BAB 11

42
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diketahui bahwa preeklampsia berhubungan erat dengan hemolisis, elevasi enzim liver, dan trombositopenia. Louis Weinstein menemukan tanda dan gejala yang terjadi pada preeklampsia berat dan pada tahun 1982 dinamakan dengan HELLP Syndrome ( H = haemolysis, EL= elevated liver enzymes, L = low platelets). Saat ini sindrom HELLP dianggap sebagai salah satu bentuk dari komplikasi preeklampsia berat. 1 Bentuk komplit dari sindrom HELLP adalah dengan ditemukannya ketiga gejala mayor, sedangan bentuk inkomplit hanya ditemukan satu atau dua gejala dari trias diatas. Sindrom HELLP merupakan suatu kondisi yang serius pada bentuk komplit yang dapat beresiko terhadap ibu hamil dan janin. 1 Sindrom HELLP dapat terjadi pada 0,5 - 0,9% terhadap seluruh kehamilan dan pada 10-20% kasus preeklampsia berat.. Pada 70% kasus, sindrom HELLP terjadi pada usia gestasi antara 27 minggu dan 37 minggu. 10% kasus terjadi sebelum usia gestasi 27 minggu dan 20% kasus terjadi pada usia gestasi diatas 37 minggu. 1 1

description

kasus

Transcript of BAB 11

Page 1: BAB 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telah lama diketahui bahwa preeklampsia berhubungan erat dengan

hemolisis, elevasi enzim liver, dan trombositopenia. Louis Weinstein menemukan

tanda dan gejala yang terjadi pada preeklampsia berat dan pada tahun 1982

dinamakan dengan HELLP Syndrome ( H = haemolysis, EL= elevated liver

enzymes, L = low platelets). Saat ini sindrom HELLP dianggap sebagai salah satu

bentuk dari komplikasi preeklampsia berat.1

Bentuk komplit dari sindrom HELLP adalah dengan ditemukannya ketiga

gejala mayor, sedangan bentuk inkomplit hanya ditemukan satu atau dua gejala

dari trias diatas. Sindrom HELLP merupakan suatu kondisi yang serius pada

bentuk komplit yang dapat beresiko terhadap ibu hamil dan janin.1

Sindrom HELLP dapat terjadi pada 0,5 - 0,9% terhadap seluruh kehamilan

dan pada 10-20% kasus preeklampsia berat.. Pada 70% kasus, sindrom HELLP

terjadi pada usia gestasi antara 27 minggu dan 37 minggu. 10% kasus terjadi

sebelum usia gestasi 27 minggu dan 20% kasus terjadi pada usia gestasi diatas 37

minggu. 1

Berikut ini penulis akan melapokan suatu kasus sindrom HELLP yang

jarang dijumpai dan semoga laporan kasus ini dapat menjadi tambahan

pengetahuan sehingga dokter umum secara khusunya dapat mengetahui

manajemen awal pada penderita sindrom HELLP.

1

Page 2: BAB 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan

2.1.1 Definisi

Hipertensi dalam kehamilan adalah adalah suatu keadaan dengan tekanan darah

diastolik mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V

Korotkoff untuk menentukan tekanan diastolik.2

2.1.2 Klasifikasi

Hipertensi dalam kehamilan di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Hipertensi Gestasional: adalah hipertensi pada kehamilan yang tidak di ikuti

oleh sindrom preeklampsi (proteinuria). Dan tekanan darah turun setelah 12

minggu post partum.2

2. Preeklampsia adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah

tanda penting preeklampsia. Proteinuria didefenisikan adanya seksresi

protein 300 mg atau lebih dalam urine 24 jam.2

3. Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan

kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi

seperti epilepsi.2,3

4. Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia

yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi

vaskuler kronis atau penyakit ginjal.2,3

5. Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab

apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20

minggu atau menetap selama 12 minggu post partum.1

2.1.3 Faktor Resiko

Preeklampsia sering terjadi pada wania yang hamil di usia muda dan nullipara,

namun wanita yang tua memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terjadinya

2

Page 3: BAB 11

hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia. Resiko untuk preeklampsi

juga dipengaruhi oleh ras dan etnic, juga oleh predisposisi genetik. Studi yang

dilakukan secara luas oleh Sabai dan Cunnigham (2009), insiden preeklampsia

pada populsi nullipara dalam batas 3-10 % dan insden pada multipara lebih kecil.2

Faktor resiko lain yang terkait dengan preeklampsi termasuk obesitas, multifetal

gestasi, umur ibu lebih dari 35 tahun dan etnik Afrika-Amerika. Hubungan antara

peningkatan berat badan ibu dengan kejadian preeklampsi sangat progresif.

