Bab 2

download Bab 2

of 15

Transcript of Bab 2

710

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKANA. Tinjauan Pustaka1. Metode Menceritakan Ulang (Story Telling)a. Pengertian Menceritakan Ulang (Story Telling)

Ada banyak defenisi tentang story telling Secara harafiah, definisi story telling merupakan suatu strategi penggunaan metode untuk menceritakan suatu cerita. Seperti halnya story telling tradisional, maka sebagian besar story menceritakan suatu topik dilihat dari sudut pandang tertentu.Story telling adalah kemampuan menceritakan kembali sebuah kejadian, film atau pengalaman yang pernah dialamidan dikemas dalam cerita yang menarik. Story telling membutuhkan ekspresi gerakan mimik dan tubuh. Ketika situasi sedih, maka mimik dan gerakanseharusnya jugamenggambarkan kesedihan itu.

Menurut Nuraeni (2002:45), mengemukakan bahwa

Story telling adalah proses penyampaian informasi dari pembicara kepada pendengar dengan terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya.Menurut Tarigan (1990:32) bahwa teknik menceritakan ulang adalah teknik dalam pengajaran berbicara yang menceritakan suatu cerita kepada murid lainnya.Pengertian atau batasan menceritakan ulang menggambarkan bahwa dalam menceritakan ulang murid yang aktif. Namun demikian, keaktifan murid bergantung sepenuhnya pada keaktifan guru. Metode menceritakan ulang sangat baik digunakan dalam memotivasi murid untuk terlibat langsung dalam suatu pembahasan materi pelajaran yang memberi murid terhadap permasalahan yang sedang dibicarakan sehingga menimbulkan partisipasi dalam proses belajar mengajar, melatih dan mendorong murid untuk belajar mengekspresikan kemampuan untuk menyatakan pendapat yang tepat. Namun keberhasilan menceritakan ulang bergantung kepada penguasaan guru teknik berbicara.b. Manfaat Menceritakan Ulang (Story Telling)Budaya yang berkembang pada suatu masyarakat, akan berpengaruh pada sistem pembelajaran di mana masyarakat berada. Tidak sedikit, sistem pembelajaran di sekolah membuat murid menjadi semakin tidak mampu untuk mengutarakan pendapatnya. Jarang ditemukan, murid yang mampu dan mau memberikan pendapatnya. Kondisi ini terjadi pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar bahkan perguruan tinggi.

Menurut pendapat Banaszewki, T. (2002:76) mengemukakan bahwa manfaat dari metode menceritakan ulang (story telling) dapat dilihat di bawah ini :

1) Murid belajar untuk berani menunjukkan hasil karya belajar berani.

2) Menerima pendapat dari orang lain.

Sedangkan Lonsdale (2007:7) mengemukakan beberapa manfaat dari story telling sebagai berikut:1) Ditinjau dari pembelajaran(a) Story telling berfungsi sebagai pijakan awal dari pembelajaran sehingga murid tertarik pada suatu mata pelajaran.(b) Story telling berfungsi sebagian alat untuk meningkatkan potensi murid pada suatu unit materi mata pelajaran yang membantu murid menelaah suatu topik berdasarkan sudut pandang mereka.

2) Ditinjau dari guru

(a) Story telling sebagai salah satu bentuk penyajian materi sebagai upaya menjembatani berbagai macam cara belajar murid.

(b) Story telling sebagai metode untuk meningkatkan minat, perhatian dan motivasi di kelas.

(c) Story telling sebagai metode untuk meningkatkan rasa percaya diri murid dengan mempublikasikan hasil karya mereka dan berani menerima pendapat dan kritik dari orang lain.

3) Ditinjau dari murid(a) Story telling sebagai metode untuk memacu minat belajar murid.

(b) Story telling sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan komunikasi di mana murid belajar melalui proses bertanya, mengeluarkan pendapat, dan membuat karya tulis yang semuanya berhubungan dengan orang lain.

