ave lbm 2 KGD

download ave lbm 2 KGD

of 29

Transcript of ave lbm 2 KGD

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    1/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    LBM 2 MODUL KGD SGD 7

    Sesak Napas

    a. Mekanisme terjadinya sesak napas

    Dispnea terjadi bila kerja pernapasan berlebihan. Peningkatan generasi tekanan

    diperlukan otot pernapasan untuk menimbulkan perubahan volume yang diberikan

    jika dinding dada atau paru kurang lentur atau jika resistensi terhadap aliran udara

    ditingkatkan. Peningkatan kerja pernapasan juga terjadi bila ventilasi berlebihan

    untuk tingkat aktivitas.Sebenarnya dengan beban respirasi seperti penambahan

    resistensi pada mulut,terdapat peningkatan haluaran pusat pernapasan diukur

    dengan indeks terbaru,yang tidak sesuai terhadap peningkatan kerja pernapasan.

    Telah dipostulasikan bahwa setiap saat tekanan yang ditimbulkan otot selama

    pernapasan mendekati beberapa fraksi kemampuan yang menimbulkan takanan

    maksimalnya. Sinyal dari paru dan atau jalan udara beredar melalui saraf vagus ke

    sistem saraf pusat untuk menimbulkan sensasi.

    (Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam vol 1,Harrison) Kapasitas pernapasan terganggu akibat kelemahan otot2 pernapasan, dinding

    dada yang abnormal, kapasitas paru total menurun, dan hambatan aliran udara

    pernapasan

    Ventilasi aktual terganggu atau kenaikan kebutuhan ventilasi aktual, yang

    disebabkan oleh kekurangan difusi udara pernapasan selular. Keadaan ini dapat

    terjadi karena kekurangan Oksigen dalam arteri atau hipoksia, kelebihan

    karbondioksida dalam arteri atau hiperkapnia, dan kadar ion hidrogen darah

    arteri meningkat atau asidemia

    Gangguan pernapasan karena kombinasi gangguan kapasitas pernafasan dan

    gangguan ventilasi aktual sehingga terjadi gangguan pada ventilasi paru dan

    gangguan difusi dalam paru2

    Perasaan sesak napas karena gangguan psikis (keadaan cemas, neurosis, dan

    sindrom hiperventilasi)

    Patofisiologi buku2.sylvia A.priece.1995(*)

    b. Etiologi

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    2/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    o Obstruksi jalan napas besar : seringkali menyebabkan kesulitan napas dengan

    bunyi kasar (stirdor) saat inhalasi (sebagaimana pada stirdor laryngeal).

    o Obstruksi napas kecil : menghasilkan mengi ekspiratorik (sebagaimana pada

    asma). Kesulitan paling besar terdapat saat ekspirasi; jalan napas kecil cenderung

    kolaps pada saat tekanan di dalam dada naik.

    o Cairan di dalan parenkim atau alveolus (sebagaimana pada gagal jantung kiri

    dan edema paru) menghasilkan penurunan komplians dan kapasitas vital.

    o Kolaps dan konsolidasi parenkim paru (sebagaimana pada pneumonia)

    mengurangi kapasitas vital.

    o Kerusakan jaringan paru (sebagaimana pada emfisema) mengurangi kapasitas

    vital.

    o Fibrosis paru difus : menurunkan komplians dan menyebabkan abnormalitas

    difusi.

    o Hipoksemia dan hiperkapnia menstimulasi pusar pernapasan, mengingkatkan

    kecepatan ventilasi.

    o Lesi dada atau pleura yang nyeri (pleuritis dan trauma) atau penyakit dada

    restriktif yang menyebabkan pengembangan dada terbatas.

    o Cairan atau udara (khususnya di bawah tekanan) di dalam rongga pleura,

    sebagaimana pada efusi pleura atau pneumotoraks, mengurangi ekspansi paru.

    o Emboli paru dan infark menyebabkan cact perfusi dan kerusakan paru.

