autis
description
Transcript of autis
BAB I
PENDAHULUAN
Autisme yang dikenal sebagai autistic spectrum disorder (ASD) atau pervasive
developmental disorder merupakan gangguan yang perlu mendapat perhatian khusus
dari para klinisi ahli kesehatan anak. Dalam kurun waktu 1991 hingga 1997 dijumpai
adanya peningkatan prevalensi autisme hingga 556%. Di Amerika Serikat saat ini
diperkirakan sejumlah 147,867 pasien menderita autisme atau sekitar 1 per 2000 orang
didiagnosis ASD pada derajat tertentu. Pada tahun 1966, prevalensi autisme hanya 4,5
per 10.000 pada anak berumur sampai 8-10 tahun. Penelitian terakhir menunjukkan
angka 1 per 1000, bahkan laporan dari beberapa tempat menunjukkan angka 1 per
150. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3,4:1.
Di Indonesia belum ada angka tepat mengenai kejadian autisme. Kasus yang
datang ke dokter memang makin bertambah banyak. Peningkatan jumlah penyandang
autisme disertai munculnya berbagai masalah diagnosis. Banyak penyandang autisme
terutama kasus ringan masih tidak terdiagnosis atau bahkan mendapatkan diagnosis
salah. Hal ini sangat merugikan anak tersebut. Di sisi lain, ada kekuatiran bahwa terjadi
overdiagnosis dari autisme.
Autisme pertama kali dideskripsikan oleh Leo Kanner (1943). Dalam artikelnya
”Autistic Distubance of Affective Contact”, beliau menjelaskan 11 anak yang menderita
”extreme autistic aloneness”. Anak tersebut didiagnosis sebagai autisme infantil. Dalam
lima dekade penelitian, telah terjadi perubahan konsep dari konsep gangguan tunggal
seperti autisme infantil menjadi konsep gangguan spektrum seperti gangguan
perkembangan pervasif.
Sejumlah perhatian difokuskan pada vaksinasi MMR dan keracunan merkuri
sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya autisme walaupun sejumlah studi
epidemiologi melaporkan bahwa hubungan tersebut tidak bermakna.
Diagnosis autisme seringkali tidak ditegakkan hingga anak berusia 2 hingga 3
tahun setelah gejala dikenali karena pertimbangan untuk mencegah misdiagnosis.
Identifikasi autisme dan pemberian terapi sedini mungkin akan dapat memperbaiki
perjalanan penyakit pasien. Masalahnya adalah apakah autisme dapat di diagnosis
sebelum umur 1 tahun? Diagnosis dan intervensi dini sangat mempengaruhi
perkembangan selanjutnya. Beberapa uji yang tersedia hanya dapat dilakukan pada bayi
berumur 18 bulan ke atas. Bila autisme memang bersifat genetik, tentunya gejala sudah
muncul sejak dini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Menurut WHO 1992, autisme didefinisikan sebagai gangguan perkembangan
berat ditandai adanya gangguan interaksi sosial dan komunikasi, pola perilaku dan minat
yang terbatas dan stereotipik dengan onset sebelum usia 3 tahun.
Menurut DSM-IV, gangguan autistik merupakan salah satu dari beberapa
gangguan perkembangan pervasif (PPD) yang disebabkan oleh disfungsi sistem saraf
pusat sehingga terjadi gangguan perkembangan. Anak dengan PPD ditandai oleh
gangguan kualitatif pada interaksi sosial, aktivitas imajinatif dan keahlian komunikasi
baik verbal maupun non verbal.
Pervasive Developmental Disorder
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual) dari American Psychiatric
Association 1994, autisme digolongkan dalam Pervasive Developmental Disorder
(PDD) atau gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum
berumur 3 tahun.
Pervasif artinya gangguan tersebut sangat luas dan berat, mempengaruhi seseorang
secara mendalam. Gangguan perkembangan pada autisme mencakup bidang interaksi
sosial, komunikasi dan perilaku. Diagnosis autisme ditegakkan bila berdasarkan
observasi sejumlah gejala seperti yang tercantum dalam DSM-IV.
