ayat-ayat astronomi

16
AYAT - AYAT ASTRONOMI (Studi Tafsier Al-Qur’an dan Astronomi Modern) Oleh : Imam Labib Hibaurrohman, Lc Pendahuluan Perselisihan yang terjadi dalam penentuan awal bulan hijriyah terutama dalam masalah menetukan awal Ramadhan dan Syawal selama ini sedikit banyaknya sudah merambah pada perubahan paradigma masyarakat tentang ketidak akuran antar pemimpin mereka bahkan kelompok pada masalah persatuan dan kesatuan umat dalam hal keyakinan menjalankan ibadah. Embrio permusuhan kecil- kecilanpun sudah mulai bergesekan antara kelompok sehingga kebersamaan dalam ibadahpun semakin ada kerenggangan dan menjurus kepada individualis akan egoime masing-masing yang disesuaikan dengan pemahaman serta pemikiran dari golongannya. Penentuan awal bulan dengan berbagai macam metode akan menimbulkan berbagai macam penetapan dan keputusan yang berbeda pula akibat dari dasar pengambilan hukum yang berbeda-beda dan inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya ikhtilaful fiqh. 1 Metode dalam menentukan masuknya bulan baru di kalangan umat Islam ada dua, yaitu pertama: Dengan cara mengamati bulan secara langsung pada hari ke-29 (malam ke-30) bulan berjalan. 1 Yusuf Qardhawi, As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-Tafaruq al- Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995) cet. III, h. 11-13., Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan- Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)). 1

description

astronomi islam

Transcript of ayat-ayat astronomi

Page 1: ayat-ayat astronomi

AYAT - AYAT ASTRONOMI

(Studi Tafsier Al-Qur’an dan Astronomi Modern)

Oleh : Imam Labib Hibaurrohman, Lc

Pendahuluan

Perselisihan yang terjadi dalam penentuan awal bulan hijriyah terutama dalam masalah

menetukan awal Ramadhan dan Syawal selama ini sedikit banyaknya sudah merambah pada

perubahan paradigma masyarakat tentang ketidak akuran antar pemimpin mereka bahkan

kelompok pada masalah persatuan dan kesatuan umat dalam hal keyakinan menjalankan ibadah.

Embrio permusuhan kecil-kecilanpun sudah mulai bergesekan antara kelompok sehingga

kebersamaan dalam ibadahpun semakin ada kerenggangan dan menjurus kepada individualis

akan egoime masing-masing yang disesuaikan dengan pemahaman serta pemikiran dari

golongannya. Penentuan awal bulan dengan berbagai macam metode akan menimbulkan

berbagai macam penetapan dan keputusan yang berbeda pula akibat dari dasar pengambilan

hukum yang berbeda-beda dan inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya ikhtilaful fiqh.1

Metode dalam menentukan masuknya bulan baru di kalangan umat Islam ada dua, yaitu

pertama: Dengan cara mengamati bulan secara langsung pada hari ke-29 (malam ke-30) bulan

berjalan. Jika bulan terlihat pada hari itu maka malam itu atau keesokan harinya dinyatakan

sebagai bulan baru apabila hilal tidak terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya dijadikan

sebagai hari yang ke-30 bulan berjalan dan bulan barunya dimulai lusa Kedua: Tanpa melihat

hilal melainkan menetapkan kriteria astronomis tertentu untuk memasuki bulan baru. Jika kriteria

tersebut telah terpenuhi maka malam itu atau hari esoknya dinyatakan sebagai bulan baru dan

apabila kriteria itu belum terpenuhi maka malam itu atau keesokan harinya baru dijadikan

sebagai hari terakhir bulan berjalan dan bulan barunya dimulai lusa.2

1 Yusuf Qardhawi, As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-Tafaruq al-Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995) cet. III, h. 11-13., Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).

2 Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2001), cet. I, h. 56.