    Sumber : Ringkasan Patologi Anatomi, Parakrama Chandrasoma ed.2.

    peningkatan kerja pernafasan

    ketidakseimbangan antara kerja pernafasan dengan kapasitas ventilasi

    lemahnya otot pernafasan

    penyakit kardiovaskuler

    emboli paru

    penyakit obstruksi paru

    penyakit paru interstitial atau alveolar

    gangguan dinding dada atau otot2

    kecemasan

    obstrukski saluran nafas

    gangguan inflasi paru( gangguan restriksi)

    pneumothorax

    gagal jantung kiri

    anemia

    gangguan metabolik

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    3/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    ( Patofisiologi, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson)

    c. Mengapa sesak nafasnya menghebat setelah diberi suntikan ketoprofen?

    d. Adakah hub.antara penyakit sekarang dg riwayat penyakit hipertensi ?

    Ada beberapa obat antihipertensi yang dapat memperburuk asma :- Obat beta blockerdapat menimbulkan serangan asma

    - Obat inhibitor ACEdapat meninggikan hiper aktivitas bronkus

    Anjuran

    a. Pada penderita hipertensi dan menderita asma bronchial jangan

    diberikan beta blocker dalam pengobatan hipertensinya

    b. Pada penderita hipertensi dan menderita asma, bila diberikan obat anti

    hipertensi dengan inhibitor ACE perlu monitor ketat kemungkinan

    terjadinya serangan asmaPada asma berat dan status asmatikus, pemberian steroid sistemik intravena

    dapat diberikan untuk waktu yang singkat, selanjutnya dianjurkan

    menggunakan steroid inhaler.

    e. Apa saja klasifikasi & derajat sesak napas

    Menurut American Thoracic Society

    Tingkat Derajat Criteria

    0 Normal Tidak ada kesulitan bernapas

    kecuali dengan aktivitas berat.

    1 Ringan Terdapat kesulotan bernapas,

    napas pendek-pendek ketika

    terburu-buru atau ketika

    berjalan menuju puncak landai.

    2 Sedang Berjalan lebih lambat daripada

    kebanyakan orang berusia sama

    karena sulit bernapas atau harusberhanti berjalan untuk

    bernapas.

    3 Berat Berhanti berjalan setelah 90

    meter (100 yard) untuk bernapas

    atau setelah berjalan beberapa

    menit.

    4 Sangat berat Terlalu sulit untuk bernapas bila

    meninggalkan rumah atau sulit

    bernapas ketika memakai bajuatau membuka baju.

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    4/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    Sumber :Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price, vol II ed. VI.

    ASMA BRONCHIALE

    f. Bagaimanakah patofisiologinya?

    Patogenesis

    Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada

    dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu

    diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain

    akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah

    alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan

    signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel

    plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).

    IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada

    dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau

    baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih

    dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalampermukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan

    perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

    Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan

    menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing

    suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan

    lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot

    polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan

    bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema

    mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi kelenjar

    mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan

    ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan

    difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada

    tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

    Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar

    bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda

    asing di udara.

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    5/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :

    seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E

    abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

    antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang

    terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.

    Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen

    bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

    mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

    lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek

    gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding

    bronkhiolus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme

    otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat

    meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

    selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan

    bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

    selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat

    terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan

    baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.

    Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi

    sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi

    dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

    Alergi terbentuk antibody IgE abnormal dalam jumlah besar (antibody melekat

    pada sel mast yang terdapat dalam interstitial paru yang berhubungan erat dengan

    bronkiolus dan bronkus kecil) antigen bereaksi dengan antibody terlekat

    pada sel mast sel mast mengeluarkan berbagai macam zat; histamine, zat

    anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan campuran leukotrin), factor

    kemotaktik eosinofilik, bradikinin

    semua zat bergabung

    menghasilkan edemalocal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mucus yang kental ke dalam

    lumen bronkiolus dan spasme otot polos bronkiolus tahanan saluran napas

    meningkat.

    Pada asma diameter bronkiolus lebih banyak berkurang selama ekspirasi

    daripada selama inspirasi, karena bronkiolus kolaps selama upaya ekspirasi akibat

    penekanan pada bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus pada paru asmatik sudah

    tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan

    eksternal yang menimbulkan obstruksi berta terutama selama ekspirasi. Pasien asma

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    6/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali

    melakukan ekspirasi.

    Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi meningkat terutama

    selama serangan asma akut akibat kesukaran mengeluarkan udara dari paru. Juga,

    setelah bertahun-tahun, rongga dada menjadi besar secara permanent,

    mengakibatkan dada tong (barrel chest), dan kapasitas residu fungsional dan volume

    residu paru menjacdi meningkat secara permanent.

