Bab 2
-
Upload
ayunda-annisa -
Category
Documents
-
view
48 -
download
0
description
Transcript of Bab 2
BAB 2
LANDASAN TEORI
Landasan teori ini merupakan salah satu hal yang penting dalam pembuatan
suatu laporan. Hal tersebut terlihat dari keberadaan landasan teori ini sendiri dalam
pedoman dalam pemecahan masalah yang muncul dalam pelaksanaan praktikum
ataupun dalam pembuatan laporan. Landasan teori ini berisikan teori-teori yang
terkait dengan praktikum dan pembiuatan laporan mengenai pengukuran waktu
kerja.
2.1 Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran waktu kerja adalah usaha untuk menentukan lama kerja yang
dibutuhkan seorang operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik
pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam lingkungan kerja yang terbaik pada
saat itu (http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=pengukuran+waktu+kerja+adalah,)
Pengukuran waktu ini merupakan suatu proses kuatitatif, yang diarahkan
untuk mendapatkan suatukriteria yang obyektif. Study mengenai pengukuran waktu
kerja dilakukan untuk dapat melakukan perancangan atau perbaikan dari suatu sistem
kerja. Untuk keperluan tersebut, dilakukan penentuan waktu baku, yaitu waktu yang
diperlukan dalam bekerja dengan telah mempertimbangkan faktor-faktor diluar
elemen pekerjaan yang dilakukan
(www.http://aderafiansyah.blogspot.com/2010/08/pengukuran-waktu kerja.html).
Work measurement adalah proses menentukan waktu yang diperlukan seorang
operator dengan kualifikasi tertentu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan
performansi yang telah didefinisikan .
Pengukuran waktu kerja (work measurement) ini akan berhubungan dengan
usaha – usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan
suatu pekerjaan.
Faktor Penyesuaian Faktor Kelonggaran
Gambar 2.1 Bagan Waktu Baku (Sutalaksana, 1979)
2.2 Pembagian Teknik Pengukuran Waktu Kerja
Teknik- teknik Pengukuran waktu kerja dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Secara Langsung
Pengukuran waktu dinyatakan langsung karena pengamat berada di tempat
objek pengukuran yang sedang diamati secara langsung. Dengan demikian
pengamatan langsung merupakan pengukuran atas waktu kerja yang dibutuhkan oleh
seorang operator (objek pengamatan) dalam menyelesaikan pekerjaan
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art).
a. Pengukuran waktu dengan jam henti (Stopwatch Time Study )
Pengukuran waktu jam henti adalah pekerjaan mengamati pekerja dan
mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan
menggunakan alat yang telah disiapkan.
Karakteristik sistem kerja yang sesuai :
a) Jenis aktivitas pekerjaan bersifat homogen
b) Aktivitas dilakukan secara berulang - ulang dan sejenis
c) Terdapat output yang riil, berupa produk yang dapat
dinyatakan
secara kuantitatif
Langkah-langkah dalam melakukan pengukuran waktu secara langsung
dengan menggunakan jam henti adalah sebagai berikut :
1. Langkah pendahuluan atau sebelum melakukan pengukuran, yaitu:
a. Mendefinisikan kegiatan kerja yang akan diukur dan tujuan
pengukuran kerja
5
Waktu Normal
(Wn)
Waktu Baku
(Wb)
Waktu Siklus
(Ws)
b. Memilih operator. Operator yang dipilih adalah pekerja normal,
yaitu pekerja yang mempunyai kemampuan rata-rata.
c. Pelatihan operator, yang dimaksudkan agar operator dapat
mengenal sistem kerja yang telah dibakukan.
d. Menguraikan pekerjaan menjadi elemen-elemen kerja yang lebih
kecil dengan mempertimbangkan keterbatasan dan syarat-syarat
pemilihan elemen. Elemen-elemen inilah yang akan diukur
waktunya. Waktu yang diperoleh disebut dengan waktu siklus.
e. Mempersiapkan alat-alat pengukuran, meliputi: jam henti, lembar
pengamatan, pena atau pensil, dan papan pengamatan.
