tinjauan pustaka level 2

67
BAB I PENDAHULUAN Penyakit atau sindrom diabetes mellitus (DM) sudah mulai dikenal di Mesir 1550 tahun SM (the Egyptian papyrus ebers). Pada 400 tahun SM, sashrutha yang berasal dari india menyebut penyakit ini madhumea atau honey urine. Selanjutnya pada 200 tahun SM, Aretaeus (Greek Physichia) menamakannya diabetes yang berarti siphon = flow-trough = run-trough, berarti mengalir terus. Siphon pada sindrom ini berarti sesudah minum banyak akan diikuti dengan kencing banyak. Sedangkan mellitus berarti madu atau manis. Jadi secara harfiah diabetes mellitus berarti kencing manis. Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau kedua-duanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prevalensi dm meningkat terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik akan meningkat. Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancybertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi

description

latihan kewira usahaan

Transcript of tinjauan pustaka level 2

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit atau sindrom diabetes mellitus (DM) sudah mulai dikenal

di Mesir 1550 tahun SM (the Egyptian papyrus ebers). Pada 400 tahun

SM, sashrutha yang berasal dari india menyebut penyakit ini madhumea

atau honey urine. Selanjutnya pada 200 tahun SM, Aretaeus (Greek

Physichia) menamakannya diabetes yang berarti siphon = flow-trough =

run-trough, berarti mengalir terus. Siphon pada sindrom ini berarti sesudah

minum banyak akan diikuti dengan kencing banyak. Sedangkan mellitus

berarti madu atau manis. Jadi secara harfiah diabetes mellitus berarti

kencing manis.

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik,

ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi

insulin, defek kerja insulin atau kedua-duanya. Dari berbagai penelitian

epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa

prevalensi dm meningkat terutama di kota besar. Jika tidak ditangani

dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik akan meningkat.

Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang

meningkat, life expectancybertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup

tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan

kegiatan fisik kurang. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada

pasien diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang

bersifat akut maupun yang kronik. Keadaan yang termasuk dalam

komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status

Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Diabetes mellitus perlu diamati karena

sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat

dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan.1

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel

dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi

pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada

retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung

(kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar manifestasi komplikasi kronik

yang terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung ( penyakit jantung

koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain

dari dm dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat

mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi

ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/ gangren diabetes.1

Pada tahun-tahun berikutnya, penanganan kasus DM terus mengalami

perkembangan. Tahun 1954, Franke dan Fuchs mulai menggunakan obat

hipoglokemic oral (OHO) pada manusia. OHO atau dikenal juga sebagai

OAD (obat anti diabetes) menurut pengalaman klinis penulis selama kurun

waktu 1999-2006, OHO di Indonesia banyak mengalami perkembangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980

dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum

dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi

yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi

insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.2

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.1.2

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi DM

2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus

Gangguan pada metabolisme karbohidrat akan mempengaruhi

keseimbangan kadar glukosa darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi

keseimbangan kadar glukosa. Pancreas merupakan bagian dari system

pencernaan yang berupa kelenjar memegang peranan penting dalam hal

ini.Pankreas terdiri atas sel A,sel B, sel C, sel D, sel F.

- Sel A = sel alpha ( 20-40% ) = sel glucagon : menghasilkan

hormone glucagon

( menempati ± 11 % corpus dan cauda pancreas )

- Sel B = sel beta, ± menempati 60-80 % pulau Langerhans, dan

menghasilkan insulin pada DM tipe I = DMTI ( insulin

dependent DM ), sel beta ini hanya berjumlah kurang dari 10 %

: “ 85 % sel beta terletak di corpus dan cauda pancreas. Pada

genetic tertentu, atas pengaruh OHO sel beta juga mensekresi

amylin (suatu polipeptida ) yang akan merusak sel beta di

pancreas dan menghambat glukosa uptake di jaringan perifer.

amylin juga diduga sebagai salah satu penyebab tumor pancreas

- Sel C menghasilkan kalsitonin yang berfungsi menurunkan

kadar kalsium didalam darah dengan menekan fungsi osteoclast

- Sel D (6-15%) = sel delta menghasilkan horman somatostatin

( menempati 3 % corpus dan cauda pancreas.

