tinjauan pustaka level 2
-
Upload
andhi-pratama -
Category
Documents
-
view
224 -
download
7
description
Transcript of tinjauan pustaka level 2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit atau sindrom diabetes mellitus (DM) sudah mulai dikenal
di Mesir 1550 tahun SM (the Egyptian papyrus ebers). Pada 400 tahun
SM, sashrutha yang berasal dari india menyebut penyakit ini madhumea
atau honey urine. Selanjutnya pada 200 tahun SM, Aretaeus (Greek
Physichia) menamakannya diabetes yang berarti siphon = flow-trough =
run-trough, berarti mengalir terus. Siphon pada sindrom ini berarti sesudah
minum banyak akan diikuti dengan kencing banyak. Sedangkan mellitus
berarti madu atau manis. Jadi secara harfiah diabetes mellitus berarti
kencing manis.
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin atau kedua-duanya. Dari berbagai penelitian
epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa
prevalensi dm meningkat terutama di kota besar. Jika tidak ditangani
dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik akan meningkat.
Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancybertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup
tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada
pasien diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang
bersifat akut maupun yang kronik. Keadaan yang termasuk dalam
komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status
Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Diabetes mellitus perlu diamati karena
sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat
dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan.1
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel
dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi
pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada
retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung
(kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar manifestasi komplikasi kronik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung ( penyakit jantung
koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain
dari dm dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat
mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi
ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/ gangren diabetes.1
Pada tahun-tahun berikutnya, penanganan kasus DM terus mengalami
perkembangan. Tahun 1954, Franke dan Fuchs mulai menggunakan obat
hipoglokemic oral (OHO) pada manusia. OHO atau dikenal juga sebagai
OAD (obat anti diabetes) menurut pengalaman klinis penulis selama kurun
waktu 1999-2006, OHO di Indonesia banyak mengalami perkembangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.2
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.1.2
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi DM
2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus
Gangguan pada metabolisme karbohidrat akan mempengaruhi
keseimbangan kadar glukosa darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan kadar glukosa. Pancreas merupakan bagian dari system
pencernaan yang berupa kelenjar memegang peranan penting dalam hal
ini.Pankreas terdiri atas sel A,sel B, sel C, sel D, sel F.
- Sel A = sel alpha ( 20-40% ) = sel glucagon : menghasilkan
hormone glucagon
( menempati ± 11 % corpus dan cauda pancreas )
- Sel B = sel beta, ± menempati 60-80 % pulau Langerhans, dan
menghasilkan insulin pada DM tipe I = DMTI ( insulin
dependent DM ), sel beta ini hanya berjumlah kurang dari 10 %
: “ 85 % sel beta terletak di corpus dan cauda pancreas. Pada
genetic tertentu, atas pengaruh OHO sel beta juga mensekresi
amylin (suatu polipeptida ) yang akan merusak sel beta di
pancreas dan menghambat glukosa uptake di jaringan perifer.
amylin juga diduga sebagai salah satu penyebab tumor pancreas
- Sel C menghasilkan kalsitonin yang berfungsi menurunkan
kadar kalsium didalam darah dengan menekan fungsi osteoclast
- Sel D (6-15%) = sel delta menghasilkan horman somatostatin
( menempati 3 % corpus dan cauda pancreas.
- Sel F = sel PP (pancreatic polipeptida) menghasilkan
polipeptida pancreatic.1,2
Diabetes Melitus Tipe I
DM tipe I merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun
yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Keadaan ini akan
mengakibatkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang
dibutuhkan tubuh untuk meregulasi kadar gula darah (Brunner & Suddarth,
2001). Defisiensi insulin yang terjadi akan mengakibatkan peningkatan
kadar gula dalam darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia yang terjadi
ditandai dengan terdapatnya sejumlah glukosa dalam urin (glukosuria). Hal
ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali
glukosa yang tersaring keluar (Steele, 2008).
