.2 Kecamatan Cikakak Sebagai Daerah Berpotensi Bencana

Gempabumi

4.2.1 Kapasitas Bencana Gempabumi

1) Gempabumi merupakan kejadian alam yang belum dapat diperhitungkan

dan diperkirakan secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta

magnitudanya.

2) Penentuan ancaman gempabumi didasarkan pada tiga komponen yaitu;

jalur patahan, keberadaan sungai dan tingkat kerusakan infrastruktur.

Ketiga parameter tersebut dianggap mempunyai pengaruh sama, oleh

karena itu di dalam penghitungan resiko gempa diberikan bobot sama.

3) Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat diperkirakan secara akurat,

usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah menghindari wilayah dimana

terdapat fault rupture, kemungkinan tsunami, dan landslide Serta

bangunan sipil harus direncanakan dan dibangun tahan gempa.

4.2.2 Potensi Korban dan Kerugian Terkait Potensi Kegempaan di

daerah Cikakak – Sukabumi

1) Kerusakan tidak langsung pada tanah yang menyebabkan terjadinya

likuifaksi, cyclic mobility, lateral spreading, kelongsoran lereng,

keretakan tanah, subsidence, dan deformasi yang berlebihan, serta

2) Kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang

diterima bangunan selama goncangan. Pencegahan kerusakan struktur

sebagai akibat langsung dari gaya inersia akibat gerakan tanah dapat

dilakukan melalui proses perencanaan dengan memperhitungkan suatu

tingkat beban gempa rencana.

| LAPORAN AKHIR IV-71

Page 17: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa, analisis dan

pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan untuk mendapatkan

beban gempa rencana. Secara umum, dalam perencanaan infrastruktur tahan

gempa, terdapat beberapa jenis metoda analisis dengan tingkat kesulitan dan

akurasi yang bervariasi.

Sesuai dengan metoda analisis yang digunakan, parameter pergerakan tanah

yang diperlukan untuk perhitungan dapat diwakili oleh:

1. percepatan tanah maksimum,

2. respon spektra gempa, dan

3. riwayat waktu percepatan gempa (time histories).

| LAPORAN AKHIR IV-72

Page 18: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

Gambar 4.6 Peta Mitigasi Bencana Alam Kecamatan Cikakak

4.2.3 Pencegahan dan usaha Sosialisasi Bencana Gempa

Untuk mencegah timbulnya korban manusia dan kerugian material akibat

gempabumi, maka perlu dilakukan sosialisasi secara menerus dan

berkesinambungan bisa melalui poster, spanduk, ataupun pesan-pesan singkat.

Baik langsung maupun tidak langsung. kepada masyarakat.

Untuk bencana alam tsunami yang penyebabnya juga gempabumi di laut, dan

mengakibatkan gelombang pasang, maka penjelasan perlu dilakukan di pesisir

laut dalam hal ini Kecamatan Cikakak yang dalam pengembangan daerah

diproyeksikan ke dalam daerah wisata maka perlu dilakukan tindakan

peringatan darurat

1. bila akan mendirikan bangunan di tepi pantai, hendaknya diberi sarana

untuk mengungsi jika terjadi peringatan ada bencana tsunami.

2. Perlu ada jalan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi, dimana untuk Cikakak

telah dipersiapkan 2 (dua) jalur jalan menuju tempat datar dan memiliki

beda tinggi lebih dari 40 meter.dari muka laut. Yang dapat dicapai dalam

kurun waktu 10 menit.

