bab 4

20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Sampel Lokasi pengambilan sampel mikroalga dilakukan pada hutan mangrove daerah hulu dan hilir. Pada saat pengamatan dilakukan keadaan cuaca cerah. Keadaan lingkungan pada hutan mangrove 4.2 Kondisi Parameter Fisik, Kimia Daerah Pengamatan 4.2.1 Parameter Fisik Hasil pengukuran data fisik menunjukkan bahwa temperatur udara dan air yang tertinggi diperoleh pada lokasi hutan mangrove daerah hulu dan hilir terutama di stasiun 1 yaitu 39,7 0 C sedangkan temperatur air pada stasiun 4 ialah 38 0 C (Tabel 4.2) . Hal tersebut dapat terjadi karena lokasi tersebut langsung terkena sinar matahari serta pepohonan yang berbeda disana tidak rimbun sehingga udara dan air pada lokasi tersebut tinggi. Sedangkan temperatur udara dan air yang rendah terdapat pada lokasi stasiun 1 yang berada di sebelah hulu dimana temperatur udara yang didapat ialah 34 0 C dan temperatur air 27 0 C (Tabel 4.1). Lokasi tersebut memiliki

description

macroalgae

Transcript of bab 4

Page 1: bab 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Lokasi Sampel

Lokasi pengambilan sampel mikroalga dilakukan pada hutan mangrove daerah

hulu dan hilir. Pada saat pengamatan dilakukan keadaan cuaca cerah. Keadaan

lingkungan pada hutan mangrove

4.2 Kondisi Parameter Fisik, Kimia Daerah Pengamatan

4.2.1 Parameter Fisik

Hasil pengukuran data fisik menunjukkan bahwa temperatur udara dan air

yang tertinggi diperoleh pada lokasi hutan mangrove daerah hulu dan hilir terutama

di stasiun 1 yaitu 39,70C sedangkan temperatur air pada stasiun 4 ialah 380C (Tabel

4.2) . Hal tersebut dapat terjadi karena lokasi tersebut langsung terkena sinar

matahari serta pepohonan yang berbeda disana tidak rimbun sehingga udara dan air

pada lokasi tersebut tinggi. Sedangkan temperatur udara dan air yang rendah

terdapat pada lokasi stasiun 1 yang berada di sebelah hulu dimana temperatur udara

yang didapat ialah 340C dan temperatur air 270C (Tabel 4.1). Lokasi tersebut

memiliki temperatur yang cukup rendah dibandingkan dengan temperatur di lokasi

lainnya karena pepohonan yang terdapat di stasiun 1 cukup rimbun sehingga

matahari tidak dapat langsung masuk.

a. Mangrove daerah hulu

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Faktor Fisik Stasiun 1, 2 dan 3

Parameter Fisik Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Rata-rata

Temperatur udara 0C 34 36,2 36,4 35,53

Temperatur air 0C 27 28 28 27,7

Warna - Sedikit Sedikit Sedikit -

Page 2: bab 4

keruh keruh keruh

Tipe substrat - Lumpur Lumpur Lumpur -

b. Mangrove daerah hilir

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Faktor Fisik Stasiun 4, 5 dan 6

Parameter Fisik Satuan Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata

Temperatur udara 0C 39,7 38,2 38,5 38,8

Temperatur air 0C 38 31 30 33

Warna - Sedikit

keruh

Sedikit

keruh

Sedikit

keruh

-

Substrat - Tanah dan

Pasir

Tanah

dan Pasir

Tanah dan

Pasir

-

Dari hasil yang didapat, temperatur udara dan temperatur air pada lokasi

hutan mangrove bagian hulu lebih rendah dibandingkan dengan temperatur udara

dan air pada hutan mangrove sebelah hilir dimana dimana temperatur hutan

mangrove bagian hulu yaitu 35,530C dan temperatur air 27,70C. Sedangkan

temperatur udara hutan mangrove bagian hilir yaitu 38,80C ddengan temperatur air

330C.

Sinar matahari merupakan unsur yang sangat penting bagi mikroalga untuk

melakukan fotosintesis karena fotosintese hanya dapat berlangsung bila intensitas

cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada intensitas tertentu. Hal

ini berarti mikroalga yang produktif hanyalah terdapat di lapisan-lapisan air teratas

dimana cahaya matahari mampu mencapai untuk berlangsungnya fotosintesis.

