Bab 2 Tinjauan Pustaka
-
Upload
isbanisaidi -
Category
Documents
-
view
550 -
download
0
Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung Tapioka
Tepung Tapioka (cassava-root flour) atau sering di sebut tepung kanji
adalah tepung yang di peroleh dari ketela pohon atau singkong. Tapioka memiliki
sifat-sifat fisik yang serupa dengan tepung sagu, sehingga penggunaan keduanya
dapat saling menggantikan (GursharanSinghKainth, 2010).
Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka
kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran
ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan
lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Dari kedua tapioka ini, tapioka
halus memiliki kualitas yang lebih baik (Tunje, T. dan Nzioki, S. 2002).
Tepung singkong yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat
diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula,
penggalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian.
Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan
bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, Sop,
makanan bayi, Es Krim, pengolahan sosis daging, Industri Farmasi, dan lain-lain
(Purba, 1997).
10
11
2.1.1 SNI Tepung Tapioka
Departemen Perindustrian secara resmi memberlakukan kembali ketentuan
wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditas Tepung
Tapioka/Singkong mulai Agustus 2008. Pemberlakuan wajib SNI untuk Tepung
Tapioka/singkong ini diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin)
No. 49/M-IND/PER/7/2008 yang diterbitkan pada 14 Juli 2008.
Karakteristik Tepung Tapioca/Singkong yang baik adalah sebagai berikut :
1. Kadar Protein 1,5 % 6. Kadar Lemak 0,1 %
2. Serat Kasar 2,3 % 7. Kalsium 45,6 %
3. Besi 45,6 mg/100 g 8. Fosfor 58,9mg/100 g
4. HCN 10 ppm 9. Kadar Abu 1,4 %
5. Kadar Air 15-19 % 10. Kadar Pati 81,8 %
http://www.iptek.net.id/ind/terapan/images
2.2 Singkong
Singkong, Manihot esculenta Crantz, adalah semak berkayu yang selalu
hijau dengan akar dapat dimakan, yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis
wilayah di dunia. Hal ini juga disebut yuca, singkong, dan mandioca. Singkong
juga disebut Manihot utillisima Pohl (Huriana, 2006).
Singkong memiliki kemampuan untuk tumbuh di lahan marjinal di mana
sereal dan tanaman lain tidak tumbuh dengan baik, yang dapat mentolerir
kekeringan dan dapat tumbuh di tanah rendah gizi. Karena akar singkong dapat
disimpan dalam tanah sampai 24 bulan, dan beberapa varietas hingga 36 bulan,
12
panen mungkin tertunda sampai pasar, pengolahan, atau kondisi lain yang
menguntungkan (Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, 1993).
Singkong merupakan dasar dari banyak produk, termasuk makanan. Di
Afrika dan Amerika Latin, singkong banyak digunakan untuk konsumsi manusia,
sementara di Asia dan sebagian Amerika Latin juga digunakan secara komersial
untuk produksi pakan ternak dan produk-produk berbasis pati. Di Afrika,
singkong menyediakan sumber energi pokok sehari-hari diet. Akar diproses
menjadi berbagai macam butiran, pasta, tepung, dll, atau dikonsumsi segar direbus
atau mentah. Di sebagian besar negara singkong yang tumbuh di Afrika, daunnya
juga dikonsumsi sebagai sayuran hijau, yang menyediakan protein dan vitamin A
dan B. Di Asia Tenggara dan Amerika Latin, singkong telah diambil pada peran
ekonomi. Pati singkong yang digunakan sebagai agen mengikat, dalam produksi
kertas dan tekstil, dan sebagai monosodium glutamat, agen bumbu penting dalam
masakan Asia. Di Afrika, singkong mulai digunakan dalam substitusi parsial
untuk tepung terigu (Tunje, T. dan Nzioki, S. 2002)
2.2.1 Jenis – Jenis Singkong
Varietas-varietas singkong unggul yang biasa ditanam penduduk Indonesia,
antara lain: Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega,
Andira 1, Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4. Sedangkan
berdasarkan informasi petani didaerah Tapal Kuda, varietas yang sering ditanam
di daerah itu adalah Aspro dan Faroka (untuk diambil patinya), Randu, Kidang,
Karet dan Kuning (untuk kebutuhan dikonsumsi). Di Lampung varietas UJ sangat
terkenal dan banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pati singkong. Namun
13
demikian saat ini bermunculan varietas lokal yang telah dikembangkan dengan
baik menjadi varietas unggul, seperti Darul Hidayah dan Mangu dari Sukabumi,
Gajah dari Kalimantan, dan Menado dari Lampung (KARI 2004).
Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)
KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 Kal
Air 62,50 Gram
Phosphor 40,00 Mg
Karbohidrat 34,00 Gram
Kalsium 33,00 Mg
Vitamin C 30,00 Mg
Protein 1,20 Gram
Besi 0,70 Mg
Lemak 0,30 Gram
Vitamin B1 0,06 Mg
Berat dapat dimakan 75,00
Sumber: Anna Poedjiadi,1994
2.3 Bahan Baku Penolong
2.3.1 Air
Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
fungsinya tidak pernah tergantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno,1991).
Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di
planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Secara kimiawi, molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, dengan rumus kimia H2O.
14
Dalam keadaan cair, molekul-molekul air saling berikatan membentuk polimer
melalui ikatan hidrogen. Air merupakan pelarut kuat dan bersifat sangat polar
(Suripin, 2001).
Air yang baik untuk pembotolan harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
bebas dari mikroorganisme, dan memenuhi syarat-syarat tertentu. Disamping itu,
air yang diperlukan juga tidak memiliki alkalinitas 50-60 ppm CaCO3 (Winarno,
1986).
2.3.2 Zat Aditif
2.3.2.1 Tawas atau Sulfat Al2(SO4)3
Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan
kimia yang disebut Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O]. Pada umumnya bahan
seperti Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] atau sering disebut alum atau
tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik
dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal,
koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air,
secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes
yang sederhana (Alearts &Santika,1984).
Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-
partikel bahan pencemar dalam bentuk koloid.
Menurut Reynold (1982), Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini
disebabkan:
a. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang
pendek (beberapa jam).
15
b. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel
yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan, elektrostatis
antara muatan partikel satu dan yang lainnya.
2.3.2.2 Natrium Metabisulfit (Na2 SO4)
Pengaruh penambahan natrium metabisulfit dalam meningkatkan derajat
putih tepung tapioka sesuai yang dipersyaratkan SNI 01-3451-1994. Pada
dasarnya dilakukan pembuatan tapioka tanpa treatment dan beberapa perlakuan
penambahan natrium metabisulfit pada konsentrasi berbeda dalam proses
produksinya. Hasil analisis derajat putih dari sampel treatment tapioka tanpa
penambahan natrium metabisulfit adalah 90,30% sedangkan tapioka dengan
penambahan natrium metabisulfit berturut-turut 0,1%, 0,2%, 0,5% dan 1,0%
adalah 91,8%, 94,9%, 95,7% dan 96,2%. Berdasarkan persyaratan SNI untuk
derajat putih tapioka maka penambahan natrium metabisulfit mulai dari 0,2%
memenuhi persyaratan tersebut (Sepanjang, 2009).
Dari pengamatan amilografi menunjukkan bahwa penambahan natrium
metabisulfit tidak memberikan pengaruh signifikan untuk sifat fungsionalnya
pada konsentrasi 0,2% jika dibandingkan terhadap sampel treatment. Melalui
hasil analisis fisikokimia diperoleh pengaruh penambahan natrium metabisulfit
0,1% dan 0,2% dapat menurunkan kandungan pati hingga 2-4%. Natrium
metabisulfit merupakan inhibitor untuk mencegah terjadinya reaksi browning
pada tepung tapioka dan tidak memberikan pengaruh sifat fungsi sebagai pati
alami hingga 0,2% natrium metabisulfit (Sepanjang, 2009).