BAB 1 Delirium Dan Demensia

19
BAB 1 Delirium dan Demensia Scott A. Small dan Richard Mayeux Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien pada semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut. Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang dapat disertai fluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi). Kelainan ini dapat menyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau neurologis lain atau berhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensia, sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain terganggu sehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat. Sebagian besar demensia merupakan hasil dari penyakit degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan demensia. Delirium Hippocrates pertama kali menjelaskan sifat-sifat dari delirium. Kriteria dasar bagi diagnosis delirium meliputi gangguan kesadaran dan perubahan fungsi kognitif yang terjadi dalam periode waktu yang singkat, seperti dalam beberapa jam atau hari. Gejala yang berhubungan dengan delirium adalah: gangguan dari siklus tidur-

Transcript of BAB 1 Delirium Dan Demensia

Page 1: BAB 1 Delirium Dan Demensia

BAB 1 Delirium dan Demensia

Scott A. Small dan Richard Mayeux

Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada

pasien pada semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia

lanjut. Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang dapat

disertai fluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi).

Kelainan ini dapat menyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau

neurologis lain atau berhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus

obat. Demensia, sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif

lain terganggu sehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat.

Sebagian besar demensia merupakan hasil dari penyakit degenerasi otak namun

stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan demensia.

Delirium

Hippocrates pertama kali menjelaskan sifat-sifat dari delirium. Kriteria dasar

bagi diagnosis delirium meliputi gangguan kesadaran dan perubahan fungsi kognitif

yang terjadi dalam periode waktu yang singkat, seperti dalam beberapa jam atau hari.

Gejala yang berhubungan dengan delirium adalah: gangguan dari siklus tidur-terjaga,

mengantuk, tidak dapat beristirahat, inkoherensi, iritabilitas, labilitas emosi,

misinterpretasi persepsi (ilusi), dan halusinasi.

Manifestasi delirium sering memburuk pada malam hari. Gangguan memori

dan bahasa yang memiliki onset cepat, dan disorientasi yang sebelumnya tidak

terdapat merupakan indikasi terjadinya delirium. Karakteristik lain meliputi

tedapatnya kondisi medis atau neurologis dimana gangguan mental bersifat sekunder

dan hilangnya gangguan mental tersebut apabila kelainan medis atau neurologis telah

sembuh.

Page 2: BAB 1 Delirium Dan Demensia

Delirium dapat ditimbulkan oleh sejumlah kondisi medis dan neurologis.

Hampir semua kondisi medis akut berat atau kondisi bedah, dalam situasi yang tepat,

dapat menimbulkan delirium. Penyebab-penyebab delirium yang paling sering dapat

dikelompokkan dalam kategori kelainan otak primer dan kelainan sistemik. Kelainan

otak primer mencakup cedera kepala, stroke, peningkatan tekanan intrakranialm

infeksi, dan epilepsi. Penyakit sistemik dapat berupa infeksi, kardiovaskuler, dan

endokrin. Intoksikasi bahan-bahan kimia meliputi penyalahgunaan alkohol dan obat-

obatan dan juga putus obat (withdrawal) dari substansi-substansi tadi dapat

menimbulkan delirium

Pasien yang sedang dirawat inap memiliki resiko tertinggi mengalami

delirium, yang terjadi pada 10%-20% pasien rawat inap. Resiko tersebut lebih tinggi

pada pasien tua yang dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama. Selain itu, fakor

predisposisi yang lain meliputi usia lanjut, terdapatnya demensia, dan gangguan

kesehatan fisik dan mental. Pasien lansia yang menjalani prosedur bedah

kardiovaskuler atau ortopedi dan pasien pada perawatan intensif karena penyakit

kanker memiliki insidensi delirium yang paling tinggi. Pasien dengan pendengaran

dan penglihatan yang terganggu tanpa alat bantu dengar atau kacamata dalam waktu

yang lama juga memiliki resiko delirium.