Ketika glukosa yang berlebihan iekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran sejumlah cairan dan elektrolit (diuresis osmotik).
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien DM tipe I
akan mengalami peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan timbul rasa
haus yang cukup sering (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah simpanan kalori sehingga akan menambah selera
makan (polifagia) (Brunner & Suddarth, 2001).
Diabetes Melitus tipe 2
DM tipe II dapat terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam
merespon kerja insulin secara efektif (WHO, 2008). Dua masalah utama
yang terkait dengan hal ini yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Untuk mengatasi resistensi dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada pasien DM, keadaan ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan pada tingkat normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001). Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin, yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan badan keton. Karena itu, ketoasidosis metabolik tidak terjadi
pada DM tipe II (Brunner & Suddarth, 2001).
Diabetes Gestasional
DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan
euglikemia. Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga,
obesitas dan glikosuria. DM tipe ini dijumpai pada 2 – 5 % populasi ibu
hamil. Biasanya gula darah akan kembali normal setelah melahirkan,
namun resiko ibu untuk mendapatkan DM tipe II di kemudian hari cukup
besar .
Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
DM tipe ini sering juga disebut dengan istilah diabetes sekunder, di mana
keadaan ini timbul sebagai akibat adanya penyakit lain yang mengganggu
produksi insulin dan mempengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes
semacam ini antara lain : radang pada pankreas, gangguan kelenjar adrenal
atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa
obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi, dan infeksi.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.1.2
Criteria for the diagnosis of diabetes (American Diabetes
Association, Standards of Medical Care in Diabetes-2015)
A1C ≥6,5%. The test should be performed in a laboratory using a
method that is NGSP certified and standardized to the DCCT assay*
or
FPG ≥126mg/dl (7,0mmol/l). fasting is defined as no caloric intake for
at least 8 hours*
or
2-h PG ≥ 200mg/dl (11,1mmol/l) during an OGTT. The test should be
performed as described by the WHO, using a glucose lot containing
the equivalent of 75 gram anhydrous glucose dissolved in water*.
or
In a patient with classic symptoms of hyperglicemia or hyperglicemic
crisis, a random plasma glucose ≥200mg/dl (11,1mmol/l)
In the absence of unequivocal hyperglycemia, results should
be confirmed by repeat testing.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti tersebut di bawah ini.
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.1.2
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua,
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,
mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO
dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan
1.1.2
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada
tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh.
a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199
mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 –
6.9 mmol/L).1.2
Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam
waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap
istirahatdan tidak merokok2
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai
risikoDM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun
GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransiglukosa, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor
risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.2
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki
salahsatu faktor risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa
darah puasa. Apabila padapemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif,
maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa atau dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (Lihat skema langkah-langkah
diagnostik DM pada bagan 1).2
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal
(massscreening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, sertapada
umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang
diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring jugadianjurkan
dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain ataugeneral check-
up.Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai
patokanpenyaring dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3. Kadar Glukosa darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan
Criteria for tasting for diabetes or prediabetes in asymptomatic adults
(American Diabetes Association, Standards of Medical Care in Diabetes-
2015) :
1. Testing should be considered in all adults who are overweight
(BMI ≥25kg/m2 or ≥23kg/m2 in Asian Americans) and have
additional risk factor :
Physical inactivity
First degree relative with diabetes
High risk race or ethnicity
Women who delivered a baby weighing >9 lb or were
diagnosed with GDM
Hypertension (≥140/90mmHg or on therapy for
hypertension)
HDL cholesterol level <35mg/dl and or a triglyceride level
>250mg/dl
Women with polycystic ovary syndrome
A1C ≥5,7%, IGT, or IFG on previous testing
Other clinical conditions associated with insulin resistance
History of CVD
2. For all patient, particularly those who are overweight or obese,
tasting should begin at age 45 years
3. If results are normal testing should be repeated at a minimum of 3
year intervals, with consideration of more frequents testing
depending on initial results (e.g those with pre diabetes should be
tested yearly) and risk status.