- Sel F = sel PP (pancreatic polipeptida) menghasilkan

polipeptida pancreatic.1,2

Diabetes Melitus Tipe I

DM tipe I merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun

yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Keadaan ini akan

mengakibatkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang

dibutuhkan tubuh untuk meregulasi kadar gula darah (Brunner & Suddarth,

2001). Defisiensi insulin yang terjadi akan mengakibatkan peningkatan

kadar gula dalam darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia yang terjadi

ditandai dengan terdapatnya sejumlah glukosa dalam urin (glukosuria). Hal

ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali

glukosa yang tersaring keluar (Steele, 2008).

Ketika glukosa yang berlebihan iekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini

akan disertai pengeluaran sejumlah cairan dan elektrolit (diuresis osmotik).

Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien DM tipe I

akan mengalami peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan timbul rasa

haus yang cukup sering (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan

mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan

penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini akan mengakibatkan

berkurangnya jumlah simpanan kalori sehingga akan menambah selera

makan (polifagia) (Brunner & Suddarth, 2001).

Diabetes Melitus tipe 2

DM tipe II dapat terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam

merespon kerja insulin secara efektif (WHO, 2008). Dua masalah utama

yang terkait dengan hal ini yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Untuk mengatasi resistensi dan mencegah terbentuknya glukosa

dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.

Pada pasien DM, keadaan ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan

dan kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan pada tingkat normal

atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa

akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001). Meskipun terjadi gangguan

sekresi insulin, yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih

terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan badan keton. Karena itu, ketoasidosis metabolik tidak terjadi

pada DM tipe II (Brunner & Suddarth, 2001).

Diabetes Gestasional

DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan

euglikemia. Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga,

obesitas dan glikosuria. DM tipe ini dijumpai pada 2 – 5 % populasi ibu

hamil. Biasanya gula darah akan kembali normal setelah melahirkan,

namun resiko ibu untuk mendapatkan DM tipe II di kemudian hari cukup

besar .

Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

lainnya

DM tipe ini sering juga disebut dengan istilah diabetes sekunder, di mana

keadaan ini timbul sebagai akibat adanya penyakit lain yang mengganggu

produksi insulin dan mempengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes

semacam ini antara lain : radang pada pankreas, gangguan kelenjar adrenal

atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa

obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi, dan infeksi.

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang

dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan

darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena

ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.1.2

Criteria for the diagnosis of diabetes (American Diabetes

Association, Standards of Medical Care in Diabetes-2015)

A1C ≥6,5%. The test should be performed in a laboratory using a

method that is NGSP certified and standardized to the DCCT assay*

or

FPG ≥126mg/dl (7,0mmol/l). fasting is defined as no caloric intake for

at least 8 hours*

or

2-h PG ≥ 200mg/dl (11,1mmol/l) during an OGTT. The test should be

performed as described by the WHO, using a glucose lot containing

the equivalent of 75 gram anhydrous glucose dissolved in water*.

or

In a patient with classic symptoms of hyperglicemia or hyperglicemic

crisis, a random plasma glucose ≥200mg/dl (11,1mmol/l)

In the absence of unequivocal hyperglycemia, results should

be confirmed by repeat testing.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik

DM seperti tersebut di bawah ini.

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada

wanita.1.2

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika

keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua,

dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,

mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini

dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO

dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan

pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan

tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek

sangat jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan

1.1.2

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada

tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau

DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT

tergantung dari hasil yang diperoleh.

a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO

didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199

mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 –

6.9 mmol/L).1.2

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan

sehari hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan

kegiatan jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB

(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam

waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap

istirahatdan tidak merokok2

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai

risikoDM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan

penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun

GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan

TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransiglukosa, merupakan

tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor

risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.2

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki

salahsatu faktor risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan

melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa

darah puasa. Apabila padapemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif,

maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma

puasa atau dengan tes

toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (Lihat skema langkah-langkah

diagnostik DM pada bagan 1).2

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal

(massscreening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, sertapada

umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang

diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring jugadianjurkan

dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain ataugeneral check-

up.Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai

patokanpenyaring dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3. Kadar Glukosa darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan

Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan

Criteria for tasting for diabetes or prediabetes in asymptomatic adults

(American Diabetes Association, Standards of Medical Care in Diabetes-

2015) :

1. Testing should be considered in all adults who are overweight

(BMI ≥25kg/m2 or ≥23kg/m2 in Asian Americans) and have

additional risk factor :