Berikut ini adalah obat-obatan yang diketahui sering menyebabkan delirium:

Atropine dan senyawa antikolinergik sejenis

Antipsikotik

Barbiturat

Benzodiazepine

Bromida

Chlordiazepoxide (Librium)

Chloral hydrate

Cimetidine dan senyawa sejenis

Page 3: BAB 1 Delirium Dan Demensia

Clonidine

Codeine

Cocaine

Digitalis

Agonis Dopamine

Ethanol

Furosemide

Glutethimide (Doriden)

Haloperidol dan neuroleptik atipikal lainnya

Lithium

Levodopa

Meprobamate

Mephenytoin

Methyldopa

Nifedipine

Opioid

Narkotik

Phencyclidine hydrochloride (PCP)

Phenytoin

Prednisone

Propanolol

Ranitidine

Theophyline

Antidepresan trisiklik

Pada pasien tua, senyawa antikolinergik dan hipnotik merupakan senyawa

tersering dari delirium yang ditimbulkan oleh obat.

Penanganan Delirium

Page 4: BAB 1 Delirium Dan Demensia

Delirium merupakan suatu kegawatdaruratan medis dan evaluasi segera dari

faktor-faktor yang menimbulkan kejadian tersebut sangat krusial karena penyakit atau

intoksikasi obat dapat bersifat fatal apabila tidak segera diobati. Empat kunci utama

dalam penanganan delirium meliputi: 1) mengidentifikasi penyebab, 2)

mengendalikan perilaku, 3) mencegah komplikasi, dan 4) memberikan

support/dukungan bagi kebutuhan fungsional. Terjadinya delirium dapat

melipatgandakan resiko kematian dalam hitungan jam atau minggu. Penanganan

delirium yang berhasil dapat menghilangkan peningkatan resiko kematian ini. Dua

prediktor paling penting dari prognosis adalah usia lanjut dan terdapatnya berbagai

penyakit fisik.

Evaluasi diagnostik pada Delirium

Evaluasi diagnostik ditentukan oleh temuan pada anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan pertama meliputi elektrolit, pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi

liver dan tiroid, LED, pemeriksaan screening toksikologi, serologi sifilis, kultur

darah, kultur urin, foto roentgen dada, dan ECG. Apabila penyebabnya tidak dapat

ditentukan dari uji-uji yang disebutkan tadi, pemeriksaan lain perlu dipertimbangkan

seperti pencitraan otak (neuroimaging), EEG, titer antibodi HIV, enzim-enzim

jantung, gas darah, dan screening autoantibodi.

Tingkat kesadaran yang berfluktuasi pada delirium disertai dengan perubahan

EEG yang khas. Berbagai tingkat kesadaran paralel dengan perlambatan ritme

background EEG. Gelombang trifasik juga dapat terlihat. Pengobatan yang sesuai

dari penyakit yang diderita (underlying disease) meningkatkan baik status mental dan

EEG pada pasien.

Penanganan delirium mungkin memerlukan pengobatan simtomatis dari

perilaku yang berhubungan dengan delirium. Obat antipsikotik paling efektif untuk

mengendalikan perilaku pada pasien yang tidak mengalami gejala putus obat dari

alkohol atau senyawa lain. Haloperidol dan antipsikotik atipikal seperti risperidone

Page 5: BAB 1 Delirium Dan Demensia

telah dipergunakan dengan sukses. Benzodiazepine tetap merupakan obat pilihan

pada delirium yang ditimbulkan dengan gejala putus alkohol atau obat.

Dementia

Demensia memiliki ciri deteriorasi (kemunduran) intelektual progresif yang

mengganggu fungsi sosial sehari-hari atau pekerjaan. Memori, orientasi, abstraksi,

kemampuan belajar, persepsi visuospatial, fungsi bahasa, dan fungsi eksekusi yang

lebih tinggi seperti perencanaan, pengaturan, dan aktivitas mengurutkan (planning,

organizing, and sequencing activities), semuanya terganggu pada dementia.

Berlawanan dengan pasien delirium, pasien dengan demensia biasanya tetap awas dan

sadar sampai perjalanan penyakit mencapai tahap lanjut. Apabila delirium lebih

sering berhubungan dengan penyakit sistemik yang sedang terjadi atau intoksikasi

obat, demensia biasanya disebabkan oleh penyakit struktural otak atau penyakit

degenerasi otak primer.

Penyakit Alzheimer (lihat bagian XIII, demensia) merupakan bentuk

demensia yang paling sering terjadi, merupakan lebih dari 50% total kasus pada

penelitian klinis dan autopsi. (tabel 1.1).