Selain itu temperatur merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

proses metabolisme dan fotosintesis.

Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga anatara lain

kedalaman penetrasi cahaya di dalam perairan, yang merupakan kedalaman di mana

Page 3: bab 4

produksi mikroalga masih dapat berlangsung bergantung pada beberapa faktor ,

antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air,

pemantulan cahaya air oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim (Anonim,

2010).

Berdasarkan hasil pengamatan, warna air pada kedua lokasi pengamatan

terlihat sedikit keruh. Hal tersebut menandakan bahwa penyerapan matahari pada

lokasi tersebut cukup baik sehingga fotosintesis dapat berlangsung dengan baik

pula. Berdasarkan literatur yang didapat, warna air dipengaruhi oleh zat organik

yang terlarut dsn tersuspensi, yang menyebabkan terjadi penyerapan cahaya

matahari yang berbeda. Penetrasinya akan kecil pada perairan yang keruh. Warna

air yang keruh menghambat penyerapan matahari sehingga fotosintesis terhambat

(Anonim, 2010).

4.2.2 Parameter Kimia

a. Mangrove daerah hulu

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Faktor Kimia Stasiun 1, 2 dan 3

Parameter Kimia Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Rata-rata

Salinitas ‰ 25 24 24 24,3

pH - 7 7 7 7

b. Mangrove daerah hilir

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Faktor Kimia Stasiun 4, 5 dan 6

Parameter Kimia Satuan Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata

Salinitas ‰ 26 25 25 25

pH - 7,62 7.01 7,15 7,26

Berdasarkan hasil yang didapat, salinitas terdapat pada stasiun 1, 2 dan 3

memiliki salinitas 24,3% dan stasiun 4, 5 dan 6 memiliki salinitas 25%. Berdasarkan

Page 4: bab 4

literatur seharusnya air payau memiliki salinitas antara 0,5-17%. Namun hasil yang

didapat melebihi dari literatur, hal ini terjadi dikarenakan mungkin adanya kesalahan

dalam pengukuran sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur.

Variasi pH dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan mikroalga

antara lain mengubah keseimbangan bahan anorganik, mengubah ketersediaan

nutrien dan mempengarhui fisiologi sel. Kisaran pH untuk mikroalga biasanya

antara 7-9 dan kisaran optimum untuk mikroalga laut antara 7,5-8,5. Berdasarkan

hasil yang didapat, pH pada lokasi pengamatan antara 7-7,6 dimana pH tersebut

merupakan kisaran pH yang tepat untuk berlangsungnya pertumbuhan mikroalga

serta merupakan pH optimum untuk pertumbuhan mikroalga laut.

4.3 Keanekaragamaan Mikroalga

a. Mangrove daerah hulu

Jumlah jenis mikroalga yang ditemukan di mangrove daerah hulu adalah 14

jenis (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Keanekaragamaan Mikroalga di Mangrove Daerah Hulu

No Nama Spesies Kelas Divisi Stasiun

1

Stasiun

2

Stasiun

3

1. Bacillaria

paradoxa

Bacillariophyceae Heterokontophyta

2. Bacillaria sp Bacillariophyceae Heterokontophyta

3. Candelabrum sp

4. Cocconeis sp Bacillariophyceae Heterokontophyta

5. Cymbella sp Bacillariophyceae Chrysophyta

6. Gyrosigma sp Bacillariophyceae Ochrophyta

7. Navicula sp Bacillariophyceae Chrysophyta

8. Oscillatoria sp Cyanophyceae Cyanobacteria

9. Spirogyra sp Chlorophyceae Chlorophyta

Page 5: bab 4

10. Synedra sp Bacillariophyceae Chrysophyta

11. Synedra ulna Bacillariophyceae Chrysophyta

12. Stanieria sp

13. Staurastrum

pseudopachyrhyncum

Zygnemophyceae Chlorophyta

14. Volvox sp Chlorophyceae Chlorophyta

b. Mangrove daerah hilir

Jumlah jenis mikroalga yang ditemukan di mangrove daerah hilir adalah 17

jenis (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Keanekaragaman Mikroalga di Mangrove Daerah Hilir