Physical inactivity

First degree relative with diabetes

High risk race or ethnicity

Women who delivered a baby weighing >9 lb or were

diagnosed with GDM

Hypertension (≥140/90mmHg or on therapy for

hypertension)

HDL cholesterol level <35mg/dl and or a triglyceride level

>250mg/dl

Women with polycystic ovary syndrome

A1C ≥5,7%, IGT, or IFG on previous testing

Other clinical conditions associated with insulin resistance

History of CVD

2. For all patient, particularly those who are overweight or obese,

tasting should begin at age 45 years

3. If results are normal testing should be repeated at a minimum of 3

year intervals, with consideration of more frequents testing

depending on initial results (e.g those with pre diabetes should be

tested yearly) and risk status.

2.1.5 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

penyandang diabetes.

2.1.5.1 Tujuan penatalaksanaan

a. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

b. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir

pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

c. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pengendalianglukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil

lipid, melaluipengelolaan pasien secara holistik dengan

mengajarkan perawatanmandiri dan perubahan perilaku.2

2.1.5.2 Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes

A. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama

Evaluasi medis meliputi:

1. Riwayat Penyakit

a. Gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium

terdahulutermasuk A1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah

adaterkait DM.

b. Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan

c. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

d. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secaralengkap,

termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yangtelah diperoleh

tentang perawatan DM secara mandiri, sertakepercayaan yang

diikuti dalam bidang terapi kesehatan

e. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yangdigunakan,

perencanaan makan dan program latihanjasmani

f. Riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar

hiperglikemia,hipoglikemia)

g. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dantraktus

urogenitalis

h. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasipada

ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)

i. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadapglukosa darah

j. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit

jantungkoroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga

(termasukpenyakit DM dan endokrin lain)

k. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM

l. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, statusekonomi

m. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.2

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pengukuran tinggi dan berat badan

b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanandarah

dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinanadanya hipotensi

ortostatik

c. Pemeriksaan funduskopi

d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

e. Pemeriksaan jantung

f. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas

tempatpenyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologistanda-

tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipe-lain.2

3. Evaluasi Laboratoris/penunjang lain

a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

b. A1C

c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,LDL,

trigliserida)

d. Kreatinin serum

e. Albuminuria

f. Keton, sedimen dan protein dalam urin

g. Elektrokardiogram

h. Foto sinar-x dada2

2.1.5.3. Pilar penatalaksanaan DM

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan

perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang

diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.

Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi

yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. 1.2

2. Terapi gizi medis

a. Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan

secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas

kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).

b. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai

dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

c. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan

yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizimasing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.1.2

Kebutuhan Kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan

memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg

BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu

jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan. Perhitungan berat badan Ideal

(BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di

bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/

TB(m2)1.2

Klasifikasi IMT

a. BB Kurang <18,5

b. BB Normal 18,5-22,9

c. BB Lebih >23,0

- Dengan risiko 23,0-24,9

- Obes I 25,0-29,9

- Obes II >30

WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redening

Obesity and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

a. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan

kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/

kg BB.

b. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%

untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60

s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas

fisik penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan

pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan,

30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat

berat.

d. Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada

tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai

dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan

penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan. paling sedikit

1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal

perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan

komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan

pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan

ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan

kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit

lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit

penyertanya.1.2

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar

dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke

pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006

(lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga

akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan

berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda

santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani.1.2

Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-

malasan.1.2

4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan

latihanjasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar

glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis

dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.

Padakeadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau

langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi

metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang

menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan

gejalahipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien,

sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara

mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.1.2

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakanpilihan utama untuk pasien

dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia

berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal

ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak

dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.1.2

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama

dengansulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid

(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini

diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi

secara cepat melalui hati.1.2

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada

PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu

reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek

menurunkan resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkutglukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di

perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan

gagaljantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensicairan dan

juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yangmenggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal hati secara berkala.1.2

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal

jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk

mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah

makan.1.2

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosadi usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek

samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap

penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 4.1.2

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secarabertahap

sesuai respons kadar glukosa darah, dapatdiberikan sampai dosis

hampir maksimal

2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

6. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makansuapan

pertama

7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.1.2

2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetik

d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)

h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.1,2

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

a. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

b. insulin kerja pendek (short acting insulin)

c. insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

d. insulin kerja panjang (long acting insulin)

e. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah(premixed

insulin).