2. Langkah pelaksanaan, yaitu:
a. Mengukur dan mencatat waktu pengamatan setiap elemen
kegiatan dengan cara kontinu atau terputus-putus, dengan jumlah
pengulangan tertentu (sembarang sebagai pendahuluan).
b. Melakukan pengujian keseragaman data.
Jika data yang diperoleh tidak seragam, maka data tersebut
dihilangkan dan tidak dimasukkan lagi.
c. Melakukan pengujian kecukupan data.
Jika data yang diperoleh tidak cukup, maka dilakukan
pengambilan data kembali sampai cukup.
3. Langkah pengolahan data setelah melakukan pengukuran dan
pengujian, yaitu :
a. Perhitungan waktu siklus (Ws).
Waktu siklus merupakan waktu yang dipelukan mulai dari
awal sampai dihasilkan suatu produk.
b. Penentuan faktor penyesuaian (fp).
Faktor penyesuaian dilakukan untuk menormalkan waktu
kerja akibat adanya ketidakwajaran yang terjadi selama pekerjaan
dilakukan.
c. Perhitungan waktu normal (Wn).
Waktu normal adalah waktu yang diperlukan oleh seorang
pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya secara normal
atau wajar.
6
d. Penentuan faktor kelonggaran (fk).
Setiap operator mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda,
seperti makan, minum ke kamar mandi merokok, ngobrol dan
sebagainya. Oleh karena itu perlu diberikannya kelonggaran pada
setiap operator.
e. Perhitungan waktu baku (Wb).
Waktu baku adalah waktu kerja dengan mempertimbangkan
faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran.
7
Gambar 2.1 Langkah – Langkah Stopwatch Time Study
(Wignjosoebroto, 2000)
b. Sampling pekerjaan ( Work Sampling )
Sampling – atau dalam bahasa asingnya sering disebut dengan Work
Sampling, Ratio Delay Study, atau Random Observation Method- adalah
suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap
aktivitas kerja dan mesin, proses atau pekerja/operator (Wignjosoebroto,
2000).
Metode sampling kerja dikembangkan berdasarkan hukum
probabilitas atau sampling. Oleh karena itu pengamatan terhadap suatu
obyek yang ingin diteliti tidak perlu dilaksanakan secara menyeluruh
(populasi) melainkan cukup dilaksanakan secara mengambil sampel
pengamatan yang diambil secara acak (random) (Wignjosoebroto, 2000).
Suatu sampel yang diambil secara random dari suatu grup populasi
yang besar akan cenderung memiliki pola distribusi yang sama seperti
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila sampel yang dimiliki
tersebut diambil cukup besar, maka karakteristik yang dimiliki oleh
sampel tersebut tidak akan jauh berbeda dibanding dengan karakteristik
dari populasinya (Wignjosoebroto, 2000).
Secara garis besar metode sampling kerja ini dapat digunakan untuk
(Wignjosoebroto, 2000) :
1. Mengukur Ratio Delay dari sejumlah mesin, operator /
karyawan atau fasilitas kerja lainnya
2. Menetapkan Performance Level dari seseorang selama waktu
kerja berdasarkan waktu-waktu dimana orang itu bekerja atau
tidak bekerja, terutama sekali untuk pekerjaan manual.
3. Menentukan waktu baku untuk suatu proses operasi kerja.
2. Secara Tidak Lansung
Pengukuran waktu jenis ini disebut tidak langsung, karena pengamat tidak
berada secara langsung di lokasi (obyek) pengukuran dari awal hingga akhir.
Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan
8
perumusan serta berdasarkan data waktu yang telah tersedia
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art,).
a. Data Waktu Baku
Data Waktu baku adalah data yang menunjukkan waktu
penyelesaian suatu jenis pekerjaan.Data waktu baku sangat banyak
sekali seiring dengan tingginya variabilitas jenis pekerjaan yang ada.