Penyakit cerebrovaskuler dapat pula menjadi penyebab demensia dan juga

dapat berperan sebagai faktor resiko. Demensia vaskuler dapat didefinisikan sebagai

sindrom klinis dari suatu gangguan intelektual yang timbul karena cedera otak,

karena penyakit cerebrovaskler iskemik atau perdarahan atau karena hipoperfusi dari

struktur otak. Dari semua kasus demensia, 15% dampai 20% berhubungan dengan

penyakit vaskuler. Diagnosis demensia vaskuler berdasarkan terdapatya kehilangan

kognitif dan lesi cerebrovaskuler yang didemonstrasikan oleh pencitraan otak.

Demensia dapat pula terjadi berhubungan dengan penyakit pembuluh darah besar

dengan stroke multipel (multi infarct dementia) atau stroke tunggal (strategic stroke),

yang dapat pula terjadi pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Hal esensial yang

diperlukan dalam membedakan demensia vaskuler adalah demensia dan kelainan

Page 6: BAB 1 Delirium Dan Demensia

cerebrovaskuler hanya berhubungan secara sementara. Parkinsonisme (lihat bab 115,

Parkinsonisme) juga sering berhubungan dengan demensia dan sebagian ahli

menganggap demensia dengan badan Lewy (Dementia with Lewy bodies[DLB])

merupakan merupakan penyebab demensia paling sering kedua (lihat bab 107).

Penyakit Huntington (lihat bab 109, penyakit Huntington) jauh lebih jarang

menyebabkan demensia namun tetap merupakan penyebab demensia yang pentng

pada usia presenile. Penyakit degeneratif yang lebih jarang terjadi mencakup

demensia frontotemporal (lihat bab 107), progresive supranuclear palsy (lihat bab

116), dan ataxia herediter (lihat bab108).

Massa intrakranial, termasuk tumor otak dan hematoma subdural,

menimbulkan demensia tanpa tanda neurologis fokal pada 5% kasus demensia pada

sebagaian penelitian. Dengan penggunaan teknik pencitraan otak, pasien-pasien

tersebut dapat diidentifikasi dengan cepat dan diobati.

Frekuensi hidrosefalus komunikans kronis (normal pressure hydrocephalus)

sebagai penyebab demensia pada dewasa bervariasi antara 1% sampai 5% pada

penelitian yang berbeda. Diagnosis tersebut biasanya dapat ditegakkan apabila terjadi

hidrosefalus setelah perdarahan entrakranial, cedera kepala, atau meningitis, namun

pada kasus-kasus idiopatik, sering sulit untuk membedakan hidrosefalus dengan

pembesaran ventrikel yang disebabkan oleh atropi otak.

Demensia yang dieimbulkan oleh HIV saat ini merupakan penyebab demensia

karena infeksi yang paling sering dan merupakan penyebab demensia paling sering

pada dewasa muda. Penyakit Creutzfeld-Jakob dan penyakit demensia yang

disebabkan oleh prion merupakan contoh penyebab demensia lain yang dapat

ditularkan. Infeksi nonviral biasanya lebih jarang muncul sebagai infeksi kronis

dibandingkan ensefalitis akut. Meningitis fungal kadangkala dapat muncul dengan

gejala demensia.

Page 7: BAB 1 Delirium Dan Demensia

Penyebab demensia yang bersifat nutrisional, toksik, dan metabolik tetap

penting, namun jarang terjadi karena bersift reversibel. Defisiensi vitamin B12

kadangkala menimbulkan demensia dan dapat terjadi tanpa anemia atau penyakit

sumsum tulang. Diantara kelainan metabolik yang dapat timbul sebagai demensia,

hipotiroidisme adalah yang paling penting. Kelainan metabolik yang dapat

menimbulkan demensia pada dewasa meliputi penyakit Wilson, bentuk dewasa dari

ceroid Lipofuscinosis (Kufs disease), cerebrotendious xanthomatosis, metachromatic

leukodystrophies, dan kelainan mitrokondria. Pada akhirnya, pemakaian obat yang

berkepanjangan atau paparan terhadap logam berat dapat menimbulkan intoksikasi

kronis karena ketidakmampuan pasien memetabolis obat tersebut atau karena reaksi

idiosinkrasi yang dapat disalah artikan sebagai demensia.