3. Fasilitas evakuasi tsunami, perlu dipersiapkan ada sarana mck, sanitasi dan

kelengkapan perumahan/bangunan terbangun untuk kondisi darurat.

| LAPORAN AKHIR IV-73

Page 19: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

4.3 Wilayah Potensi terjadi fault rupture, kemungkinan tsunami, dan

landslide untuk Kecamatan Cikakak- Kabupaten Sukabumi

Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat diperkirakan secara akurat, usaha-

usaha yang biasa dilakukan adalah menghindari wilayah dimana terdapat fault

rupture, kemungkinan tsunami, dan landslide . Bangunan sipil harus

direncanakan dan dibangun tahan gempa :

4.3.1 Wilayah Potensi Terjadi Fault Rupture

Berdasar peta geologi daerah kecamatan Cikakak tidak dijumpai adanya jaur

patahan . Patahan dan struktur perlipatan hadir di beberapa daerah di bagian

tenggara Ds.Gandasuli memiliki potensi Fault Rupture , dimana berdasarkan

kondisi struktur geologi merupakan zona patahan, yaitu daerah bagian tenggara

Kecamatan Cikakak, atau sekitar Gandasuli.

Diketahui daerah tersebut dibentuk oleh batuan sedimen Tersier yang

membentuk antiklin-sinklin dan tersesarkan oleh patahan mendatar mengiri.

(Peta geologi daerah Cikakak.

Pergerakan lapisan batuan yang dipacu oleh tutupan soil yang berasal dari

lapukan breksi hasil gunungapi, telah menyebabkan terjadinya

longsoran/gerakan tanah dan bersamaan dengan terjadinya gempa 2006.

4.3.2 Wilayah Potensi Terjadi Tsunami Kecamatan Cikakak

Dari hasil analisiis potensi dan kendala pengembangan kawasan dengan asumsi

kriteria dan tolok ukur yang dipakai, maka dapat dilakukan deliniasi penentuan

batas wilayah yang memiliki potensi tsunami dengan analisis overlay /

superimposed pada peta dasar skala 1 : 25.000. setelah dilakukan penghitungan

luas daerah, maka didapat luasan wilayah Kecamatan Cikakak sekitar 12.091

Ha. Sementara daerah yang berpotensi adalah berkisar 10% atau hampir

mencapai 12 Ha.

Kecamatan Cikakak tersebut kawasan berpotensi tsunami adalah di pesisir

dibatasi oleh kaki perbukitan, pesisir pantai, kemiringan lereng yang membatasi

ketentuan daerah terbangun, serta batas pesisir laut dan sungai memperlihatkan

ciri-ciri sebagai berikut .

| LAPORAN AKHIR IV-74

Page 20: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

4.3.2.1 Ciri Fisik

Dilihat dari aspek fisik, maka wilayah berpotensi tsunami tersebut mempunyai

ciri-ciri:

1) Menempati kawasan pinggiran pantai, berupa dataran dengan beda tinggi

kurang dari 30 meter terhadap tinggi muka airlaut, ditempati oleh aluvial

pantai yang terdiri atas material berukuran pasir, keikil, kerakal dan

berangkal dengan kisaran diameter butir Ф + 0.01 mm s/d 30 cm.

2) Sebagian besar merupakan tempat permukiman penduduk khususnya

nelayan dan lokasi wisata, ada beberapa bangunan hotel, wisma, tempat

penginapan dan rumah sakit. yang merupakan satu kesatuan dengan luas,

jumlah bangunan, kepadatan bangunan yang relatif lebih tinggi daripada

desa lain di Kecamatan Cikakak

3) Proporsi bangunan permanen lebih besar di tempat itu daripada di

wilayah-wilayah desa disekitarnya.

4) Dijumpai lebih banyak bangunan fasilitas sosial-ekonomi (sekolah,

poliklinik, toko, kantor pemerintahan, dan lain-lain) daripada wilayah

sekitarnya.

4.3.2.2 Ciri Sosial Ekonomi

Dilihat dari aspek-aspek sosial ekonomi, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri:

1) Mempunyai jumlah penduduk relatif lebih besar daripada wilayah desa

sekitarnya, walaupun bukan penduduk menetap, yang dalam satu

kesatuan areal terbangun memiliki fasilitas singgah/tinggal cukup besar .

