BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan...

12
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania, 2009). 2.1.1. Epidemiologi dan Faktor Resiko Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain secara statistik tidak berhubungan (Harimurti, 1996). Dalam hubungan keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan

pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah

penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang

kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi).

Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan

mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga

bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat

bulan (Dhania, 2009).

2.1.1. Epidemiologi dan Faktor Resiko

Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki dan 44,3% perempuan, 28

(9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12

orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan

pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio

Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi

yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great

Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan

satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi

dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi

dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati

(14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin

B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok

secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain secara statistik

tidak berhubungan (Harimurti, 1996).

Dalam hubungan keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk

Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk Atrioventricular Septal Defect,

12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal

Defect dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

lain 2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati hanya 2,2%

kejadian PJB pada populasi yang diamati (Poulsen, 2009).

2.1.2. Jenis PJB

1. PJB Non Sianotik

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung

yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung

sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan

alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung.

Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai

berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono,

2003).

a. Ventricular Septal Defect (VSD)

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang,

juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler

paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru

belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau

dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3

bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler

paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan

beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung

(Roebiono, 2003).

b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering

ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas

seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3

kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada

PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun

dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan

tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase

diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan

mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi

karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering

tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna

sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih

tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna

sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan

dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).

c. Atrial Septal Defect (ASD)

Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium

dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan

juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan

keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.

Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya

sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah

diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar

dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area

pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal

sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru

umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah

terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).

d. Aorta Stenosis (AS)

Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering

terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi

dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan

leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-

minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan

gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi

bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada

neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang

berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003).

e. Coarctatio Aorta (CoA)

Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun

derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau

epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik

pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari

arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari

pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada

usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini,

sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui

PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan

hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).

f. Pulmonal Stenosis (PS)

Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang

memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis

sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan

pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular

terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang

abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau

mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang

kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising

sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).

2. PJB Sianotik

Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB

sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh

terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis

antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).

a. Tetralogy of Fallot (ToF)

Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah

deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke

ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi

ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan

menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di

ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari

infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun

pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung-

ujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein,

2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum

Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan

Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani,

kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan

fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat

dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau

yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. (Bernstein, 2007)

c. Tricuspid Atresia

Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung

dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur

sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal.

Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih

tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat

kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan

Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat

yang ditandai dengan sianosis. (Bernstein, 2007)

2.2.3. Deteksi Dini Gejala Klinis

Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk: sesak napas dan kesulitan minum. Gejala-

gejala tersebut biasanya tampak pada periode neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak juga

dapat menunjukkan gejala-gejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah ke

PJB seperti adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba lemah /

tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi dan sering pula tidak

berhubungan dengan abnormalitas pada jantung. Membedakan sianosis perifer dan sentral

adalah bagian penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal dari

daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik,terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah

dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi jaringan

yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang baik.tempat atau

daerah yang dapat dipercaya untuk menentukan adanya sianosis sentral adalah pada tempat

dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral

pada jam-jam awal setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi

tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau duktus

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan hiperveskositas dapat

pula menyebabkan sianosis pada bayi normal. (Rahman, 2008).

2.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan dan pandangan biologis

merupakan suatu aktivitas seseorang yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada

hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia

itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup; berjalan, berbicara, bereaksi,

berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir,

persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut

dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan

bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan faktor penentu dari perilaku mahkluk

hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau

modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan

lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu

mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses

belajar (learning process) (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta

lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau

perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan

sikap), maupun bersifat aktif (perilaku nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau

rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan dan lingkungan. Dengan lebih terperinci perilaku kesehatan itu mencakup:

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon,

baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit

yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (perilaku) yang dilakukan

sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap

pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.

Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas

kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang terhadap

makanan sebagai kebutuhan vital manusia perilaku ini meliputi pengetahuan,

persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung

di dalammnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan

tubuh kita.

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental behavior), yakni respon

seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup

perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat

luas. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan

pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:

a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)

b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (

attitude)

c. Praktek atau perilaku yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi

pendidikan yang diberikan (practice) (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah kecakapan mempertahankan dan memakai informasi, campuran

pemahaman, pengalaman, ketajaman dan ketrampilan. Sifat pengetahuan bersandar pada cara

berbeda akuisisi gagasan, persepsi, imajinasi, kenangan, pendapat, abstraksi dan

berkeputusan. Kriteria pusat pengetahuan sekitar pengertian yang membolehkan

membedakan di antara benar dan salah, seperti logika (pemikiran deduktif) dan metode

ilmiah (merumuskan dan menguji hipotesa). Tujuan puncak pengetahuan adalah kebenaran

(Badran, 1995).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat, yakni:

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada suatu kondisi ril (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata- kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi- formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penialain itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2007).

