BAB 1.pdf

31
BAB 1 POLA RUANG DESA DAN KOTA Standar Kompetensi 6. Menganalisis wilayah dan perwilayahan. Kompetensi Dasar 6.1 Menganalisis pola persebaran spasial hubungan serta interaksi spasial desa dan kota. Tujuan Pembelajaan Setelah mempelajari materi ini siswa diharapkan dapat mengetahui bagaimana membuat batas pengertian, menganalisis pola ruang antara desa dengan kota, memahami karakter perbedaan di antara keduanya, dan memahami strukur ruang yang membangunnya. Internalisasi pendidikan karakter Nilai-nilai pendidikan yang diperoleh setelah mempelajari materi pola ruang desa dan kota. - Tidak meniru jawaban teman (menyontek) ketika ulangan ataupun mengerjakan tugas di kelas. (jujur) - Melaksanakan tugas-tugas kelas yang menjadi tanggung jawabnya. (disiplin) Motivasi Belajar

Transcript of BAB 1.pdf

Page 1: BAB 1.pdf

BAB 1

POLA RUANG DESA DAN KOTA

Standar Kompetensi

6. Menganalisis wilayah dan perwilayahan.

Kompetensi Dasar

6.1 Menganalisis pola persebaran spasial hubungan serta interaksi spasial desa dan

kota.

Tujuan Pembelajaan

Setelah mempelajari materi ini siswa diharapkan dapat mengetahui bagaimana

membuat batas pengertian, menganalisis pola ruang antara desa dengan kota,

memahami karakter perbedaan di antara keduanya, dan memahami strukur ruang

yang membangunnya.

Internalisasi pendidikan karakter

Nilai-nilai pendidikan yang diperoleh setelah mempelajari materi pola ruang desa dan kota.

- Tidak meniru jawaban teman (menyontek) ketika ulangan ataupun mengerjakan tugas

di kelas. (jujur)

- Melaksanakan tugas-tugas kelas yang menjadi tanggung jawabnya. (disiplin)

Motivasi Belajar

Page 2: BAB 1.pdf

Desa adalah kampung halaman dan kota adalah cita-cita. Desa tempat pulang dan merasakan

segenap kehangatan masyarakatnya. Sementara itu, kota identik dengan persaingan dan

ketidakpedulian. Itulah

setidaknya bayangan kita tentang desa dan kota.

A. Pola Ruang Desa

1. Pengertian Desa

Berikut pengertian desa menurut pendapat dari beberapa ahli.

a. R. Bintarto

Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan

lingkungannya. Hasil perpaduan itu adalah wujud atau kenampakan di muka bumi yang

ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik, kultural yang saling

berinteraksi antara unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.

b. Paul H.Landis

Desa merupakan suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri

sebagai berikut.

1) Mempunyai interaksi antar manusia sangat kuat.

2) Memiliki pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan dan kebiasaan.

3) Cara berusaha bersifat agraris yang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim.

4) Pekerjaan-pekerjaan yang bukan agraris hanyalah pekerjaan sambilan

c. Kolb dan Brunner (a study of rural sociaty)

Desa adalah tempat atau wilayah dengan populasi dalam range 250 sampai 2.500 orang.

Page 3: BAB 1.pdf

d. W.S. Thomson

Desa merupakan salah satu tempat untuk menampung penduduk.

e. Sutardjo Kartohadikusumo

Desa adalah kesatuan hukum yang didalamnya bertempat tinggal suatu masyarakat yang

berhak menyelenggarakan pemerintahan sendiri.

f. William Ogburn dan M. R. Nimkoff

Desa adalah keseluruhan organisasi atau kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.

g. S.D Misra

Desa bukan hanya kumpulan tempat tinggal, tetapi juga kumpulan daerah pertanian dengan

batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 – 1.000 are.

Sedangkan definisi desa menurut peraturan pemerintah dan perundang-undangan yang

berlaku di RI adalah sebagai berikut.

a. UU No.22 Tahun 1948

Desa adalah daerah yang terdiri atas satu atau lebih dusun, yang digabungkan hingga

merupakan suatu daerah yang memiliki syarat-syarat untuk berdiri menjadi daerah otonom

yang berhak mengatur rumah tangga sendiri.

b. UU No. 5 Tahun 1979

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan

masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi

pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah

tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. UU No. 22 Tahun 1999

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.

d. Peratuan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa dan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 13 Tahun 2012 Tentang Monografi Desa dan

Kelurahan.

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 4: BAB 1.pdf

2. Ciri-ciri dan Klasifikasi Desa

Berdasarkan pengertian Dirjen Pembangunan Desa (Dirjen Bangdes), desa memiliki ciri-ciri

sebagai berikut.

a. Perbandingan lahan dengan manusia (mand land ratio) cukup besar.

b. Lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris).

c. Hubungan antar warga desa masih sangat akrab.

d. Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.

Desa dapat diklasifikasikan berdasarkan luas wilayah, kepadatan penduduk, potensi desa

yang dominan, potensi fisik, non fisik, dan tingkat perkembangan, yaitu sebagai berikut.

a. Berdasarkan luas: desa terkecil (kurang dari 2 km2), desa kecil (2-4 km2), desa sedang (4-6

km2), desa besar (6-8 km2), dan desa terbesar (8-10 km2).

b. Berdasarkan kepadatan penduduk: desa terkecil (< 100 jiwa/km2), desa kecil (100-500

jiwa/km2), desa sedang (500-1500 jiwa/km2), desa besar (1500-3000 jiwa/km2), dan desa

terbesar (3000-4500 jiwa/km2).

c. Berdasarkan potensi desa yang dominan: desa nelayan, desa persawahan, desa

perladangan, dan lain-lain.

d. Berdasarkan tingkat kemajuan: desa terbelakang, desa berkembang dan desa maju.

e. Berdasarkan perkembangannya, yaitu sebagai berikut.