2.1.5 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang diabetes.
2.1.5.1 Tujuan penatalaksanaan
a. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir
pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
c. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalianglukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil
lipid, melaluipengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatanmandiri dan perubahan perilaku.2
2.1.5.2 Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
A. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama
Evaluasi medis meliputi:
1. Riwayat Penyakit
a. Gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium
terdahulutermasuk A1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah
adaterkait DM.
b. Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
c. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
d. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secaralengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yangtelah diperoleh
tentang perawatan DM secara mandiri, sertakepercayaan yang
diikuti dalam bidang terapi kesehatan
e. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yangdigunakan,
perencanaan makan dan program latihanjasmani
f. Riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar
hiperglikemia,hipoglikemia)
g. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dantraktus
urogenitalis
h. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasipada
ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)
i. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadapglukosa darah
j. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit
jantungkoroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga
(termasukpenyakit DM dan endokrin lain)
k. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
l. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, statusekonomi
m. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.2
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran tinggi dan berat badan
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanandarah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinanadanya hipotensi
ortostatik
c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas
tempatpenyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologistanda-
tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipe-lain.2
3. Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b. A1C
c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,LDL,
trigliserida)
d. Kreatinin serum
e. Albuminuria
f. Keton, sedimen dan protein dalam urin
g. Elektrokardiogram
h. Foto sinar-x dada2
2.1.5.3. Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. 1.2
2. Terapi gizi medis
a. Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
b. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
c. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizimasing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.1.2
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg
BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu
jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan. Perhitungan berat badan Ideal
(BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/
TB(m2)1.2
Klasifikasi IMT
a. BB Kurang <18,5
b. BB Normal 18,5-22,9
c. BB Lebih >23,0
- Dengan risiko 23,0-24,9
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II >30
WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redening
Obesity and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/
kg BB.
b. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60
s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas
fisik penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan
pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan,
30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat
berat.
d. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada
tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan
penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan. paling sedikit
1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal
perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan
pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan
kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit
lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.1.2
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006
(lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.1.2
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan.1.2
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan
latihanjasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis
dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Padakeadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan
gejalahipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien,
sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.1.2
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakanpilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan
kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal
ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.1.2
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengansulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.1.2
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkutglukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagaljantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensicairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yangmenggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal hati secara berkala.1.2
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.1.2
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosadi usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap
penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 4.1.2
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secarabertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapatdiberikan sampai dosis
hampir maksimal
2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
6. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makansuapan
pertama
7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.1.2
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.1,2
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
a. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b. insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
d. insulin kerja panjang (long acting insulin)
e. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah(premixed
insulin).
Tabel 4. Mekanisme kerja,efek-samping utama dan pengaruh
terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat)
Efek samping terapi insulin
a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinyahipoglikemia.
b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam babkomplikasi
akut DM.
c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadapinsulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensiinsulin.1.2
Dasar pemikiran terapi insulin:
a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru polasekresi
insulin yang fisiologis.
b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal,insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basalmenyebabkan
timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,sedangkan defisiensi
insulin prandial akan menimbulkanhiperglikemia setelah makan.
c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukankoreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam)berupa:
insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek(short acting), kerja
menengah (intermediate acting),kerja panjang (long acting) atau
insulin campuran tetap(premixed insulin).
Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenisinsulin kerja cepat
atau insulin kerja pendek untuk koreksidefisiensi insulin prandial, dengan
kerja menengah ataukerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal.
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
a. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.
b. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan
dengankebutuhan pasien dan respons individu terhadap
insulin,yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
c. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah2-
4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belumtercapai.1.2
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengandosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan
jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau
kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih
dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja
berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula
diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi
dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan
DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakanadalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan
cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin
saja.1.2
2.1.6 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Faktor risiko diabetes yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi
glukosa yaitu :
- Ras dan etnik
- Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
- Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun
harusdilakukan pemeriksaan DM.