Lima puluh sembilan persen dari orangtua dengan benar bisa menyebutkan kelainan

jantung anak mereka, tetapi hanya 29% bisa menunjukkan dengan diagram. Orangtua secara

umum bisa mengenali sifat dan maksud pembedahan sebelumnya (83% benar) dan intervensi

(91% benar) anak mereka, tetapi lebih tidak sering benar tentang maksud pemberian obat-

obatan (45%). Hanya sekitar 7% bisa menggambarkan akibat sampingan obat jantung yang

tertulis dalam resep bagi anak mereka. Lima puluh sembilan persen mengerti maksud latihan

fisik dan larangan. Walaupun sekitar separuh mengetahui keperluan untuk antibiotika pada

kunjungan dokter gigi, hanya 27% mempunyai kesadaran bahaya bakteri endocarditis.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

Orangtua berpendidikan rata, pekerjaan, dan penyakit jantung kompleks di anak mereka

berhubung secara positif dengan pengetahuan PJB. Orangtua anak dengan PJB mempunyai

celah luas pengetahuan penting, dan bahwa pendekatan sampai keperluan pendidikan

orangtua untuk menjadi kebutuhan (Cheuk,2004).

Tiga puluh persen dari orangtua dengan benar mengetahui jenis kelainan jantung

bawaan anak mereka dan 21% dengan benar menunjukkan kelainan tersebut di atas diagram

jantung. Hanya dua puluh tujuh persen dari semua orangtua sudah mendengar infective

endocarditis (IE). Analisis dengan banyak variasi oleh kemunduran logistik nampak bahwa

diagnosis jantung, pencapaian kependidikan dan pekerjaan orangtua adalah penentu utama

pengetahuan orangtua, sifat mereka dengan PJB. Nilai untuk pengetahuan orangtua

menunjukkan bahwa 36% mempunyai pengetahuan baik (lebih dari 60% dari jawaban benar)

sedangkan pengetahuan buruk ditemukan di 64% dari orangtua (Mahdi, 2009).

Orangtua anak dengan PJB yang kompleks mempunyai kesulitan memahami kondisi

medis anak mereka dan kesulitan belajar bagaimana terbaik untuk memilihara mereka.

Sayangnya banyak orangtua anak dengan PJB mempunyai rentang pengetahuan berarti. Hal

itu mungkin karena ketidakmengertian atau kesulitan mengingat perintah penting. Banyak

orangtua merasakan frustasi luar biasa kalau bayi atau anak mereka mempunyai kesulitan

makan. Mereka tidak mengerti hubungan antara pemberian makanan dan masalah kondisi

jantung. Mereka dengan kurang hati-hati mungkin melelahkan anak selama pemberian

makanan atau kurang memperhitungkan pentingnya pemasukan kalori. Orangtua muka

kadang-kadang menakutkan tugas memilihara anak mereka dengan PJB kompleks (Kamm,

2006).

Delapan puluh dua koma sembilan persen orangtua tidak paham bahwa perdarahan

gusi merupakan resiko kesehatan serius pada anak dengan PJB. Sembilan puluh koma dua

persen tidak sadar bahwa suatu perlakuan gigi bisa menyulitkan kondisi jantung anak mereka.

Perlunya pendidikan kesehatan lisan bagi orangtua atau pengasuh dengan anak berPJB untuk

mencegah situasi dimana mereka membahayakan anak mereka karena ketidaktahuan.

Meskipun 92,7% dari orangtua mengetahui keuntungan penyikatan gigi; hanya 36,6%

menjamin penyikatan teratur bagi anak mereka (Agbelusi, 2005).

2.2.2. Sikap (Attitude)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

Sikap merujuk pada kecenderungan untuk bereaksi di cara tertentu untuk situasi tertentu

untuk melihat dan menterjemahkan peristiwa menurut kecenderungan tertentu atau

mengorganisasi pendapat ke dalam struktur masuk akal dan berhubungan (Badran, 1995).

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu perilaku atau aktifitas,

akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa

sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap

objek. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

terhadap suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

Saat seorang bayi didiagnosis dengan PJB, orangtua mengalami shock, ketidak

percayaan, ketakutan, kemarahan, dan sering berlarut dalam kesedihan.

Di tengah-tengah emosi ini mereka harus belajar memperhitungkan keperluan istimewa bayi

mereka. Mempersiapkan orangtua dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk memelihara

bayi mereka selama waktu menegangkan ini memerlukan usaha tim ahli yang bisa

menyediakan pengetahuan jelas, ringkas, dan komunikasi konsisten. Masing-masing orangtua

akan menanggapi secara unik, dan tanggapan orangtua mungkin tak selaras atau sangat

berlainan satu sama lain. Bapak mungkin merasakan keperluan untuk menjadi kuat bagi

orang lain dan di proses menyembunyikan emosi dan keperluan mereka sendiri. Potensi

untuk interaksi bayi dengan ibu terganggu, postpartum depresi risiko tinggi. Anjurkan baik

orang-tua mengungkapkan perasaan mereka, saling berbagi keprihatinan mereka, dan

mengenali ketakutan dan sumber tekanan (Green, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