Diagnosis Diferensial

Gejala pertama demensia termasuk sering lupa, salah meletakkan barang, dan

kesulitan dalam menemukan kata. Seiring dengan proses penuaan terjadi, dan

membedakan penurunan kognitif karena usia tua dan demensia awal dapat

menyulitkan. Usaha telah dilakukan untuk menjelaskan perubahan kognitif yang

berhubungan dengan penuaan dan berbagai jenis kriteria telah menciptakan istilah

yang beragam, termasuk age-associated memory impairment (AAMI), age-related

cognitive change (ARCD), dan mild cognitive impairment (MCI). MCI dipergunakan

sebagai istilah kronis untuk menjelaskan transisi antara penuaan normal dan penyakit

alzheimer atau demensia lain. Kriteria MCI yang telah dipublikasikan mencakup

tidak adanya demensia dan terdapatnya keluhan gangguan memori sementara fungsi

kognitif umum dan aktivitas kehidupan sehari-hari tetap terjaga baik. Pemeriksaan

follow up dari individu dengan MCI mengindikasikan bahwa sebagian, tapi tidak

semua, mengalami demensia seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu,

sepertinya perubahan yang terjadi pada fungsi kognitif tidak dapat dihindari pada usia

tua, dan penyakit yang menimbulkan demensia pada tahap awal merupakan penyebab

yang menimbulkan penyakit tersebut, walaupun etiologi non demensia lain juga dapat

Page 8: BAB 1 Delirium Dan Demensia

menyebab kan penurunan kognitif mengidentifikasi berbagai penyebab tersebut

masih sulit.

Diagnosis pada pasien dengan demensia dan depresi kadangkala dapat sulit.

Depresi dapat merupakan manifestasi awal dari penyakit Alzheimer. Pada depresi,

kehilangan memori biasanya menurun dan seiring dengan perburukan mood. Onset

masalah memori mungkin dapat lebih cepad daripada demensia dan sering bersifat

ringan, dan grafiknya cenderung melandai (tend to plateau). Hasil tes neuropsikologis

mungkin bersifat atipikal pada demensia.

Diagnosis diferensial pada demensia memerlukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik dan neurologis yang akurat. Riwayat tipikal pasien dengan penyakit Alzheimer

biasanya memiliki onset yang tidak disadari dan progresif lambat namun memiliki

sifat penurunan yang terus menerus pada individu yang tadinya sehat. Anamnesis

pasien dengan demensia vaskuler dapat memperlihatkan onset penyakit yang tiba-

tiba, riwayat stroke yang jelas, atau terdapatnya riwayat hipertensi atau penyakit

jantung. Riwayat alkoholisme seharusnya meningkatkan kecurigaan terhadap psikosis

Korsakoff.

Pemeriksaan pasiend engan penyakit Alzherier biasanya menunjukkan hasil

yang normal kecuali terdapatnya tanda-tanda ekstrapiramidal, seperti rigiditas,

bradikinesia, perubahan postur tubuh, dan terdapatnya refleks primitif seperti snout

reflex. Pasien demensia vaskuler sebaliknya, mungkin mengalami tanda-tanda

hemiparesis atau tanda neurologik fokal lain. Penyakit Huntingtion saat ini memiliki

ciri chorea dan dysarthria. Pasien dengan penyakit parkinson biasanya secara khas

mengalami tanda ekstrapiramidal. Gejala dan tanda yang berhubungan dengan onset

demensia pada penyakit Parkinson mencakup depresi, usia lanjut, dan manifestasi

motorik berat. Palsy supranuklear progresif biasanya dikenali dengan terbatasnya

gerakan mata vertikal dan tanda ekstrapiramidal. Myoclonus paling sering terjadi

pada penyakit Creutzfeld-Jakob, namun dapat terlihat pada penyakit Alzheimer tahap

Page 9: BAB 1 Delirium Dan Demensia

lanjut dan demensia lain. Cara berjalan (gait) yang tidak stabil merupakan tanda dari

hidrosefalus komunikans, namun terjadi lebih berat pada penyakit Creutzfelt-Jakob,

pada ataxia herediter, dan kadangkala pada psikosis Korsakoff.