3
ICD-10 menggunakan definisi yang sama ditambah dengan usaha lebih intensif
menentukan subgrup autisme. Beberapa gangguan lain digolongkan dalam PDD, yaitu:
1. Autistic disorder . Gangguan interaksi sosial,komunikasi dan bermain imajinatif
sebelum umur 3 tahun dengan perilaku, minat dan aktivitas yang stereotipik.
2. Asperger's disorder. ditandai gangguan interaksi sosial, minat, aktivitas terbatas,
tanpa keterlambatan perkembangan bahasa, dengan IQ normal atau di atas normal.
3. Pervasive Developmental Disorder- Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
sering disebut autisme atipikal. Anak tidak memenuhi kriteria diagnosis
spesifik, tetapi ada gangguan berat dan pervasif pada suatu tipe perilaku.
4. Rett's disorder . Kelainan progresif hanya pada anak perempuan. Pada mulanya
terlihat perkembangan normal, lalu kemunduran berupa hilangnya kemampuan,
hilangnya fungsi tangan yang diganti dengan gerakan tangan seperti "mencuci"
pada saat anak tersebut berumur 1-4 tahun.
5. Childhood disintegrative disorder . Perkembangan normal paling tidak 2 tahun
pertama kehidupan, disusul hilangnya kemampuan.
Autisme
Kasus awal yang dilaporkan merupakan kasus autisme infantil klasik dengan
gejala sangat berat, sebagian kasus tetap non-verbal dengan intelegensi rendah. Saat ini
disepakati bahwa secara klinis autisme menunjukkan suatu variasi dari kasus dengan
perilaku mirip autisme ringan sampai autisme infantil klasik. Semua kasus ini termasuk
Autistic Spectrum Disorders atau Spektrum Gangguan Autisme.
Banyak istilah sering digunakan untuk menggambarkan bahwa autisme
merupakan suatu spektrum misalnya ciri autistik, gejala autistik, kecenderungan
autistik, spektrum autisme, highfunctioning atau low functioning autism dan PDD-
NOS.
ETIOLOGI
Gangguan perkembangan pervasif berhubungan dengan gangguan struktur dan
fungsi otak dan pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik. Sejumlah konsensus
4
menyatakan adanya faktor lingkungan prenatal dan post natal tak teridentifikasi yang
dapat memicu onset gejala ini.
Sejumlah etiologi organik yang dapat memicu autisme ialah dampak prenatal
seperti infeksi rubela, gangguan metabolik yang tidak terkontrol seperti fenilketonuria,
pemakaian anti-konvulsi pada kehamilan, lesi terlokalisir pada sklerosis tuberosa dan
infeksi post natal seperti ensefalitis.Penyebab medis spesifik autisme hanya dijumpai
pada minoritas pasien autisme (6-10%). Epilepsi yang menyertai autisme merupakan
tanda bahwa adanya gangguan neurobiologi.
Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan peneliti membandingkan fungsi otak
pada anak yang berkembang normal dan anak autisme. Iverson dengan pemeriksaan
PET scan menemukan gangguan kapasitas sintesis serotonin pada anak autisme.
Penelitian Neuwirth tahun 1997 melaporkan adanya kelainan pada sistem limbik
anak autisme. Courchesne pada tahun 2001 melaporkan volume otak normal saat lahir
dengan peningkatan substansia alba serebral dan serebelar dan substansia grissea
serebral pada anak autisme dengan usia 2 dan 3 tahun. Anak autisme memiliki lebih
sedikit substansia grissea pada serebelumnya.
Collaborative Programs of Excellence in Autism melaporkan letak defek gen
autisme dijumpai pada kromosom 7 dan 15. Studi Ingram melaporkan 40% anak autisme
menunjukkan adanya perubahan pada salah satu dari dua kopi gen HOXA1 pada
kromosom 7. HOXA1 ini sebenarnya bukan gen penyebab autisme karena sejumlah
anggota keluarga pasien juga memiliki defek genetik ini tetapi tidak menunjukkan gejala
autisme. Gen ini dapat dianggap sebagai gen yang rentan pada autisme. Diperkirakan
ada sekitar 15 interaksi gen lemah yang berperan sebagai etiologi autisme.
