Autisme

download Autisme

of 10

description

Autisme adalah salah satu dari permasalahan psikiatri dengan ciri cifri anak hiperaktif dan tidak bisa diam

Transcript of Autisme

GANGGUAN AUTISME DAN GPP PLUS HIPERAKTIF

KATA PENGANTARAssalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, Sholawat serta Salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dokter-dokter pembimbing dari RSJ Radjiman Wedyodiningrat yang telah memberi kami pengarahan dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulisan makalah ini akan menjadi lebih sempurna dengan masukan-masukan yang membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penulisan makalah ini.

Demikian pengantar kami, semoga penulisan laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, 8 April 2013PenulisBAB I

PENDAHUALUANI.1LATAR BELAKANG

Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah yang dihadapi anak, terutama anak usia dini, biasanya berkaitan dengan ganguuan pada proses perkembannya. Bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka akan berlanjut pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak sekolah pada gilirannya, gangguan tersebut dapat menghambat proses perkembangan yang optimal. Dengan demikian, penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat.

Memiliki anak merupakan anugerah terindah yang dirasakan suami istri. Sudah pasti hal terbaik pulalah yang kita harapkan dari buah hati kita itu. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anaknya menderita autis. Sebagian masyarakat memang masih menganggap tabu terhadap penderita autis. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang menolak anak autis berada di lingkungannya. Jumlah anak pengidap autis di Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Sehingga diperlukan semacam sosialisasi edukasi deteksi dini pada orangtua, supaya bisa memperhatikan perkembangan anaknya dengan lebih baik.I.2TUJUAN

- Agar pembaca dapat memahami gangguan autism penghambat anakBAB IITINJAUAN PUSTAKA1. DEFINISIAutisme adalah suatu distorsi perkembangan psikologik maupun neurologik pada anak yang terjadi pada awal kehidupan dan biasanya mulai timbul pada usia sebelum tiga tahun.

Gangguan ini merusak beberapa kemampuan terpenting dalam kehidupan manusia, sehingga berpotensi menimbulkan kendala yang serius dan memerlukan perawatan untuk jangka waktu lama. Tiga ciri utama menentukan beratnya gangguan ini yaitu : Pertama, kerusakan secara kualitatif pada interaktif sosial timbal balik. Kedua, kerusakan kualitas komunikasi verbal-non verbal. Ketiga, aktivitas dan kesenangan sangat jelas terbatas serta diulang-ulang.

2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gangguan autistik 2 sampai 5 per 10.000 anak dan meningkat sampai 20 per 10.000 anak jika retardasi mental dan ciri autistik dimasukan., Menurut Dwidja Saputra, prevalensinya 1 sampai 1,2 per 1.000 dan insiden 2 sampai 5 per 10.000 anak.

Smalley et al (1988) dan Gillberg (1990) menyatakan privalinsinya 2 sampai 6 per 10.000 anak.

Gangguan autistik lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 3 - 4 : 1, tetapi anak perempuan cenderung lebih parah dan lebih banyak memiliki riwayat keluarga gangguan kognitif.

3. ETIOLOGI dan PATOGENNESISSampai saat ini faktor penyebab secara pasti belum di ketahui. Dahulu di perkirakan faktor psikologis yang berperan, namun dari penelitian-penelitian selama dua dekade terakhir banyak mengarah pada kelainan organik sebagai penyebab gangguan autistik. Wing pada tahun 1987 berpendapat, 80% gangguan austistik disebabkan oleh faktor kongenital dan 20% oleh gangguan medik lainnya saat pra, peri atau postnatal.

3.1. Teori PsikososialDikatakan seorang anak masuk kedalam dunia sendiri oleh karena merasa ditolak oleh dunia luar terutamam oleh ibunya. Anak austistik mempunyai ibu yang bersikap dingin, kurang hangat dan kurang menjalin komunikasi dengan anaknya. Pencetus teori ini adalah Bruno Bettelhim. Belakangan teori ini dibantah karena tidak mempunyai dasar yang jelas. Banyak dari ibu-ibu yang mempunyai sifat hangat dan penyayang ternyata memiliki anak autistik. Demikian juga tidak ada bukti memuaskan yang menyatakan bahwa jenis tertentu keluarga yang menyimpang menyebabkan timbulnya gangguan autistik. Namun demikian, beberapa anak autistik berespon terhadap stresor psikososial.

