Bab 2

17

Click here to load reader

Transcript of Bab 2

Page 1: Bab 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai konseling obat pasien, kebutuhan, harapan,

dan pilihan pasien, rumah sakit terutama instalasi farmasinya.

2.1 Konseling obat pasien

2.1.1 Defenisi

Kata konseling , konsultasi, dan edukasi pasien sering digunakan

bergantian oleh tenaga medis, sebanarnya arti ketiga kata tersebut mencakup

kegiatan-kegiatan dan pendekatan – pendekatan yang berbeda. Defenisi kata

konseling (counsel) didalam kamus adalah memberi nasihat, tetapi kata ini juga

menyatakan secara tidak langsung adanya diskusi timbal balik dan pertukaran

opini. Konsultasi (consult) berarti mencari nasihat , dan menyatakan bahwa

kegiatan hampir hanya mencakup menerima nasihat dan bukan pertukaran

informasi. Edukasi melibatkan bidang interaksi yang sedikit berbeda; dalam

kamus, edukasi didefenisikan sebagai ” pembelajaran dan pengembangan untuk

memberikan keterampilan dan pengetahuan “.

Teori yang mendukung bidang profesional konseling dan edukasi

memberikan penjelasan yang lebih komprehensif untuk istilah – istilah ini.

Sebagai contoh,dalam teori konseling,dalam banyak hal,konseling dianggap sama

dengan psikoterapi. Konseling dan psikoterapi meliputi kegiatan yang sama ,

tetapi memiliki penekanan pada area yang berbeda. Keduanya meliputi

mendengarkan mendengarkan, bertanya, mengevaluasi, menginterpretasi,

memberi dukungan dan menjelaskan, menginformasikan, menasihati, dan

memerintah. Akan tetapi penekanan utama dalam psikoterapi adalah

Page 2: Bab 2

mendengarkan , sedangkan penekanan konseling pada kegiatan mendengarkan

dan menginformasikan sama besarnya.

Dalam teori edukasi, edukasi mengandung arti yang jauh lebih besar

daripada sekedar memberikan pengetahuan. Edukasi dapat didefenisikan sebagai

“perubahan progresif pada seseorang yang memengaruhi pengetahuan, sikap dan

prilakunya sebagai hasil dari pembelajaran dan belajar“. Edukasi meliputi proses-

proses yang dilalui seseorang dalam mengembangkan kemampuan dan

memperkaya pengetahuan ; proses ini juga membantu terjadinya perubahan pada

sikap atau prilaku orang tersebut.

2.1.2 Dasar Teori Konseling Pasien

Konseling dalam pengertian psikologi merupakan komponen besar

konseling pasien. Oleh karena itu , sangat bermanfaat bila kita memahami

beberapa dasar teori konseling.

1. Teori Prilaku

Disimpulkan oleh BF Skinner, menyatakan bahwa prilaku yang didukung

akan diteruskan sedangkan prilaku yang dihukum atau ditolak akan ditinggalkan.

2. Teori – teori Prilaku Kesehatan

Teori ini menyatakan bahwa persepsi pasien tentang keparahan dan

kemungkinan hasil pengobatan terhadap kondisi penyakit,keefektifan dan

keuntungan menggunakan obat, dan berbagai pemicu minum obat dapat menjadi

undur yang sangat penting dalam kepatuhan pasien menggunakan obat.

3. Pendekatan Kemanusiaan pada Konseling

Pendekatan ini menyetakan bahwa perlu pengertian dari konselor bahwa

prilaku pasien banyak dipengaruhi faktor – faktor internal yang sulit ia lepaskan.

Page 3: Bab 2

4. Teori konseling Eklektik

Dicetuskan oleh Gerard Egan, menyatakan bahwa manusia bertanggung

jawab pada keadaannya sendiri, dan bahwa pada dasarnya manusia mampu

menyelesaikan masalahnya sendiri.

5. Model pangambilan keputusan terapi

Ada empat model pangambilan keputusan yang berbeda :

a.Paternalistik

Berasumsi bahwa dokter tahu yang terbaik, pasien menyerahkan

seutuhnya pada dokter kecuali memberi persetujuan.

b. Pengambilan keputusan setelah mendapat informasi lengkap

Disini pasien yang menentukan keputusan setelah mendapat semua

informasi dari dokter.

c. Profesional sebagai agen

d. Pengambilan Keputusan Bersama

menggabungkan informasi sesuai pengalaman dokter dan informasi sesuai

kultur maupun pengalaman pasien.

2.1.3 Sesi Konseling

Sesi konseling harus berlangsung dengan cara yang logis. Pasien lebih mudah

memahami dan mengingat informasi yang diberikan bila informasi tersebut

dikelompokkan dalam kategori dan tugas – tugas. Sesi konseling dapat dibagi

dalam lima tahapan. Kelima tahapan itu adalah :

1. Diskusi pembuka.

2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi kebutuhan.