Uji neuropsikologis merupakan cara yang efektif dalam mengkonfirmasi

demensia. Usia, pendidikan, latar belakang sosioekonomi, dan kemampuan

pramorbid biasanya dipertimbangkan pada interpretasi skor tes. Uji neuropsikologis

terutama penting dalam membedakan demensia dari kehilangan kognitif karena usia

dan depresi. Pengujian tersebut juga dapat menyediakan petunjuk terhadap etiologi

demensia. Contohnya, penyakit Alzheimer paling sering mempengaruhi performa

memori, sementara penyakit cerebrovskuler paling sering mengganggu fungsi

eksekutif, seperti persoalan yang memerlukan pengambilan keputusan yang waktunya

dibatasi (timed decision-making).

Uji diagnostik untuk membedakan penyakit Alzheimer dengan demensia lain

telah dikembangkan, namun akurasinya masih kurang belum diterapkan pada

penggunan rutin. Konstituen patologis dari protein amyloid-beta dan protein tau telah

diukur pada cairan cerebrospinal, dan dapat mengidentifikasi pasien dengan penyakit

Alzheimer. Pada umumnya, protein amyloid menurun sementara tau meningkat pada

cairan cerebrospinal. Walaupun pemeriksaan ini lebih baik dibandingkan metode-

metode sebelumnya, tes ini tidak lebih akurat dibandingkan kriteria klinis NINCDS-

ADRDA. Walaupun beberapa gen telah diketahui berhubungan dengan beberapa

bentuk penyakit familial dan gen tunggal dengan beberapa jenis penyakit familial dan

gen tunggal berhubungan dengan penyakit Alzheimer sproradik, namun screening

varian gen yang bermutasi sebagai uji diagnostik tidak direkomendaikan. Kriteria

NINCDS-ADRDA merupakan kriteria klinis standar untuk diagnosis Alzheimer dan

merupakan indikator yang dapat cukup akurat dan dipercaya.

CT scan dan MRI penting dalam mengidntifikasi tumor atau stroke sebagai

penyebab demensia. Atrofi, stroke, tumor otak, hematoma subdural, dan hidrosefalus

Page 10: BAB 1 Delirium Dan Demensia

dapat didiagnosis dengan metode pencitraan otak terkini. Perubahan pada intensitas

substansia alba harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Perubahan intensitas dapat

disebabkan oleh perubahan iskemik pembuluh darah kecil, penuaan normal, atau

dilatasi spatium Virchow-Robin yang ditimbulkan oleh penyakit Alzheimer.

Pencitraan otak fungsional dengan SPECT juga dapat membantu. Hipoperfusi

temporoparietal bilateral merupakan indikasi defisit metabolik, sugestif pada penyakit

Alzheimer atau penyakit Parkinson idiopatik dengan demensia. Hipometabolisme

frontal bilateral menandakan demensia frontotemporal, progressive supranuclear

palsy, atau depresi. Zona hipometabolik multipel di seluruh otek menandakan

demensia vaskuler atau demensia yang berhubungan dengan HIV. Functional

magnetic resonance imaging (fMRI) merupakan modalitas pencitraan fungsional

yang relatif baru namun belum disempurnakan untuk kegunaan diagnostik. EEG juga

berguna dalam mengidentifikasi dan membedakan penyakit Creutzfeld-Jakob, yang

memiliki tanda berupa lepasan (discharge) periodik dan juga perlambatan generalisata

(generalized slowing).

Tes darah penting dalam diagnosis demensia yang berhubungan dengan

penyakit endokrin dan gagal hati atau ginjal. Penting juga untuk mendapatkan hasil

tes fungsi tiroid karena hipotiroidisme merupakan penyebab demensia yang

reversibel. Defisiensi vitamin B12 dapat terdeteksi pada pasien yang tidak anemik,

dengan menentukan kadar vitamin B12 serum. Walaupun neurosifilis jarang terjadi

pada saat ini, penyakit tersebut juga merupakan penyebab demensia yang reversibel;

uji serologis terhadap sifilis harus dilakukan. Pengukuran kadar obat dalam darah

dapat mendeteksi intoksikasi. ESR dan pemeriksaan terhadap penyakit jaringan ikat

(seperti antibodi antinuklear dan rheumatoid factor) harus dilakukan apabila

gambaran klinisnya menandakan terdapatnya bukti-bukti vaskulitis atau arthritis.

Pada setiap dewasa muda dengan demensia, titer HIV harus dipertimbangkan, uji

ceruloplasmin juga harus dilakukan.