Data waktu baku ini berguna untuk menutupi kelemahan dari data
waktu gerakan, yaitu dalam hal penggunaan mesin. Keuntungan dari
pengunaan data waktu baku adalah karena cepat dan tidak
membutuhkan biaya yang besar. Penelitian data waktu baku sering
disebut cara sintesa. Pengukuran untuk pembentukan data waktu baku
dapat dikerjakan dengan menggunakan persamaan regresi.
Data waktu baku berisi data dari waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diteliti pada waktu yang
lalu. Dengan demikian bila ada kegiatan yang sama dengan kegiatan
yang waktunya sudah ada sebelumnya, maka waktu penyelesaian
pekerjaan itu sudah dapat ditentukan.
b. Data Waktu Gerakan
Data waktu gerakan adalah data waktu dari elemen-elemen
gerakan baku, bukan data elemen pekerjaan tapi jauh lebih detil lagi
yaitu elemen gerakan. Data waktu gerakan terdiri dari :
a) Working Factor (WF) System
Pada metoda ini, suatu pekerjaan dibagi atas elemen-
elemen gerak yang didasarkan pada anggota badan mana yang
bergerak. Dan penentuan waktunya berdasarkan jumlah faktor
kerja yang menyertai gerakan tersebut (www.
ainul.staff.gunadarma.ac.id/.../METHOD+TIME+MEASURE
NMENT)
b) Maynard Operation Sequence Time (MOST System)
9
Maynard Operation Sequence Technique (MOST) ,
terdiri dari urutan gerakan umum, urutan gerakan terkendali
dan urutan gerakan memakai.
Model urutannya seperti: A B G A B P A
dimana: A= action distance/ jarak perpindahan
B = body motion/gerakan badan
G = gain control / pengendalian
P= place/penempatan
(www. ainul.staff.gunadarma.ac.id/.../
METHOD+TIME+MEASURENMENT)
Tiga model urutan MOST terbagi menjadi 3, yaitu :
1) Urutan Gerakan Umum (The general move
sequence) merupakan Pemindahan objek secara
manual dari satu tempat ke tempat lain secara bebas.
Dengan urutan kegiatan dalam gerakan umum :
i. A : jarak gerakan (action distance), terutama
dalam arah horizontal
ii. B : gerakan badan (body motion), terutama
dalam arah vertikal
iii. G : proses pengendalian (gain control)
iv. P : penempatan (place)
A meliputi semua gerakan atau perpindahan jari,
tangan, kaki, dengan dengan pembebanan atau tidak.,
B gerakan badan, G semua gerakan manual yang
dilakukan untuk mendapatkan pengendalian objek
dan juga gerak melepaskan pengendalian, dan P
meluruskan objek, mengurut objek, sebelum
pengendalian objek dilepaskan.
Secara umum, model ini menampilkan urutan
ABG ABP A
Mengambil Menyimpan Kembali
Kemudian berdasarkan aktivitas yang dilakukan dan
disesuaikan dengan tabel, maka setiap paramater
10
diberi indeks yang sesuai, sehingga urutannya
menjadi AiBiGiAiBiPiAi . Waktu pengerjaan
ditentukan dengan menjumlahkan indeks (i) tiap
parameter dan dikali dengan 10 dan nilai yang
diperoleh dalam TMU dikonversi ke detik atau
menit atau jam sesuai kebutuhan.
2) Urutan gerakan terkendali (The controlled move
sequence).
Urutan ini berlaku untuk pemindahan objek,
dimana objek tersebut tetap bersentuhan dengan
suatu permukaan atau digabungkan dengan objek
lain selama pemindahan. Parameter yang digunakan
adalah ABG dengan tambahan MXI.
M meliputi semua gerakan yang diatur secara
manual atau tindakan/gerakan objek melalui langkah
yang dikendalikan, X menunjukkan waktu proses,
yang dilakukan oleh mesin dan bukan oleh tangan, I
gerak meluruskan, yang menunjukkan gerakan
manual yang mengikuti gerakan terkendali atau pada
akhir waktu pemrosesan untuk mencapai pelurusan
objek.