3. Diskusi untuk mengatasi masalah dan menyusun rencana asuhan

kefarmasian.

Page 4: Bab 2

4. Diskusi untuk memberikan informasi dan edukasi.

5. Diskusi penutup.

( Melanie J. Rantucci,2010)

2.2 kebutuhan ,Harapan, dan Pilihan Pasien

2.2.1 Sakit dan Penyakit : Perspektif Pasien

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefenisikan sehat “sebagai kondisi fisik

dan mental yang baik dan sempurna , bukan hanya tidak ada penyakit dan

kelemahan“.sebaliknya, sakit tidak hanya dilihat dari adanya penyakit. Istilah

sakit dan penyakit sering digunakan bergantian oleh sebagian besar orang; namun

kedua kata ini sebenarnya menunjukkan perspektif yang berbeda. Penyakit

menunjukkan suatu konsep ilmiah terbatas pada suatu kondisi medis yang

didiagnosis, sedangkan sakit menunjukkan persepsi perorangan tentang suatu

kondisi yang menyebabkan orang tersebut khawatir mencari bantuan (Melanie J.

Rantucci,2010)

.

Simptom dievaluasi, dirasakan dan ditanggapi oleh setiap orang berbeda-

beda.Untuk bisa memahami persepsi seseorang tentang sakit perlu memahami

pamahaman sakit dan kecerdasan pasien yang biasanya dipengaruhi oleh faktor

budaya dan faktor sosial( Melanie J. Rantucci,2010).

2.2.2 Kepercayaan dan Prilaku Sehat

Prilaku yang berkaitan dengan kesehatan telah menjadi topik dalam banyak

penelitian dan penyusunan teori. Berbagai teori tentang prilaku yang berkaitan

dengan kesehatan dikembangkan terutama untuk memahami kegagalan sejumlah

pasien untuk mematuhi terapi medis dan mengikuti tindakan pencegahan untuk

kesehatan, seperti imunisasi atau pemeriksaan kesehatan secara teratur. Berbagai

Page 5: Bab 2

model telah disusun untuk membantu menjelaskan prilaku-prilaku tersebut. Salah

satu model tersebut adalah Health Beliefe Model .model ini mengandung unsur –

unsur yang juga banyak terdapat pada model lain ( Melanie J. Rantucci,2010)

.

Health Beliefe Model menyatakan bahwa kemungkinan seseorang akan

mengambil tindakan demi kondisi kesehatannya sebagian besar bergantung pada

persepsi orang itu tentang ancaman yang ditimbulkan oleh suatu penyakit

tertentu.Sebagai contoh pasien yang percaya bahwa tekanan darah inggi dapat

menyebabkan serangan jantung akan lebih teratur minum obat tekanan darah

tingginya( Melanie J. Rantucci,2010)

.

Akan tetapi, persepsi tentang ancaman suatu penyakit bergantung pada banyak

faktor , yang mencakup faktor pengubah, persepsi individu dan pemicu

tindakan.faktor pengubah meliputi banyak variabel yang berkisar dari demografi

dan sosio-psikologi sampai ke struktural.variabel demografi mencakup umur,

jenis kelamin, ras, etnis dan lain sebagainya. Variabel sosiopsikologi meliputi

keperibadian , kelas sosial, tekanan kelompok acuan dan teman sebaya.Variabel

struktural meliputi pengetahuan tentang penyakit , pengalaman sebelumnya

dengan penyakit dan sebagainya (Melanie J. Rantucci,2010).

Persepsi seseorang tentang keparahan tentang keparahan suatu penyakit

dan tentang kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit juga dapat

mempengaruhi persepsi seseorang tentang ancaman suatu penyakit( Melanie J.

Rantucci,2010).

Factor pengubah juga dapat mempengaruhi persepsi sesorang. Misalnya seseorang

yang percaya bahwa penyakit jantung pasti ditandai dengan simtom-simtom yang

parah tidak akan menganggap serius tekanan darahnya yang tinggi( Melanie J.

Rantucci,2010)

.

Page 6: Bab 2

Factor eksternal juga mempengaruhi persepsi individu tentang nacaman suatu

penyakit dan dapat menjadi pemicu melakukan tindakan( Melanie J.

Rantucci,2010)

.