3.2. Teori Neuro-Biologi

Teori kelainan neuro-biologi dapat ditinaju dari berbagai faktor yang mendasari, seperti genetik, keadaan prinatal, neuroanatomi, neurokimia. Teori ini dipercaya sebagai dasar terjadinya gangguan autistik karena umumnya didapat kelainan neurologik. Tingginya angka epilepsi yang terjadi bersama dengan gangguan autistik yaitu 30-40% dari seluruh kasus gangguan autistik yang berusia dibawah 30 tahun, juga ditemukan angka komplikasi perinatal cukup tinggi, serta angka kejadian pada kembar monozygote yang lebih tinggi dibanding dengan kembar disygote.

3.2.1. Faktor Genetik

Peran faktor genetik saat ini semakin gencar diteliti, berkaitan dengan banyaknya ditemukan anak-anak kembar satu telur yang kedua-duanya menderita gangguan autistik. Folstein dan Rutter pada tahun 1977 melakukan penelitian pada 11 pasang kembar monozygote dan 10 pasang kembar dizygote, yang salah satu dari setiap pasangan tersebut menderita gangguan autistik. Mereka mendapatkan 4 dari 11 pasang monozygote juga menderita gangguan autistik dan yang lainnya dijumpai gangguan fungsi bahasa dan kongnitif, sedangkan pada kembar dizygote tidak satupun dari pasangannya yang menderita gangguan autistik. Steffenburg et al pada tahun 1989 yang melakukan studi di beberapa negara telah melaporkan teori komponen herediter pada gangguan autistik.

Juga telah ditemukan beberapa kronsonan yang ada hubungannya dengan gangguan autistik. Kira-kira 2,5% dari penyandang autisme mempunyai kromosom x-rapuh. Namun dari beberapa studi didapatkan angka yang bebeda-beda, sehingga hubungan antara sindrome x-rapuh dengan gangguan autistik belum dapat dipastikan.

3.2.2. Faktor Prenatal dan PerinatalAngka komplikasi saat perinatal pada penderita autistik cukup tinggi. Beberapa penelitian juga mendapatkan bukti bahwa penderita autistik lebih sering mepunyai riwayat gangguan pada proses kelahirannya, saat gestasi terjadi perdarahan maternal setelah trimester pertama dan adanya meconium dalam cairan amnion, dibandingkan dengan anak normal. Walaupun demikian, faktor prenatal dan perinatal tidak selalu ada pada wanita hamil yang anaknya kelak menderita gangguan autistik, dan sebaliknya, adanya kelainan prenatal tidak selalu menunjukan akan terjadi gangguan perkembangan.

3.2.3. Hipotesa NeurokimiaFaktor neurokimia mempunyai peranan yang penting dalam terjadinya autisme. Ini didukung oleh ditemukannya kelainan neurotransmiter norepineprin, serotonin, dopamin pada anak autistik (Abramson dkk 1989, Baumeister 1991) dan adanya bukti dari pemakaian obat penghambat dopamin seperti; penotiasin yang dapat menghilangkan salah satu gejala autistik seperti mutilasi diri dan gerak stereotipi (Deutsch 1986), haloperidol yang dapat mengurangi perilaku maladaptif pada penderita autistik (Campbell Adams 1988).

3.2.4. Faktor NeuroanatomiKelainan Cerebellum

Beberapa penelitian berturut-turut telah menemukan adanya kelainan di cerebellum pada penderita gangguan autistik. Diawali oleh Eric Courchesne dkk. Di tahun 1988, yang melakukan pemeriksaan dengan menggunakan magnetic resonance imaging pada penderita autistik.

Kelainan pada Lobus Temporalis

Kelainan pada lobus temporalis diperkirakan memegang peranan yang penting dalam terjadinya gangguan autistik. {erkiraan tersebut didasarkan atas laporan adanya sidrom mirip gangguan autistik yang terjadi pada beberapa orang yang mengalami gangguan autistik yang terjadi pada orang yang mengalami gangguan lobus temporal, dan pada bebrapa binatang percobaan yang dirusak lobus temporalisnya.