Gerakan terkendali terjadi karena dua keadaan
yaitu objek dikendalikan karena kaitannya dengan
objek lain, seperti memijit tombol, membuka pintu,
memutar tuas dan objek dikendalikan karena adanya
kontak terhadap permukaan objek lain, misalnya
mendorong kotak diatas meja.
3) Urutan gerakan memakai alat (The tool use
sequence).
Urutan ini berlaku bagian gerakan yang
menggunakan atau memakai bantuan alat-alat
tangan seperti tang, kunci inggris, obeng, martil dan
11
lain-lain. Jadi diawali dengan gerakan-gerakan
umum dan dilanjutkan dengan pengukuran waktu
untuk gerakan yang dilakukan oleh tangan yang
mengunakan alat bantu.
Urutan umumnya :
ABG ABP ABP A
Keterangan : ABG = mencapai objek/alat
ABP = menempatkan objek/alat
ABP = memakai alat
A = meletakkan alat kembali
Bagian yang memakai alat di isi dengan salah
satu parameter :
F C L S M R T
Keterangan :
F = fasten (mengencangkan)
C = cut
L = loosen (mengendurkan)
S = surface treat (mis. Ampelas)
M = measure
R = record
T = think
Tabel 2.1 Tiga Model Urutan Most
(www. dhimaskasep.files.wordpress.com/2008/05/most.ppt)
12
c) Motion Time Measurement (MTM System)
Methods Time Measurement (MTM-1) adalah suatu
sistem penetapan awal waktu baku yang dikembangkan
berdasarkan studi gambar gerakan-gerakan kerja dari suatu
operasi kerja industri yang direkam dalam film. MTM-1 ini
merupakan salah satu solusi yang baik, karena metoda ini
mempunyai keunggulan pre-determinded artinya metoda ini
dapat mendeteksi waktu penyelesaian suatu pekerjaan dalam
suatu metoda yang diusulkan sebagai alternatif, sebelum
metoda kerja tersebut diterapkan atau dijalankan (www.
ainul.staff.gunadarma.ac.id/.../METHOD+TIME+MEASURE
NMENT).
2.3 Waktu Siklus, Waktu Normal, dan Waktu Baku
Waktu siklus adalah waktu penyelesaian rata-rata satu satuan produk mulau
dari bahan baku mulai diproses di stasiun kerja tersebut.
Ws = ΣXi/N ; dimana Xi= jumlah waktu penyelesaian yang teramati
N= jumlah komponen
Waktu normal untuk suatu operasi kerja adalah semata – mata menunjukkan
bahwa seorang operator yang berkualitas baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan
pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Dalam menentukan waktu normal,
digunakan persamaan sebagai berikut:
… (2.1)
Wn = Ws x p … (2.2)
dimana p = faktor penyesuaian
jika:
P=1 bekerja wajar
p<1 bekerja terlalu lambat
P>1 bekerja terlalu cepat
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal
untuk meyelesaikan pekerjaan yang dikerjakannya dalam sistem kerja yang terbaik
saat itu. Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
13
memiliki kemampuan rata – rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku
ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :
1. Man power planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja )
2. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan/pekerja
3. Penjadwalan produksi dan penganggaran
4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan
berprestasi
5. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang
pekerja
Rumus untuk waktu baku yaitu :
Wb = Wn ( 1 + faktor kelonggaran ) … (2.3)
2.4 Faktor Penyesuaian dan Faktor Kelonggaran
Faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran berkaitan dengan waktu baku.
Faktor penyesuaian digunakan dalam perhitungan waktu normal. Dalam penentuan
waktu baku, faktor penyesuaian dan kelonggaran sangat penting untuk mendapatkan
waktu baku yang paling baik.