Tabel 4. Mekanisme kerja,efek-samping utama dan pengaruh

terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat)

Efek samping terapi insulin

a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinyahipoglikemia.

b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam babkomplikasi

akut DM.

c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadapinsulin

yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensiinsulin.1.2

Dasar pemikiran terapi insulin:

a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi

prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru polasekresi

insulin yang fisiologis.

b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal,insulin

prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basalmenyebabkan

timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,sedangkan defisiensi

insulin prandial akan menimbulkanhiperglikemia setelah makan.

c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukankoreksi

terhadap defisiensi yang terjadi.

d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam)berupa:

insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek(short acting), kerja

menengah (intermediate acting),kerja panjang (long acting) atau

insulin campuran tetap(premixed insulin).

Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenisinsulin kerja cepat

atau insulin kerja pendek untuk koreksidefisiensi insulin prandial, dengan

kerja menengah ataukerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal.

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

a. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.

b. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan

dengankebutuhan pasien dan respons individu terhadap

insulin,yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

c. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah2-

4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belumtercapai.1.2

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengandosis

rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons

kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan

jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau

kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih

dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja

berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula

diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau

kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan

klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi

dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan

DM tipe-2).

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

dipergunakanadalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja

menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari

menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang

cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang

diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut

dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan

cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin

saja.1.2

2.1.6 Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Faktor risiko diabetes yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi

glukosa yaitu :

- Ras dan etnik

- Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

- Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat

seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun

harusdilakukan pemeriksaan DM.

- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram

atauriwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).

- Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.

- Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang

lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.1.2

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi

- Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

- Kurangnya aktivitas fisik.

- Hipertensi (> 140/90 mmHg)

- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250

mg/dL)

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau

menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita

DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan

tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit

DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan

memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien

dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku

sehat.1.2

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama

pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama

dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan

berikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah

penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama

kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap

tingginya kadar glukosa darah, pengendalian beratbadan, tekanan

darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat

menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada

penyandang diabetes.1.2

2.1.7 Konplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan

komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat

dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

i. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang

dibawah nilai normal (< 50 mg/dl). Gejala umum

hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan

keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi

gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera

ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya

kematian. Kadar gula darah yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan

energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat

mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering terjadi

pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali

per minggu, survei yang dilakukan di Inggris

diperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1

disebabkan oleh serangan hipoglikemia.

ii. Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula

darah meningkat secara tiba-tiba. Gejala hiperglikemia

adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang

parah, dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang

berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan

metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis

diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan

kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetik diartikan

tubuh sangat kekurangan insulin dan sifatnya

mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun berubah.

Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan

membentuk senyawa keton, keton akan terbawa dalam

urin dan dapat dicium baunya saat bernafas. Akibat

akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak,

tak sadarkan diri dan mengalami koma. Komplikasi

KHNK adalah terjadi dehidrasi berat, hipertensi, dan

syok. Komplikasi ini diartikan suatu keadaan tubuh

tanpa penimbunan lemak, sehingga penderita tidak

menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam,

sedangkan kemolakto asidosis diartikan sebagai suatu

keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah

menjadi karbohidrat. Akibatnya kadar asam laktat

dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya

menimbulkan koma.

b. Komplikasi kronis

i. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler

yang umum berkembang pada penderita DM adalah

trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak),

mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung

kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi

makrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita

harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk

mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang,

olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress.

ii. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler

terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia

yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi

(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah

semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada

pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati

(kebutaan), neuropati, dan amputasi (Anonim, 2006).

BAB III

KESIMPULAN

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Gangguan pada metabolisme karbohidrat

akan mempengaruhi keseimbangan kadar glukosa darah. Pancreas

merupakan bagian dari system pencernaan yang berupa kelenjar

memegang peranan penting dalam hal ini. Diagnosis DM ditegakkan atas

dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring ditujukan

pada mereka yang mempunyai risikoDM namun tidak menunjukkan

adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan

pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih

dini secara tepat. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar

glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis

dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada

penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan

semua tingkatan anatomik. Komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat

pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar. Salah

satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang

merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aw, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. 2010.