    Sumber : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall ed. 11.

    g. Patogenesis asma (AIA)

    h.

    Klasifikasi & derajat Asma

    Menurut GINA.klasifikasi asma :

    a) Intermiten

    Gejala kurang dari 1x/minggu

    Serangan singkat

    Gejala nocturnal tdk lebih dari 2x/bulan

    FEV 180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik untuk individu.

    Variabilitas PEF atau FEV1 2x/bulan

    FEV 180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik untuk individu.

    Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%

    c) Persisten sedang

    Gejala trjadi setiap hari

    Serangan mengganggu aktivitas & tidur

    Gejala nocturnal >1x seminggu.

    Menggunakan antagonis beta 2 kerja pendek setiap hari

    FEV 1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik untuk individu.

    Variabilitas PEF atau FEV1 >30%

    d) Persisten berat

    Gejala terjadi setiap hari

    Serangan sering terjadi

    Gejala asam nocturnal sering terjadiFEV 1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik untuk individu.

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    7/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    Variabilitas PEF atau FEV1 >30%

    SUMBER:buku ajar respirologi anak.edisi pertama.IDAI.2008

    Menurut Phelen dkk(dikutip dr consensus Pediatri Internasional III,tahun 1998)

    1) Asma episodic jarang

    2) Asma episodic sering

    3) Asma persisten

    SUMBER:buku ajar respirologi anak.edisi pertama.IDAI.2008

    o Asma Ekstrinsik atau Alergik

    Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh allergen yang diketahui.

    Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan keluarga yang mempunyai

    riwayat penyakit atopik. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap allergen.

    o Asma Intrinsik atau Idiopatik

    Ditandai dengan sering tidak ditemukannya factor-faktor pencetus yang jelas. Factor nonspesifik

    (seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi) dapat memicu serangan asma. Asma intrinsic lebih

    sering timbul seudah usia 40 tahun, dan serangan timbul sesudah infeksi sinus hidung atau

    percabangan trakeobronkial. Makin lama makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya

    keadaan ini berlanjut menjadi bronchitis kronik dan kadang-kadang emfisema.

    o Asma Campuran

    Terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan intrinsic. Sebagian besar pasien asma

    intrinsic akan berlanjut menjadi bentuk campuran; anak yang menderita asma ekstrinsik seringsembuh sempurna saat dewasa muda.

    Sumber :Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price, vol II ed. VI.

    i. Etiologi

    Faktor predisposisi

    Genetik

    Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

    bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergbiasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

    adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

    bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

    saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

    b. Faktor presipitasi

    Alergen

    Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

    1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

    ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    8/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

    ex: makanan dan obat-obatan

    3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

    ex: perhiasan, logam dan jam tangan

    Perubahan cuaca

    Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

    asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

    serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,

    seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan

    dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

    Stress

    Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

    juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala

    asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

    stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

    pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum

    bisa diobati.

    Lingkungan kerja

    Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

    berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium

    hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu

    libur atau cuti.

    Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

    Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

    aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan

    serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai

    aktifitas tersebut.

    Proses imunologik

    Biasanya terjadi pada asma ekstrinsik yang timbul akibat reaksi hipersensitivitas

    tipe I dan III

    Reaksi hipersensitivitas tipe I:diperankan oleh Ig E

    a.fase sensitasi

    pembentukan Ig E(sesudh allergen msuk)Ig E menempel pada sel

    mast/basofil pada lumen bronkus

    dan sel yg sudah ditempeli merupakan sel yang sudah tersensitasi

    b.fase alergi

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    9/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    ikatan allergen-Ig E pada sel mastmerangsng pembentukan granul2 pd

    sitoplasmaproses degranulasidikeluarkan mediator

    kimiawi(histamine,serotonin)spasmebronkus,peningkatan permeabilitas

    pembuluh darah dan sekresi mucus berlebih saluran nafas

    menyempitasma

    Reaksi hipersensitivitas tipe III:diperankan Ig M

    Timbul 4-6 jam setelah terpapar allergen,sesudah allergen masuk tubuh di

    ikat oleh Ig G/Ig M(kompleks imun)sistem komplemen aktif yg bersifat

    anafilaktosin sel mast degranulasi dan mengeluarkan vasoaktif

    amin(mediator)

    Gangguan keseimbangan syaraf otonom

    Reaksi adrenergic (kontaksi) berlebihan sedangkan adrenergic

    (relaksasi)mengalami blockade.