Kejadian preeklampsi meningkat 4,3 % pada ibu dengan BMI <20 kg/m2 dan 13,3

% pada BMI > 35 kg/m2. Kehamilan ganda dibandingkan dengan kehamilan

tunggal kejadian hipertensi gestasional 13% vs 6 %.2

Tabel 1 : Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan.2

Hipertensi Gestasional

Sistolik BP ≥140 mmHg, atau Diastolik BP ≥ 90 mmHg

Tidak ada proteinuria

Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu post partum

Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pada post partum

Dapat ditemukan gejala dari preeklampsi, contohnya, rasa tidak

nyaman hulu hati atau trombositopenia.

Preeklampsia

Kriteria minimum

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah 20 minggu usia gestasi

Proteinuria >300 mg/ 24 jam atau +1 dipstik

Kriteria berat

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

Proteinuria 2,0 gram/ 24 jam atau >+2

Serum creatinin > 1,2 mg/dl atau terjadi peningkatan dari

sebelumnya

Mikroangiopati hemolisis _ peningkatan LDH > 600 IU/L

Elevasi level serum transaminase_ ALT atau AST

3

Page 4: BAB 11

Sakit kepala menetap atau gangguan serebral maupun visual

Nyeri epigastrik persisten

Eklampsia :

Kejang yang tidak diseabkan oleh gangguan lain pada wanita

dengan preeklampsi.

Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik

New-onset proteinuria >300 mg/ 24 pada wanita yang hipertensi

tapi tidak ada proteinuria sebelum 20 minggu usia gestasi

Peningkatan secara tiba-tiba protenuria atau tekanan darah atau

trombosit < 100.000/L pada wanita dengan hipertensi dan

proteinuria sebelum 20 minggu usia gestasi.

Hipertensi kronik

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum hamil atau terdiagnosa

sebelum 20 minggu usia gestasi .

Atau

Hipertensi yang pertama kali terdiagnosa setelah 20 minggu usia

dan menetap setelah 12 minggu usia gestasi.

ALT : alanine aminotranferase; AST : aspartate aminotransferse;

LDH : lactate dehydrogenase.

2.2 Preeklampsia

4

Page 5: BAB 11

2.2.1 Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun

kejadian hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita sebagai

berikut: 2,4

terpapar villi khorialis untuk pertama kalinya seperti nullipara

terpapar villi khorialis dengan jumlah berlimpah seperti gemelli dan

molahidatidosa

mempunyai riwayat gangguan vaskuler

ada kecenderungan genetik

Banyak teori yang dikemukakan mengenai etiologi dari preeklampsia – eklampsia

sehingga disebut juga dengan ”penyakit teori”. Namun semua teori itu haruslah

dapat menerangkan hal – hal: 4

mengapa frekuensi menjadi tinggi pada primigravida, gemelli, hidramnion

dan molahidatidosa.

Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan bertambah tuanya

kehamilan, sering pada trimester III.

Mengapa terjadi perbaikan keaadaan penyakit jika terjadi kematian janin

dalam kandungan.

Mengapa frekuensi lebih rendah pada kehamilan berikutnya

Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema dan konvulsi sampai

koma

2.2.2 Patofisiologi

Dasar patofisiologi preeklampsia-eklampsia adalah vasospasme arterial. Sering

disertai dengan retensi garam dan air. Beberapa teori yang mencoba menjelaskan

patofisiologi preeklampsia-eklampsia:2,4,5

1. injuri sel endotel

2. rejection phenomenon (insufisiensi produksi blooding antibodi)

3. gangguan perfusi plasenta

4. reaktivitas vaskuler

5. ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboxane

5

Page 6: BAB 11

6. penurunan GFR dengan retensi garam dan air

7. penurunan volume intravaskuler

8. irritabilitas SSP yang meningkat

9. Disseminata Intravasculer Coagulation ( DIC )

10. peregangan otot rahim (ischemia)

11. faktor diet

12. faktor genetik

Teori injuri sel endotel yang relatif baru dapat menerangkan banyak hal penemuan

klinis pada preeklampsia. Kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap

presor seperti angiotensin II jelas mendahului awal terjadinya hipertensi karena

kehamilan. Perubahan pada preeklampsia yang ditemukan pada beberapa organ

adalah sbb : 2,4,5

1. Otak

pada preeklampsia aliran darah dan pemakaian tetap dalam batas

normal

pada eklampsia terjadi peningkatan resistensi vaskuler termasuk

otak sehingga dapat terjadi edema serebri sehingga menimbulkan

kelainan serebral seperti gangguan virus sampai perdarahan

2. Plasenta dan Rahim

aliran darah menurun ke plasenta sehingga terjadi gangguan

plasenta den pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen. Pada

preeklampsia-eklampsia sering terjadi peningkatan tonus otot

rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan sehingga dapat terjadi

partus prematurus

3. Ginjal

GFR menurun sampai 50 % sehingga menimbulkan retensi air dan

garam

4. Paru-paru

dapat terjadi edema paru yang menimbulkan dekompensatio cordis.