No Nama Spesies Kelas Divisi Stasiun

4

Stasiun

5

Stasiun

6

1. Biddulphia sp Bacillariophyceae Bacillariophyta

2. Centropaicis

aquleata

3. Ceratium sp Dinophyceae Dinophyta

4. Chaetoceros sp Coscinodiscophyceae Heterokontophyta

5. Climacosphenia

sp

Fragilariophyceae Bacillariophyta

6. Coscinodiscus sp Bacillariophyceae Chrysophyta

7. Dytilum sol Mediophyceae Bacillariophyta

8. Gyrosigma sp Bacillariophyceae Ochrophyta

9. Hemidiscus

cuneiformis

Coscinodiscophyceae Bacillariophyta

10. Nitzchia sp Bacillariophyceae Chrysophyta

11. Oscillatoria sp Cyanophyceae Cyanophyta

12. Planktoniella sp Bacillariophyceae Chrysophyta

Page 6: bab 4

13. Rhizosolenia alata Coscinodiscophyceae Bacillariophyta

14. Rhizosolenia sp Coscinodiscophyceae Bacillariophyta

15. Stanieria sp

16. Synedra sp Bacillariophyceae Chrysophyta

17. Triceratium sp Coscinodiscophyceae Bacillariophyta

Jenis mikroalga yang ditemukan pada 6 stasiun di perairan hutan mangrove

memiliki kesamaan. Kesamaan jenis mikrolaga yang ditemukan di periran hulu dan

hilir hutan mangrove dipengaruhi oleh arus permukaan. Arus permukaan adalah

gerakan massa air permukaan yang ditimbulkan oleh kekuatan angin yang bertiup

melintasi permukaan air (Anonim, 2011).

Dari hasil yang didapat, divisi mikroalga yang paling banyak ditemukan di

perairan hutan mangrove bagian hulu dan hilir ialah divisi Chrysophyta, dimana pada

hutan mangrove bagian hulu terdapat 4 jenis mikroalga divisi chrysophyta antara

lain: Cymbella sp, Navicula sp, Synedra sp dan Synedra ulna. Sedangkan mikroalga

divisi chrysophyta yang terdapat pada perairan mangrove bagian hilir terdapat 4 jenis

antara lain: Coscinodiscus sp, Nitzschia sp, Planktoniella sp dan Synedra sp.

Divisi Chrysophyta khususnya Bacillariophyceae (Diatome) merupakan jenis

mikroalga yang paling banyak ditemukan baik di perairan mangrove bagian hulu dan

hilir karena Bacillariophyceae merupakan organisme euryhalin dimana organisme

yang dapat hidup dalam kisaran salinitas 5-30% serta toleransi terhadap perubahan

salinitasnya lebih besar daripada kelompok mikroalga lain. Diatome itu sendiri

bersifat kosmopolit dan memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Mikroalga yang

hidup pada kisaran salinitas diatas 20% sebagian besar merupakan plankton dari

kelompok diatome. Keadaan demikian diduga berkaitan dengan kondisi perairan

yang mendukung terutama keadaan salinitas dam ketersediaan unsur hara (Iqbal,

2009).

Jenis mikroalga yang ditemukan di periran mangrove daerah hilir lebih

beranekaragam daripada mikroalga yang ditemukan di perairan mangrove daerah

Page 7: bab 4

hulu. Hal tersebut dapat terjadi karena keberadaan mikroalga bergantung kepada

beberapa faktor lingkungan seperti cahaya, turbulensi, temperatur, warna perairan,

zat hara, nutrisi, salinitas, derajat keasamaan serta karbondioksida. Dapat dilihat dari

vegetasi mangrove yang berada di hutan mangrove bagian hilir bahwa cahaya lebih

banyak masuk daripada di hutan mangrove bagian hulu. Hal ini yang merupakan

salah satu alasan mengapa jenis mikroalga di perairan hutan mangrove bagian hilir

lebih beranekaragam daripada jenis mikroalga di perairan hutan mangrove bagian

hulu.

4.4 Kesamaan Jenis Mikroalga di Kedua Lokasi Hutan Mangrove

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: bab 4

Anonim. 2008. Protista Autotrof Eukariotik: Euglenophyta.

http://rhariyati.blogspot.com/2008/01/protista-autotrof-eukariotik.html. (Diakses

tanggal 19 Januari 2013).