2.2.3 Perasaan yang Muncul Ketika Sakit

Aspek penting lain dari sakit sakit yang harus diperhatikan adalah reaksi

emosional yang muncul terhadap sakit.meskipun orang mencari bantuan untuk

mengatasi simtom dengan berbagai alasan , umumnya mereka didorong oleh

parasaan khawatir akan kemungkinan keparahan simtom – simtom yang dialami

atau oleh gangguan kemampuan normal yang menghambat kegiatan sehari – hari,

atau keduanya. Dalam beberapa kasus simtom dan kejadian berurutan yang

mengakibatkan pasien mencari dan memperoleh bantuan dapat membangkitkan

perasaan emosi yang kuat.Bila dapat menyadari dan memahami emosi ini ,

propesional kesehatan akan mampu berinteraksi dan menolong pasien dengan

lebih baik. Berbagai emosi yang mungkin dialami pasien dapat menyangkut rasa

frustasi, takut dan cemas, perasaan hancur, marah, kebergantungan, perasaan

bersalah, depresi, dan kehilangan harga diri.Perasaan ini dapat muncul dengan

derajat yang berbeda pada orang dan situasi yang berbeda( Melanie J.

Rantucci,2010).

2.2.4 Perasaan Pasien Mengenai Pengobatan dan Konseling

Dua hal yang harus diperhatikan tenaga kesehatan sewaktu memberikan konseling

Yaitu : alasan menggunakan obat dan kepercayaan tentang konseling dan

informasi.

2.2.5 Pertimbangan Kualitas hidup Terkait kesehatan

Ketika memikirkan perasaan pasien saat sakit dan menggunakan obat, kita juga

harus mempertimbangkan efek sakit dan pengobatan pada kualitas hidup pasien.

Konsep ini mencakup kapasitas fisik, emosional, mental, intelektual seseorang ;

kemampuan untuk berguna di tempat kerja, di lingkungan sosial, dan di dalam

Page 7: Bab 2

keluarga; persepsi tentang kemampuan diri sendiri; dan rasa puas dengan

kemampuan tersebut ( Melanie J. Rantucci,2010).

.

2.3 Rumah sakit

Rumah sakit didefenisikan sebagai suatu organisasi kompleks,

menggunakan peralatan ilmiah khusus dan rumit, yang difungsikan oleh orang

yang terlatih dan terdidik dalam menghadapi masalah ilmu medik dan modern,

yang seluruhnya terpadu dalam pemulihan dan pemeliharaan kesehatan (Hasan,

1986).

Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan upaya pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), upaya pencegahan( preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang diselenggarakan

secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (siregar dan amalia 2003).

Rumah sakit memiliki tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna

dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan

secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

melaksanakan rujukan. Sebagai wujud pelaksanaan tugasnya, rumah sakit

memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik

dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan

dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan

keuangan (KEPMENKES RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992)

Di Indonesia terdapat rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.untuk

rumah sakit pemerintah, berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

Page 8: Bab 2

diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu rumah sakit umum kelas A mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas ;

rumah sakit umum kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

sekurang – kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas; rumah sakit

umum kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik

dasar; rumah sakit umum kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik dasar (KEPMENKES RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992,tentang Pedoman

Organisasi Rumah Sakit Umum). Untuk rumah sakit swasta menurut Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 806b/Menkes/VI/1987, tentang Klasifikasi Rumah

Sakit Umum Swasta diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu rumah sakit swasta

utama yang memberikan pelayanan umum, spesialis dan subspesialis; rumah sakit

umum swasta media yang memberikan pelayanan umum dan empat bidang

spesialistik; rumah sakit umum pratama yang memberikan pelayan kesehatan

yang bersifat umum.

Pelayanan yang diberikan rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan utama

dan pelayanan pendukung.Pelayanan utama termasuk pelayanan medik, pelayanan

keperawatan dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan utama tidak mampu

melaksanakan fungsinya tanpa pelayanan pendukung, yaitu semua pelayanan yang

mendukung pelayanan medik menegakkan diagnosis dan perawatan

penderita.Pelayanan tersebut antara lain : pelayanan laboratorium, ahli gizi dan

makanan, rekam medik, bank darah, sentra sterilisasi, pemeriksaan sinar-x dan

layanan social (Siregar dan Amalia ,2003)

2.3.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) dapat didefenisikan sebagai suatu

departemen atau bagian di suatu rumah sakit yang dipimpin oleh apoteker dan

dibantu beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan

perundang - undangan yang berlaku dan kompeten secara professional, yang

bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yaitu

Page 9: Bab 2

pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, perancangan,

penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, peracikan obat, berdasarkan

resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu dan

pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan di rumah sakit;

pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada

penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara

keseluruhan (Siregar dan Amalia ,2003).

Fungsi IFRS adalah melakukan pelayanan yang mencakup empat bidang yaitu

pelayanan nonklinik pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, pelayan

farmasi klinik pada pasien rawat inap dan rawat jalan, pendidikan dan penelitian

(Brown ,1988).