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram
atauriwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
- Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang
lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.1.2
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
- Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
- Kurangnya aktivitas fisik.
- Hipertensi (> 140/90 mmHg)
- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250
mg/dL)
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau
menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita
DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan
tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit
DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku
sehat.1.2
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama
pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama
dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan
berikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah
penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama
kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap
tingginya kadar glukosa darah, pengendalian beratbadan, tekanan
darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat
menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang diabetes.1.2
2.1.7 Konplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan
komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat
dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
i. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang
dibawah nilai normal (< 50 mg/dl). Gejala umum
hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan
keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi
gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera
ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya
kematian. Kadar gula darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering terjadi
pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali
per minggu, survei yang dilakukan di Inggris
diperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1
disebabkan oleh serangan hipoglikemia.
ii. Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula
darah meningkat secara tiba-tiba. Gejala hiperglikemia
adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang
parah, dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang
berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetik diartikan
tubuh sangat kekurangan insulin dan sifatnya
mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun berubah.
Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan
membentuk senyawa keton, keton akan terbawa dalam
urin dan dapat dicium baunya saat bernafas. Akibat
akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak,
tak sadarkan diri dan mengalami koma. Komplikasi
KHNK adalah terjadi dehidrasi berat, hipertensi, dan
syok. Komplikasi ini diartikan suatu keadaan tubuh
tanpa penimbunan lemak, sehingga penderita tidak
menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam,
sedangkan kemolakto asidosis diartikan sebagai suatu
keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah
menjadi karbohidrat. Akibatnya kadar asam laktat
dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya
menimbulkan koma.
b. Komplikasi kronis
i. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler
yang umum berkembang pada penderita DM adalah
trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak),
mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung
kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi
makrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita
harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk
mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang,
olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress.
ii. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler
terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia
yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi
(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah
semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi (Anonim, 2006).
BAB III
KESIMPULAN
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Gangguan pada metabolisme karbohidrat
akan mempengaruhi keseimbangan kadar glukosa darah. Pancreas
merupakan bagian dari system pencernaan yang berupa kelenjar
memegang peranan penting dalam hal ini. Diagnosis DM ditegakkan atas
dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring ditujukan
pada mereka yang mempunyai risikoDM namun tidak menunjukkan
adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih
dini secara tepat. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis
dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada
penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan
semua tingkatan anatomik. Komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat
pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar. Salah
satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang
merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aw, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. 2010.
Jakarta: Interna Publishing. Hal 1873-1899 & Hal 1961-1966
2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia Tahun 2006
http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-
pengelolaan-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-
2006.pdf
3. Mansoer.Arif,dkk.Kapita Selekta Kedokteran Edisi
III.2001.Jakarta:Media Aesculapius,Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal: 580-588
4. Rani,Aziz,dkk.Panduan Pelayanan Medik perhimpunan dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Jakarta:Pusat
Perhimpunan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakutas. Hal: 9-24
5. Price,Sylvia A,dkk.Patofisiologi volume II edisi VI.2008.Jakarta:EGC. Hal: 1202-1211
BAB IV
STATUS ORANG SAKIT
I. ANAMNESA PRIBADI
Nama : Nurhayati
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Batu Putih
No.23 ,Kecamatan medan perjuangan.