    Reseptor beta adrenergic hipofungsi shg CAMP tdk tersedia dalam jumlah cukup

    sehingga menyebabkan lumen bronkus tidak dapat dipertahankan terbuka.

    Proses inflamasi bronkus

    Ditemukan edema mukosa dan dinding bronkus infiltrate sel2 radang terutama

    eusinofil serta terlepasnya epitel bersiliasaluran nafas kecil tersumbat oleh mucus

    Sumber:pulmonologi,jilid2.Prof.Dr.Pasiyan

    j. Manifestasi

    Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.

    Gejala awal berupa :

    a. Batuk terutama pada malam atau dini hari

    b. Sesak napas

    c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan

    napasnya

    d. Rasa berat di dada

    e. Dahak sulit keluar

    Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.

    Yang termasuk gejala yang berat adalah :

    a. Serangan batuk yang hebat

    b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal

    c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)

    d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    10/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    e. Kesadaran menurun

    k. Diagnosis

    Anamnesis

    Riwayat penyakit:ada riwayat asma pd keluargany,riwayat alergi,adanya

    riwayat makan obat2an sebelumnya yang belum pernah diminum yang

    mengakibatkn bronkospasme,frekuensi lamanya serangan yang pernah

    dialami.

    PF

    Tmpak gugup,emfisematus

    Kesadaran bisa menurun/somnolenPernafasan takipneu,rr diatas 35x/menit.

    Takykardy

    Pemeriksaan dada

    Penggunaan otot2 nafas tambahan

    Retraksi otot interkostal

    Auskultasi:

    Suara nafas melemah,suara whezing,jika wheezing menghilang (disebut

    silent chest).

    Sumber:pulmonologi,jilid2.Prof.Dr.Pasiyan

    Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, gejala berupa batuk, sesak

    napas, mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca.

    Anamnesis yang baik, cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan

    pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru terutama reversibility kelainan faal paru,

    akan lebih meningkatkan nilai diagnostic.

    Riwayat penyakit

    a. Riwayat penyakit/gejala :

    - Bersifat episodic, seringkali dengan atau tanpa pengobatan

    - Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

    - Gejala timbul/memburuk terutama malam hari/dini hari

    - Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu

    - Respons terhadap pemberian bronkodilator

    b. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    11/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    - Riwayat keluarga (atopi)

    - Riwayat alergi/atopi

    - Penyakit lain yang memperberat

    - Perkembangan penyakit dan pengobatan

    Pemeriksaan fisik

    a. Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal

    b. Kelianan pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada

    auskultasi

    c. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada

    pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas

    d. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan

    hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi

    penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi

    menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan

    menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi

    e. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa

    f. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan

    yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah,

    sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.

    Pemeriksaan objektif

    FAAL PARU

    Digunakan untuk menilai :

    a. Obstruksi jalan napas

    b. Reversibility kelainan faal paru

    c. Variability faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif jalan napas

    Dua parameter faal paru :

    a. Spirometri

    Manfaat :

    - Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1/KVP < 75% atau VEP1 25 kali/menit

    - frekuensi jantung menetap > 110 kali / menit

    - Arus Puncak Ekspirasi (APE) < 40 % nilai prediksi atau nilai tertinggi yang pernah

    dicapai penderita bila diketahui (< 120 l/m bila hasil terbaik tidak diketahui)

    - Tekanan darah turun 10 mmHg waktu inspirasi (pulsus paradoksus)

    2. Sudah mengancam jiwa

    a. Gejala dan tanda

    Silent chest

    Sianosis

    Bradikardi

    Kelelahan, gelisah, atau penurunan kesadaran

    b. Tekanan gas darah

    PaCO2 normal atau meningkat pada pasien asma dengan sesak nafas

    Hipoksia berat : Pa02 < 60 mmHg

    Nilai pH rendah

    Penatalaksanaan

    o Penatalaksanaan segera

    - Berikan oksigen konsentrasi tinggi 4-6 Vm, maksimal 8 L/m. Retensi CO2 tidak

    akan bertambah dengan pemberian oksigen pada pasien asma akut berat

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    28/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    - Berikan inhalasi B2 agonis dosis tinggi salbutamol 2,5-5 mg atau terbutalin 5-10

    mg dengan nebuliser bersama oksigen. Bila nebuliser tidak tersedia gunakan

    inhaler dosis terukur dengan nebuhaler (2-5 mg, 20-50 semprot, 2-4 semprotan

    tiap hisap)