1) Desa swadaya (desa tradisional), yaitu suatu wilayah desa dengan ciri sebagian besar

masyarakatnya memenuhi kebutuhannya dengan cara memenuhi dan mengadakan sendiri

kebutuhan-kebutuhan tersebut. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang

berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena

kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak terjadi sama sekali suatu interaksi

saling timbal balik dengan daerah luar.

2) Desa swakarya (desa transisi), keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa

swadaya, masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain

disamping untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun

intensitasnya belum terlalu sering.

3) Desa swasembada (desa maju), yaitu desa yang sudah mampu mengembangkan semua

potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnya

untuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang

dengan wilayah lain (fungsi perdagangan) dan kemampuan untuk saling memengaruhi

dengan penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap

teknologi baru untuk memanfaatkan sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalan

dengan baik.

Page 5: BAB 1.pdf

4. Potensi Desa

Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama lainnya

merupakan satu kesatuan. Adapun unsur-unsur tersebut menurut R. Bintarto (1977) antara

lain sebagai berikut.

a. Daerah, terdiri dari tanah-tanah produktif dan nonproduktif serta penggunaannya, lokasi,

luas dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat.

b. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan mata pencaharian

penduduk.

c. Tata kehidupan, meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa

Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan hidup (living unit), karena daerah yang

menyediakan kemungkinan hidup, di mana penduduk dapat menggunakan kemungkinan

tersebut untuk mempertahankan hidupnya, dan tata kehidupan dalam arti yang baik

memberikan jaminan akan ketentraman dan keserasian hidup bersama di desa. Maju

mundurnya desa sangat tergantung pada ketiga unsur di atas, karena unsur-unsur ini

merupakan kekuasaan desa atau potensi desa. Potensi desa ialah berbagai sumber alam (fisik)

dan sumber manusia (nonfisik) yang tersimpan dan terdapat di suatu desa, dan diharapkan

kemanfaatannya bagi kelangsungan dan perkembangan desa.

Adapun yang termasuk ke dalam potensi desa adalah sebagai berikut.

a. Potensi fisik, yaitu:

1) tanah, sebagai sumber tambang dan mineral, sumber pertanian tanaman pangan dan

tanaman untuk bahan makanan yang merupakan sumber mata pencaharian petani, dan

sebagai tempat tinggal,

2) air, sebagai sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi, pertanian dan kebutuhan

hidup sehari- hari,

3) iklim memegang peranan sangat penting bagi desa yang bersifat agraris,

4) ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan dan pendapatan, dan

5) manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial (potential man power) baik pengolah

tanah dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota.

b. Potensi nonfisik, yaitu:

1) masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu

kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian,

Page 6: BAB 1.pdf

2) lembaga-lembaga sosial antara lain Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD),

Program Kesejahteraan Keluarga (PKK), karang taruna dan organisasi sosial desa lainnya

yang dapat memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat, dan

3) aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran

jalannya pemerintahan desa juga mampu mengelola sistem pedesaan.

4) Potensi suatu desa tidaklah sama, tergantung pada unsur-unsur desa yang dimiliki.

Kondisi lingkungan geografis dan penduduk suatu desa dengan desa lainnya berbeda, maka

potensi desa pun berbeda. Potensi yang tersimpan dan dimiliki desa seperti potensi sosial,

ekonomi, demografis, agraris, politis, kulturil dan sebagainya merupakan indikator untuk

mengadakan suatu evaluasi terhadap maju mundurnya suatu desa (nilai desa).

5. Struktur Ruang Desa

a. Bentuk desa

Bentuk-bentuk desa berkembang sejalan dengan usaha pengembangan dan penggalian

sumber daya yang dimiliki. Beberapa bentuk desa antara lain sebagai berikut.

1) Bentuk desa linier

Desa berkembang memanjang mengikuti jalan raya, sungai atau lembah yang

menembus desa yang bersangkutan. Apabila kemudian mengalami pemekaran, maka tanah

pertanian di luar desa sepanjang jalan raya akan berkembang menjadi permukiman baru.

Biasanya pola perkampungan seperti ini banyak ditemui di daerah pedataran, terutama di

dataran rendah. Pola ini digunakan masyarakat dengan maksud untuk mendekati prasarana

transportasi (jalan dan sungai) atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan di

sepanjang pinggiran pantai.

Bentuk desa yang memanjang mengikuti jalan raya terdapat di daerah Bantul

(Yogyakarta), sedangkan bentuk desa memanjang mengikuti aliran sungai terdapat di

sepanjang Sungai Kapuas(Kalimantan Barat).

2) Bentuk desa radial (terpusat)

Page 7: BAB 1.pdf

Pemekaran desa bentuk terpusat ini berkembang ke segala jurusan, dan pusat-pusat

kegiatan bergerak mengikuti pemekaran. Desa ini terletak di persimpangan jalan berkembang

keluar mengikuti jalan-jalan yang bersimpangan. Merupakan bentuk perkampungan yang

mengelompok (agglomerated rural settlement). Pola seperti ini banyak ditemui di daerah

pegunungan yang biasanya dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan, sehingga

merupakan satu keluarga atau kerabat. Jumlah rumah umumnya kurang dari 40 rumah yang

disebut dusun (hamlet) atau lebih dari 40 rumah bahkan ratusan yang dinamakan

kampung (village).

3) Bentuk Desa mengelilingi lapangan terbuka, alun-alun atau fasilitas tertentu. Desa

berkembang di sekitar alun-alun atau lapangan terbuka.

4) Bentuk desa yang terdapat di pantai

Apabila bentuk pantai landai maka desa akan berkembang memanjang di tepi pantai,

sedangkan bila desa berbentuk lembah, desa akan terkonsentrasi di dalam lembah tersebut.

b. Pola desa (village type/village pattern)

Keadaan geografis suatu wilayah akan memengaruhi susunan pola desa yang terjadi

dalam hal susunan bangunan serta jalan-jalan desa. S.D. Misra mengemukakan pola desa,

yaitu sebagai berikut.

