ayat-ayat astronomi
-
Upload
muhtarom-abdillah -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
description
Transcript of ayat-ayat astronomi
AYAT - AYAT ASTRONOMI
(Studi Tafsier Al-Qur’an dan Astronomi Modern)
Oleh : Imam Labib Hibaurrohman, Lc
Pendahuluan
Perselisihan yang terjadi dalam penentuan awal bulan hijriyah terutama dalam masalah
menetukan awal Ramadhan dan Syawal selama ini sedikit banyaknya sudah merambah pada
perubahan paradigma masyarakat tentang ketidak akuran antar pemimpin mereka bahkan
kelompok pada masalah persatuan dan kesatuan umat dalam hal keyakinan menjalankan ibadah.
Embrio permusuhan kecil-kecilanpun sudah mulai bergesekan antara kelompok sehingga
kebersamaan dalam ibadahpun semakin ada kerenggangan dan menjurus kepada individualis
akan egoime masing-masing yang disesuaikan dengan pemahaman serta pemikiran dari
golongannya. Penentuan awal bulan dengan berbagai macam metode akan menimbulkan
berbagai macam penetapan dan keputusan yang berbeda pula akibat dari dasar pengambilan
hukum yang berbeda-beda dan inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya ikhtilaful fiqh.1
Metode dalam menentukan masuknya bulan baru di kalangan umat Islam ada dua, yaitu
pertama: Dengan cara mengamati bulan secara langsung pada hari ke-29 (malam ke-30) bulan
berjalan. Jika bulan terlihat pada hari itu maka malam itu atau keesokan harinya dinyatakan
sebagai bulan baru apabila hilal tidak terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya dijadikan
sebagai hari yang ke-30 bulan berjalan dan bulan barunya dimulai lusa Kedua: Tanpa melihat
hilal melainkan menetapkan kriteria astronomis tertentu untuk memasuki bulan baru. Jika kriteria
tersebut telah terpenuhi maka malam itu atau hari esoknya dinyatakan sebagai bulan baru dan
apabila kriteria itu belum terpenuhi maka malam itu atau keesokan harinya baru dijadikan
sebagai hari terakhir bulan berjalan dan bulan barunya dimulai lusa.2
1 Yusuf Qardhawi, As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-Tafaruq al-Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995) cet. III, h. 11-13., Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).
2 Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2001), cet. I, h. 56.
1
Menurut Murtadho bahwa dalam penetapan awal bulan hijriyah tidak akan dapat dilepaskan
antara hisab dan rukyah3. Bagaimanapun juga sebuah disiplin ilmu dalam kajian ilmu falak
khususnya pada masalah penentuan awal bulan hijriyah tidak akan terlepas dari kajian tentang
Hilal. Sebenarnya apa itu Hilal? Bagaimana konsep hilal dan peredaran bulan dalam ayat-ayat
astronomi dari sudut pandang penafsiran al-Qur’an dan Astronomi Modern?
Surah Al-Baqarah ayat 189
�وا �ت �أ ت ن�� أ ب ر� �ب ال �س� �ي و�ل �ح�ج� و�ال �اس لن ل م�و�اقيت� هي� ق�ل� �ة �هل األ� ع�ن �ك� �ون �ل أ �س� ي
�ه� الل �ق�وا و�ات ه�ا �و�اب ب� أ من� �وت� �ي �ب ال �وا �ت و�أ �ق�ى ات م�ن ر� �ب ال �كن� و�ل ظ�ه�وره�ا من� �وت� �ي �ب ال
ح�ون� �ف�ل ت �م� �ك �ع�ل ل
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:` Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebaktian memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa.
Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung
Riwayat Abu Nuaim dan Ibnu Asakir, bahwa Muaz bin Jabal, dan Tsa`labah bin Ganimah
bertanya, "Ya Rasulullah, apa sebab bulan itu kelihatan mula-mula halus seperti benang
kemudian bertambah besar lagi, sampai rata dan bundar, kemudian terus berkurang dan
3 Murtadho menyebutkan bahwa dalam penentuan awal bulan ramadhan sangatlah bervariasai, dia menyebutkan ada dua point besar (aliran/madzhab) dalam penentuan awal bulan qamariyah : Pertama, Hisab yang terdiri dari Hisab Urfi dan Hakiki yang dibagi lagi menjadi Hisab Haqiqi Taqribi (Yaitu; menentukan awal bulan dimulai dari ketinggian hilal yang dihitung dari titik pusat bumi bukan dari permukaan bumi dan berpedoman pada gerak rata-rata bulan yang bergerak dari barat kea rah timur dengan rata-rata ketinggian 12 derajat perhari atau 0.5 perjam), Hisab Haqiqi Tahqiqi (yaitu; menentukan awal bulan atau ketinggian hilal dengan memperhatikan posisi lintang, bujur, deklinasi bulan, sudut waktu bulan dengan koreksi terhadap pengaruh refraksi dan paralaks, kerendahan ufuk serta diameter bulan), Hisab Haqiqi Tadqiqi (yaitu : system hisab yang menggunakan perhitungan didasarkan pada data-data astronomi modern yang mana system ini adalah perkembangan dari system hakiki tahqiqi yang disentesakan dengan ilmu astronomi modern yang melihat serta memperhatikan berbagai macam sisi). Kedua, Ru’yah bil Fi’li yaitu usaha melihat hila dengan mata biasa dilakukan dengan secara langsung maupun menggunkana alat bantu optic (teropong) setiap tanggal 29 akhir bulan dan jika hilal tidak berhasil maka akan di istikmalkan (disempurnakan) hari menjadi 30 hari. (Lihat : Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, hal. 223-228, Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).
2
mengecil kembali seperti semula, dan tidak dalam satu bentuk yang tetap?" Maka turunlah
ayat ini.
Imam Qurtuby : Awal bulan itu ditandai dengan terlihatnya hilal dan hilal ada pada di 2
malam akhir bulan dan 2 malam di awal bulan. Ashmu’i : hilal merupakan bentuk batu
bulan yang bercahaya yang cahayanya sangat tipis seperti benang dan tampak.
Ibnu Abbas, Qatadah, Rabi’, dll mengatakan tentang ahillah, ahillah adalah jama’ dari
Hilal dan salah satu dari jama’ merupakan sebuah perwujudan manifestasi hilal awal
bulan secara benar karena hilal yang dimaksud ayat dalam satu bulannya hanya ada satu
yaitu diawal bulan sedangkan hilal diakhir bulan tidak bisa dijadikan landasan dasar untuk
dikatakan sebagai hilal penentuan awal bulan akan tetapi dia termasuk kategori ahillah
(macam-macam hilal). Hilal awal bulan bentuknya seperti ujung kuku
Astronomi modern : kedudukan bulan selalu ada baik dalam keadaan tertutup maupun
tidak oleh bumi. Bulan hanya sebuah bentuk benda kecil yang senantiasa mengitari bumi
dan tidak memiliki sinar sendiri dibandingkan oleh matahari yang memiliki sinar sendiri
dan bentuknya lebih besar hakekatnya dibandingkan bulan. Bulan dalam realitas
kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya
secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis (hilal)
perubahannyapun secara bertingkat dari hari ke hari
Surah Yunus ayat 5
عدد لتعلموا منازل وقد�ره نورا والقمر الشمسضياء جعل هوالذى
لقوم األيات يفص�ل بالحق إال ذلك الله خلق ما والحساب السنين
يونس ( : )5يعلمون
Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (Tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan
dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang
mengetahui”.
3
Ibnu Katsir mengatakan Allah menjadikan bulan beredar pada garis edarnya (manzilah)
dia akan dimulai dari kecil kemudian bertambah dan bertambah sehingga mencapai pada
kesempurnaan (al Badr/Purnama) kemudain dia akan kembali mengecil sampai sediakala yang
berbentuk tandan tua sehingga disebut dengat sebulan penuh. Dalam Firman Allah Surah Yasin:
39, artinya : “Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga setelah dia
sampai pada manzilahnya yang terakhir kembalilah dia sebagai bentuk tandan tua”.4 Firman
Allah dalam surah lainnya Al-An’am : 96 ; “Dan menjadikan matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. yang
dimaksud dengan Qadarahu yaitu Bulan, maka dengan adanya matahari kita bisa mengetahui
hari dan dengan adanya peredaran bulan kita bisa mengetahui bulan dan tahun.5
Imam Qurtuby menjelaskan tentang Qaddarahu Manazilah yaitu; yang memiliki tempat
atau menetapkan bulan memiliki tempat-tempat (Manazilah)6. Sedangkan bagi Imam Qurtuby
bulan memiliki 28 tempat Transit Moon dan dua hari berikutnya diperuntukkan untuk bulan
hilal. Ibnu Abbas mengatakan bahwa jika matahari dijadikan siang dan malam maka tidak ada
istilahnya malam dan siang sehingga tidak bisa terketahui akan jumlah hitungan tahun dan
bulan.7
Dalam Kitab Tafsier al Kasyaf, Zamkhasyari menyebutkan tentang makna Qaddarahu
adalah Peredaran bulan menurut manzilah-manzilahnya (tempat-tempatnya). Sedangkan yang
dimaksud Hisab dalam ayat tersebut yaitu perhitungan untuk mengetahui waktu bulan, hari dan
malam.8
Menurut shohibul al Manar, Muhammad Rasyid bin Ali Ridha (W. 1354H); Adanya
penjelasan berkenaan dengan surah Yunus ayat 5 menunjukkan akan perkembangan ilmu Nabati
dan falak karena ayat tersebut bersangkutan dengan kauniyah (Pembentukan) dan ilmu-ilmu itu
4. Maksudnya: Bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit kemudian sesudah menempati manzilah-manzilahnya dia menjadi purnama kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung. (Lihat: Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 710)
5. Abu Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, Tafsier al Qur’an al Adhim, Daar Tiba Li Nasyr Wa at Tauzi’, Arab Saudi, 1420H/1999M.