Anak dari keluarga dengan riwayat autisme ternyata memiliki kecenderungan
untuk menderita autisme 10 kali lebih besar daripada keluarga normal.
KLASIFIKASI AUTISME
Klasifikasi Autisme Menurut Tipe Interaksi Sosial
Aspek interaksi sosial sangat menentukan karena aspek ini sangat menentukan
keseluruhan kehidupan anak bersangkutan, dan sangat berguna dalam menentukan
edukasi, penatalaksanaan dan pelayanan yang dibutuhkan.
5
Dalam bidang interaksi sosial, ternyata theory of mind sangat terganggu pada
penyandang autisme. Anak-anak ini tidak menunjukkan empati, tidak atau kurang
mengerti bahwa orang lain mempunyai pemikiran dan perasaan. Kemampuan empati
sebenarnya sudah berkembang sejak anak masih sangat kecil dan sangat penting untuk
hidup bersosialisasi. Penyandang autisme juga tidak dapat menghubungkan berbagai
pengalamannya. Hal ini sangat mengganggu pengertiannya mengenai hubungan
pengalaman masa lalu, sekarang dan bagaimana ia harus bertindak di masa
datang. Gangguan nyata terlihat pada pengertian hal kompleks dan abstrak.
Berdasarkan kemampuan interaksi sosial, Wing dan Goulds membagi
autisme menjadi grup aloof, pasif, aktif tetapi aneh.
a. Grup aloof. menunjukkan ciri sesuai deskripsi autisme infantil klasik oleh Leo
Kanner tahun 1943.
1. aktif menutup diri sama sekali dari interaksi dengan orang lain.
2. bila berdekatan, merasa tidak nyaman dan marah.
3. menghindari kontak fisik dan sosial, walaupun kadang masih mau
bermain secara fisik. Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk
makan, atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa
memperlihatkan mimik apapun.
4. keengganan berinteraksi lebih nyata terhadap anak sebaya
dibandingkan terhadap orang tuanya.
5. komunikasi verbal dan non-verbal sangat terganggu. Mereka seperti anak
tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi cepat.
Sebagian anak ini tetap diam, atau menunjukkan berbagai gangguan
menetap misal ekolalia (mengulang kata-kata), bahasa planet tidak
dimengerti orang, babbling. Yang lebih khas lagi, anak-anak ini
tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang benar, sebagai
sarana interaksi sosial, untuk mengenal orang lain, atau untuk bertukar
gagasan dan kesenangan.
6. kengganan berinteraksi sudah terlihat sejak dini. Anak kurang dari satu
tahun seperti tidak membutuhkan orang lain, sangat tenang di tempat
tidurnya, sangat sedikit melakukan komunikasi 2 arah, menggumam
sangat terbatas dan tidak menjulurkan tangan untuk dipeluk. Umur
10-12 bulan mereka tidak membagi kesenangan dan minat dengan
6
orang lain, misalnya tidak menunjuk untuk meminta suatu benda
(protoimperative pointing) dan tidak berusaha untuk meminta orang
tuanya melihat ke benda yang menarik (protodeclarative pointing)
7. tidak menunjukkan kontak mata, mimik serta aktivitas lain seperti
melambai, mengangguk atau menyentuh orang lain untuk menarik
perhatian.
8. saat mereka sudah berjalan, seringkali mereka berjalan jinjit dengan gerakan
cepat seolah-olah mereka anak ceria.
9. tidak membawa benda yang menarik untuk memperlihatkannya kepada
orang tua mereka.
10. tidak bermain mengikuti orang tuanya, tidak peduli bila orang tua
meninggalkan mereka.
11. tidak memerlukan belaian bila merasa sakit atau terganggu.
12. kadang mereka menunjukkan senyum yang menetap (fixed smile),
13. sangat sulit meniru suatu gerakan yang bermakna. Mereka bisa
bertepuk bila tangannya dipegang, tapi tidak bisa menirunya secara
spontan.