Jakarta: Interna Publishing. Hal 1873-1899 & Hal 1961-1966

2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2

di Indonesia Tahun 2006

http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-

pengelolaan-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-

2006.pdf

3. Mansoer.Arif,dkk.Kapita Selekta Kedokteran Edisi

III.2001.Jakarta:Media Aesculapius,Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Hal: 580-588

4. Rani,Aziz,dkk.Panduan Pelayanan Medik perhimpunan dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Jakarta:Pusat

Perhimpunan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakutas. Hal: 9-24

5. Price,Sylvia A,dkk.Patofisiologi volume II edisi VI.2008.Jakarta:EGC. Hal: 1202-1211

BAB IV

STATUS ORANG SAKIT

I. ANAMNESA PRIBADI

Nama : Nurhayati

Umur : 51 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Batu Putih

No.23 ,Kecamatan medan perjuangan.

Status Kawin : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah

Tangga

Pendidikan : SLTA

Agama : Islam

Tanggal masuk : 24 Mei 2015

No. RM : 96.38.38

1

II. ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Lemas

Telaah :

Lemas dialami os ±3 hari SMRS. Riwayat buang air kecil malam hari sering dan banyak dijumpai dengan volume 1 aqua

besar/hari, banyak minum dijumpai,banyak makan tanpa penambahan berat badan dijumpai, riwayat sakit gula diketahui os ±3

tahun ini dengan kadar gula tertinggi 500 mg/dl, Os meminum obat glibenclamid tetapi tidak teratur, mata kabur (-), kesemutan

pada kedua lengan dan kaki (-), gatal pada kemaluan (-). Batuk (+), dialami os sejak 3 bulan ini,dahak (+) warna kehijauan, darah

(+), nyeri dada (-), sesak nafas (-). Demam (+), dialami os ± 2 bulan ini, demam bersifat tidak tinggi dan naik turun, turun dengan

obat penurun panas. Keringat malam tanpa melakukan aktivitas dijumpai. Riwayat penggunaan obat paru selama 6 bulan (+),

namun tidak ada cek dahak atau foto rontgen dada setelah selesai pengobatan. Pucat disangkal, mudah lelah (+) sejak 1 bulan

yang lalu, riwayat perdarahan (-) . Mual (-), Muntah(-).

BAB (+) Normal

Riwayat darah tinggi (-)

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 21

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Tuberculosis Paru

Riwayat Penggunaan Obat :

Glibenclamid, OAT selama 6 bulan

Riwayat alergi :

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat Lingkungan :

Hygienitas cukup.

III. STATUS PRESENS

Keadaan Umum :

Sensorium : Compos mentis

Vital Sign : TD= 130/70 mmHg, HR= 88 x/menit,

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 22

RR= 20 x/menit, T= 37,9oC

BB : 60kg

TB : 152 cm

RBW : 115 kg/mᶟ

Kesan Gizi : Overweight

IV.PEMERIKSAAN FISIK

1. Kepala

Mata : Konjungtiva Palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

T/H/M : Dalam Batas Normal

3. Leher

Pembesaran KGB (-) , Trakea Medial, TVJ R-2 cm H2O

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 23

4. Thoraks

Thoraks depan :

Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem fremitus lapangan bawah paru kiri mengeras daripada stem fremitus lapangan bawah paru kanan,

kesan : kiri mengeras

Perkusi : Sonor memendek pada lapangan bawah paru kiri

Auskultasi : SP : Bronkial

ST : Ronki Basah pada lapangan bawah paru kiri

Thoraks belakang :

Inspeksi : simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus lapangan bawah paru kiri mengeras daripada stem fremitus lapangan bawah paru kanan, kesan:

kiri mengeras

Perkusi : sonor memendek di lapangan bawah paru kiri

Auskultasi : SP : Bronkial

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 24

ST : Ronki basah pada lapangan bawah paru kiri

Batas paru hati :

-Batas paru hepar relatif : ICR V

-Batas paru hepar absolut : ICR IV

Batas jantung :

-Atas : ICR III sinistra

-Kanan : linea parasternalis dextra

-Kiri : ICR V 1 cm medial LMCS

-Suara katup : M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, A2 > P2

5. Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : soepel, nyeri tekan (-) epigastrium, hepar, lien tidak teraba.

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 25

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal.