5. Mata

6

Page 7: BAB 11

Dapat terjadi edema retina dan spasme pembuluh darah

Pada eklampsia dapat terjadi ablatio retina yang disebabkan edema

intraokuler dan ini merupakan salah satu indikasi untuk terminasi

kehamilan

Gejala lain yang menunjukkan tanda preeklampsia berat adalah

skotoma, diplopia, dan ambliopia

6. Keseimbangan air dan elektrolit

Pada preeklampsia berat dan eklampsia terjadi peningkatan kadar

gula darah, asam laktat dan asam organik lainnya sehingga

cadangan alkali menurun

7. Hepar

Terjadi peningkatan enzim hepar dalam serum karena nekrosis

hemoragika periportal

Kerusakan hepar pada preeklampsia-eklampsia merupakan keadaan

serius dan sering dengan kerusakan organ lain khususnya ginjal

dan otak dengan hemolisis serta trombositopenia

8. Proteinuria

Pada wanita dengan hipertensi harus terdapat proteinuria dengan

kadar yang cukup agar diagnosis preeklampsia-eklampsia dapat

dilihat secara akurat

9. Endokrin

Pada hipertensi karena kehamilan terjadi penurunan kadar renin,

angiotensin II dan aldosteron

10. Trombositopenia

Dapat terjadi secara akut pada preeklampsia-eklampsia

Trombosit < 100.000 /mm3 merupakan tanda buruk bagi wanita

hamil dengan preeklampsia

Penyebab trombositopenia belum dapat dipastikan, namun

kemungkinan disebabkan oleh adanya proses imunologi atau

penimbunan trombosit pada endotel yang rusak.

2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis

7

Page 8: BAB 11

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan

proteinuria. Pada saat ada keluhan sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri

epigastrium, hal tersebut menandakan sudah berat. Adapun gejala klinis yang

dapat ditemukan adalah sbb :5

1. Peningkatan tekanan darah merupakan tanda awal preeklampsia-

eklampsia, peningkatan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg merupakan

tanda prognosis yang lebih dipercaya dibandingkan sistolik

2. Peningkatan berat badan

peningkatan berat badan secara mendadak ≥ 2 pound ( 0,9 Kg )

dalam seminggu atau 6 pound ( 2,7 Kg ) dalam 1 bulan dicurigai

terjadinya preeklampsia-eklampsia

tanda klinis: peningkatan berat badan yang mendadak dan

berlebihan

3. Proteinuria

derajat proteinuria bervariasi dan terjadinya paling belakangan

pada preeklampsia awal proteinuria minimal atau tidak ada

pada preeklampsia berat proteinuria dapat mencapai 10 gr/l

4. Nyeri kepala

Nyeri kepala pada daerah frontalis dan oksipitalis dan tidak hilang

dengan analgetik biasa, sering pada preeklampsia bera.

5. Nyeri epigastrium

Kemungkinan disebabkan regangan kapsul hepar akibat edema dan

perdarahan, sering pada preeklampsia berat.

6. Gangguan penglihatan

mulai dari visus yang menurun sampai dengan kebutaan

2.2.5 Penatalaksanaan

1. Preeklampsia ringan6

a. Rawat jalan

Banyak istirahat (berbaring / tidur miring)

Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

8

Page 9: BAB 11

Sedativa ringan yaitu phenobarbital tab 3 x 30 mg po selama 7 hari

atau diazepam tab 3 x 2 mg po selama 7 hari

Roborantia

Kunjungan ulang setiap 1 minggu

b. Rawat inap

Kehamilan preterm (<37 minggu)

Jika tekanan darah mencapai normal selama perawatan,

persalinan ditunggu sampai aterm

Jika tekanan darah menurun tapi belum normal selama

perawatan, kehamilan dapat diakhiri pada umur kehamilan > 37

minggu

Kehamilan aterm (>37 minggu)

Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk

melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan

Cara persalinan

Bila penderita belum inpartu maka lakukan induksi persalinan

dengan amniotomi, drip oksitosin, kateter foley.