(> 200 orang) .

2) Mempunyai kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dari wilayah

desa sekitarnya.

3) Mempunyai proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sektor-sektor non

pertanian, seperti: perdagangan, industri wisata, jasa dan lain-lain, yang

lebih tinggi dari wilayah sekitarnya.

| LAPORAN AKHIR IV-75

Page 21: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

4) Mampu memerankan sebagai pusat kegiatan ekonomi yang

menghubungkan kegiatan pertanian wilayah sekitarnya dan tempat

pemasaran bahan baku untuk kegiatan industri/ souvenir.

4.3.2.3 Pemecahan Masalah

Dari penyajian data dan analisis bahwa salahsatu pemecahan masalah tsunami

di Indonesia adalah diwujudkannya sistem peringatan. Sebuah sistem peringatan

dini tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan

melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan

bermuara di masyarakat.

Apabila gempa tersebut telah memenuhi syarat atau kondisi terjadinya tsunami

maka BMG akan mengeluarkan peringatan awas tsunami. Artinya, gempa

tersebut berpotensi untuk menimbulkan tsunami. Untuk jenis peringatan ini

maka pemerintah mengeluarkan isu evakuasi. Untuk kategori awas tsunami ini,

Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk membunyikan sirine yang

berarti lakukan evakuasi.

Penerapan prinsip ekologi lanskap dalam perancangan kawasan, karena dapat

membantu dalam membantu perancangan, konservasi, manajemen dengan

menggunakan vegetasi lokal, termasuk mangrove dalam meminimalisir bencana

tsunami. Adanya barrier alami pada daerah pantai dapat membantu menjaga

kawasan dari ancaman tsunami.

4.3.3 Wilayah Potensi Gerakan Tanah Kecamatan Cikakak

Deskripsi umum deliniasi topografi Kecamatan Cikakak adalah meliputi

Topografi yang bervariasi, mulai dasari dataran datar sampai bergelombang

rendah (10%), wilayah perbukitan bergelombang sedang (20%) dan wilayah

perbukitan tinggi (70%) yang letaknya diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Bagian Selatan: Merupakan daerah pantai yang tinggi permukaannya

adalah antara 0-150 m. Selain itu Cikakak mempunyai pantai yang curam

dengan ketinggian sekitar 150-300 m.

| LAPORAN AKHIR IV-76

Page 22: Bab 4

PT. MUARA CONSULT

2) Bagian Utara: Bervariasi mulai dari 150 m hingga yang tertinggi 2000 m.

Ketinggian ini kontinyu sampai kearah utara. Pola bentang alam dan

topografi kecamatan ini dapat dilihat dalam peta kemiringan lereng.

Sebagian besar wilayah ditempati oleh pelapukan batuan volkanik ; breksi, tuf

dan sebagian di Pelabuhanratu ada, pelapukan lava. Pada beberapa lokasi

memperlihatkan adanya potensi gerakan tanah. Dengan tipe Rock Fall /runtuhan

Batu atau jatuhan.

Bencana gerakan tanah sebagai akibat adanya getaran/gempabumi, diketahui

ada beberapa bagian daerah di Kecamatan Ckakak – Kabupaten Sukabumi yang

rentan terhadap bencanaalam geologi gerakan Tanah /Longsor.

Untuk kondisi ini perlu dilakukan beberapa tindakan yakni tindakan kajian

umum yang meliputi Pemetaan lapangan, Penyelidikan untuk mencarai

penyebab dan data dasar untuk penanggulangannya dan selanutnya melakukan

pemeriksaan untuk memastikan penyebab dan metoda penanggulanngannya

atau terdiri atas :

Pemetaan, menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan

bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada

masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai

data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari

bencana.

Penyelidikan, mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana

sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana

dan rencana pengembangan wilayah.

Pemeriksaan, melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi

bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.

| LAPORAN AKHIR IV-77