6. Ekstremitas

Superior : Edema (-)

Inferior : Edema (-)

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 26

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM IGD

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 27

Jenis Pemeriksaan 24/05 SatuanNilai

normal

Hematologi

Leukosit

Eritrosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

KGD adrandom

19600

3,89.106

10,70

31,20

287.000

302

ribu/ul

juta/ul

g/dl

%

ribu/ul

mg/dl

4,5-12,5

3,8-5,2

12,8-16,8

35-47

154-386

<140

MCV/MCH/MCHC/RDW

MCV

MCH

MCHC

RDW

80,20

27,50

34,30

12,40

fL

pg

g/dl

%

80-100

26-34

32-36

<14

Fungsi Ginjal

Ureum

Kreatinin

Uric Acid

23,67

1,24

5,90

mg/dl

mg/dl

mg]dl

11-39

<1,0

3,50-7

Fungsi Hati

SGOT

SGPT

8

7

uL/dl

uL/dL

0,00-40,00

0,00-40,00

Elektrolit

Na

K

Cl

Kesan : Leukositosis + Anemia

Normokrom Normositer +

Hiponatremia + Diabetes

Melitus

131

4,30

109

mmol/l

mmol/l

mmol/l

135-155

3,6-5,5

98-109

V.RESUME

KELUHAN UTAMA :

Malaise

TELAAH :

Malaise dialami os ± 3 hari SMRS. Poliuri (+) dengan volume 1 aqua besar/hari, polidipsi (+) , polifagi tanpa penambahan berat

badan (+), riwayat diabetes melitus (+) diketahui os ± 3 tahun ini dengan kadar glukosa darah tertinggi 500 mg/dl. Pertusis (+),

dialami os sejak 3 bulan ini, sputum (+) warna kehijauan, hemaptoe (+). Febris (+), dialami os ± 2 bulan ini, febris bersifat tidak

tinggi dan naik turun, turun dengan obat penurun panas. Nocturnal hiperhidrosis tanpa melakukan aktivitas (+). Mudah lelah (+)

sejak 1 bulan yang lalu.

Defekasi (+) Normal

RPT : Tuberculosis paru

RPO : Glibenclamid, OAT

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 28

V. DIAGNOSA SEMENTARA :

1. DM tipe 2

2. TB Paru Relaps dengan Infeksi Sekunder

3. Anemia e.c Penyakit Kronis dd/ Anemia Defisiensi Besi

VI. TERAPI :

- Bed rest

- Diet DM 1500 kkal.

- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro)

- inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/IV

- Inj. Novorafid 6-6-6

-Inj.Levemir 0-0-10

- ambroxol tab 3x1

- paracetamol 3x500 mg

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 29

VII. RENCANA PENJAJAKAN

KGD N/2 Jam PP/HbA1c

Lipid profile

Foto thorak PA

BTA 3DS

Kultur sputum/ST

Kultur darah/ST

SI/TIBC

Morfologi darah tepi

Reticulosit count

Funduskopi

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 30

BAB V

FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN

S O A P

Terapi Diagnostik

24/05/201

5

- Badan lemas , BAB

konsistensi cair 2 hari

ini, frek 3-5x/hari, air

> ampas, lendir (-),

darah (-)

- batuk dalam 3 bulan

terakhir, dahak kental

kehijauan, kadang-

kadang disertai darah,

riwayat minum OAT

(+) 10 tahun lalu

Sens: CM

TD : 130/70 mmHg

Pols : 88x/i

RR : 24x/i

T: 37,9

KGD 500 mg/dL

Kepala:

Konjungtivapalpebra

sup/inf anemis (+/+),

sclera ikterik (-/-)

- DM Tipe II

- TB paru

dengan infeksi

sekunder

- Diare Akut

tanpa

dehidrasi

- Anemia

ec.Penyakit

kronis dd def.