Seksi sesaria bila syarat oksitosin drip tak terpenuhi atau

adanya kontra indikasi untuk drip oksitosin.

2. Preeklampsia berat6

Rawat segera, tentukan jenis perawatan / tindakan yaitu :

A. aktif berarti kehamilan segera diterminasi bersamaan dengan

pemberian pengobatan medisinal

B. konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian pengobatan medisinal

Perawatan aktif

a) Indikasi

Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan salah satu atau lebih

keadaan di bawah ini:

9

Page 10: BAB 11

I. Ibu:

1. kehamilan > 37 minggu

2. adanya tanda / gejala impending eklampsia

3. kegagalan terapi pada perawatan konservatif :

dalam waktu setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan

medisinal terjadinya kenaikan tekanan darah

setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala

status quo (tidak ada perbaikan)

II. Janin:

adanya tanda fetal distress

adanya tanda IUGR

III. Laboratorik :

Ditemukan peningkatan enzim hati dan trombositopenia yang merupakan

bagian dari sindrom HELLP .

b) Pengobatan Medisinal

1. Segera masuk rumah sakit

2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

3. Infus dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan larutan

ringer laktat 500 cc ( 60-125 cc/jam atau 4 jam / kolf )

4. Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

5. Pemberian obat anti kejang : MgSO4

Cara pemberian2 :

a. Loading dose

4 gram MgSO4 40% dalam cairan 100 cc intravena dan diberikan dalam

15-20 menit.

b. Maintenance dose

Mulai infus rumatan dengan dosis 2 gram / jam dalam 100 cc

cairan intravena.

10

Page 11: BAB 11

Ukur kadar magnesium sulfat pada 4-6 jam setelahnya dan

sesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar anara 4

dan 7 mEq/l (4,8-8,4 mg/dl)

Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4

Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10 % (1

gram dalam 10cc) diberikan i.v 3 menit (dalam keadaan siap pakai)

Refleks patella (+) kuat

Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit

Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)

d. Sulfas magnesikus dihentikan bila:

Ada tanda-tanda intoksikasi

Setelah 24 jam pasca persalinan

Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif)

e. Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam dengan resiko

terjadimya depresi pernafasan neonatal. Pemberian terus menerus secara

intravena dapat meningkatkan resiko depresi pernafasan dan persalinan

prematur. Dosis awal diazepam 10 mg i.v pelan-pelan selama 2 menit

dilanjutkan dosis maintenance 40 mg dalam 500 cc RL.

c) Pengobatan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan adalah sbb :

Induksi persalinan :

amniotomi dan oksitosin drip dengan syarat skor Bishop > 5

Seksio sesaria bila :

1. Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi

oksitosin drip, skor bishop < 5

2. Belum masuk fase aktif sejak 12 jam dimulai oksitosin drip

3. Jika dalam 24 jam pembukaan tidak lengkap atau kala II.

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan

seksio sesaria.

11

Page 12: BAB 11

Pengelolaan konservatif

a. Indikasi

Kehamilan preterm (<37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal

Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.

c. Pengobatan obstetrik:

Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap

sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi.

Perawatan Rumah Sakit.

1. Preeklampsia ringan :

Kriteria preeklampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit

a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak menunjukkan

adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklampsia

b. Kenaikan berat badan ibu : > 1 kg/minggu, selama 2 (dua) kali

berturut-turut

c. Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda-tanda preeklampsia

berat

2. Preeklampsia berat dan eklampsia.6

2.2.6 Komplikasi Preeklampsia

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia.

Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat

dan eklampsia.

12

Page 13: BAB 11

1.   Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita

hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit

Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.

2.   Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan

23% hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan

kadar fibrinogen secara berkala.

3.   Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang

menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum

diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau

destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan

pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

4.   Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

maternal penderita eklampsia.

5.   Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina;

hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6.   Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69

kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.

7.   Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia

merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk

eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-

sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan

enzim-enzimnya.

8.    Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.