Page 8: BAB 1.pdf

1) Segi empat panjang (rectangular)

Tipe ini paling umum dan salah satu penyebabnya adalah mungkin bentuk lahan

pertaniannya. Juga, karena kekompakan desa membutuhkan letak rumah penduduk yang

saling berdekatan (karena tak adanya tembok keliling yang mengamankannya). Pola segi

empat panjang ini paling sedikit cocok bagi permukiman yang berkelompok.

2) Bujur sangkar (square)

Tipe ini muncul di persilangan jalan. Dapat pula muncul di permukiman berbentuk

segi empat panjang yang terbagi atas empat blok.

3) Desa memanjang

Kondisi alami dan budaya setempat membatasi terjadinya pemekaran desa ke arah

tertentu sehingga dipaksa memanjangkan diri.

4) Desa melingkar

Bentuk ini diwarisi dari zaman ketika pemukiman masih kosong. Desa dibangun di

atas urugan tanah, sehingga dari luar nampak seperti benteng dengan lubang untuk keluar

masuk.

5) Tipe beruji

Page 9: BAB 1.pdf

Jika pusat desa berpengaruh besar terhadap perumahan penduduk, maka tercapai

bentuk beruji. Pengaruh tersebut berasal dari sebuah istana bangsawan, rumah ibadat ataupun

pasar.

6) Desa poligonal

Karena desa tak pernah dibangun menurut rencana tertentu, maka nampak bentuk-

bentuk luar yang serba-aneka. Bentuk poligonal ini ada di antara bentuk melingkar dan segi

empat panjang.

7) Pola tapal kuda

Ini dihasilkan oleh suatu gunduk, bukit ataupun ledokan, sehingga pola desa

menjadi setengah melingkar.

8) Tak teratur atau tersebar.

Desa yang masing-masing rumahnya membentuk pola desa yang tak

beraturan.

9) Inti rangkap

Desa kembar sebagai hasil dari bertemunya dua permukiman yang saling

mendekat; misalnya akibat dari lokasi stasiun KA.

10) Pola kipas

Pola ini tumbuh dari suatu pusat yang letaknya di salah satu ujung permuki-man,

dari tempat tersebut terdapat jalan raya menuju ke segala arah.

11) Desa pinggir jalan raya

Desa ini memanjang sepanjang jalan raya, biasanya pasar terdapat di tengah dan

jalan kereta api menyusur jalan raya tersebut.

12) Desa bulat telur

Desa yang sengaja dibuat menurut rencana yang demikian.

Page 10: BAB 1.pdf

Sedangkan pola desa menurut Paul H. Landis dibagi menjadi empat tipe, yaitu sebagai

berikut.

1) The farm village type

Pola desa dengan ciri penduduk tinggal bersama di suatu tempat di sekitarnya terdapat

lahan pertanian. Unit-unit keluarga tinggal secara berkelompok karena penduduknya tidak

terlalu padat.

2) The nebulous farm type

Pola desa dengan ciri penduduk tinggal bersama di suatu tempat dengan lahan pertanian

di sekitarnya, tetapi ada sebagian kecil penduduk tersebar di luar pemukiman pokok. Hal

ini dikarenakan padatnya pemukiman pokok.

3) The arranged isolated farm type

Desa dengan pola seperti ini memiliki ciri pemukiman penduduknya berada di sepanjang

jalan utama desa dan terkonsentrasi pada pusat perdagangan (trade center). Lahan pertanian

berada di sekitar pemukiman. Masing-masing unit keluarga terisolasi secara teratur blok per

blok tetapi tidak sepenuhnya terisolasi antarsatu rumah dengan rumah lainnya dan saling

berdekatan.

Page 11: BAB 1.pdf

4) The pure isolated type

Desa dengan pola ini memiliki ciri penduduknya tinggal tersebar secara terpisah dengan

lahan pertanian masing-masing dan terpusat pada suatu daerah perdagangan.

6. Fungsi Desa

Secara garis besar fungsi desa dapat dilihat sebagai berikut.

a. Sebagai daerah penyokong dan penyuplai kebutuhan masyarakat kota (hinterland).

b. Sebagai penghasil bahan mentah untuk industri dan tenaga kerja (man power)

c. Sebagai pelaksana kebijakan yang digariskan pemerintah yang lebih tinggi.

d. Dari segi kegiatan kerja, desa dapat berfungsi sebagai desa agraris, desa industri kecil, desa

nelayan, dan lain sebagainya.

7. Tansportasi di Pedesaan

Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan

berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Aksesibilitas sering

dikaitkan dengan letak strategis suatu tempat yang merupakan faktor penentu untuk kegiatan

ekonomi. Apabila suatu daerah mempunyai aksesibilitas yang baik maka akan merangsang

investasi.

Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam pembangunan

perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu

rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung

oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan teknologi yang memadai sehingga tercipta

pasar dan nilai.

Pemusatan atau penyebaran hasil berbagai industri dapat terjadi dengan kondisi aksesibilitas

yang tinggi pada suatu daerah. Transportasi yang lancar akan membantu terwujudnya kondisi

tersebut. Perkembangan suatu wilayah dapat diidentifikasi dari tingkat aksesibilitasnya.

Aksesibilitas yang tinggi di suatu daerah dicirikan dengan sarana dan prasarana transportasi

yang memadai.

Page 12: BAB 1.pdf

Agar perencanaan aksesibilitas berjalan dengan baik dan dapat dimanfaatkan secara

optimal maka dapat dipakai pedoman antara lain sebagai berikut.

a. Perencanaan tersebut diintegrasikan dengan mempertimbangkan semua aspek kebutuhan

rumah tangga,

baik kebutuhan hidup sehari-hari, ekonomi, maupun kebutuhan sosial.

b. Perencanaan tersebut berdasarkan pada sistem pengumpulan data yang cermat

c. Menggunakan rumah tangga sebagai fokus dalam proses perencanaan

d. Mengembangkan seperangkat set informasi yang komprehensif pada semua aspek

infrastruktur pedesaan

e. Mengidentifikasi intervensi-intervensi antara perbaikan sistem transportasi lokal (jalan dan

pelayanan transportasi lokal) dan untuk lokasi pelayanan yang paling cocok

f. Perencanaan tersebut mudah diaplikasikan

g. Perencanaan tersebut murni menggunakan perencanaan pendekatan sistem bottom-up

B. Pola Ruang Kota

Kota dapat dipandang sebagai suatu wilayah di permukaan bumi yang sebagian

besar arealnya terdiri atas benda-benda hasil rekayasa dan budaya manusia, serta tempat

pemusatan penduduk yang tinggi dengan sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian.