6 . Istilah Astronominya adalah Transit Moon7. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Aby Bakr bin Farah al Anshory al Khazraji Syamsudin al Qurtuby,
al Jami’u Li Ahkami al Qur’an, Daar ‘Alim al Kutub, Riyadh, Saudi Arabia, Tahun 1423H / 2003M.8 . Abu Qasim Mahmud bin Umar Al Zamkhasyari al Khawarizmi, al Kasyaf an Haqaiq al Tanzil wa ‘Uyuni al
Aqawil fi Wujuhi Takwil, Daar Ihya’ Turast Al ‘Araby, Bairut, h. 314
4
bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi orang-orang arab yang kurang bisa memahami secara
dalam tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepatnya. Hal ini juga menunjukkan
kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dalam membahas wahyu-wahyu Allah.9 Yang dimaksud
dengan Qadarahu Manazilah adalah menjadikan atau menetapkan sesuatu sebagai tempat
penetapan yang berkenaan dengan waktu, tempat, barang ataupun sifat secara khusus.10 Seperti
dalam firman Allah : “Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang” (al Muzammil : 20),
Firman lainnya : “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia telah menentukan kadar-
kadarnya (ukuran) dengan serapi-rapinya 11” (al Furqan : 2)
Muhammad Ahmad Sulaiman mengklasifikasi fase-fase bulan (Manajil / Atwaru al-
Qamar) dalam siklus bulanan sebagai berikut:
1. Muhaq (bulan mati) yaitu ketika bulan dalam posisi antara bumi dan matahari atau saat
terjadinya Ijtimak atau konjungsi.
2. Hilal awal bulan (Crescent), yaitu terjadi ketika bulan siatas ufuk setelah terjadinya
ijtima’ setelah terbenamnya matahari. Umur hilal awal bulan ini selama 6 hari 16 jam dan
11 menit.
3. Kwartir pertama (Tarbi’ Awwal) atau First Quarter, yaitu setelah bulan meninggalkan
matahari pada perempatan pertama dalam ukuran sudut (busur), fase ini terjadi pada hari
ke-7
4. Bulan mau purnama (al-Ahdab al-Awwal) atau First / Waxing Gibbous, yaitu bulan
dalam posisi bertambah terang setelah tenggelamnya matahari dan dia berada pada posisi
berdekatan dengan ufuk yang sebelah timur dan fase ini bulan sudah kelihatan besar. Fase
ini terjadi pada tanggal 8 sampai tanggal 11.
5. Bulan Purnama (Badr) atau Full Moon, yaitu ketika terjadi peristiwa istiqbal, semua
permukaan bulan menghadap matahari, fase ini terjadi pada tanggal 13, 14 sampai 15.
6. Bulan setelah purnama (al-Ahdab al-Tsani) atau Second / Waning Gibbous, yaitu bulan
purnama mulai berkurang. Waktu berlangsungnya fase ini selama 4 hari setelah purnama.
9 . Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsier al Qur’an al Hakim (Tafsier al Manar), al Hay’ah al Masriyah al Amma lil Kutub, Mesir, 1990 M.
10 . Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsier al Qur’an al Hakim (Tafsier al Manar), al Hay’ah al Masriyah al Amma lil Kutub, Mesir, 1990 M.