9.   Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu

pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur

lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

13

Page 14: BAB 11

2.3 Sindrom HELLP

2.3.1 Definisi

Sindroma HELLP adalah kelainan multisistem yang merupakan komplikasi

kehamilan dengan pemeriksaan laboratorium menandakan hemolisis, disfungsi

hepatik, dan trombositopenia. Kelainan ini pertama kali dijelaskan oleh Weinstein

pada tahun 1982, dan kemudian disebut sindroma HELLP yang merupakan

akronim dari Hemolysis (H), Elevated Liver Enzyme (EL), Low Platelets (LP).1

Sindroma HELLP paling sering berhubungan dengan preeklampsia berat

atau eklampsia, namun juga bisa didiagnosis tanpa diawali kelainan-kelainan

tersebut. Kelainan ini dapat berupa murni komplikasi preeklampsia berat atau

merupakan fenomena sekunder pada pasien dengan Adult Respiratory Distress

Syndrome (ARDS), gagal ginjal, dan kerusakan organ multipel dengan DIC.1

2.3.2 Epidemiologi

Sindroma HELLP terjadi pada kira-kira 0,5 - 0,9% dari semua kehamilan dan 10

sampai 20% pada kasus dengan preeklampsia berat. Sekitar 70% kasus sindrom

HELLP terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia kehamilan

27-37 minggu; 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan 20% setelah

37 minggu.1

2.3.3 Faktor Risiko

Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsia. Pasien sindrom

HELLP secara bermakna lebih tua (rata- rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien

preeklampsia-eklampsia tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). Insiden

sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara, Sindom ini

biasanya muncul pada trimester ketiga.1

2.3.4 Patogenesis

Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom ini

menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet

intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan

14

Page 15: BAB 11

serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet,

serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan

terminasi kehamilan. Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar

dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya

timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar,

akibatnya enzim hepar akan meningkat. Proses ini terjadi di hati, dan

menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan

akhirnya mempengaruhi organ lainnya.2

Beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan pre

eklampsia salah satunya adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor dan

sintesis bahan vasodilator yang menurun yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan endotel yang luas. Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat

iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein dengan densitas yang rendah

dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem imun, dan perubahan genetik.2

2.3.5 Gejala Klinis

Gejala klinis yang sering dijumpai adalah nyeri abdomen kuadran atas atau

epigastrium, mual, muntah, dan malaise. Nyeri epigastrium dapat bersifat

fluktuatif- nyeri kolik. Pada 30-60% wanita merasakan nyeri kepala, dan 20%

wanita merasakan gangguan visual. Pada penderita sindrom HELLP parsial

gejala tersebut dirasakan lebih ringan. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung

terus menerus, dan intensitasnya dapat berubah dengan cepat. Karakteristik

sindrom HELLP adalah terjadi pada malam hari dan membaik pada siang hari.

Wanita dengan sindrom HELLP parsial mempunyai gejala lebih ringan dan lebih

rendah risikonya terkena komplikasi dibandingkan sindrom HELLP total.7

2.3.6 Diagnosis

Berdasarkan Tennessee Classification System, Sibai menjelaskan kriteria sindrom

HELLP total seperti yang terlihat di tabel.1. Hemolisis intravaskuler didiagnosis

dengan ditemukannya sel-sel abnormal pada apusan darah tepi, peningkatan

bilirubin serum (≥ 20,5 μmol/L atau ≥ 1,2 mg/ 100 mL) dan peningkatan LDH (>

15

Page 16: BAB 11

600 U/L). 7

Berdasarkan sistem penggolongan Mississippi, klasifikasi sindrom HELLP

didasarkan pada jumlah trombosit terendah sepanjang perjalanan penyakit. Kelas

1 dan kelas 2 berhubungan dengan hemolisis (LDH > 600 U/L) dan peningkatan

AST (> 70 U/L), sedangkan kelas 3 hanya berdasarkan LDH > 600 U/L dan AST

> 40U/L dengan jumlah trombosit tertentu. Sindrom HELLP kelas 3 berhubungan

dengan tingginya risiko perburukan kondisi pasien.7

Tabel 1. Klasifikasi Sindrom HELLP7

Klasifikasi Mississippi Klasifikasi Tennessee

Kelas 1

Platelet <50.000

AST atau ALT >70 IU/L

LDH >600 IU/L

Kelas 2

Platelet 50.000 -100.000

AST atau ALT >70 IU/L

LDH > 600 IU/L

Kelas 3

Platelet 100.000 – 150.000

AST atau ALT > 40 IU/L

LDH > 600 IU/L

Komplit

Platelet < 100.000

AST > 70IU/L

LDH >600 IU/L

Parsial/ inkomplit

Preeklampsia berat dengan salah

satu gejala elevasi liver enzim,

hemolisis, atau low platelet.

2.3.7 Penatalaksanaan

Secara umum terdapat tiga faktor utama dalam tatalaksana pasien sindrom HELLP,

yaitu; 1

1. Segera terminasi kehamilan bila usia gestasi 34 minggu atau lebih.

2. Terminasi dilakukan setelah evaluasi , stabilisasi kondisi maternal, dan

pemberian kortikosteroid setelah 48 jam.