2.4.1. Faktor Penyesuaian
Maksud dimasukkannya faktor penyesuaian adalah untuk menjaga kewajaran
kerja, sehingga tidak akan terjadi kekurangan waktu karena terlalu idealnya kondisin
kerja yang diamati. Faktor penyasuaian dalam pengukuran waktu kerja dibutuhkan
untuk menentukan waktu normal dari operator yang berada dalam sistem kerja
tertentu.Beberapa metode dalam menentukan besar faktor penyesuaian, antara lain :
1. Metode Persentase (%)
Cara ini merupakan cara yang paling awam untuk digunakan dalam
melakukan penyesuaian. Besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh
pengukuran melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Setelah mengukur
pengamat menentukan faktor penyesuaian (harga p) yang menurutnya akan
menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Bila p =
110%, waktu siklus (Ws) suatu pekerjaan telah dihitung sama dengan 14,6 menit,
maka waktu normal pekerjaan tersebut sama dengan
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art):
14
Wn = Ws x P
= 14,6 menit x 110%
= 16,6 menit
Penentuan faktor penyesuaian tersebut dilakukan dengan sangat sederhana.
Di lain pihak kekurangan ketelitian hasil sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian.
2. Metode Shumard
Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas
performance kerja diri sendiri. Seorang yang dipandang bekerja diberi nilai 60, nilai
ini digunakan sebagai patokan untuk memberikan penyesuaian bagi performance
kerja lainnya. Misalnya ada seorang tenaga kerja yang bekerja dengan performance
excellent, maka nilai tenaga kerja tersebut adalah 80, sehingga faktor penyesuaian
adalah 80:60= 1,33. Jika waktu siklus pekerjaan terhitung 14,6 menit, maka waktu
normalnya:
Wn = 14,6 menit x 1,33
= 19,42 menit
3. Metode Westinghouse
Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha,
kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas – kelas dengan nilai
masing- masing.
Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi enam kelas dengan cirri-
ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini (Sutalaksana, 1979) :
SUPER SKILL :
a. Secara bawahan cocok sekali dengan bawahannya.
b. Bekerja dengan sempurna.
c. Tampak seperti telah terlatih dengan baik.
d. Gerakan-gerakannya sangat halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk
diikuti.
e. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.
f. Perpidahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau
terlihat karena lancar.
15
g. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang
apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
h. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah
pekerja yang baik.
EXCELENT SKILL :
a. Percaya diri sendiri.
b. Tampak cocok dengan pekerjaanya.
c. Terlihat telah terlatih dengan baik.
d. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran
atau pemeriksaan-pemeriksaan.
e. Gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dikerjakan tanpa kesalahan.
f. Menggunakan peralatan dengan baik.
g. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
h. Bekerjanya cepat tetapi halus.
i. Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.
GOOD SKILL :
a. Kualitas hasil baik.
b. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerjaan pada
umumnya.
c. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerjaan lain yang
keterampilannya lebih rendah.
d. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
e. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
f. Tidak keragu-raguan.
g. Bekerja stabil.
h. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
i. Gerakan-gerkannya cepat.
AVERAGE SKILL :
a. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
b. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.
c. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan.
d. Tampak sebagai pekerja yang cakap.
e. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-raguan.
16
f. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.
g. Tampak cukup terlatih dank arena mengetahui seluk-beluk pekerjaannya.
h. Bekerja cukup teliti.
i. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
FAIR SKILL :
a. Tampak terlatih tapi belum cukup baik.
b. Mengenai peralatan dan lingkungan secukupnya.
c. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan.
d. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
e. Tampak sepert tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan
dipekerjaan itu cukup lama.
f. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak
selalu yakin.
g. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
h. Jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah.
i. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.
POOR SKILL :
a. Tidak bias mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
b. Gerakan-gerakannya kaku.
c. Kelihatan tidak yakin pada urutan-urutan gerakan.
d. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yng bersangkutan.
e. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaan.
f. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
g. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
h. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
i. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan
kelas seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri,
koordinasi, irama gerakan, bekas-bekas latihan dan hal-hal lain yang serupa.
Untuk usaha cara Westing house membagi juga atas kelas-kelas dengan cirri
masing-masing. Yang dimaksudkan dengan usaha disini adalah kesungguhan yang
ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini ada
6 (enam ) kelas usaha dengan ciri-cirinya :
17
EXCESSIVE EEFORT :
a. Kecepatan sangat berlebihan.
b. Usaha sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan
kesehatannya.
c. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari
kerja.