Status Kawin : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah
Tangga
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Tanggal masuk : 24 Mei 2015
No. RM : 96.38.38
1
II. ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Lemas
Telaah :
Lemas dialami os ±3 hari SMRS. Riwayat buang air kecil malam hari sering dan banyak dijumpai dengan volume 1 aqua
besar/hari, banyak minum dijumpai,banyak makan tanpa penambahan berat badan dijumpai, riwayat sakit gula diketahui os ±3
tahun ini dengan kadar gula tertinggi 500 mg/dl, Os meminum obat glibenclamid tetapi tidak teratur, mata kabur (-), kesemutan
pada kedua lengan dan kaki (-), gatal pada kemaluan (-). Batuk (+), dialami os sejak 3 bulan ini,dahak (+) warna kehijauan, darah
(+), nyeri dada (-), sesak nafas (-). Demam (+), dialami os ± 2 bulan ini, demam bersifat tidak tinggi dan naik turun, turun dengan
obat penurun panas. Keringat malam tanpa melakukan aktivitas dijumpai. Riwayat penggunaan obat paru selama 6 bulan (+),
namun tidak ada cek dahak atau foto rontgen dada setelah selesai pengobatan. Pucat disangkal, mudah lelah (+) sejak 1 bulan
yang lalu, riwayat perdarahan (-) . Mual (-), Muntah(-).
BAB (+) Normal
Riwayat darah tinggi (-)
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 21
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Tuberculosis Paru
Riwayat Penggunaan Obat :
Glibenclamid, OAT selama 6 bulan
Riwayat alergi :
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
Riwayat Lingkungan :
Hygienitas cukup.
III. STATUS PRESENS
Keadaan Umum :
Sensorium : Compos mentis
Vital Sign : TD= 130/70 mmHg, HR= 88 x/menit,
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 22
RR= 20 x/menit, T= 37,9oC
BB : 60kg
TB : 152 cm
RBW : 115 kg/mᶟ
Kesan Gizi : Overweight
IV.PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Mata : Konjungtiva Palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
T/H/M : Dalam Batas Normal
3. Leher
Pembesaran KGB (-) , Trakea Medial, TVJ R-2 cm H2O
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 23
4. Thoraks
Thoraks depan :
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : Stem fremitus lapangan bawah paru kiri mengeras daripada stem fremitus lapangan bawah paru kanan,
kesan : kiri mengeras
Perkusi : Sonor memendek pada lapangan bawah paru kiri
Auskultasi : SP : Bronkial
ST : Ronki Basah pada lapangan bawah paru kiri
Thoraks belakang :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus lapangan bawah paru kiri mengeras daripada stem fremitus lapangan bawah paru kanan, kesan:
kiri mengeras
Perkusi : sonor memendek di lapangan bawah paru kiri
Auskultasi : SP : Bronkial
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 24
ST : Ronki basah pada lapangan bawah paru kiri
Batas paru hati :
-Batas paru hepar relatif : ICR V
-Batas paru hepar absolut : ICR IV
Batas jantung :
-Atas : ICR III sinistra
-Kanan : linea parasternalis dextra
-Kiri : ICR V 1 cm medial LMCS
-Suara katup : M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, A2 > P2
5. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-) epigastrium, hepar, lien tidak teraba.
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 25
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
6. Ekstremitas
Superior : Edema (-)
Inferior : Edema (-)
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 26
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM IGD
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 27
Jenis Pemeriksaan 24/05 SatuanNilai
normal
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
KGD adrandom
19600
3,89.106
10,70
31,20
287.000
302
ribu/ul
juta/ul
g/dl
%
ribu/ul
mg/dl
4,5-12,5
3,8-5,2
12,8-16,8
35-47
154-386
<140
MCV/MCH/MCHC/RDW
MCV
MCH
MCHC
RDW
80,20
27,50
34,30
12,40
fL
pg
g/dl
%
80-100
26-34
32-36
<14
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Uric Acid
23,67
1,24
5,90
mg/dl
mg/dl
mg]dl
11-39
<1,0
3,50-7
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
8
7
uL/dl
uL/dL
0,00-40,00
0,00-40,00
Elektrolit
Na
K
Cl
Kesan : Leukositosis + Anemia
Normokrom Normositer +
Hiponatremia + Diabetes
Melitus
131
4,30
109
mmol/l
mmol/l
mmol/l
135-155
3,6-5,5
98-109
V.RESUME
KELUHAN UTAMA :
Malaise
TELAAH :
Malaise dialami os ± 3 hari SMRS. Poliuri (+) dengan volume 1 aqua besar/hari, polidipsi (+) , polifagi tanpa penambahan berat
badan (+), riwayat diabetes melitus (+) diketahui os ± 3 tahun ini dengan kadar glukosa darah tertinggi 500 mg/dl. Pertusis (+),
dialami os sejak 3 bulan ini, sputum (+) warna kehijauan, hemaptoe (+). Febris (+), dialami os ± 2 bulan ini, febris bersifat tidak
tinggi dan naik turun, turun dengan obat penurun panas. Nocturnal hiperhidrosis tanpa melakukan aktivitas (+). Mudah lelah (+)
sejak 1 bulan yang lalu.