16

Page 17: BAB 11

3. Tatalaksana konservatif lebih dari 48-72 jam dapat dilakukan pada pasien

dengan usia gestasi < 27 minggu. Pada situasi ini kortikosteroid adalah

regimen yang sering digunakan .

Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada

penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsia. Prioritas pertama

adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.7

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang,

baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4 gr MgSO 20% sebagai dosis awal, diikuti

dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan

diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4 Jika terjadi keracunan,

berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.1,7

Terapi anti hipertensi dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di

samping penggunaan MgSO4. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90

-100 mmHg. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta

dan kejang pada ibu. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine iv

dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah

yang diinginkan tercapai. Labetalol, Normodyne dan nifedipin juga digunakan dan

memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan

MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga

tidak dapat digunakan.7

Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia dan eklampsia dengan melakukan

monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya

koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu

tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Deksametason adalah kortikosteroid pilihan

utama. Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 –

150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri

epigastrium, maka diberikan dexametasone 12 mg i.v tiap 12 jam. Terapi

kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri

epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti

17

Page 18: BAB 11

hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.3. Dapat

dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml

dan antioksidan.2,7

Tahap selanjutnya mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan non

stress test, dan biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.

Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Beberapa

penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri

kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain merekomendasikan

pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin

masih immatur. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam

literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.3

Sikap Pengelolaan Obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu diakhiri

(terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan

pervaginam atau perabdominam.2

Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu, atau

jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi

berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti

laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan 2 dosis

steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan diakhiri 48 jam

kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama

periode ini.3

Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal yang mengganngu

kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus diizinkan partus

pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan > 32 minggu

persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk

pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien

dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea

18

Page 19: BAB 11

elektif merupakan cara terbaik.7

Pengelolaan Postpartum Sindrom HELLP

Sindrom HELLP dapat terjadi hingga 7 hari post partum, namun biasanya terjadi

hingga 48 jam postpartum. Pengelolaan pasien post partum dengan antepartum

tidak memiliki perbedaan. Dengan terapi supportif yang baik pasien keadaan

pasien dapat membaik seutuhnya. Hal penting yang harus dilakukan adalah

monitor balance cairan, koreksi laboratorium abnormal, dan pemasangan pulse

oximetri. Profilaksis kejang dapat diberikan MgSO4 dosis maintenance hingga

24-48 jam post partum. Beberapa ahli melanjutkan terapi kortikosteroid hingga

24-48 jam post partum. Wanita dengan sindrom HELLP postpartum memiliki

peningkatan risiko gagal ginjal dan edema paru secara signifikan dibandingkan

dengan dengan onset antenatal. Pemberian kortikosteroid dapat mempercepat

pemulihan.7

Wanita dengan sindrom HELLP yang menunjukkan peningkatan bilirubin atau

kreatinin yang progresif lebih dari 72 jam setelah melahirkan dapat diberikan

terapi berupa transfusi tukar plasma dengan fresh frozen plasma. Pada kasus

hemolisis yang terus-menerus, trombositopenia yang persisten dan

hipoproteinemia, substitusi eritrosit dan trombosit post partum serta suplementasi

albumin merupakan rejimen pengobatan standar.1,7

2.3.8 Komplikasi

Komplikasi terhadap ibu

Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%

berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress

syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan rupture

hati.1,7

Pasien dengan sindrom HELLP memiliki resiko preeklampsia 20% pada

19

Page 20: BAB 11

kehamilan berikutnya, terutama pada sindrom HELLP yang terjadi pada trimester

kedua. Insiden rekurensi sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya <5%.7

Komplikasi terhadap bayi

Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi

intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa

pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan

pernafasan (RDS).1,7

Tabel 2. Komplikasi maternal akibat sindrom HELLP7

Komplikasi Insidensi (%)

1. DIC

2. Solusio Plasenta

3. Infeksi

4. Edema Paru

5. Efusi Pleura

6. Gagal ginjal akut

7. Hematom subkapsular

8. Edema laring

9. Ablasio retina, pendarahan vitreus

10. Kematian

15

10-15

14

8

6-10

3

2

1-2

1

1

20

Page 21: BAB 11

BAB 3

K A S U S

Identitas Pasien

Nama : Leni Marlina Nama suami : Pardi

Umur : 40 tahun Umur : 42 tahun

Pendidikan : SMP Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Swasta

Alamat : Sungai Akar

No. MR : 10 26 76

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Seorang pasien wanita umur 40 tahun masuk KB RSUD Indrasari Rengat tanggal

3 Mei 2014 jam 22.00 WIB kiriman klinik dokter umum dengan diagnosa :

G4P3A0H3 Gravid Aterm (38-39 mg) janin tunggal hidup presentasi kepala +

Hipertensi Gestasional + Gastritis

Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien mengeluhkan nyeri pada perut, terutama dirasakan pada ulu

hati

- Dada terasa sesak

- Nyeri pinggang menjalar keari-ari ( - ).

