BAB 2

download BAB 2

of 4

Transcript of BAB 2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Susu BubukSusu bubuk merupakan produk susu kering atau tepung susu yang dibuat sebagai kelanjutan dari proses penguapan. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah menguapkan sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan (pengeringan). Biasanya kadar air dikurangi sampai dibawah 5% dan arus kurang dari 2%. Susu utuh, susu skim dan bahkan campuran dari keduanya dapat dikeringkan dan proses itu juga dapat diterapkan pada produk sampingan susu seperti whey dan susu mentega (Buckle et al., 1987). Susu bubuk merupakan produksi dari evaporated milk yang diproses lebih lanjut. Produk ini mengandung 2-4% air dan kebanyakan susu bubuk terbuat dari skim milk. Susu bubuk menurut Arpah (1993), dibuat dari susu segar, susu evaporasi skim milk powder atw (SMP) dan butter milk powder atau (BMP) serta unhidrous milk fat sehingga pengawasan mutu pangan juga dilakukan pada bahan-bahan tersebut. Badan standardisasi nasional (1999), menyatakan susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tampa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diijinkan.

Standar susu bubuk berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai mutu susu bubuk berdasarkan SNI 01-2970-1999 dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. SNI 01-2970-1999 untuk Standar Susu Bubuk

kriteriamutu

2.2 Kadar Abu SusuAbu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar mineral dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu. Dalam bahan pangan, mineral terdiri dari 3 bentuk yaitu:1. Garam organik. Ex: garam asam malat, oksalat, asetat, pektat.2. Garam anorganik. Ex: garam fosfat, karbonat, sulfat dan nitrat.3. Senyawa kompleks yang bersifat organis (Anonim, 2010).

2.3 Kadar Abu Pangan Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral juga yang ditambahkan ke dalam bahan pangan. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak terlarut (Puspitasari, 1991).Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu (widodo, 2010).Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan otot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselin di panaskan pada suhu tinggi sekitar 650c akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5% ( Yunizal, et. Al, 1998).