1

Page 2: ayat-ayat astronomi

Menurut Murtadho bahwa dalam penetapan awal bulan hijriyah tidak akan dapat dilepaskan

antara hisab dan rukyah3. Bagaimanapun juga sebuah disiplin ilmu dalam kajian ilmu falak

khususnya pada masalah penentuan awal bulan hijriyah tidak akan terlepas dari kajian tentang

Hilal. Sebenarnya apa itu Hilal? Bagaimana konsep hilal dan peredaran bulan dalam ayat-ayat

astronomi dari sudut pandang penafsiran al-Qur’an dan Astronomi Modern?

Surah Al-Baqarah ayat 189

�وا �ت �أ ت ن�� أ ب ر� �ب ال �س� �ي و�ل �ح�ج� و�ال �اس لن ل م�و�اقيت� هي� ق�ل� �ة �هل األ� ع�ن �ك� �ون �ل أ �س� ي

�ه� الل �ق�وا و�ات ه�ا �و�اب ب� أ من� �وت� �ي �ب ال �وا �ت و�أ �ق�ى ات م�ن ر� �ب ال �كن� و�ل ظ�ه�وره�ا من� �وت� �ي �ب ال

ح�ون� �ف�ل ت �م� �ك �ع�ل ل

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:` Bulan sabit itu adalah

tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebaktian memasuki

rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa.

Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar

kamu beruntung

Riwayat Abu Nuaim dan Ibnu Asakir, bahwa Muaz bin Jabal, dan Tsa`labah bin Ganimah

bertanya, "Ya Rasulullah, apa sebab bulan itu kelihatan mula-mula halus seperti benang

kemudian bertambah besar lagi, sampai rata dan bundar, kemudian terus berkurang dan

3 Murtadho menyebutkan bahwa dalam penentuan awal bulan ramadhan sangatlah bervariasai, dia menyebutkan ada dua point besar (aliran/madzhab) dalam penentuan awal bulan qamariyah : Pertama, Hisab yang terdiri dari Hisab Urfi dan Hakiki yang dibagi lagi menjadi Hisab Haqiqi Taqribi (Yaitu; menentukan awal bulan dimulai dari ketinggian hilal yang dihitung dari titik pusat bumi bukan dari permukaan bumi dan berpedoman pada gerak rata-rata bulan yang bergerak dari barat kea rah timur dengan rata-rata ketinggian 12 derajat perhari atau 0.5 perjam), Hisab Haqiqi Tahqiqi (yaitu; menentukan awal bulan atau ketinggian hilal dengan memperhatikan posisi lintang, bujur, deklinasi bulan, sudut waktu bulan dengan koreksi terhadap pengaruh refraksi dan paralaks, kerendahan ufuk serta diameter bulan), Hisab Haqiqi Tadqiqi (yaitu : system hisab yang menggunakan perhitungan didasarkan pada data-data astronomi modern yang mana system ini adalah perkembangan dari system hakiki tahqiqi yang disentesakan dengan ilmu astronomi modern yang melihat serta memperhatikan berbagai macam sisi). Kedua, Ru’yah bil Fi’li yaitu usaha melihat hila dengan mata biasa dilakukan dengan secara langsung maupun menggunkana alat bantu optic (teropong) setiap tanggal 29 akhir bulan dan jika hilal tidak berhasil maka akan di istikmalkan (disempurnakan) hari menjadi 30 hari. (Lihat : Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, hal. 223-228, Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).

2

Page 3: ayat-ayat astronomi

mengecil kembali seperti semula, dan tidak dalam satu bentuk yang tetap?" Maka turunlah

ayat ini.

Imam Qurtuby : Awal bulan itu ditandai dengan terlihatnya hilal dan hilal ada pada di 2

malam akhir bulan dan 2 malam di awal bulan. Ashmu’i : hilal merupakan bentuk batu

bulan yang bercahaya yang cahayanya sangat tipis seperti benang dan tampak.