Pelayanan farmasi nonklinik tidak secara langsung berhubungan dengan pasien.

Fungsi nonklinik biasanya tidak memerlukan interaksi dengan professional

kesehatan lain.Kegiatan farmasi nonklinik meliputi perencanaan, pengadaan,

penerimaan, dan penyiapan seluruh obat, termasuk penyediaan obat intravena dan

sediaan steril, pemberian label yang tepat, pengelolaan nutrisi parenteral total,

penyampaian obat kepada pasien yang tepat dalam waktu dan

distribusinya.Sebaliknya, fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung

berhubungan dengan pasien (Hassan 1986; Brown 1986).

Pelayanan farmasi klinik dapat digolongkan menjadi beberapa bagian : pelayanan

klinik dalam proses penggunaan obat, pelayanan klinik yang merupakan program

rumah sakit menyeluruh, pelayanan rumah sakit yang formal dan terstruktur, dan

pelayan yang diberikan oleh praktisi spesialis kepada populasi penderita pilihan

(Siregar dan Amalia, 2003).

2.3.2 Pelayanan farmasi Klinik

Page 10: Bab 2

Pelayanan farmasi klinik adalah penerapan pengetahuan obat untuk kepentingan

pasien, dengan memperhatikan kondisi penyakit, pasien dan kebutuhannya untuk

mengerti terapi obatnya, dan pelayanan ini memerlukan hubungan professional

dekat antara apoteker, dokter , penderita, perawat dan lain-lain yang terlibat dalam

pemberian pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, pelayanan farmasi klinik

adalah pelayanan berorientasi pasien, berorientasi obat, berorientasi antardisiplin.

Pelayanan ini diases oleh semua professional kesehatan di rumah sakit. Tujuan

utama pelayanan farmasi klinik adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan

mengoreksi kekurangan yang terkoreksi dalam proses penggunaan obat. Oleh

karena itu, misi farmasi klinik adalah meningkatkan dan memastikan

kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat (Siregar dan Amalia, 2003).

Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam

program rumah sakit, yaitu : pemantauan terapi obat, evaluasi penggunaan obat,

penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, pemeliharaan

formularium, penelitian, pengendalian infeksi di rumah sakit, sentra informasi

obat, pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, panitia farmasi dan terapi,

system pemantauan kesalahan obat, buleti terapi obat , program edukasi bagi

apoteker, dokter dan perawat, investigasi obat dan unit gawat darurat (Siregar dan

Amalia, 2003).

Penggolongan pelayanan farmasi klinik adalah : pelayanan klinik dalam proses

penggunaan obat, dimana apoteker wajib berinteraksi dengan dokter dan perawat

yang menangani pasien, dan pasien itu sendiri; pelayanan klinik yang merupakan

program rumah sakit menyeluruh, yang tidak terfokus pada pasien terhadap

individu, tetapi ditanamkan dalam program rumah sakit menyeluruh yang pada

akhirnya digunakan untuk kepentingan pasien , dan pelayanan farmasi klinik

ditekankan pada seleksi terapi obat, dan pendidikan tentang obat; pelayanan

rumah sakit menyeluruh yang formal dan terstruktur yang difokuskan pada

kelompok pasien atau golongan obat tertentu bertujuan meningkatkan terapi

dengan memberi pendidikan bagi dokter penulis resep/order untuk penderita,

Page 11: Bab 2

dengan apoteker spesialis sebagai pemberi pelayanannya; pelayanan yang diberika

oleh praktisi spesialis kepada populasi penderita pilihan yang merupakan jenis

yang paling terspesialisasi , dimana praktisi dalam bidang ini sangat terlatih dalam

bidang tertentu dan persiapan untuk pengadaan pelayanan ini memerlukan

pengertian dan pengetahuan yang mendalam tentang patofisiologi dan

farmakoterapi dari status penyakit (Siregar dan Amalia ,2003).

Fungsi farmasi klinik yang berkaitan langsung dengan pasien adalah fungsi dalam

proses penggunanaan obat, mencakup wawancara sejarah obat pasien, konsultasi

dengan dokter tentang pemilihan obat penyakit pasien, interpretasi resep/order

obat; pembuatan profil pengobatan penderita;konsultasi dengan perawat tentang

regimen obat pasien; pemantauan efek obat pada pasien; edukasi pasien;

konseling dengan pasien yang akan dibebaskan dari rumah sakit; pelayanan

farmakokinetik klinik; pelayanan farmasi klinik yang lebih spesialistis; pelayanan

pencampuran sediaan intravena; dan pelayanan nutrisi parenteral

menyeluruh(Siregar dan Amalia ,2003).