Defekasi (+) Normal
RPT : Tuberculosis paru
RPO : Glibenclamid, OAT
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 28
V. DIAGNOSA SEMENTARA :
1. DM tipe 2
2. TB Paru Relaps dengan Infeksi Sekunder
3. Anemia e.c Penyakit Kronis dd/ Anemia Defisiensi Besi
VI. TERAPI :
- Bed rest
- Diet DM 1500 kkal.
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro)
- inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/IV
- Inj. Novorafid 6-6-6
-Inj.Levemir 0-0-10
- ambroxol tab 3x1
- paracetamol 3x500 mg
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 29
VII. RENCANA PENJAJAKAN
KGD N/2 Jam PP/HbA1c
Lipid profile
Foto thorak PA
BTA 3DS
Kultur sputum/ST
Kultur darah/ST
SI/TIBC
Morfologi darah tepi
Reticulosit count
Funduskopi
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 30
BAB V
FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN
S O A P
Terapi Diagnostik
24/05/201
5
- Badan lemas , BAB
konsistensi cair 2 hari
ini, frek 3-5x/hari, air
> ampas, lendir (-),
darah (-)
- batuk dalam 3 bulan
terakhir, dahak kental
kehijauan, kadang-
kadang disertai darah,
riwayat minum OAT
(+) 10 tahun lalu
Sens: CM
TD : 130/70 mmHg
Pols : 88x/i
RR : 24x/i
T: 37,9
KGD 500 mg/dL
Kepala:
Konjungtivapalpebra
sup/inf anemis (+/+),
sclera ikterik (-/-)
- DM Tipe II
- TB paru
dengan infeksi
sekunder
- Diare Akut
tanpa
dehidrasi
- Anemia
ec.Penyakit
kronis dd def.
Fe
Suportif :
- Tirah baring
- Diet M II
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/I (makro)
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam IV
- Inj. Novorapid 6-6-6
- Inj.Levemir 0-0-10
- Ambroxol 3x30 mg
- Urinalisa
- FesesRutin
- Kultur darah
- KGD sewaktu, 2 jam pp, post
prandial, HbA1c
- Cek Elektrolit
- Lipid profile
- BTA DS 3x/ kultur sputum
- Anemia profile (SI, TIBC,
ferritin serum, morfologi darah tepi,
reticulosit count)
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 31
- riwayat penurunan BB
(-), anoreksia (+)
- demam (+) 1 bulan
terakhir, turun dengan
bodrex
- riwayat DM (+) 3
tahun ini, os
mengonsumsi
Glibencamid 1 x sehari
- riwayat hipertensi (+) 3
tahun ini, TD paling
tinggi 200/100 mmHg
- RPO : -
Leher : TVJ R-2
cmH2O, pembesaran
KGB (-)
Thorax :
Auskultasi
Sp :bronkhial di kedua
lapangan paru
St :Ronkhi basah di
lapangan kiri paru
bawah
Abdomen:
Simetris, soepel,
timpani, peristaltik
meningkat
Ekstremitas:
Edema (-/-/-/-/), turgor
kulit baik
HasilLab :
Hb : 10,70 g/dL
- Paracetamol 3x500 mg
- New Diatab 3x2 tab
(k/p mencret)
-Foto Thorax
- RFT (Ureum, Kreatinin)