3.3. Teori Immunologi

Beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas immonologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistik. Warren dkk menemukan adanya kelainan sistem kekebalan pada 31 anak dengan gangguan autisme.4. GAMBARAN KLINISTerdapat empat gejala yang hampir selalu tampak pada penderita autistik, akan tetapi gejala ini tidak harus ada semua. Pada penyandang gangguan autistik berat mungkin semua gejala akan tampak, tetapi pada kelompok ringan hanya terdapat sebagian saja dari gejala tersebut.

1. Gangguan dalam Interaksi Sosial

Istilah autistik menunjukkan menarik diri. Pada anak autistik mereka menarik diri dari semua kontak sosial, kurang tanggap, atau tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Mereka lebih asyik main sendiri, tidak menegok bila dpanggil, menolak atau menghindari tatapan mata.

Saat bayi, banyak dilaporkan kurang mempunyai senyum, tidak tampak perilaku melekat pada orang-orang tertentu misalnya orang tua.

Jika anak autistik telah mencapai usia sekolah, penarikan diri mungkin menghilang atau tidak jelas, yang tampak justru kegagalan mereka bermain dan bersahabat dengan teman sebayanya.

Pada masa remaja akhir, mereka seringkali memiliki keinginan untuk bersahabat. Tetapi, kecanggungan dan ketidak mampuan mereka untuk berespon terhadap minat, emosi, dan perasaan orang lain menghambat mereka untuk mengembangkan persahabatan tersebut. Mereka juga memiliki perasaan seksual, tetapi sulit mengembangkan hubungan seksual.

2. Gangguan di Bidang Komunikasi

Anak autistik mempunyai problem khusus dalam berbicara dan bahasa. Lebih dari separuh tidak dapat berbicara samasekali. Bila dapat berbicara, biasanya terlambat dan pemakaian bahasanya tidak normal, antara lain.

Ekolalia (mengulang secara sederhana apa yang orang lain katakan)

Memakai kata ganti orang secara aneh (menyebut diri mereka sebagai kamu atau dia)

Bicara tidak dipakai untuk komunikasi, meracau dengan bahasa yang tak dapat dimengerti.

Beberrapa anak sangat pandai menirukan tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.

3. Gangguan Perilaku

Anak autistik cenderung melakukan aktivitas gerak yang ritualistik dan kompulsif, megulang-ulang gerakan tertentu dan tanpa tujuan yang jela, melakukan permainan yang sama/monoton, berputar-putar, mengerak-gerakkan tangan dan bergoyang-goyang.

Beberapa perilaku yang stereotipik dapat menyebabkan bahaya fisik. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti batu, kartu, sepotong tali atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawah kemana-mana, atau duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya benda yang berputar.

Anak autistik peka terhadap perubahan atau transisi. memindahkan perabotan/mainan dalam ruangan, atau melakukan aktivitas yang kebalikan dari rutinitas, mungkin akan menyebabkan mereka panik atau tempertantrum.

4. Defisit Kognitif

Yriminya dan Sigman (1991) menyatakan bahwa anak autistik paling sering mengalami kemunduran mental. Ritvo, Freeman dkk pada tahun 1989 melakukan survey di Utah University dan mendapatkan 66% dari 241 penderita gangguan autistik memiliki IQ dibawah 70. Bahkan Gillberg menemukan angka yang lebih tinggi lagi dari survey di Swedia, yaitu 3/4 dari anak autistik adalah retardasi mental. Hanya 5% yang mempunyai IQ diatas 100. Umumnya anak autistik lebih baik dalam melakukan test kemampuan sensorimotor, dari pada test ketangkasan berbahasa dan sosial.

Prior dkk. (1990), menyatakan bahwa sebagian besar dari 20 anak autistik di Australia yang rata-rata berumur 9 tahun, dibandingkan dengan normal, mempunyai gangguan dalam kemampuan untuk menyadari bahwa orang lain mungkin memiliki pengetahuan yang berbeda dengan mereka. Namun, beberapa anak autistik yang usianya lebih tua dan memiliki kemampuan individual cukup tinggi, tidak menunjukkan kekurangan tersebut. Gejala lain yang menyertai, antara lain : ketidakstabilan mood dan afek, respon yang kurang atau berlebihan terhadap rangsangan sensorik, hiperaktif, agresif dan gangguan tidur.