Pengertian tersebut juga berarti suatu kota dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan, seperti

bangunan yang besar-besar bagi pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman dan alun-

alun yang luas serta jalan aspal yang lebar-lebar.

1. Pengertian Kota

Untuk lebih memahami pengertian kota, perhatikan beberapa definisi kota menurut

pandangan para ahli sebagai berikut.

a. R. Bintarto

Kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non

alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang

bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.

b. Dickinson

Kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah

bukan pertanian.

Page 13: BAB 1.pdf

c. Ray Northam

Kota adalah suatu lokasi dengan kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan

populasi, sebagian besar penduduk tidak bergantung pada sektor pertanian atau aktivitas

ekonomi primer lainnya, dan pusat kebudayaan administratif dan ekonomi bagi wilayah di

sekitarnya.

d. Max Weber

Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan

ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai sistem

hukum tersendiri dan bersifat kosmopolitan.

e. Arnold Toynbe

Kota selain merupakan pemukiman juga merupakan suatu kekompleks-an yang khusus dan

tiap kota menunjukkan pribadinya masing-masing.

d. Grunfeld

Kota adalah suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada

kepadatan penduduk nasional. Struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem penggunaan

lahan yang beranekaragam serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya

berdekatan.

e. Louis Wirth

Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat, dan permanen yang dihuni oleh orang-

orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

f. P.J.M Nas

Kota adalah suatu ciptaan peradaban umat manusia.Kota sebagai hasil dari peradaban lahir

dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan Pedesaan sebagai “daerah yang

melindungi kota”.

g. Djoko Sujarto

Kota memiliki pengertian sebagai berikut.

1) Demografis : Pemusatan penduduk tinggi dengan kepadatan tinggi dibandingkan daerah

sekitarnya.

2) Sosiologis : Adanya sifat heterogen, budaya urbanisasi yang mendominasibudaya desa.

3) Ekonomis :adanya proporsi lapangan pekerjaan yang dominan di sektor nonpertanian

seperti industri, pelayanan jasa, transport dan pedagang.

4) Fisik : Dominan wilayah terbangun dan struktur binaan.

Page 14: BAB 1.pdf

5) Administrasi : Suatu wilayah wewenang yang dibatasi oleh suatu wilayahyuridikasi

yang ditetapkan berdasatkan peraturan yang berlaku.

h. Bhudy Tjahyati Soegiyoko

Kota sebagai pusat pelayanan jasa, produksi, distribusi, serta pintu gerbangatau simpul

transportasi bagi kawasan permukiman dan wilayah produksi sekitarnya dan sebagai

tempat tinggal sebagian besar penduduk kota, setiap tahunnya selalu bertambah

jumlahnya.

i. Christaller

Kota merupakan pusat pelayanan yang berfungsi sebagai penyelenggara dan penyedia jasa-

jasa bagi wilayah sekitarnya. Jadi pada mulanya kota bukan merupakan

pemukiman, melainkan pusat pelayanan. Kegiatan fungsional yang tersebar masing-

masing memiliki peran penting dan saling menunjang. Seberapa jauh kota menjadi pusat

pelayanan bergantung pada sejauhmana daerah-daerah di sekitarnya memanfaatkan jasa

kota.

Sedangkan definisi kota menurut peraturan pemerintah dan perundang-undangan yang

berlaku di RI adalah sebagai berikut.

a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980

Kota dapat dibagi ke dalam dua pengertian, yaitu pertama, kota sebagai suatu wadah yang

memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Kedua, kota

sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya

ibukota kabupaten, ibukota kecamatan, dan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan

pemukiman.

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 2 Tahun 1987

Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas administrasi

yang diatur dalam perundang-undangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak

dan ciri kehidupan perkotaan.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut kaitannya dengan pusat kegiatan, maka kota

merupakan daerah pusat keramaian karena di dalamnya berbagai pusat kegiatan manusia (di

luar pertanian) terdapat di sini, seperti pusat industri baik industri besar sampai industri kecil,

pusat perdagangan mulai dari pasar tradisional sampai regional dan pusat pertokoan, pusat

sektor jasa dan pelayanan masyarakat seperti rumah sakit, pusat pendidikan, pusat

pemerintahan, pusat hiburan dan rekreasi, dan lain sebagainya adalah untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat kota itu sendiri dan daerah-daerah di sekitarnya. Karena lengkapnya

fasilitas yang disediakan oleh kota menjadikannya sebagai tempat pemusatan penduduk.

Sehingga dalam kehidupan sehari-harinya kota sangat sibuk dan merupakan suatu

kekomplekan yang khusus.

2. Ciri-ciri dan Klasifikasi Kota

Page 15: BAB 1.pdf

Sebagai pusat konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi kota memiliki ciri-ciri khusus

yang dibagi menjadi dua bagian yaitu ciri fisik dan ciri sosial sebagai berikut.

a. Ciri fisik kota, yaitu:

1) adanya sarana ekonomi, pasar, perkantoran dan supermarket,

2) gedung pemerintahan,

3) alun-alun,

4) tempat parkir yang memadai,

5) sarana rekreasi, dan olah raga, dan

6) komplek perumahan.

b. Ciri sosial kota, yaitu:

1) adanya keanekaragaman penduduk,

2) sikap penduduk bersifat individualistik,

3) hubungan sosial bersifat gesselsehaft, hubungan kekerabatan mulai memudar,

4) adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk komplek-komplek tertentu,

5) norma agama tidak ketat, dan

6) pandangan hidup kota lebih rasional.

c. Adapun jenis kegiatan ekonomi di kota sebagai suatu ciri ke-khas-an kota pada dasarnya

terdiri dari:

1) kegiatan ekonomi dasar (basic activities) yang membuat dan menyalurkan barang dan jasa

untuk keperluan luar kota atau ekspor. Barang dan jasa tersebut berasal dari industri,

perdagangan, rekreasi dan sebagainya.