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 32
WBC : 19.600
Neut : 83,80
(meningkat)
Lymph : 11,10%
(menurun)
Kreatinin : 1,24 mg/dL
KGD ad random : 302
mg/dL
Natrium : 131 mmol/dL
(menurun)
Chlorida : 109
mmol/dL (sedikit
meningkat)
25/05/201
5
- Lemas (+)
- Batuk (+)
- Demam (+)
- Diare (-)
Sens: CM
TD : 120/60 mmHg
Pulse : 80x/i
RR : 24x/i
T: 37,5
Kepala :
- DM Tipe II
- TB paru relaps
dengan infeksi
sekunder
- Anemia
ec.penyakit
Suportif :
- Tirah baring
- Diet M II : Diet DM 1500
kkal
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20
- Urinalisa
- Feses Rutin
- Kultur darah
- KGD sewaktu, 2 jam pp, post
prandial, HbA1c
- Cek Elektrolit
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 33
Konjungtiva palpebra
sup/infanemis (+/+)
Thorax :
Auskultasi
Sp : Bronchial di kedua
lapangan paru
St :Ronkhi basah (+) di
lapangan bawah paru
kiri
Abdomen :
Simetris, soepel,
H/L/R :ttb, P(+) N
Ekstremitas : edema
(-/-/-/-), turgor kulit
baik.
HasilLab :
Hb : 10,7 g/dL
Leu : 196.000 mm3
Plt : 287.000 mm3
kronis dd def. fe
- Post
diareakuttanpade
hidrasi
gtt/imakro
- Inj. Ceftriaxone 1g/ 12j/ iv
- Inj. Novorapid 6-6-6
-Inj.Levemir 0-0-10
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 3x500 mg
- New Diatab 3x2 tab (k/p
mencret)
- Lipid profile
- BTA DS 3x/ kultur sputum
- Anemia profile (SI, TIBC,
ferritin serum, morfologi darah
tepi, reticulosit count)
- Foto Thorax
- RFT (Ureum, Kreatinin)
- Funduscopy
- Konsul PAI
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 34
26/05/201
5
- Batuk (+)
- Lemas (+)
Sens : CM
TD : 130/970mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
T : 36
KGD : 190 mg/dL
Kepala
Mata :konjungtiva
palpebra sup/inf
anemis: (-/-)
Thoraks
Auskultasi
Sp :Bronkhial di kedua
lapangan paru
St :Ronkhi basah pada
lapangan bawah paru
kiri
Abdomen :
Simetris, soepel,
- DM Tipe II
- TB paru relaps
dengan infeksi
sekunder
- Anemia
ec.penyakit
kronis dd def. fe
Suportif :
- Tirah baring
- Diet M II : Diet DM 1500
kkal
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/imakro
- Inj. ceftriaxone 1g/ 12j/ iv
-Inj .Novorapid 6-6-6
-Inj.Levemir 0-0-10
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol3 x 500 mg
- Nebule NaCl 3%/4 jam
- Funduscopy
- Konsul endokrin
- BTA DS dan kultur sputum
- KGD N/ 2 jam PP/ HbA1c/
Lipid profile
- Jawaban Konsul PAI :lapor
ulang untuk hasil foto thorax
dan BTA DS 3 x atau kultur
sputum jika sudah ada.
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 35
H/L/R :ttb, P(+) N
Ekstremitas : edema
(-/-/-/-), turgor
kulitbaik.