Ibnu Abbas, Qatadah, Rabi’, dll mengatakan tentang ahillah, ahillah adalah jama’ dari

Hilal dan salah satu dari jama’ merupakan sebuah perwujudan manifestasi hilal awal

bulan secara benar karena hilal yang dimaksud ayat dalam satu bulannya hanya ada satu

yaitu diawal bulan sedangkan hilal diakhir bulan tidak bisa dijadikan landasan dasar untuk

dikatakan sebagai hilal penentuan awal bulan akan tetapi dia termasuk kategori ahillah

(macam-macam hilal). Hilal awal bulan bentuknya seperti ujung kuku

Astronomi modern : kedudukan bulan selalu ada baik dalam keadaan tertutup maupun

tidak oleh bumi. Bulan hanya sebuah bentuk benda kecil yang senantiasa mengitari bumi

dan tidak memiliki sinar sendiri dibandingkan oleh matahari yang memiliki sinar sendiri

dan bentuknya lebih besar hakekatnya dibandingkan bulan. Bulan dalam realitas

kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya

secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis (hilal)

perubahannyapun secara bertingkat dari hari ke hari

Surah Yunus ayat 5

عدد لتعلموا منازل وقد�ره نورا والقمر الشمسضياء جعل هوالذى

لقوم األيات يفص�ل بالحق إال ذلك الله خلق ما والحساب السنين

يونس ( : )5يعلمون

Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya

manzilah-manzilah (Tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui

bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan

dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang

mengetahui”.

3

Page 4: ayat-ayat astronomi

Ibnu Katsir mengatakan Allah menjadikan bulan beredar pada garis edarnya (manzilah)

dia akan dimulai dari kecil kemudian bertambah dan bertambah sehingga mencapai pada

kesempurnaan (al Badr/Purnama) kemudain dia akan kembali mengecil sampai sediakala yang

berbentuk tandan tua sehingga disebut dengat sebulan penuh. Dalam Firman Allah Surah Yasin:

39, artinya : “Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga setelah dia

sampai pada manzilahnya yang terakhir kembalilah dia sebagai bentuk tandan tua”.4 Firman

Allah dalam surah lainnya Al-An’am : 96 ; “Dan menjadikan matahari dan bulan untuk

perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. yang

dimaksud dengan Qadarahu yaitu Bulan, maka dengan adanya matahari kita bisa mengetahui

hari dan dengan adanya peredaran bulan kita bisa mengetahui bulan dan tahun.5

Imam Qurtuby menjelaskan tentang Qaddarahu Manazilah yaitu; yang memiliki tempat

atau menetapkan bulan memiliki tempat-tempat (Manazilah)6. Sedangkan bagi Imam Qurtuby

bulan memiliki 28 tempat Transit Moon dan dua hari berikutnya diperuntukkan untuk bulan

hilal. Ibnu Abbas mengatakan bahwa jika matahari dijadikan siang dan malam maka tidak ada

istilahnya malam dan siang sehingga tidak bisa terketahui akan jumlah hitungan tahun dan

bulan.7

Dalam Kitab Tafsier al Kasyaf, Zamkhasyari menyebutkan tentang makna Qaddarahu

adalah Peredaran bulan menurut manzilah-manzilahnya (tempat-tempatnya). Sedangkan yang

dimaksud Hisab dalam ayat tersebut yaitu perhitungan untuk mengetahui waktu bulan, hari dan

malam.8

Menurut shohibul al Manar, Muhammad Rasyid bin Ali Ridha (W. 1354H); Adanya

penjelasan berkenaan dengan surah Yunus ayat 5 menunjukkan akan perkembangan ilmu Nabati

dan falak karena ayat tersebut bersangkutan dengan kauniyah (Pembentukan) dan ilmu-ilmu itu

4. Maksudnya: Bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit kemudian sesudah menempati manzilah-manzilahnya dia menjadi purnama kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung. (Lihat: Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 710)

5. Abu Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, Tafsier al Qur’an al Adhim, Daar Tiba Li Nasyr Wa at Tauzi’, Arab Saudi, 1420H/1999M.