11. Maksudnya : Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup. (Lihat; Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 559)
5
7. Kwartir ketiga (Tarbi’ Tsani) atau Second Quarter, yaitu bulan meninggalkan matahari
setelah terjadinya peristiwa Istiqbal. Fase ini terjadi pada tanggal 21, 23 sampai 24
tepatnya setelah ijtimak pada hari ke-22 1/8. Pada masa fase ini munculnya bulan
terlambat sekitar 5 jam setelah terbenamnya matahari.
8. Hilal akhir bulan (Hilal al-Tsani) atau Second / Waning Crescent, yaitu fase dimana sinar
bulan berbentuk sabit (hilal) pada akhir bulan. Fase ini terjadi pada tanggal 27 sampai
29.12 (Lihat Gambar Fase Bulan)
Surah Yasin Ayat 38 - 40
يم �ع�ل ال �ع�زيز ال �ق�دير� ت ك� ذ�ل �ه�ا ل Jق�ر� ت م�س� ل �ج�ري ت م�س� و�الش�
Artinya : Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaa Siin : 38)
�ق�ديم ال ج�ون �ع�ر� �ال ك ع�اد� �ى ح�ت �ازل� م�ن �اه� ن ق�د�ر� �ق�م�ر� و�ال
Artinya : Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia
sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (Yaa Siin :
39)
Oك� ف�ل في Qل� و�ك �ه�ار الن ق� اب س� �ل� �ي الل و�ال� �ق�م�ر� ال �د�رك� ت ن�� أ �ه�ا ل �غي �ب �ن ي م�س� الش� ال�
�ح�ون� ب �س� ي
12. Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999), h. 51-52, Lihat Juga : Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011), h. 23-24, Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, h. 62-63
6
Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak
dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yaa Siin : 40)
Tafsir ayat yang mulia ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa
sallam kepada Abu Dzar radhiyallohu ‘anhu :
صلى : . قال أعلم ورسوله الله ذر أبو فقال ؟ مستقرها ما أتدري ذر أبا يا
وآيبة : ذاهبة وجل عز عرشربها تحت تسجد أنها مستقرها وسلم عليه الله
وتعالى سبحانه بأمره
Artinya : Wahai Abu Dzar, tahukah engkau apa mustaqarr (tempat peredaran) nya?”
Abu Dzar menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “tempat peredarannya yaitu bahwasannya matahari bersujud di bawah ‘arsy
Rabbnya ‘Azza wa Jalla, pergi dan kembali dengan perintahNya Subhanahu wa Ta’ala. (Sahih
Bukhari : 4525; Sahih Muslim : 159; Sunan Tirmidziy : 3227; Sunan Abu Dawud : 4002;
Musnad Ahmad : 5/152).
Yaitu sujud yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui caranya. Semua
makhluk bersujud dan bertasbih kepada Allah Jalla wa ‘Aladengan cara yang hanya diketahui
oleh Allah Subhanah. Adapun kita tidaklah mengetahui dan tidak pula memahaminya. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman :
�ح� ب �س� ي ال� إ Oء ي� ش� من� ن� و�إ فيهن� و�م�ن� ر�ض�� و�األ� �ع� ب الس� م�او�ات� الس� �ه� ل �ح� ب �س� ت
ا غ�ف�ور[ يم[ا ل ح� �ان� ك �ه� ن إ ه�م� يح� ب �س� ت �ف�ق�ه�ون� ت ال� �كن� و�ل ح�م�ده ب
Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada
Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian
tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun. (Q.S al Israa’ : 44).