Urinalisa :
Warna : Kuning
Kekeruhan : Jernih
Protein : Negatif
Reduksi : ++
Eritrosit : 0
Leukosit : 0-1
Bilirubin : Negatif
pH : 6,5
Berat Jenis : 1,010
Urobilinogen : +
Nitrit :-
Kesan : Glukosuria
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 36
27/05/2015 - Batuk (+) Sens : CM
TD : 130/70 mmHg
HR ; 72x/i
RR : 20 x/i
T : 36KGD : 125 mg/dL
Kepala
Mata :konjungtivapalpebra sup/infanemis
: (-/-)
Thoraks
Auskultasi
Sp :Bronkhial di kedualapanganparu
St :Ronkhinasahpadalapanganbawahparu
kiri
Abdomen :
Simetris, soepel, H/L/R :ttb, P(+) N
Ekstremitas : edema (-/-/-/-), turgor
kulitbaik.
- DM Tipe II
- TB paru
relaps dengan
infeksi
sekunder
- Anemia
ec.penyakit
kronis
Suportif :
- Tirah baring
- Diet M II : Diet DM
1500 kkal
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/Imakro
- Inj. ceftriaxone 1g/ 12j/
iv
-Inj .Novorapid 6-6-6
-Inj.Levemir 0-0-10
-Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 500 mg
- Nebule NaCl 3%/4 jam
- Hasil Foto Thorax :
Tampak infiltrat dan
aktif spesifik di
perihiler kiri, kesan
TB paru.
- Jawaban Hasil
Funduscopy :
Moderate Non
Proliferatif Diabetic
Retinophaty
- KGD N/ 2 jam PP/
HbA1c/ Lipid profile
(hariini)
- BTA DS 3x : A dan B
sudah diantar, hari ini
C
- Menunggu hasil kultur
sputum
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 37
Kolesterol total :165
Trigliserida : 149
HDL Direk :26
LDL Direk : 109
Glukosa Puasa :252
2 Jam PP :279
HBA1c :11,74
Kesan : DM Tipe II
- Konsul endokrin :jika
hasil KGD N/ 2 jam
PP/ HbA1c sudah ada
- Konsul ulangPAI :
jika hasil foto thoraks
(+) dan BTA DS 3x
(+)
28/05/2015 - Batuk (+)
- Darah (+)
bentukgarisseban
yak 1 x
Sens : CM
TD : 160/90 mmHg
HR : 100x/i
RR : 24x/i
T : 36,5
Kepala
Mata :konjungtiva palpebral
sup/infanemis : (-/-)
Thoraks
- DM Tipe II
- TB paru
relaps dengan
infeksi
sekunder
- Anemia
ec.penyakit
kronis dd def.
fe
Suportif :
- Tirah baring
- Diet M II : Diet DM
1500 kkal
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/imakro
- Inj. ceftriaxone 1g/ 12j/
iv
-menunggu hasil BTA DS
3x dan kultur sputum
- Jawaban konsul PAI :
start OAT kategori 2
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 38
Auskultasi
Sp :Bronkhial di kedua lapangan paru
ST:Ronkhi basah pada lapangan bawah
paru kiri
Abdomen :
Simetris, soepel, H/L/R :ttb, P(+) N
Ekstremitas : edema (-/-/-/-), turgor
kulitbaik.
HasilLab :
KGD N/ 2 jam PP/ HbA1c : 252 / 279 /
11,4
Total Kolesterol / TG /HDL / LDL : 165 /
149/ 26/ 109,2 HDL / LDL : 165 / 149/
26/ 109,2
- Moderate
Non
Proliferative
Diabetic
Retinopathy
-Inj .Novorapid 6-6-6
-Inj. Levemir 0-0-10
- Inj . Streptomycin 1 gr/
hari / IM (H1)
-R/H/Z/E :
600/450/1200/1000 (H1)
( Jawaban PAI)
- Codein 3x1
- Paracetamol 500 mg
Tanggal 28/05/2015 Pasien PBJ
Obat PBJ :
-Paracetamol 3x500mg
RSUD dr.PIRNGADI MEDANDIABETES MELITUS TIPE II Page 39