14. tidak bermain secara simbolik,baik sendiri maupun dengan
orang lain.
15. dapat memanipulasi benda, tetapi mereka tidak tahu realitas benda
tersebut. Imajinasinya sangat terbatas.
16. senang melakukan gerakan berulang dan stereotipik sampai berjam-
jam. Mereka tidak peduli aktivitas lain di sekitarnya. Gerakan stereotipik
dapat sangat sederhana seperti menggerakkan jari didepan mata,
flapping, body rocking, atau memutar suatu benda.
17. Bila mereka menjadi besar, gerak stereotipik berkurang, diganti
dengan perilaku strereotipik yang lebih kompleks. Mereka
mengumpulkan benda tertentu misalnya kaleng atau kotak-kotak,
menderetkannya dalam urutan yang sangat teratur, mempunyai suatu
ritual yang menetap, berjalan pads rute yang tetap. Perilaku ini
seringkali menetap untuk waktu yang lama.
18. Anak besar sangat menyukai memanjat tanpa kenal bahaya.
Sebaliknya, mereka sering takut terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak
7
berbahaya, misalnya masuk lift, pergi ke suatu tempat tertentu. Perilaku
yang buruk sering terlihat. Mereka menunjukkan tantrum, agresi,
destruktif, tidak bisa diam, menjerit, lari dan lain-lain.
19. tidak mengerti aturan sosial dan batas antara boleh atau tidak.
dapat tertawa, berubah mood,menangis tanpa sebab jelas. Sering
ditemukan reaksi abnormal terhadap rangsang sensoris, terutama umur
muda.
20. Mereka tidak mempedulikan, terganggu atau terpesona pads
suara, cahaya, papas, dingin, sentuhan, nyeri, getaran, atau rasa gerak.
21. Mereka sering berputar-putar pada sumbu tubuhnya. Kira-kira
6% dari anak ini menunjukkan kemampuan agak menonjol di suatu
bidang misal menggambar, menghitung, musik, disebut sebagai autistic
savant.
b. Grup pasif,
1. tidak berinteraksi spontan, tetapi tidak menolak usaha interaksi oleh
orang lain, kadang-kadang bahkan dapat memperlihatkan rasa senang.
Mereka dapat diajak bermain bersama, tetapi tetap pasif.
2. dapat meniru, walaupun tanpa .pengertian yang baik.
3. Kemampuan verbal berkembang lebih baik, tetapi menunjukkan ciri autis
dan mereka tidak menggunakannya untuk kesenangan.
4. Bicaranya dapat panjang, tetapi sering berulang dan subyek terbatas.
5. Mereka dapat meniru bermain, tetapi tanpa imajinasi, berulang dan
terbatas.
6. Ciri lain grup aloof dapat ditemukan pada grup pasif, tetapi lebih
ringan, terutama setelah usia balita. Anak-anak ini merupakan grup
yang lebih mudah ditangani. Kemampuannya lebih tinggi
dibandingkan grup aloof. Kemampuan visuospasial lebih baik
dibandingkan verbal, tetapi kadang ads gangguan koordinasi.
7. dapat masuk sekolah biasa bila IQ cukup tinggi. Bila IQ kurang,
mereka dapat mengikuti pendidikan anak retardasi mental. Anak-anak
ini sering tidak dikenal secara dini, karena cirinya adalah-tidak adanya
interaksi sosial yang spontan dan gangguan komunikasi non verbal,
dibandingkan dengan perilaku yang sangat sulit pads grup aloof.
8
c. Grup aktif tetapi aneh.
1. mendekati orang lain, mencoba berkata atau bertanya tetapi bukan
untuk kesenangan atau interaksi sosial timbal balik.
2. kemampuannya mendekati orang kadang berbentuk fisik, sangat melekat
terhadap orang lain, walaupun orang lain tersebut tidak menyukainya.
3. kemampuan bicaranya seringkali lebih baik dibandingkan kedua grup
lainnya, tetapi ditandai keterlambatan bicara dan ciri aneh lainnya.