(c) Story telling sebagai alat untuk meningkatkan keterampilan berbicara murid.c. Langkah-langkah Menceritakan Ulang (Story Telling)Menurut Tarigan (2008:45) bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam meningkatkan kemampuan berbicara murid sebagai berikut:

1) Murid diberi waktu 10 menit untuk membaca bacaan yang disajikan dengan caranya sendiri. Tujuan kegiatan ini agar murid mempunyai gambaran umum tentang bacaan yang akan dibaca. Murid juga dapat mempersiapkan cara mengucapkan kata-kata tertentu atau menentukan pemenggalan kalimat.

2) Murid diberi kesempatan menanyakan kata-kata yang dianggap baru atau sulit yang belum diketahui maknanya supaya murid terbantu dalam menghayati maksud bacaan.

3) Murid dipersilakan untuk menceritakan kembali teks bacaan yang telah dibaca.d. Penerapan Menceritakan Ulang (Story Telling)Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi murid kemampuan komunikasi diperoleh melalui praktik-praktik berkomunikasi, jadi tidak harus berdasarkan teoritis atau kemampuan kognitif.

Banyak cara untuk mendapatkan pengalaman dan belajar komunikasi yang bisa diterapkan di sekolah maupun luar sekolah, kelas maupun luar kelas. Salah satu lahan yang bisa digunakan untuk memacu kemampuan komunikasi melalui pembelajaran adalah story telling.2. Teori Pembelajaran Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Beberapa ahli sepakat bahwa bahasa mencakup cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu.

Menurut Badudu (1989) bahwa bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran , perasan dan keinginannya. Bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi yag bersifat arbitrer (manasuka) digunakan masyarakat dalam rangka untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.

Sedangkan menurut Bromley (1992) mendefinisikan bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal.b. Fungsi Bahasa

Menurut Bromley mengemukakan 5 macam fungsi bahasa sebagai berikut :

1. Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu.

Anak usia dini belajar kata-kata yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan utama mereka. Anak yang lapar dan mengatakan mam-mam mendapatkan makanan lebih cepat daripada anak yang menginginkan makanan dengan cara menangis.

2. Bahasa dapat mengubah dan mengontrol perilaku.

Anak-anak belajar bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan dan mengarahkan perilaku orang dewasa dengan menggunakan bahasa. Anak usia dini yang mengatakan ci luk ba memahami makna kata-kata tersebut bahwa ia harus menyembunyikan wajahnya dan orang dewasa dapat melihat wajah anak kembali setelah menunggu beberapa saat.

3. Bahasa Membantu Perkembangan Kognitif.

Secara simbolik bahasa menjelaskan hal yang nyata dan tidak nyata. Bahasa memudahkan kita untuk mengingat kembali suatu informasi dan menghubungkannya dengan informasi yang baru diperoleh.

4. Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain.

Bahasa berperan dalam memelihara hubungan Anda-dengan orang sekitar Anda. Anda dapat menjelaskan pikiran, perasan dan perilaku melalui bahasa.

5. Bahasa mengekspresikan keunikan individu.

Anda mengemukakan pendapat dan perasan pribadi dengan cara yang berbeda dari orang lain.

3. Teori Pembelajaran Berbicara a. Pengertian Berbicara

Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, di antaranya Tarigan (1990:15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.

Berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave dalam Tarigan 1990:15).

Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikan dengan baik dan benar, dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh murid kelas III SD Inpres Rappojawa Makassar. Hal ini perlu karena tidak menutup kemungkinan suatu ketika murid menghadapi suatu permasalahan yang harus dilalui dengan ucapan. Dalam hal ini, peran berbicara sangat dominan. Salah satu teknik berbicara yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara murid khususnya dalam forum diskusi adalah metode menceritakan ulang.Metode menceritakan ulang yaitu murid mempelajari terlebih dahulu topik. Dengan demikian, pengetahuan wawasan murid berkembang murid lebih menguasai topik sehingga kemampuan berbicara murid kelas dapat ditingkatkan.

Menurut Martinis (2002:33) mengemukakan kekurangan-kekurangan kemampuan murid dalam berbicara dalam memerankan tokoh cerita meliputi semua aspek, yaitu pelafalan, intonasi, kejelasan, kelancaran, dan kretivitas berbicara hanya yang menonjol ada pada aspek intonasi dan kreativitas berbicara murid.