    - Berikan dengan segera steroid sistemik dosis tinggi Prednisolon 30-60 mg atau

    Hidrocortisone 200 mg atau keduanya secara intravena. Bila menggunakan long

    acting steroid (Dexamethasone) berikan hari ke 1-2 selama 24 jam pertama

    selanjutnya dengan oral steroid (Prednison atau Prednisolon)

    - Bronkodilator intravena. Berikan Aminofilin intravena (250 mg dalam 30 menit)

    atau B2 agonis (salbutamol 200 ug atau terbutalin 250 ug dalam 10 menit). B2

    agonis didahulukan bila sebelumnya pasien telah mendapat teofilin oral

    (diencerkan dalam 15% 20 mg)

    - Suntikan S.C atau i.m 200 mg.

    o Penatalaksanaan lanjutan

    1. Pasien harus didampingi dokter atau perawat minimal selama 15 menit

    sampai timbul perbaikan yang nyata

    2. Pemberian oksigen dilanjutkan 2-4 lt/menit

    3. Lanjutkan pemberian steroid dosis tinggi. Prednisolon oral 30-60 mg/hari

    atau Hidrokortison 200 mg IV tiap 6 jam pada pasien berat/muntah

    dalam 24 jam berikut4. Bila kondisi pasien membaik, lanjutkan pemberian B2 agonis nebulasi tiap

    4 jam

    5. Bila tidak membaik setelah 15-30 menit, ulangi nebulasi dengan

    menambah Ipratropium bromide 0,5 mg

    6. Bila perbaikan belum terlihat pertimbangkan pemberian Aminofilin atau

    B2 agonis parenteral.

    a. Infus Amonifilin 0,5-0,9 mg/kg/jam

    Bila berat badan tidak diketahui :

    Kecil : 600-1000 mg/24 jam

    Sedang : 900-1500 mg/24 jam

    Besar : 110-1900 mg/24 jam

    Dosis rendah diberikan pada pasien dengan :

    - Gangguan liver

    - Gagal jantung

    - Mendapat cimetidin, ciprofloxacin dan eritromisin

    b. Infus salbutamol atau terbutalin

  • 8/14/2019 ave lbm 2 KGD

    29/29

    01.208.5615 [AVE MARYA PAMILIH]

    12,5 ug/menit (3-20 ug/menit) kecepatan infus disesuaikan dengan

    respon APE dan denyut jantung

    Pemantauan pengobatan

    1. Ulangi pemeriksaan APE 15-30 menit setelah pengobatan dimulai. Catat hasil APE

    sebelum dan sesudah pemberian B2 agonis dengan nebulasi minimal 4 kali sehari

    selama pasien dirawat sampai ada perbaikan selanjutnya 2x / hari, pagi dan

    malam.

    2. Ulangi pemeriksaan AGDA bila :

    a. PaO2 awal < 60 mmHg, kecuali saturasi O2 > 90 %

    b. PaCO2 awal normal atau meninggi

    c. Kondisi pasien memburuk

    Ulangi lagi pemeriksaan bila kondisi pasien tidak membaik dalam 4-6 jam.

    3. Ukur dan catat frekuensi jantung

    4. Ukur kadar Aminofilin serum bila infus Aminofilin dilanjutkan lebih dari 24 jam

    5. Ukur kadar kalium darah dan kadar gula darah

    Catatan :

    - Obat sedatif merupakan kontra indikasi mutlak kecuali ICU

    - Antibiotik diberikan bila ada tanda-tanda infeksi bakteri yang jelas seperti

    kuman, riak purulent dan leukositosis

    - Fisioterapi dengan perkusi merupakan kontra indikasi

    Indikasi masuk ICU :

    1. Hipoksia PaCO2 < 60 mmHg dengan pemberian O2 60 %

    2. Hiperkapnia PaCO2 > 50 mmHg yang tidak menurun setelah 4-6 jam

    3. Terdapat tanda-tanda kelelahan

    4. Gelisah

    5. Penurunan kesadaran

    6. Henti nafas