5. DIAGNOSIS

Gangguan autistik adalah gangguan perkembangan, oleh karena itu diagnosis ditegakkan dari gejala-gejala klinis yang tampak, yang menunjukkan adanya penyimpangan dari perkembangan normal sesuai dengan umurnya.

Pemeriksaan EEG dilakukan bila ada kecurigaan adanya epilepsi, demikian juga pemeriksaan pendengaran dilakukan bila ada dugaan anak tersebut tidak dapat mendengar.

Kriteria diagnosis yang dipakai saat ini diseluruh dunia untuk autisme infantil/gangguan autistik adalah ICD-10 (Internasional Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 yang isinya sama. Sedangkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), merupakan pedoman yang juga dipakai di indonesia untuk menegakkan diagnosis autisme masa kanak, yang mengacu pada ICD-10 dengan kode diagnosis F84.0.

6. PENANGANANTujuan yang ingin dicapai dari pengobatan penderita gangguan autistik adalah menurunkan gejala perilaku, membantu perkembangan fungsi yang terlambat atau tidak ada, seperti kemampuan berbahasa dan merwat diri sendiri, serta memberikan bantuan/ konseling pada orang tua.

Untuk itu diperlukan pengobatan yang komperhensip, meliputi antara lain : edukasi khusus, intervensi perilaku, dan tambahan pharmakoterapi bila diperlukan, serta disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi setiap individu

Contoh Neoroleptik :

1. Haloperidol. anak autistik yang menunjukan perbaikan dalam jangka pendek dengan haloperidol, selanjutnya akan memerlukan obat tersebut untuk jangka panjang. Bukti-bukti pendukung menyatakan bahwa jika digunakan dengan bijaksana, haloperidol tetap merupakan obat efektif jangka panjang. Pada dosis terapeutika, halopeidol tidak menunjukan efek samping terhadap IQ ataupun proses belajar.

Dosis terapeutik diatur secara individualistik, antara 0.25 mg/ hari sampai 4.0 mg/ hari atau 0,016 - 0,184 mg / kilo per hari pada anak usia 2 sampai 8 tahun

2. Risperidon. Suatu atipikal neuroleptik yang akhir-akhir ini mulai banyak digunakan. Efektif mengurangi gejala agresifitas dan impulsifitas, perilaku yang diulang-ulang, dan memperbaiki interaksi sosial. Dibadingkan dengan haloperidol, efek samping berupa gejala extrapiramidal pada risperidon lebih jarang. Dosis yang dipakai untuk anak autistik antara 0,015 mg/kg sampai 0,030 mg/kg dosis tunggal.

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku. Misalnya, pada usia 2-3 tahun, dimasa anak balita lain mulai belajar bicara, anak autis tidak menampakan tanda-tanda perkembangan bahasa. Kadang ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sekali-kali ia bisa menirukan kalimat atau nyanyian yang sering didengar.tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada maknanya.banyak kalangan yang harus dilibatkan mulai dari orang tua, dokter, para profesional, perawat anak autis dan juga faktor lingkungan. Karena itu, pemahaman dari berbagai pihak terhadap kondisi sang anak menjadi sangat penting, juga pengetahuan tentang penyakit itu sendiri.

Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai anak autisma mereka dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain, orang tua tidak hanya memasrahkan perbaikan anak autisme kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh si anak. Dengan demikian, akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan anak autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan emosional dan mental si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya..

DAFTAR PUSTAKA1. Budiman M.: Pentingnya diagnosis dini dan penatalaksanaan terpadu pada autisme. Diajukan pada : Simposium autisme masa kanak, Surabaya, 27 Juni 1998. Lab/ SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNAIR RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

2. Kaplan HI and Sadock BJ: Pervasive developmental disorder, in: Comprehensive textbook of Psychiatry, 6th.Ed., Williams & Wilkins, Baltimore, 1995: 2277-2288.

3. Maramis WF: Gangguan psikiatri pada anak, dalam : Catatan l. Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1990: 503-531.

4. Studi R: Intervensi dini tatalaksana perilaku pada penyandang autisme. Diajukan pada: Simposium Autisme Masa Kanak, Surabaya, 27 Juni 1998. Lab/SMF l. Kedokteran Jiwa FK UNAIR_RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.