EXELENT EFFORT :
a. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.
b. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa.
c. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
d. Banyak memberi saran-saran.
e. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.
f. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
g. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.
h. Bangga atas kelebihannya.
i. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
j. Bekerjanya sistematis.
k. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen keelemen lainnya tidak
terlihat.
GOOD EFFORT :
a. Bekerja berirama.
b. Saat-saat menganggur sangat sedikit bahkan kadang-kadang tidak ada.
c. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
d. Senang pada pekerjaannya.
e. Kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
f. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
g. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang hati.
h. Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.
i. Tempat kerjanya diatur baik dan rapi.
j. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik.
AVERAGE EFFORT :
a. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.
b. Bekerja dengan stabil.
18
c. Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya.
d. Set up dilaksanakan dengan baik.
e. Melakuka kegiatan-kegiatan perencanaan.
FAIR EFFORT :
a. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.
b. Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.
c. Kurang sungguh-sungguh.
d. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
e. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
f. Alat-alat yang dipaki tidak selalu yang terbaik.
g. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya.
h. Terlampau hati-hati.
i. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.
j. Gerakan-gerakannya tidak terencana.
POOR EFFORT :
a. Banyak membuang-buang waktu.
b. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.
c. Tidak mau menerima saran-saran.
d. Tampak malas dan lambat bekerja.
e. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat
dan bahan-bahan.
f. Tempat kerjanya tidak diatur rapi.
g. Tidak peduli pada cocok/ baik tidaknya peralatan yang dipakai.
h. Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.
i. Set up kerjanya terlihat tidak baik.
Yang dimksud dengan kondisi kerja pada cara Westinghouse adalah kondisi
fisik lingkungannya Seperti keadaan pencahayaan, temperature, kebisingan ruangan.
Kondisi kerja dibagi 6 (enam) kelas yaitu ideal, exellent, good, average, fair, dan
poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan
karateristik masing-masig pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu
kondisi yang dianggap good untuk satu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair
atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya komdisi ideal adalah
19
kondisi yang cocok bagi pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan
performance maksimal dari pekerja. Sebaiknya kondisi poor adalah kondisi
lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat
pencapaian performance yang baik.
Konsistensi perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap
pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak semuanya sama, waktu
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus
lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Sebagaimana halnya dengan
faktor-faktor lain, Konsisternsi juga dibagi 6 (enam) kelas yaitu : perfect, exellent,
good, average, fair, dan poor.
Tabel 2.2 Tabel Performance Rating Sistem Westinghouse
(Wignjosoebroto,2000)
Tabel 2.3 Lanjutan tabel Performance Rating dengan Sistem Westinghouse
(Wignjosoebroto,2000)
4. Metode Obyektif
Cara ini memperlihatkan dua faktor, yaitu kecepatan kerja dan tingkat
kesulitan kerja. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Jika operator bekerja terlalu cepat, penyesuaian untuk kecepatan besarnya > 1, jika
20
operator bekerja lambat penyesuaian kecepatan kerja < 1, dan jika operator bekerja
normal penyesuaiannya = 1. Besarnya penyesuaian untuk tingkat kesulitan kerja
ditentukan dengan memperhatikan kesulitan-kesulitan dalam bekerja
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art).
5. Metode Bedaux atau Sintesis
Metode Bedaux merupakan pengembangan untuk lebih mengobyektifkan
penyesuaian. Pada dasarnya cara ini tidak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja
nilai-nilai pada Bedaux dinyatakan dalam “B” seperti misalnya 60B, 70B dan
sebagainya (Sutalaksana,1979).
Metoda sintesis lebih berbeda dengan cara yang lainnya, dalam waktu
penyesuaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan beebrapa harga yang
diperoleh dari table-table data waktu gerakan, untuk kemudian dihitung harga rata-
rata. Harga rata-rata inilah yang dinilai sebagai factor penyesuaian untuk elemen-
elemen pekerjaan pertama, kedua dan ketiga bagi suatu siklus pekerjaan adalah
17,10 detik dan 32 detik. Dari beberapa table data waktu gerakan didapat untuk
beberapa elemen yang sama masing-masing pada beberapa elemen tersebut,
perbandingannya adalah 12:10 dan 29:10, rata-ratanya yaitu 1,05. Harga rata-rata ini
menjadi nilai factor penyesuaian untuk ketiga elemen pekerjaan tersebut oleh siklus
yang bersangkutan. Perhitungan waktu normal sama dengan cara-cara lainnya
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art).