2) kegiatan ekonomi bukan dasar (non basic activities) yang memproduksi dan mendistribusi

barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota sendiri.

Kegiatan ekonomi dasar merupakan hal penting bagi suatu kota, yaitu merupakan dasar agar

kota dapat bertahan dan berkembang.

Page 16: BAB 1.pdf

d. Klasifikasi kota, dibagi berdasar jumlah penduduk, tingkat perkembangannya, dan

fungsinya.

1) Menurut jumlah penduduk, sebagai berikut.

a) Kota kecil = penduduknya antara 20.000-50.000 jiwa

b) Kota sedang = penduduknya antara 50.000-100.000 jiwa

c) Kota besar = penduduknya antara 100.000-1.000.000 jiwa

d) Metropolitan = penduduknya antara 1.000.000-5.000.000 jiwa

e) Megapolitan = penduduknya lebih dari 5.000.000 jiwa

2) Menurut tingkat perkembangan, kota memiliki tahap sebagai berikut.

a) Menurut Lewis Mumford, tingkat perkembangan kota ada 6 tahap, yaitu sebagai

berikut.

Tahap eopolis adalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan

masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa kearah kehidupan kota.

Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan

sifat-sifat agraris.

Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh kehidupan

ekonomi masyarakatnya ke sektor industri.

Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota

metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.

Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan

pelayanan umum,kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi.

Tahap necropolis (kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.

b) Menurut Griffith Taylor , tingkat perkembangan kota ada 4 tahap, yaitu sebagai

berikut.

Tahap infantile

Pada tahap ini ditandai dengan tidak adanya tempat pemisah antara pusat

perekonomian dengan tempat perumahan sehingga biasanya dijadikan satu antara toko dan

perumahan.

Tahap juvenile

Pada tahap ini ditandai dengan munculnya rumah-rumah baru diantara rumah-rumah

lama atau tua dan mulai nampak terpisahnya antara toko atau perusahaan atau perumahan.

Page 17: BAB 1.pdf

Tahap mature

Pada tahap ini ditandai adanya pengaturan tempat ekonomi dan perumahan atau

sudah adanya perencanaan tata kota yang baik

(Tahap sinile

Pada tahap ini kota kembali menjadi rumit karena adanya pengembangan-

pengembangan kota yang lebih luas lagi sehingga terjadi pembongkaran dan penggusuran

perumahan maupun untuk dipindahkan keluar kota.

3) Menurut fungsi, kota dikelompokkan menjadi seperti berikut.

a) sebagai pusat produksi (production centre)

b) sebagai pusat perdagangan (centre of trade and commerce)

c) sebagai pusata pemerintahan (political capital)

d) sebagai pusat kebudayaan (culture centre)

e) sebagai pusat kesehatan atau rekreasi (health and recreation centre)

3. Struktur dan Tata Ruang Kota

Struktur ruang kota dapat diukur berdasarkan kerapatan bruto dan kerapatan netto.

Kerapatan bruto bagi industri adalah ukuran yang meliputi bangunan gudang, tempat parkir,

tempat bongkar muat, rel kereta api dan jalan di dalam kawasan pabrik, ruang terbuka

(taman), ruang yang belum terpakai, dan sebagainya. Sedangkan kerapatan netto bagi industri

adalah ukuran yang hanya meliputi bangunan pabrik,

gudang, tempat parkir dan tempat bongkar muat saja. Kedua ukuran ini digunakan untuk

menganalisis penggunaan tanah yang sedang berlaku; untuk perencanaan, akan lebih mudah

jika hanya digunakan kerapatan bruto yaitu untuk tanah yang kosong.

Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di negara-negara lain ternyata

memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di Indonesia khususnya di Pulau Jawa,

hampir semua kota di pusatnya selalu ada alun-alun, mesjid agung, penjara, pamong praja

atau kantor pemerintahan, dan pertokoan.

Perkembangan kota dapat dipengaruhi oleh berbagai rintangan alam seperti pegunungan,

perbukitan, lembah sungai dan lain-lain, dalam perkembangannya akan selalu menyesuaikan

diri dengan keberadaan fisik wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan

menimbulkan kesan sebagai kota yang tidak terencana.

Banyak para ahli telah berusaha mengadakan penelitian mengenai struktur ruang kota yang

ideal. Di antara-nya adalah teori memusat (konsentris) menurut Ernest W. Burgess (1929)

Page 18: BAB 1.pdf

yang meneliti struktur kota Chicago. Teori konsentris menyatakan daerah ke-kotaan dapat

dibagi dalam enam zona, yaitu sebagai berikut.

a. Zona 1: pusat daerah kegiatan Pusat Daerah Kegiatan (PDK) atau Central Business

Districts (CBD),

terdapat pusat pertokoan besar (departement store), gedung perkantoran yang bertingkat,

bank, museum, hotel, restoran dan sebagainya.

b. Zona 2: peralihan atau zona transisi, merupakan daerah yang terikat dengan pusat daerah

kegiatan.

Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonominya.