- Keluar lendir campur darah dari kemaluan ( - ).

- Keluar air-air banyak dari kemaluan ( - ).

- Keluar darah banyak dari kemaluan ( - ).

- Tidak haid sejak + 9 bulan yang lalu

- HPHT : 8 - 08 - 2013 TP : 15 - 05 - 2014

- Gerak anak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

21

Page 22: BAB 11

- 1 minggu yang lalu telah USG ke dokter Sp.OG , disebutkan saat itu usia

kehamilan 8 ½ bulan dan berat janin 2500 gram.

- Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), pendarahan (-)

- Prenatal care : ke bidan

- Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)

- Kedua tungkai bengkak sejak 2 minggu yang lalu

- Keluhan sakit belakang kepala ( + ), nyeri ulu hati ( + ),

pandangan kabur ( - ), kejang ( - ).

- Riwayat menstruasi : Menarche 13 th, siklus teratur 1 x 28 hari, lama 5 – 6

hari, banyaknya 2 – 3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pasien menderita hipertensi, jantung, paru, hati, ginjal dan diabetes tidak

diketahui oleh pasien .

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan.

Riwayat Perkawinan : 1 x 1994

Riwayat Kehamilan / Abortus / Persalinan : 3 / 0 / 2

1. Th.1995, laki-laki, 3500 gram, aterm, spontan, bidan, hidup

2. Th.1998, perempuan, 3500 gram, aterm, spontan, bidan, hidup

3. Th.2004, perempuan, 3500 gram, aterm, spontan, bidan, hidup

4. Sekarang.

Riwayat kontrasepsi : tidak diketahui

Riwayat imunisasi : tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Kompos mentis kooperatif

22

Page 23: BAB 11

Tekanan darah : 200 / 130 mmHg

Nadi : 88x / menit

Pernafasan : 22x / menit

Suhu : 36,5C

Proteinuria : tidak ada data

Status Generalis

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, Kelenjar Tiroid tidak membesar

Thorak : Jantung dan Paru dalam batas normal.

Abdomen : Status obstetrikus

Genitalia : Status obstetrikus

Ekstremitas : Edema +/+, Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-

Ptekie (+) pada kedua tungkai bawah

Status Obstretikus

Muka : Kloasma gravidarum (+)

Mamae : Membesar, A/P hiperpigmentasi.

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm

L / M hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrix (-)

Palpasi : LI : FUT teraba 3 jari dibawah Proc.Xypoideus

Teraba massa besar, lunak, noduler

LII : Teraba tahanan terbesar dikiri

bagian-bagian kecil janin dikanan

LIII : Teraba massa bulat, keras, floating

LIV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP

His : ( - )

Auskultasi : BJA : 135 x permenit, teratur

Genitalia

Inspeksi : V/U tenang

23

Page 24: BAB 11

VT : tidak dilakukan

Diagnosis :

G4P3A0H3 Gravid Aterm (38-39 mg) janin tunggal hidup presentasi kepala +

Preeklampsia Berat

Terapi : Advis dr. Bagus Sp.OG

02 2-3 liter per menit

Injeksi MgSO4 4 gram + Aquadest 10 cc : iv pelan

IVFD RL + MgSO4 1 Fls : 25 tetes permenit

Nifedipin tablet 3x 10 mg

Pasang kateter: monitor balance cairan

Cek EKG

Rencana : Stabilisasi 4 jam, bila stabil selanjutnya terminasi kehamilan (IVFD

RL+ induksin 5 iu : 10 tetes per menit); infus 2 jalur.