6 . Istilah Astronominya adalah Transit Moon7. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Aby Bakr bin Farah al Anshory al Khazraji Syamsudin al Qurtuby,

al Jami’u Li Ahkami al Qur’an, Daar ‘Alim al Kutub, Riyadh, Saudi Arabia, Tahun 1423H / 2003M.8 . Abu Qasim Mahmud bin Umar Al Zamkhasyari al Khawarizmi, al Kasyaf an Haqaiq al Tanzil wa ‘Uyuni al

Aqawil fi Wujuhi Takwil, Daar Ihya’ Turast Al ‘Araby, Bairut, h. 314

4

Page 5: ayat-ayat astronomi

bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi orang-orang arab yang kurang bisa memahami secara

dalam tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepatnya. Hal ini juga menunjukkan

kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dalam membahas wahyu-wahyu Allah.9 Yang dimaksud

dengan Qadarahu Manazilah adalah menjadikan atau menetapkan sesuatu sebagai tempat

penetapan yang berkenaan dengan waktu, tempat, barang ataupun sifat secara khusus.10 Seperti

dalam firman Allah : “Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang” (al Muzammil : 20),

Firman lainnya : “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia telah menentukan kadar-

kadarnya (ukuran) dengan serapi-rapinya 11” (al Furqan : 2)

Muhammad Ahmad Sulaiman mengklasifikasi fase-fase bulan (Manajil / Atwaru al-

Qamar) dalam siklus bulanan sebagai berikut:

1. Muhaq (bulan mati) yaitu ketika bulan dalam posisi antara bumi dan matahari atau saat

terjadinya Ijtimak atau konjungsi.

2. Hilal awal bulan (Crescent), yaitu terjadi ketika bulan siatas ufuk setelah terjadinya

ijtima’ setelah terbenamnya matahari. Umur hilal awal bulan ini selama 6 hari 16 jam dan

11 menit.

3. Kwartir pertama (Tarbi’ Awwal) atau First Quarter, yaitu setelah bulan meninggalkan

matahari pada perempatan pertama dalam ukuran sudut (busur), fase ini terjadi pada hari

ke-7

4. Bulan mau purnama (al-Ahdab al-Awwal) atau First / Waxing Gibbous, yaitu bulan

dalam posisi bertambah terang setelah tenggelamnya matahari dan dia berada pada posisi

berdekatan dengan ufuk yang sebelah timur dan fase ini bulan sudah kelihatan besar. Fase

ini terjadi pada tanggal 8 sampai tanggal 11.

5. Bulan Purnama (Badr) atau Full Moon, yaitu ketika terjadi peristiwa istiqbal, semua

permukaan bulan menghadap matahari, fase ini terjadi pada tanggal 13, 14 sampai 15.

6. Bulan setelah purnama (al-Ahdab al-Tsani) atau Second / Waning Gibbous, yaitu bulan

purnama mulai berkurang. Waktu berlangsungnya fase ini selama 4 hari setelah purnama.

9 . Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsier al Qur’an al Hakim (Tafsier al Manar), al Hay’ah al Masriyah al Amma lil Kutub, Mesir, 1990 M.

10 . Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsier al Qur’an al Hakim (Tafsier al Manar), al Hay’ah al Masriyah al Amma lil Kutub, Mesir, 1990 M.

11. Maksudnya : Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup. (Lihat; Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 559)

5

Page 6: ayat-ayat astronomi

7. Kwartir ketiga (Tarbi’ Tsani) atau Second Quarter, yaitu bulan meninggalkan matahari

setelah terjadinya peristiwa Istiqbal. Fase ini terjadi pada tanggal 21, 23 sampai 24

tepatnya setelah ijtimak pada hari ke-22 1/8. Pada masa fase ini munculnya bulan

terlambat sekitar 5 jam setelah terbenamnya matahari.

8. Hilal akhir bulan (Hilal al-Tsani) atau Second / Waning Crescent, yaitu fase dimana sinar

bulan berbentuk sabit (hilal) pada akhir bulan. Fase ini terjadi pada tanggal 27 sampai

29.12 (Lihat Gambar Fase Bulan)

Surah Yasin Ayat 38 - 40

يم �ع�ل ال �ع�زيز ال �ق�دير� ت ك� ذ�ل �ه�ا ل Jق�ر� ت م�س� ل �ج�ري ت م�س� و�الش�

 Artinya : Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang

Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaa Siin : 38)

�ق�ديم ال ج�ون �ع�ر� �ال ك ع�اد� �ى ح�ت �ازل� م�ن �اه� ن ق�د�ر� �ق�م�ر� و�ال

Artinya : Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia

sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (Yaa Siin :