2.4.2. Faktor Kelonggaran (Allowance)
Pemberian kelonggaran ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada
operator untuk melakukan hal - hal yang harus dilakukannya, sehingga waktu baku
yang diperol,eh dapat dikatakan data waktu kerja yang lengkap dan mewakili sistem
kerja yang diamati (www.http://aderafiansyah.blogspot.com/2010/08/pengukuran-
waktu kerja.html). Kelonggaran yang diberikan antara lain :
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa 1elah ( fatique )
3. Kelonggaran yang tidak dapat dihindarkan
Pemberian faktor kelonggaran dan penyesuaian secara bersama - sama,
selayaknya dapat dirasakan adil (fair), baik dari sisi operator maupun dari sisi
manajemen.
21
2.5 Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data digunakan untuk membuktikan bahwa data yangdiambil sudah
mewakili populasi yang ingin diteliti. Pengujian kecukupan data sangat dipengaruhi oleh besarnya:
1. Tingkat ketelitian (dalam persen), yaitu penyimpangan maksimum dari
hasilpengukuran terhadap nilai yang sebenarnya.
2. Tingkat kepercayaan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan atau probabilitas
bahwa data terletak pada tingkat ketelitian yang telah ditentukan.
Uji kecukupan data dilakukan untuk melihat apakah data yang kita ambil
tersebut sudah mencukupi apa yang kita perlukan atau tidak. Jika data tersebut masih
belum cukup, maka perlu dilakukan kembali pengambilan data hingaa mencapai
tingkat kecukupannya. Rumus kecukupan data dengan tingkat ketelitian 5% dan
tingkat kepercayaan 95 % (Walpole,1995) :
N’ = …(2.4)
bila tingkat kepercayaan 99% dan ketelitian 1% , sehingga k = 2,58 ˜ 3
bila tingkat kepercayaan 95% dan ketelitian 5 %, sehingga k = 1,96 ˜ 2
bila tingkat kepercayaan 68% dan ketelitian 32 %, sehingga k ˜ 1
apabila N’ < N, maka data dinyatakan cukup.
Seandainya jumlah pengukuran yang diperlukan ternyata masih besar
daripada jumlah pengukuran yang telah dilakukan ( N’>N), maka pengukuran tahap
kedua harus dilakukan (perhitungan pada tahap kedua ini mengikut sertakan data
dari tahap pertama). Demikian seterusnya sampai jumlah pengukuran yang dilakukan
lebih besar dari jumlah pengukuran yang diperlukan.
22
2.6 Kurva Belajar
Kurva belajar menunjukkan tingkat penguasaan operator terhadap pekerjaan
yang dilakukannya (kondisi dan metode kerja sudah distandarkan). Kurva belajar ini
penting untuk diketahui dalam melakukan pengukuran waktu kerja. Pengukuran
kerja dilakukan pada keadaan operator sudah terlatih dan menguasai dengan baik
metode pekerjaan yang dilakukannya. Tingkat penguasaan ini dapat dilihat dari
kurva belajar (www.http://aderafiansyah.blogspot.com/2010/08/pengukuran-waktu
kerja.html).
Perumusan matematis dari kurva belajar adalah sebagai berikut
(Sutalaksana,1979) :
Y = K.X-A
Di mana :
Y = Waktu siklus
X = Siklus ke n : n = 1, 2, 3,….
K = Konstanta
A = Konstanta
K = Antilog ( log YI + A log XI ) … (2.5)
A =
… (2.6)
Gambar 2.2 Kurva Belajar Berdasarkan Tingkat Penguasaan Operator
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art)
23
Gambar 2.3 Kurva Belajar Berdasarkan Pengalaman
(http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/53-art)
24