Dikategori-kan sebagai daerah berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota

daerah ini diubah menjadi lebih baik untuk komplek industri manufaktur, perhotelan, tempat

parkir, gudang, apartemen, dan jalan-jalan utama yang menghubungkan inti kota dengan

daerah luarnya. Pada daerah ini juga sering ditemui daerah slum atau daerah pemukiman

penduduk yang kumuh.

c. Zona 3: permukiman klas proletar, perumahannya sedikit lebih baik. Didiami oleh para

pekerja yang ber-penghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh

adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang

dihuni oleh keluarga besar. Burgess menama-kan daerah ini sebagai workingmen’s homes.

d. Zona 4: pemukiman kelas menengah (residential zone), merupakan komplek perumahan

para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik

dibandingkan daerah klas proletar.

e. Zona 5: wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya

kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum

eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.

f. Zona 6: penglaju (commuters), merupakan daerah yang memasuki daerah belakang

(hinterland) atau merupakan daerah batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal

di pinggiran kota.

Page 19: BAB 1.pdf

Model konsentrik jarang terjadi secara ideal. Adapun model yang paling mendekati terhadap

struktur ini adalah kota-kota pelabuhan di negara barat seperti kota Chicago, Calcuta,

Adelaide dan Amsterdam.

Selain teori konsentris, juga terdapat teori sektoral (sector theory) menurut Homer

Hoyt (1930). Menurut teori ini struktur ruang kota cenderung berkembang berdasarkan

sektor-sektor daripada berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik. PDK atau CBD terletak di

pusat kota, namun pada bagian lainnya berkembang menurut sektor-sektor yang bentuknya

menyerupai irisan kue bolu. Hal ini dapat terjadi akibat dari faktor geografi seperti bentuk

lahan dan pengembangan jalan sebagai sarana komunikasi dan transportasi. Menurut Homer

Hoyt, kota tersusun sebagai berikut.

a. Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri atas: bangunan bangunan

kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan pusat perbelanjaan.

b. Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan perdagangan.

c. Dekat pusat kota dan dekat sektor di atas, yaitu bagian sebelah menyebelahnya terdapat

sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh.

d. Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor

madyawisma.

e. Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas.

Gambar pola keruangan kota menurut

Homer Hoyt

Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt :

a. Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan.

b. Zona 2: Zona dimana terdapat grossier dan manufactur.

Page 20: BAB 1.pdf

c. Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah.

d. Zona 4: Zona permukiman kelas menengah.

e. Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.

Teori lainnya mengenai struktur ruang kota adalah Teori Inti Berganda (multiple nuclei) dari

C.D Harris dan E.L. Ullman (1945). Teori ini merupakan bentuk kritikan terhadap teori

konsentriknya Burgess, di mana pola keruangannya tidak konsentris dan seolah-olah

merupakan inti yang berdiri sendiri.

Struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris karena sebenarnya tidak ada

urutan-urutan yang teratur, sebab dapat terjadi dalam suatu kota di mana terdapat tempat-

tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru. Keadaan

tersebut telah menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan, misalnya:

komplek atau wilayah perindustrian, pelabuhan, komplek perguruan tinggi, dan kota-kota

kecil di sekitar kota besar.

Berdasarkan keadaan tata ruang kota dapat dikelompokkan menjadi:

a. Inti kota (core of city)

Inti Kota adalah wilayah kota yang digunakan sebagai pusat kegiatan, ekonomi,

pemerintahan dan

kebudayaan. Wilayah ini disebut juga CBD ( Central Businness Districs)

b. Selaput inti kota

Selaput inti kota adalah wilayah yang terletak di luar inti kota, sebagai akibat dari tidak

tertampungnya kegiatan dalam kota.

c. Kota satelit

Page 21: BAB 1.pdf

Kota Satelit adalah suatu daerah yang memiliki sifat perkotaan dan pusat kegiatan industri.

Gambar contoh kota-kota satelit Jakarta

d. Sub urban daerah sekitar pusat kota yang berfungsi sebagai daerah pemukiman.

Pola - pola kota yang terbentuk selain ilustrasi di atas dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a. Pola sentralisasi

Pola sentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung berkumpul atau

berkelompok pada satu daerah atau wilayah utama. Area utama tersebut merupakan daerah

yang ramai dikunjungi serta dilewati oleh banyak orang pada pagi, siang, dan sore hari

namum sunyi di malam hari.

b. Pola desentralisasi

Pola desentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung menjauhi titik pusat

kota atau inti kota sehingga dapat membentuk suatu inti / nukleus kota yang baru.

c. Pola nukleasi

Pola nukleasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang mirip dengan pola penyebaran

sentralisasi namun dengan skala ukuran yang lebih kecil di mana inti kegiatan perkotaan

berada di daerah utama.

d. Pola segresi

Pola segresi adalah pola persebaran yang saling terpisah-pisah satu sama lain menurut

pembagian sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya.

Secara garis besar perbedaan teori konsentris, sektoral dan pusat kegiatan ganda disajikan

pada tabel berikut.

Tabel Perbedaan Teori Konsentris, Sektoral, dan Pusat Kegiatan Ganda.

Page 22: BAB 1.pdf

No. Faktor Pembeda Teori

Konsentris Sektoral Pusat Kegiatan Ganda

1.

2.

3.

4.

Pola

Transportasi dan

Komunikasi

Latar belakang

lingkungan

Daerah kegiatan

konsentris

dianggap tidak

berperan

tidak begitu berperan

pusat kegiatan

tunggal

modifikasi

konsentris

mulai memper-

timbangkan dan

mempunyai peran

yang besar

tidak begitu

berperan

pusat kegiatan

tunggal

menyebar tidak teratur

berperan sangat besar

berperan sangat

penting

daerah kegiatan ganda

4. Pemanfaatan Tata Ruang Kota

Secara umum pemanfaatan ruang kota digambarkan pada grafik berikut.

Dari gambar tersebut terdapat beberapa istilah yang menyangkut pola keruangan kota sebagai

berikut.

a. urban fringe: memiliki kemiripan paling dekat dengan kota.

Page 23: BAB 1.pdf

b. suburban fringe: peralihan antara kota dengan desa yang mengelilingi daeah suburban.

c. suburban: area terdekat dengan pusat kota.