39)

  Oك� ف�ل في Qل� و�ك �ه�ار الن ق� اب س� �ل� �ي الل و�ال� �ق�م�ر� ال �د�رك� ت ن�� أ �ه�ا ل �غي �ب �ن ي م�س� الش� ال�

�ح�ون� ب �س� ي

12. Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999), h. 51-52, Lihat Juga : Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011), h. 23-24, Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, h. 62-63

6

Page 7: ayat-ayat astronomi

 Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak

dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yaa Siin : 40)

 Tafsir ayat yang mulia ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa

sallam kepada Abu Dzar radhiyallohu ‘anhu :

  صلى : . قال أعلم ورسوله الله ذر أبو فقال ؟ مستقرها ما أتدري ذر أبا يا

وآيبة : ذاهبة وجل عز عرشربها تحت تسجد أنها مستقرها وسلم عليه الله

وتعالى سبحانه بأمره

Artinya : Wahai Abu Dzar, tahukah engkau apa mustaqarr (tempat peredaran) nya?”

Abu Dzar menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “tempat peredarannya yaitu bahwasannya matahari bersujud di bawah ‘arsy

Rabbnya ‘Azza wa Jalla, pergi dan kembali dengan perintahNya Subhanahu wa Ta’ala. (Sahih

Bukhari : 4525; Sahih Muslim : 159; Sunan Tirmidziy : 3227; Sunan Abu Dawud : 4002;

Musnad Ahmad : 5/152).

Yaitu sujud yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui caranya. Semua

makhluk bersujud dan bertasbih kepada Allah Jalla wa ‘Aladengan cara yang hanya diketahui

oleh Allah Subhanah. Adapun kita tidaklah mengetahui dan tidak pula memahaminya. Allah

‘Azza wa Jalla berfirman :

 

�ح� ب �س� ي ال� إ Oء ي� ش� من� ن� و�إ فيهن� و�م�ن� ر�ض�� و�األ� �ع� ب الس� م�او�ات� الس� �ه� ل �ح� ب �س� ت

ا غ�ف�ور[ يم[ا ل ح� �ان� ك �ه� ن إ ه�م� يح� ب �س� ت �ف�ق�ه�ون� ت ال� �كن� و�ل ح�م�ده ب

Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada

Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian

tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha

Pengampun. (Q.S al Israa’ : 44).

  م�س� و�الش� ر�ض� األ� في و�م�ن� م�او�ات الس� في م�ن� �ه� ل ج�د� �س� ي �ه� الل ن�

� أ �ر� ت �م� ل� أ

�اس الن من� ير_ �ث و�ك و�الد�و�اب� ج�ر� و�الش� �ال� ب �ج و�ال �ج�وم� و�الن �ق�م�ر� و�ال

7

Page 8: ayat-ayat astronomi

Artinya: Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di

langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang

melata dan sebagian besar daripada manusia?. (Q.S al Hajj : 18)

 Sujudnya mereka itu sesuai dengan keadaan mereka, tidak ada yang mengetahui cara

sujud mereka kecuali Allah Subhanah. Di antaranya pula firman AllahTa’ala :

  �غ�د�و� ال ب �ه�م� ل و�ظال� ه[ا �ر� و�ك ط�و�ع[ا ر�ض� و�األ� م�او�ات الس� في م�ن� ج�د� �س� ي �ه ل و�ل

ص�ال و�اآل�

 Artinya : Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi,

baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi

dan petang hari” (Q.S ar Ra’du : 15)

 Para Astronom menyebutkan bahwa gerakan revolusi bulan mengelilingi bumi dalam

satu kali putaran memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43,2 menit atau 27.32 hari. Periode

waktu ini disebut sebagai periode sideris (Sideris Month) atau Syahr Nujum. Peredaran revolusi

ini sebagai dasar dan pedoman perhitungan bulan dan tahun Syamsiyah (Masehi Year).13

Sedangkan yang digunakan untuk dasar dan pedoman penentuan bulan dan tahun Qomariyah

bukan periode sideris akan tetapi sinodis (Synodic Month) atau disebut Syahr Qomar atau Syahr