م�س� و�الش� ر�ض� األ� في و�م�ن� م�او�ات الس� في م�ن� �ه� ل ج�د� �س� ي �ه� الل ن�
� أ �ر� ت �م� ل� أ
�اس الن من� ير_ �ث و�ك و�الد�و�اب� ج�ر� و�الش� �ال� ب �ج و�ال �ج�وم� و�الن �ق�م�ر� و�ال
7
Artinya: Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di
langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang
melata dan sebagian besar daripada manusia?. (Q.S al Hajj : 18)
Sujudnya mereka itu sesuai dengan keadaan mereka, tidak ada yang mengetahui cara
sujud mereka kecuali Allah Subhanah. Di antaranya pula firman AllahTa’ala :
�غ�د�و� ال ب �ه�م� ل و�ظال� ه[ا �ر� و�ك ط�و�ع[ا ر�ض� و�األ� م�او�ات الس� في م�ن� ج�د� �س� ي �ه ل و�ل
ص�ال و�اآل�
Artinya : Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi,
baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi
dan petang hari” (Q.S ar Ra’du : 15)
Para Astronom menyebutkan bahwa gerakan revolusi bulan mengelilingi bumi dalam
satu kali putaran memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43,2 menit atau 27.32 hari. Periode
waktu ini disebut sebagai periode sideris (Sideris Month) atau Syahr Nujum. Peredaran revolusi
ini sebagai dasar dan pedoman perhitungan bulan dan tahun Syamsiyah (Masehi Year).13
Sedangkan yang digunakan untuk dasar dan pedoman penentuan bulan dan tahun Qomariyah
bukan periode sideris akan tetapi sinodis (Synodic Month) atau disebut Syahr Qomar atau Syahr
Iqtirani, yaitu waktu yang ditempuh bulan dari posisi sejajar (Iqtiran/Ijtima’) antara matahari,
bulan dan bumi ke posisi sejajar berikutnya. Fase bulan dalam periode sinodis ini membutuhkan
waktu 29 hari 12 jam 44 menit 2.8 detik atau 29.530588 hari atau dibulatkan menjadi 29.531
hari.14 (Gambar Periode Revolusi Bulan)
13. Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, hal. 56 14. Moh. Murtadho,Ilmu Falak Praktis,(Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, hal. 57, lihat juga: Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II, h. 19, Nazar Mahmud Qasim, al-Ma’ayir al-Fiqhiyyah wa al-Falaqiyah Fi I’dadi al-Taqawim al-Hijriyah, (Bairut-Libanon : Daar al-Basyair al-Islamiyah, 2009M/1430H), cet. I, h. 152., Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011), h. 27. Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999), h. 479. Amir Husen Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-Hisabat al-Falakiyah, (Ramsis-Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby), h. 74
8
Sehingga muncullah fase-fase bulan dalam peredaran bulan mengelilingi bumi (Revolusi)
dimana suatu saat posisi bulan akan berada pada arah yang sama dengan matahari dan saat itulah
disebut sebagai fase bulan baru (New Moon) atau saat terjadinya konjungsi (Conjuction) atau
ijtimak. Begitu pula sebaliknya saat bulan berada pada arah yang berlawanan dengan matahari
disebut fase bulan purnama (Full Moon). Pada fase new moon seluruh bagian bulan yang gelap
menghadap ke bumi sementara pada fase full moon seluruh permukaan bulan yang terang akan
menghadap ke bumi.15
Kesimpulan
1. Hilal dalam sudut pandang pentafsiran al-Qur’an dan Astronomi modern memiliki
manzilah-manzilah bulan atau transit moon atau fase-fase bulan.
2. Hilal dalam sudut pandang pentafsiran al-Qur’an adalah seberkas cahaya dari bulan yang
sangat tipis seperti sehelai benang. Menurut Astronomi modern bulan dalam realitas
kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya
secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis (hilal).
3. Adanya ilmu hisab untuk menghitung dan mengetahui perhitungan tahun dan waktu
sesuai dengan firman Allah dalam surah Yunus ayat 5.
4. Revolusi bulan dalam satu bulan muncul adanya revolusi periode sideris atau syahr
nujum (27.32 Hari) dan periode sinodis atau syahr qomar (29.531 Hari).
15. Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II, h. 19
9
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra
Semarang, 1998
Abu Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, Tafsier al Qur’an al Adhim,
Daar Tiba Li Nasyr Wa at Tauzi’, Arab Saudi, 1420H/1999M
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Aby Bakr bin Farah al Anshory al Khazraji
Syamsudin al Qurtuby, al Jami’u Li Ahkami al Qur’an, Daar ‘Alim al Kutub, Riyadh, Saudi
Arabia, Tahun 1423H / 2003M
Abu Qasim Mahmud bin Umar Al Zamkhasyari al Khawarizmi, al Kasyaf an Haqaiq al
Tanzil wa ‘Uyuni al Aqawil fi Wujuhi Takwil, Daar Ihya’ Turast Al ‘Araby, Bairut
Amir Husen Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-
Hisabat al-Falakiyah, (Ramsis-Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby)
Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal:
Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal
(Kementerian Agama RI, 2012)
Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I
Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait :
Maktabah ‘Ajiry, 1999).
Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-
Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011).
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II
10
Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2001), cet. I
Yusuf Qardhawi, As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-
Tafaruq al-Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995) cet. III
Nazar Mahmud Qasim, al-Ma’ayir al-Fiqhiyyah wa al-Falaqiyah Fi I’dadi al-Taqawim
al-Hijriyah, (Bairut-Libanon : Daar al-Basyair al-Islamiyah, 2009M/1430H), cet. I
11