Sebagai ilustrasi pemanfaatan lahan di Indonesia adalah daerah pertambangan yang menjadi

kota. Pada dasarnya fakta membuktikan banyak daerah tambang di Indonesia berkembang

menjadi kota, tepatnya disebut kota tambang. Salah satu contoh kota tambang yaitu

Sawahlunto (Sumatra Barat), Tanjung Enim (Sumatera Selatan) dan Tembagapura, Mimika

(Papua).

Kota Sawahlunto

Kota Sawahlunto berkembang menjadi kota tambang sejak ditemukannya cadangan bahan

galian batu bara oleh De Groet pada akhir abad ke-19 di tepi sungai Umbilin. Dan Setelah itu

kegiatan pertambangan di Sawahlunto berkembang dengan bahan galian batubara. Dan

merubah Sawahlunto menjadi kota tambang seperti sekarang.

Kota Tembagapura

Berkembangnya Tembagapura menjadi daerah kota atau kota tambang, tidak lepas dari cikal

bakal penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang menjadikan PT. Freeport

Indonesia sebagai kontraktor eksklusif tambang pada tahun 1967. Pada tahun 1970-1972

dimulai proyek awal konstruksi PT. FI dan pada 3 Maret 1973 daerah ini resmi diberi nama

Tembagapura. Seiring waktu Tembagapura tumbuh dan berkembang mejadi kota tambang

seperti sekarang ini.

Serangkaian contoh di atas dapat diambil kesimpulan kegiatan pertambangan mendorong

suatu daerah menjadi sebuah kota yaitu kota tambang.

Page 24: BAB 1.pdf

C. Interaksi Wilayah Desa dan Kota

Interaksi wilayah dapat diartikan sebagai suatu hubungan timbal balik yang saling

berpengaruh antara dua wilayah atau lebih, yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan

atau permasalahan baru. Interaksi tidak hanya terbatas kepada gerak pindah manusianya,

melainkan juga menyangkut barang dan informasi yang menyertai tingkah laku manusia. Pola

dan kekuatan interaksi antarwilayah sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah

bersangkutan, serta kemudahan-kemudahan yang dapat mempercepat proses hubungan

antarwilayah tersebut. Edward Ullman mengemukakan ada tiga faktor utama yang mendasari

atau memengaruhi timbulnya interaksi antarwilayah, yaitu sebagai berikut.

1. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional complementarity)

Adanya hubungan wilayah yang saling melengkapi dimungkinkan karena adanya perbedaan

wilayah dalam ketersediaan dan kemampuan sumberdaya. Di satu pihak ada wilayah yang

surplus, sedangkan pada wilayah lainnya kekurangan sumberdaya seperti hasil tambang,

hutan, pertanian, barang industri, dan sebagainya. Keadaan ini mendorong terjadinya

interaksi yang didasarkan saling membutuhkan.

2. Adanya kesempatan untuk saling berintervensi (interventing opportunity)

Kesempatan berintervensi dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan perantara

yang dapat menghambat timbulnya interaksi antarwilayah atau dapat menimbulkan

suatu persaingan antarwilayah. Pada contoh gambar berikut dijelaskan, bahwa

secara potensial antara wilayah A dan B sangat mungkin terjalin hubungan timbal

balik, sebab A kelebihan sumberdaya X dan kekurangan sumberdaya Y,

sedangkan keadaan di B adalah sebaliknya. Namun karena kebutuhan masing-masing

wilayah itu secara langsung telah dipenuhi oleh wilayah C, maka interaksi antara

wilayah A dan B menjadi lemah. Dalam hal ini wilayah C berperan sebagai alternatif

pengganti sumberdaya bagi wilayah A atau wilayah B.

Page 25: BAB 1.pdf

3. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability)

Faktor lainnya yang memengaruhi pola interaksi antar wilayah adalah adanya kemudahan

pemindahan dalam ruang, baik proses pemindahan manusia, barang, maupun informasi.

Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang sangat bergantung pada hal-hal berikut.

a. Jarak mutlak dan relatif antara tiap-tiap wilayah.

b. Biaya angkut atau transport untuk memindahkan manusia, barang dan informasi dari satu

tempat ke tempat lain.

c. Kemudahan dan kelancaran prasarana transportasi antarwilayah, seperti kondisi jalan,

relief wilayah, jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi dan sebagainya.

Terdapat berbagai konsep dalam rangka analisa keruangan untuk mengungkapkan aspek

interaksi antara dua wilayah atau lebih, diantaranya adalah dengan menggunakan Model

Gravitasi. Sir Issac Newton telah menyumbangkan hukum fisika yang berharga berupa

Hukum Gaya Tarik (Hukum Gravitasi) yang menyatakan bahwa tiap massa akan memiliki

gaya tarik terhadap tiap titik di sekitarnya. Karena itu, bila ada dua massa yang berhadapan

satu sama lain, maka kedua massa itu saling menarik. Gaya tarik menarik itu berbanding

lurus dengan massa dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Secara matematis gaya

gravitasi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Page 26: BAB 1.pdf

Model tersebut kemudian diterapkan dalam bidang geografi untuk mengukur kekuatan

interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih oleh W.J. Reilly (1929). Berdasarkan

teorinya dikemukakan bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah atau lebih dapat diukur

dengan memerhatikan jumlah penduduk masing-masing wilayah dan jarak mutlak antara

wilayah-wilayah tersebut, yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Contoh perhitungan:

Diketahui kota A, B, dan C. Jumlah penduduk kota A adalah 1.500 orang, kota B 2.250 orang

dan kota C adalah 1.800 orang. Jarak kota A ke B adalah 25 km, sedangkan dari kota B ke C

adalah 50 km.

Ditanyakan : manakah dari ketiga kota tersebut yang lebih besar kekuatan interaksinya,

apakah antara kota A dan B atau kota B dan C?