Iqtirani, yaitu waktu yang ditempuh bulan dari posisi sejajar (Iqtiran/Ijtima’) antara matahari,

bulan dan bumi ke posisi sejajar berikutnya. Fase bulan dalam periode sinodis ini membutuhkan

waktu 29 hari 12 jam 44 menit 2.8 detik atau 29.530588 hari atau dibulatkan menjadi 29.531

hari.14 (Gambar Periode Revolusi Bulan)

13. Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, hal. 56 14. Moh. Murtadho,Ilmu Falak Praktis,(Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, hal. 57, lihat juga: Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II, h. 19, Nazar Mahmud Qasim, al-Ma’ayir al-Fiqhiyyah wa al-Falaqiyah Fi I’dadi al-Taqawim al-Hijriyah, (Bairut-Libanon : Daar al-Basyair al-Islamiyah, 2009M/1430H), cet. I, h. 152., Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011), h. 27. Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999), h. 479. Amir Husen Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-Hisabat al-Falakiyah, (Ramsis-Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby), h. 74

8

Page 9: ayat-ayat astronomi

Sehingga muncullah fase-fase bulan dalam peredaran bulan mengelilingi bumi (Revolusi)

dimana suatu saat posisi bulan akan berada pada arah yang sama dengan matahari dan saat itulah

disebut sebagai fase bulan baru (New Moon) atau saat terjadinya konjungsi (Conjuction) atau

ijtimak. Begitu pula sebaliknya saat bulan berada pada arah yang berlawanan dengan matahari

disebut fase bulan purnama (Full Moon). Pada fase new moon seluruh bagian bulan yang gelap

menghadap ke bumi sementara pada fase full moon seluruh permukaan bulan yang terang akan

menghadap ke bumi.15

Kesimpulan

1. Hilal dalam sudut pandang pentafsiran al-Qur’an dan Astronomi modern memiliki

manzilah-manzilah bulan atau transit moon atau fase-fase bulan.

2. Hilal dalam sudut pandang pentafsiran al-Qur’an adalah seberkas cahaya dari bulan yang

sangat tipis seperti sehelai benang. Menurut Astronomi modern bulan dalam realitas

kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya

secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis (hilal).

3. Adanya ilmu hisab untuk menghitung dan mengetahui perhitungan tahun dan waktu

sesuai dengan firman Allah dalam surah Yunus ayat 5.

4. Revolusi bulan dalam satu bulan muncul adanya revolusi periode sideris atau syahr

nujum (27.32 Hari) dan periode sinodis atau syahr qomar (29.531 Hari).

15. Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II, h. 19

9

Page 10: ayat-ayat astronomi

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra

Semarang, 1998

Abu Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, Tafsier al Qur’an al Adhim,

Daar Tiba Li Nasyr Wa at Tauzi’, Arab Saudi, 1420H/1999M

Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Aby Bakr bin Farah al Anshory al Khazraji

Syamsudin al Qurtuby, al Jami’u Li Ahkami al Qur’an, Daar ‘Alim al Kutub, Riyadh, Saudi

Arabia, Tahun 1423H / 2003M

Abu Qasim Mahmud bin Umar Al Zamkhasyari al Khawarizmi, al Kasyaf an Haqaiq al

Tanzil wa ‘Uyuni al Aqawil fi Wujuhi Takwil, Daar Ihya’ Turast Al ‘Araby, Bairut

Amir Husen Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-

Hisabat al-Falakiyah, (Ramsis-Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby)

Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal:

Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal

(Kementerian Agama RI, 2012)

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I

Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait :

Maktabah ‘Ajiry, 1999).

Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-

Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011).

Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,

(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II

10

Page 11: ayat-ayat astronomi

Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, (Yogyakarta: Suara

Muhammadiyah, 2001), cet. I

Yusuf Qardhawi, As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-

Tafaruq al-Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995) cet. III

Nazar Mahmud Qasim, al-Ma’ayir al-Fiqhiyyah wa al-Falaqiyah Fi I’dadi al-Taqawim

al-Hijriyah, (Bairut-Libanon : Daar al-Basyair al-Islamiyah, 2009M/1430H), cet. I

11