Fe

Suportif :

- Tirah baring

- Diet M II

Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% 20

gtt/I (makro)

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12

jam IV

- Inj. Novorapid 6-6-6

- Inj.Levemir 0-0-10

- Ambroxol 3x30 mg

- Urinalisa

- FesesRutin

- Kultur darah

- KGD sewaktu, 2 jam pp, post

prandial, HbA1c

- Cek Elektrolit

- Lipid profile

- BTA DS 3x/ kultur sputum

- Anemia profile (SI, TIBC,

ferritin serum, morfologi darah tepi,

reticulosit count)

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 31

- riwayat penurunan BB

(-), anoreksia (+)

- demam (+) 1 bulan

terakhir, turun dengan

bodrex

- riwayat DM (+) 3

tahun ini, os

mengonsumsi

Glibencamid 1 x sehari

- riwayat hipertensi (+) 3

tahun ini, TD paling

tinggi 200/100 mmHg

- RPO : -

Leher : TVJ R-2

cmH2O, pembesaran

KGB (-)

Thorax :

Auskultasi

Sp :bronkhial di kedua

lapangan paru

St :Ronkhi basah di

lapangan kiri paru

bawah

Abdomen:

Simetris, soepel,

timpani, peristaltik

meningkat

Ekstremitas:

Edema (-/-/-/-/), turgor

kulit baik

HasilLab :

Hb : 10,70 g/dL

- Paracetamol 3x500 mg

- New Diatab 3x2 tab

(k/p mencret)

-Foto Thorax

- RFT (Ureum, Kreatinin)

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 32

WBC : 19.600

Neut : 83,80

(meningkat)

Lymph : 11,10%

(menurun)

Kreatinin : 1,24 mg/dL

KGD ad random : 302

mg/dL

Natrium : 131 mmol/dL

(menurun)

Chlorida : 109

mmol/dL (sedikit

meningkat)

25/05/201

5

- Lemas (+)

- Batuk (+)

- Demam (+)

- Diare (-)

Sens: CM

TD : 120/60 mmHg

Pulse : 80x/i

RR : 24x/i

T: 37,5

Kepala :

- DM Tipe II

- TB paru relaps

dengan infeksi

sekunder

- Anemia

ec.penyakit

Suportif :

- Tirah baring

- Diet M II : Diet DM 1500

kkal

Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% 20

- Urinalisa

- Feses Rutin

- Kultur darah

- KGD sewaktu, 2 jam pp, post

prandial, HbA1c

- Cek Elektrolit

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 33

Konjungtiva palpebra

sup/infanemis (+/+)

Thorax :

Auskultasi

Sp : Bronchial di kedua

lapangan paru

St :Ronkhi basah (+) di

lapangan bawah paru

kiri

Abdomen :

Simetris, soepel,

H/L/R :ttb, P(+) N

Ekstremitas : edema

(-/-/-/-), turgor kulit

baik.

HasilLab :

Hb : 10,7 g/dL

Leu : 196.000 mm3

Plt : 287.000 mm3

kronis dd def. fe

- Post

diareakuttanpade

hidrasi

gtt/imakro

- Inj. Ceftriaxone 1g/ 12j/ iv

- Inj. Novorapid 6-6-6

-Inj.Levemir 0-0-10

- Ambroxol 3x30 mg

- Paracetamol 3x500 mg

- New Diatab 3x2 tab (k/p

mencret)

- Lipid profile

- BTA DS 3x/ kultur sputum

- Anemia profile (SI, TIBC,

ferritin serum, morfologi darah

tepi, reticulosit count)

- Foto Thorax

- RFT (Ureum, Kreatinin)

- Funduscopy

- Konsul PAI

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 34

26/05/201

5

- Batuk (+)

- Lemas (+)

Sens : CM

TD : 130/970mmHg

HR : 80x/i

RR : 24x/i

T : 36

KGD : 190 mg/dL

Kepala

Mata :konjungtiva

palpebra sup/inf

anemis: (-/-)

Thoraks

Auskultasi

Sp :Bronkhial di kedua

lapangan paru

St :Ronkhi basah pada

lapangan bawah paru

kiri

Abdomen :

Simetris, soepel,

- DM Tipe II

- TB paru relaps

dengan infeksi

sekunder

- Anemia

ec.penyakit

kronis dd def. fe

Suportif :

- Tirah baring

- Diet M II : Diet DM 1500

kkal

Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% 20

gtt/imakro

- Inj. ceftriaxone 1g/ 12j/ iv

-Inj .Novorapid 6-6-6

-Inj.Levemir 0-0-10

- Ambroxol 3x30 mg

- Paracetamol3 x 500 mg

- Nebule NaCl 3%/4 jam

- Funduscopy

- Konsul endokrin

- BTA DS dan kultur sputum

- KGD N/ 2 jam PP/ HbA1c/

Lipid profile

- Jawaban Konsul PAI :lapor

ulang untuk hasil foto thorax

dan BTA DS 3 x atau kultur

sputum jika sudah ada.