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui perencanaan berupa pemilihan bahan ajar yang baru dikenal dan disesuaikan dengan kebutuhan murid kemudian disusun sebuah skenario pembelajaran berdasarkan tuntutan kurikulum.

Menurut pendapat Jalaluddin (1996: 35) mengemukakan bahwa berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan perlu dilakukan proses kegiatan belajar mengajar secara efektif. Kemudian dilakukan penilaian kinerja terhadap murid yang melakukan dramatisasi isi cerita dengan menggungkapkan rubrik penilaian. Saat pelaksanaan pembelajaran terdapat beberapa faktor penghambat antara lain: (a) guru kurang maksimal mengarahkan dan membimbing murid melakukan dramatisasi isi cerita, (b) murid kurang tertib dalam melakukan dramatisasi, dan (c) ada bahan bacaan yang berbentuk cerita kurang jelas, sehingga menghambat proses membaca murid. b. Faktor-Faktor Keberhasilan BerbicaraKeefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicara formal, faktor kebahasaan dan nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara.1) Faktor KebahasaanFaktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai berikut:(a) Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyiPembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika perbedaan itu terlalu mencolok sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.(b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuaiPenempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.(c) Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, konkret, dan bervariasiKata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan bervariasi, sehingga mudah dipahami para pendengar. Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular. Pemilihan kata atau ungkapan yang abstrak akan menimbulkan kekurang jelasan pembicaraan.(d) Ketepatan sasaranHal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.

(e) KelancaranSeorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita mendengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi eee, ooo, aaa, dan sebagainya, sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap pokokpembicaraan. 2) Faktor NonkebahasaanFaktor-faktor nonkebahasaan mencakup (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku , (2) pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) penalaran dan relevansi, dan (8) penguasaan topik.c. Evaluasi Pembelajaran Berbicara

Berbicara merupakan suatu kemampuan kompleks yang melibatkan beberapa faktor, yaitu: kesiapan belajar, kesiapan berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dapat dikuasai dengan baik, akan terjadi hambatan dan mutu berbicara akan menurun (Hastuti, dkk.. 1985). Semakin tinggi kemampuan seseorang menguasai kelima unsur itu semakin baik pula penampilan dan penguasaan berbicaranya. Sebaliknya semakin rendah kemampuan seseorang untuk menguasai kelima unsur itu semakin rendah pula penguasaan berbicaranya. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai faktor-faktor itu karena sulit diukur. B. Kerangka Pikir

Salah satu metode yang sering digunakan oleh guru dalam melakukan proses belajar mengajar adalah melatih keterampilan murid untuk berargumentasi/berbicara di dalam kelas dengan cara guru bertanya kepada murid atau murid bertanya kepada guru atau sering diistilahkan dengan menceritakan ulang.

Metode menceritakan ulang merupakan suatu kegiatan yang mengharapkan murid untuk dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya, terutama keterampilan berbicara. Hal-hal yang menjadi topik dalam penelitian ini adalah faktor kebahasaan, meliputi: (1) penggunaan nada/irama, (2) diksi, (3) struktur kalimat; dan faktor nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian dan semangat, (2) kelancaran, (3) penalaran, dan (4) penguasaan topik . Selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kemampuan murid dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Untuk mengungkapkan upaya meningkatkan keterampilan berbicara dengan menerapkan metode menceritakan ulang (story telling) murid kelas III SD Inpres Rappojawa Makassar, maka dalam penelitian ini didesain dengan pendekatan kualitatif. Pelaksanaannya dengan melalui penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Gambar di bawah ini akan memperjelas bagaimana penelitian ini akan dilaksanakan.

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

C. HipotesisJika diterapkan metode menceritakan ulang (story telling) pada murid SD Inpres Rappojawa Makassar, maka keterampilan berbicara dapat meningkat.

Menceritakan ulang

Menyimak

Faktor nonkebahasaan

Keberanian dan semangat

Kelancaran

Penalaran

Penguasaan bahan

Faktor Kebahasaan

Penggunaan nada/irama

Pilihan kata

Struktur kalimat

Temuan

Siklus 1 & Siklus 2

Persiapan

Berbicara

Membaca

Menulis

Pengajaran Bahasa Indonesia