Anonim. 2009. Cyanophyta. http://www.scribd.com/doc/14554990/Cyanophyta.

(Diakses 19 Januari 2013).

Anonim. 2010. Mikroalga. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Mater-7361-

1407201726-bab1.pdf. (Diakses 19 Januari 2013).

Alvyanto, Nugroho. 2009. Algae. http://alvyanto.blogspot.com/2009/. (Diakses

tanggal 31 Januari 2013).

Bengen DG; L Adrianto. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam

Pelestarian Hutan Mangrove. (Makalah pad a Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian

Mangrove). Yogyakarta : Institut Pertanian Stiper.

Chapman, V.J. and D.J. Chapman. 1980. Seaweed and Their Uses. Third

edition.Chapman and Hall, New York: 30 - 97.

Cotteau, P. 1996. Microalgae. In: Manual on Production and Use of Live Food

for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Lavens, P and P. Sorgeloos Edition.

Rome. Italia.

Dahuri, R. 1996. An analysis of Enviromental Threath to Marine Fisheries in

Indonesia. Paper Submited for Asia Pasific Fisheries Commision (APFIC) Symposium

on Enviromental Aspects of Responsible Fisheries, Soul Republic of Korea. 15-18 Oct

1996.

Herawati. 1989. Pengantar Diklat Planktonologi. UI Press. Jakarta.

Hutching, P and P. Saenger. 1987. Ecology of Mangroves. University of

Queensland. London.

Page 9: bab 4

Iqbal. 2009. Diatome. http://iqbalali.com/2009/05/09/diatomic/. (Diakses tanggal

8 Mei 2013).

Lewis, RR. 2005. Ecological Enginering for Succesful Management and

Restoration of Mangrove Forests. Ecological Enginering 24 (2005) 403-418.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Noer, et al. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP.

Bogor.

Nybakken, James W. 1982. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit

PT. Gramedia. Jakarta.

Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta.

Polunin, N. 1960. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu

Serumpun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suardi, Yogi. 2010. Fitoplankton. http://www.ilmukelautan.com/biologi-

kelautan/tumbuhan-laut/437-fitoplankton 10-23.35. (Diakses tanggal 17 Maret 2013).

Sharma, OP. 1992. Text Book of Algae. TataMcGraw-Hill Publishing Company

Limited, New Delhi: 73 - 79.

Sze, Philip. 1986. A Biology of the Algae. Wm. C. Brown Publishers, Dubuque,

IA, pp. 143-169.

Taylor, W. R. 1960. Marine Algae of the Eastern Tropical and Subtropical

Coast of the Americas. Ann Akbor the University of Michigan Press. New York.

Teguh. 2008. Mikroalgae. http://tghnul.wordpress.com/2008/12/19/10/. (Diakses

tanggal 17 Maret 2013).

Page 10: bab 4

Trono, G.C., Jr. and E.T.G. FORTES. 1988. Philippine Seaweeds. National Book

Store, Inc. Publishers, Metro Manila, Philippines: 199-225.

Zaif. 2009. Chrysophyta. http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/30/chrysophyta/.

(Diakses tanggal 17 Maret 2013).

Page 11: bab 4

LAMPIRAN 1

Keanekaragaman Mikroalga di Perairan Mangrove bagian Hulu

Bacillaria paradoxa Bacillaria sp

Candelabrum sp Cocconeis sp

Cymbella sp Gyrosigma sp

Page 12: bab 4

Navicula sp

Oscillatoria sp

Spirogyra sp Synedra sp

Synedra ulna

Stanieria sp

Staurastrum pseudopachyrhyncum Volvox sp

Page 13: bab 4

LAMPIRAN 2

Keanekaragaman Mikroalga di Perairan Mangrove bagian Hilir

Biddulphia sp Centropaicis aquleata

Ceratium sp Chaetoceros sp

Climacosphenia sp Coscinodiscus sp

Dytilum sol Gyrosigma sp

Page 14: bab 4

Hemidiscus cuneiformis Nitzchia sp

Oscillatoria sp Planktoniella sp

Rhizosolenia alata Rhizosolenia sp

Stanieria sp

Synedra sp

Triceratium sp

Page 15: bab 4