Kepuasaan terhadap pemberian informasi tentang kondisi anak dengan jantung

bawaan ditunjukkan 95% oleh keluarga pasien. Sembilan puluh tujuh persen keluarga

mempercayakan penanganan sepenuhnya kepada dokter. Ketidak perdulian orangtua tentang

masalah anak mereka tidak bergantung pada keparahan ataupun kompleksitasnya tetapi lebih

cenderung kurangnya pengetahuan dan kebanyakan persepsi yang salah tentang kondisi anak

mereka. Diagnosis prenatal untuk mengetahui adanya PJB disetujui oleh 88% keluarga dan

aborsi disetujui 40% keluarga. Keinginan untuk melakukan diagnosis awal sebelum kelahiran

tidak berkaitan dengan kepercayaan atau agama. Penolakan aborsi sangat terkait dengan

pertimbangan agama dan beberapa keluarga yang menolak aborsi berpendapat diagnosis awal

untuk PJB pada anak hanya untuk mengetahui dan mempersiapkan diri. Ibu lebih banyak

menetapkan perlakuan diagnosis prenatal ataupun perilaku aborsi dibanding bapak, namun

tidak terdapat perbedaan pendapat yang sangat jelas. (Beeri, 2001).

Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan memiliki kesadaran penuh

terhadap masalah kesehatan yang dapat menjadi masalah serius bagi anak mereka. Mereka

sadar bahwa flu, patah tulang lengan ataupun infeksi merupakan masalah serius bagi anak

mereka. Sangat sedikit orangtua yang sadar bahwa gusi berdarah berbahaya bagi anak mereka

dan hanya setengah orangtua yang sadar bahwa ekstraksi gigi merupakan masalah serius bagi

anak mereka (Saunders, 1997).

2.2.3. Praktik atau Perilaku (practice)

Praktik atau perilaku adalah suatu aplikasi peraturan dan pengetahuan yang menuju sebuah

aksi berdasarkan suatu tatakrama yang etis. Praktik atau perilaku dalam kesehatan harus

mempunyai persetujuan, dasar penelitian yang kompeten, dan memiliki keuntungan yang

lebih besar daripda kerugian yang dihasilkan (Badran, 1995).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu perilaku (overt behavior). Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan

faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tingkat-tingkat praktek:

1. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

perilaku yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons), dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang

benar sesuai dengan contoh.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter II.pdf · PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia

sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation), merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya perilaku itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran

perilakunya tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Orangtua dengan anak PJB lebih sering terbangun pada malam hari karena

kekhawatiran yang luar biasa tentang keadaan anak mereka. Perilaku terbangun dan tergesa-

gesa menuju tempat tidur anak mereka yang menderita PJB diakibatkan rasa kecemasan yang

berlebihan terhadap setiap suara yang terdengar pada malam hari dari daerah anak mereka

tertidur. Kebanyakan orangtua menggunakan suatu alat pemantau gerakan yang akan

membunyikan tanda bahaya untuk memantau keadaan anak mereka. Sering sekali muncul

tanda bahaya yang palsu yang selalu direspon orangtua berakibat kurang tidur dan

menyebabkan kegelisahan dan tekanan yang lebih dari sebelumnya. Mendapat tidur yang

lebih nyenyak lebih penting dalam mengurangi tingkat kegelisahan dan tekanan, dan

menolong orangtua memilihara anak mereka lebih efektif (Kamm, 2006).

Pemahaman orangtua terhadap PJB sangat kurang. Dua puluh enam persen orangtua

tidak mampu memberikan alasan mengapa mereka memperbolehkan penanganan oleh tenaga

profesional kesehatan dengan pengalaman yang sedikit tentang penyakit ini. Nilai

pengetahuan ibu lebih tinggi dari bapak. Tujuh puluh tiga persen orangtua memberikan

respon yang benar tentang kunjungan rutin ke dokter gigi, dan penggunaan antibiotik

prophylaxis bukan hanya untuk pemeriksaan rutin tetapi untuk terapi (Wray, 2004).

Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan mengalami kehilangan

harapan dan perasaan ketidakamanan di masa depan. Adanya suatu kepercayaan klinis yang

memandang bahwa sebaiknya anak meninggal di rumah dan sudah beberapa kejadian yang

menghasilkan penderitaan luar biasa akibat kepercayaan ini. Banyak keluarga yang tidak

memiliki dukungan dan bantuan yang memadai dari orangtua, saudara dekat dan teman untuk

memberikan bantuan dan perhatian penuh 24 jam kepada anak dengan PJB untuk lebih dari

beberapa hari. Sangat sedikit keluarga yang memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk

melakukan perawatan dan banyak melakukan kesalahan (Emery, 1989).

Universitas Sumatera Utara