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 35

H/L/R :ttb, P(+) N

Ekstremitas : edema

(-/-/-/-), turgor

kulitbaik.

Urinalisa :

Warna : Kuning

Kekeruhan : Jernih

Protein : Negatif

Reduksi : ++

Eritrosit : 0

Leukosit : 0-1

Bilirubin : Negatif

pH : 6,5

Berat Jenis : 1,010

Urobilinogen : +

Nitrit :-

Kesan : Glukosuria

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 36

27/05/2015 - Batuk (+) Sens : CM

TD : 130/70 mmHg

HR ; 72x/i

RR : 20 x/i

T : 36KGD : 125 mg/dL

Kepala

Mata :konjungtivapalpebra sup/infanemis

: (-/-)

Thoraks

Auskultasi

Sp :Bronkhial di kedualapanganparu

St :Ronkhinasahpadalapanganbawahparu

kiri

Abdomen :

Simetris, soepel, H/L/R :ttb, P(+) N

Ekstremitas : edema (-/-/-/-), turgor

kulitbaik.

- DM Tipe II

- TB paru

relaps dengan

infeksi

sekunder

- Anemia

ec.penyakit

kronis

Suportif :

- Tirah baring

- Diet M II : Diet DM

1500 kkal

Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% 20

gtt/Imakro

- Inj. ceftriaxone 1g/ 12j/

iv

-Inj .Novorapid 6-6-6

-Inj.Levemir 0-0-10

-Ambroxol 3x30 mg

- Paracetamol 500 mg

- Nebule NaCl 3%/4 jam

- Hasil Foto Thorax :

Tampak infiltrat dan

aktif spesifik di

perihiler kiri, kesan

TB paru.

- Jawaban Hasil

Funduscopy :

Moderate Non

Proliferatif Diabetic

Retinophaty

- KGD N/ 2 jam PP/

HbA1c/ Lipid profile

(hariini)

- BTA DS 3x : A dan B

sudah diantar, hari ini

C

- Menunggu hasil kultur

sputum

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 37

Kolesterol total :165

Trigliserida : 149

HDL Direk :26

LDL Direk : 109

Glukosa Puasa :252

2 Jam PP :279

HBA1c :11,74

Kesan : DM Tipe II

- Konsul endokrin :jika

hasil KGD N/ 2 jam

PP/ HbA1c sudah ada

- Konsul ulangPAI :

jika hasil foto thoraks

(+) dan BTA DS 3x

(+)

28/05/2015 - Batuk (+)

- Darah (+)

bentukgarisseban

yak 1 x

Sens : CM

TD : 160/90 mmHg

HR : 100x/i

RR : 24x/i

T : 36,5

Kepala

Mata :konjungtiva palpebral

sup/infanemis : (-/-)

Thoraks

- DM Tipe II

- TB paru

relaps dengan

infeksi

sekunder

- Anemia

ec.penyakit

kronis dd def.

fe

Suportif :

- Tirah baring

- Diet M II : Diet DM

1500 kkal

Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% 20

gtt/imakro

- Inj. ceftriaxone 1g/ 12j/

iv

-menunggu hasil BTA DS

3x dan kultur sputum

- Jawaban konsul PAI :

start OAT kategori 2

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 38

Auskultasi

Sp :Bronkhial di kedua lapangan paru

ST:Ronkhi basah pada lapangan bawah

paru kiri

Abdomen :

Simetris, soepel, H/L/R :ttb, P(+) N

Ekstremitas : edema (-/-/-/-), turgor

kulitbaik.

HasilLab :

KGD N/ 2 jam PP/ HbA1c : 252 / 279 /

11,4

Total Kolesterol / TG /HDL / LDL : 165 /

149/ 26/ 109,2 HDL / LDL : 165 / 149/

26/ 109,2

- Moderate

Non

Proliferative

Diabetic

Retinopathy

-Inj .Novorapid 6-6-6

-Inj. Levemir 0-0-10

- Inj . Streptomycin 1 gr/

hari / IM (H1)

-R/H/Z/E :

600/450/1200/1000 (H1)

( Jawaban PAI)

- Codein 3x1

- Paracetamol 500 mg

Tanggal 28/05/2015 Pasien PBJ

Obat PBJ :

-Paracetamol 3x500mg

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 39

-Codein 3x1

-RHZE 600/450/1200/1000

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 40

RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 41