Jawab:

Interaksi antara kota A dan B adalah:

Page 27: BAB 1.pdf

Interaksi antara kota B dan C adalah:

Jika dibandingkan kekuatan interaksi antara kota A dan B dengan kota B dan C, maka: 5.400

: 1.620 = 270 : 81 = 30 : 9 = 3,33. Sehingga diambil kesimpulan, bahwa kekuatan interaksi

kota A dan B lebih besar 3,33 kali dibandingkan dengan kekuatan interaksi kota B dan C.

Perbandingan kekuatan interaksi keruangan beberapa wilayah dengan menggunakan rumus

Reilly dapat diterapkan apabila dalam kondisi sebagai berikut.

1) Kondisi penduduk meliputi tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, mata

pencaharian, mobilitas, keadaan budaya dan lain-lain dari tiap-tiap wilayah yang sedang

dibandingkan relatif sama.

2) Kondisi alam terutama bentuk wilayah atau reliefnya sama.

3) Keadaan prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah yang

sedang dibandingkan interaksinya relatif sama.

Dalam kenyataannya bisa saja interaksi antara kota B dan C lebih kuat dibandingkan dengan

kota A dan B, karena kondisi wilayah yag menghubungkan B dan C merupakan daerah

dataran dan didukung prasarana jalan yang baik. Sedangkan di wilayah A dan B merupakan

jalur perbukitan dengan prasarana jalan yang kurang baik. Oleh sebab itu ketiga hal di atas

perlu dipertimbangkan dalam menghitung besarnya interaksi menurut Reilly.

Selain Teori Gravitasi juga terdapat Teori Titik Henti (the breaking point theory)

sebagai modifikasi dari Teori Gravitasi Reilly. Teori ini berusaha memberikan suatu cara

dalam memperkirakan lokasi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan

dari dua buah kota yang berbeda ukurannya. Selain itu, juga dapat digunakan untuk

memperkirakan penempatan lokasi industri atau pelayanan-pelayan sosial antara dua wilayah,

sehingga mudah dijangkau oleh penduduk. Inti dari teori ini adalah: jarak titik henti atau titik

pisah dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan

jarak antara kedua pusat pedagangan tersebut, dan berbanding terbalik dengan satu ditambah

Page 28: BAB 1.pdf

akar kuadrat jumlah penduduk dari wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi dengan

jumlah penduduk pada wilayah yang lebih sedikit penduduknya. Secara matematis dapat

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Contoh perhitungan:

Diketahui: Jumlah penduduk A 15.000 orang, kota B 30.000 orang dan di kota C adalah

45.000 orang. Jarak kota A ke B 100 km, sedangkan jarak kota B ke C adalah 115 km.

Ditanyakan : Tentukan lokasi titik henti antara kota A dengan kota B, serta antara kota B

dengan kota C!

Jawab :

Lokasi titik henti antara kota A dengan kota B:

Hasil perhitungan di atas memiliki makna, bahwa lokasi titik henti antara kota A dan B

adalah 58,58 km diukur dari kota B (yang penduduknya lebih kecil). Hal ini berarti

penempatan lokasi pelayanan sosial seperti pasar, rumah sakit, kantor pos dan lain-lain yang

paling strategis adalah berjarak 58,58 km dari kota B, sehingga dapat dijangkau oleh

masyarakat dari kota A dan kota B.

Lokasi titik henti antara kota B dengan kota C:

Page 29: BAB 1.pdf

Jadi lokasi titik henti (T.H) kota A, B, dan C ditinjau dari titik B dapat digambarkan secara

grafik seperti berikut.

Salah satu faktor yang sangat menentukan untuk terjadinya interaksi antarwilayah adalah

sarana dan prasarana transportasi. Kualitasnya sangat berpengaruh terhadap kelancaran

mobilitas (pergerakan) barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lainnya. Suatu wilayah

dengan wilayah lain biasanya dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi, baik jalur

transportasi darat, laut maupun udara, sehingga membentuk pola-pola jaringan tertentu di

dalam ruang muka bumi (spatial network sistems). Kompleksitas jaringan tersebut sebagai

salah satu tanda kekuatan interaksi antarwilayah. Suatu kawasan yang dihubungkan oleh

jaringan jalan yang kompleks tentu memiliki pola interaksi keruangan lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah lain yang hanya dihubungkan oleh satu jalur transportasi. Untuk

lebih jelasnya perhatikan gambar berikut.

Untuk mengetahui kekuatan interaksi antar kota dalam suatu wilayah dilihat dari jaringan

jalan digunakan rumus indeks konektivitas dikemukakan oleh K.J Kansky, yaitu sebagai

berikut.

Page 30: BAB 1.pdf

Contoh perhitungan:

Manakah yang lebih besar kemungkinan interaksinya, wilayah A atau wilayah B?

Berdasarkan nilai indeks konektivitasnya diperkirakan wilayah B memiliki kekuatan interaksi

lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah A.

D. Dampak Interaksi Wilayah Desa dan Kota

1. Dampak wilayah

Interaksi antara dua wilayah akan melahirkan gejala baru yang meliputi aspek

ekonomi, sosial, maupun budaya. Gejala tersebut dapat memberikan dampak bersifat

menguntungkan (positif) atau merugikan (negatif) bagi kedua wilayah. Demikian pula halnya

gejala interaksi antara desa dan kota. Berikut tabel dampak interaksi desa – kota.

Tabel Dampak Interaksi Desa - Kota

No Dampak

wilayah

Positif Negatif

1 Desa Meningkatnya Cakrawala

pengetahuan penduduk desa

Terjadinya penetrasi

kebudayaan dari kota ke

desa yang tidak sesuai

dengan tradisi

Page 31: BAB 1.pdf

masyarakat pedesaan.

Masuknya teknologi tepat

guna ke desa meningkatkan

produksi lahan dan

berdampak meningkatnya

pendapatan masyarakat

Terjadinya perubahan

tata guna lahan yang

dapat menimbulkan

kerusakkan lingkungan

Terjadi perubahan tata guna

lahan yang menguntungkan

Terjadinya kekurangan

tenaga potensial di desa

karena banyak yang

berurbanisasi