Page 11: BAB 1 Delirium Dan Demensia

Detail dari diagnosis diferensial yang dapat menimbulkan demensia

disediakan pada bab yang bersangkutan. Sangat penting untuk menekankan bahwa

evaluasi yang menyeluruh pada pasien demensia harus dilakukan. Walaupun

pengobatan efektif terhadap penyakit degeneratif primer terbatas, banyak etiologi

demensia lain yang dapat dipengaruhi oleh pengobatan, yang penurunan fungsi

kognitifnya dapat dihambat, bahkan dikembalikan.

Pemeriksaan status mental

Pemeriksaan status mental merupakan bagian yang esensial dari setiap

pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan ini mencakup evaluasi dari kewaspadaan

(awareness) dan kesadaran (consciousness), tingkah laku, keadaan emosional, isi dan

proses berpikir, dan kemampuan (kapabilitas) sensoris dan intelektual. Gangguan

intelektual jelas pada kondisi yang khas seperti delirium tremens atau demensia

lanjut, namun defisit kognitif mungkin tidak jelas pada kasus awal delirium atau

demensia kecuali dokter memeriksa status mental secara spesifik.

Secara tradisional, pemeriksaan status mental memeriksa informasi (misal: di

mana anda lahir? Siapa nama ibu anda? Siapa presiden sekarang? Kapan perang

dunia II terjadi?): orientasi (misal: tempat apa ini? Sekarang tanggal berapa?

Sekarang pukul berapa?); konsentrasi (diuji dengan pengulangan serial, misal

mengeja “world” dari belakang. Menyebutkan bulan dalam urutan yang terbalik,

mulai dari desember); kalkulasi (dengan melakukan aritmatika sederhana, melakukan

perubahan, menghitung mundur dengan pengurangan 3 atau 7); dan penalaran

(reasoning), penilaian (judgement), dan memori (misal: mengidentifikasi tiga objek

ini, coba ingat nama-namanya. Tolong ulangi cerita pendek ini dan coba untuk

mengingatnya setelah beberapa menit).

Item yang paling penting dan sensitif mungkin adalah orientasi waktu,

pengulangan serial, dan frase memori. Pemeriksaan mini-mental status exam

(MMSE) dilakukan sebagai standar pengukuran status kognitif untuk dipergunakan

Page 12: BAB 1 Delirium Dan Demensia

untuk tujuan penelitian dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan ini pendek, berlangsung

sekitar 10 menit, dan relatif mudah untuk dilakukan bahkan saat di samping tempat

tidur pasien (bedside exam). Skema penilaiannya digambarkan pada tabel 1.2, dan

skor maksimumnya adalah 30 poin. Skor yang kurang dari 24 dianggap konsisten

dengan demensia.

Sangat penting untuk menekankan bahwa MMSE, seperti semua pemeriksaan

status mental singkat lainnya, tidak akurat. Beberapa penelitian mempergunakan skor

26 sebagai cutoff (titik ambang) untuk menandakan demensia ringan dan untuk

meningkatkan spesifisitas. MMSE cenderung menimbulkan overdiagnosis demensia

pada pasien dengan pendidikan kurang. Oleh karena itu MMSE harus dipergunakan

sebagai langkah utama, dan harusnya tidak menggantikan anamnesis atau

pemeriksaan fungsi neurofisiologis (lihat bab 20).

Sebagai tambahan terhadap pengujia status mental, sangat penting untuk

memeriksa fungsi intelektual yang lebih tinggi, termasuk kelainan bahasa

(dysphasia): apraxia konstruksional, dan disorientasi kanan-dan-kiri; dan juga

pengujian terhadap ketidakmampuan melaksanakan perintah kompleks, terutama

yang memerlukan gerakan melintasi garis tengah (crossing the midline) (misalnya:

sentuhlah telinga kiri anda dengan jempol kanan anda.); ketidakmampuan untuk

melakukan tindakan yang membutuhkan imajinasi (imagined act) (apraxia ideomotor,

misal seandainya anda mempunyai sebuah korek api, dan tunjukkan pada saya

bagaimana caranya anda menyalakan korek api.); pengabaian unilateral (unilateral

neglect; atau inatensi (tidak adanya perhatian) pada stimulasi ganda. Abnormalitas ini

sering berhubungan dengan lesi otak tunggal, namun juga dapat terganggu pada

delirium atau demensia. Pemeriksaan aphasia, apraksia, dan agnosia dijelaskan

dengan detail pada bab 2.