FOLLOW UP

Tgl 5 Mei 2014

Anamnesa

Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), dada terasa sesak

Gerak anak (+), BAK terpasang kateter

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 180 /100 mmHg

Nadi : 88x/menit

Pernafasan : 24x/menit

Suhu : 36,5

His : (-)

24

Page 25: BAB 11

BJA : 135 x per menit, teratur

Ekstermitas : edema +/+, Rf +/+, Rp -/-, ptekie (+) dikedua

tungkai kaki

Tangan kanan : Terpasang ivfd RL + oksitosin

Genitalia

I : V/U tenang

terpasang kateter, urin lancar, warna kuning pekat

Produksi urin 500 cc / 6 jam

Hasil laboratorium :

Hb : 13,8 gr/dL

Leukosit : 9170/mm3

Trombosit : 38.000/mm3

Ht : 39,8 %

CT/BT : 3 mnt 55 detik / 4 mnt 45 dtk

GDR : 88,43 mg/dL

ureum : 43,26 mg/dL

Kreatinin : 1,2 mg/dL

ALT/AST : 114,2 U/L / 332,1 U/L

Diagnosa :

G4P3A0H3 Gravid Aterm (38-39 minggu) janin tunggal hidup presentasi kepala +

Preeklampsia Berat + HELLP Syndrome + gagal drip oksitosin

Rencana : Rujuk ke RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

25

Page 26: BAB 11

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 40 tahun, datang ke IGD RSUD

Indrasari rengat pada tanggal 3 Mei 2014. Pasien merupakan rujukan dari klinik

dokter umum dengan diagnosis G4P3A0H3 gravid aterm 38-39 minggu +

Hipertensi Gestasional + Gastritis. Pasien datang dengan keluhan utama nyeri

perut bagian atas dan mengeluhkan dada terasa sesak, dan nyeri pada kepala

bagian belakang, dari anamnesis tidak didapatkan tanda inpartu dan pendaran

pervaginam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/130 mmHg, dimana dengan

ini pasien dapat diarahkan kepada keluhan hipertensi dalam kehamilan.

Diperlukan pemeriksaan protein urin untuk menegakkan diagnosis pada pasien.

Selain itu, pada mata ditemukan adanya ikterik pada sklera, pada ekstremitas juga

ditemukan adanya edema pada kedua tungkai dan terdapat ptekie pada kedua

tungkai. Dari kumpulan ini kita dapat mencurigai adanya komplikasi yang terjadi

pada pasien, dalam hal ini lebih mengarah pada sindroma HELLP, yakni

Hemolysis (H) yang ditandai dengan adanya ikterik, Elevated Liver Enzyme (EL)

perlu pemeriksaan labor, Low Platelets (LP) yang ditandai dengan adanya ptekie

pada kedua tungkai pasien.

Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya nilai trombosit yang

rendah (Plt: 38.000/mm3), peningkatan enzim hati (ALT/AST: 114,2 U/L / 332,1

U/L), pemeriksaan CT/BT: 3 mnt 55 detik / 4 mnt 45 dtk. Dengan hasil

pemeriksaan ini, maka lengkaplah trias sindrom HELLP sehingga pasien ini dapat

dikategorikan sebagai sindrom HELLP komplit. Hal ini merupakan suatu kondisi

yang serius dengan berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu

dan janin.

26

Page 27: BAB 11

Dengan usia kehamilan pasien 38-39 minggu, maka penatalaksanaan obstetri yang

tepat adalah dengan terminasi kehamilan, dengan lebih dahulu menstabilkan

keadaan pasien dengan regimen MgSO4, pemberian anti hipertensi dan

kortikosteroid dalam 48 jam. Namun demikian, nilai trombosit pasien yang rendah

(kelas 1 pada klasifikasi Mississippi) membutuhkan tranfusi trombosit.

Keterbatasan di RSUD tidak dapat melakukan tranfusi trombosit sehingga pasien

harus di rujuk ke RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.

27

Page 28: BAB 11

DAFTAR PUSTAKA

1. Haram, Kjell, Einar Svender, Ulrich Abildgaard. The HELLP syndrome: Clinical

tissue and management. A review. 2009.BMC Pregnancy and Chilbirth.

2. Cuningham FG, et al. Hipertensi Dalam Kehamilan. Obstetri Williams. Edisi

21. Alih bahasa: Suyono J, Handoko A. 2006. Jakarta.: EGC.

3. Winknjosastro, H. Preeklampsia dan Eklampsia. Ilmu Kebidanan Edisi 3.

1994. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

4. Rustam, M. Toksemia Gravidarum. Sinopsis Obstetri. Edisi 2 jilid I. Editor:

Lutan D. 1998. Jakarta: EGC.

5. Biswas, MK. Craigo, DS. Hypertensive States of Pregnancy. A Lange Medical

Book Current Obstetric and Gynaecologic. Diagnosis and Treatment. 8th ed.

1994. USA: Apleton and Lange.

6. PB-POGI. Gestosis. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian

I.1991.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

7. Hermant, K. Supathy. Sapathy, Chabi. Donald, Frey. Review Article : Hellp

Syndrome. 2009. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India.

28