Bicaranya aneh, karena mereka mengucapkan kata-kata atau kalimat
yang sudah didengar sebelumnya, tanpa memandang situasi dan
tanpa pengertian. Intonasi monoton, kontrol napas dan kekerasan
suara abnormal. Komunikasi non verbal juga mengalami gangguan.
4. mimik terbatas. Kontak mata tidak sesuai, kadang bahkan terlalu lama.
5. Cara bermainnya berulang, stereotipik, tetapi seolah-olah ada imajinasi.
Mereka membuat jembatan, berpura-pura menjadi seekor binatang atau
kereta api. Mereka sering senang dengan komputer dan melihat TV.
6. Minatnya dapat sangat beragam misalnya kalender, astronomi, binatang,
tetapi keterpakuan terhadap minat tersebut menyebabkan anak
mengabaikan hal yang lain, tanpa arti dan tidak berguna bagi kehidupan.
7. Anak dengan IQ agak rendah menunjukkan minat terhadap sesuatu
kurang abstrak, misalnya bertanya berulang-ulang mengenai sesuatu.
8. cenderung mempunyai gangguan motorik, clumsy, gangguan
keseimbangan, cara melangkah dan posisi aneh. Orang tua sering tidak
sadar kelainan ini sampai mereka agak besar, walaupun sebenarnya
gejala sudah ada sejak lama.
9. Grup ini juga sering menimbulkan masalah diagnosis. Kadang ciri
autistik menonjol, kadang tidak begitu terlihat. Bila dihubungkan
dengan DSM-IV, biasanya grup ini cocok dengan sindrom Asperger
atau Atypical Autistic Disorder.
PATOFISIOLOGI
Studi Fungsi Serotonin
9
Sejumlah studi melaporkan bahwa sepertiga pasien autisme mengalami
hiperserotonemia. Beberapa hipotesis terjadinya hiperserotonemia meliputi : (1)
peningkatan volume platelet (2) peningkatan uptake platelet dan penyimpanan 5-HT (3)
peningkatan sintesis 5-HT dan (4) penurunan katabolisme 5-HT.
Galler dkk melaporkan tidak ada perbedaan volume platelet pada pasien autistik
dan kontrol. Volume platelet dan kadar serotonin darah tidak memiliki hubungan
bermakna. Crook dkk melaporkan anak autisme hiperserotonemik yang menunjukkan
peningkatan uptake 5-HT platelet. Beberapa studi tidak menemukan adanya perbedaan
sintesis 5-HT pada anak autistik dan anak normal dan hiperserotonemia pada anak
autistik juga tidak berhubungan dengan katabolisme serotonin ,
Studi Fungsi Dopamin
Studi dopamin pada autisme difokuskan pada HVA, metabolit utama dopamin.
Sejumlah penelitian menemukan bahwa kadar HVA dalam CSF anak autistik tidak
berbeda dengan kontrol, tetapi pada kasus autisme berat yang disertai aktivitas
lokomotor dan stereotipik lebih berat, kadar HVA dalam CSF ditemukan lebih tinggi.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum usia 3 tahun, mencakup
bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Manifestasi klinis pasien autisme dapat
berbeda pada usia kronologis yang berbeda. Pada masa kanak-kanak awal,
hiperaktivitas, perilaku stereotipik, iritabilitas dan temper tantrum dapat lebih
mendominasi sedangkan perilaku ticlike, agresif dan perilaku melukai diri sendiri
lebih cenderung dijumpai pada masa kanak-kanak lanjut. Saat anak beranjak
dewasa, dapat bermanifestasi menjadi fenomena depresi dan obsesif kompulsif.
Kuantitas dan kualitas gejala-gejala autisme berbeda-beda antara anak-anak
penyandang autisme. Penyandang autisma infantil klasik mungkin memperlihatkan
semua gejala berat, tetapi kelompok ringan hanya memperlihatkan sebagian gejala.
Kesulitan lain adalah bahwa sebagian gejala tersebut dapat muncul pada
anak normal, hanya intensitas dan kualitasnya berbeda. Diperlukan pengalaman klinis
memadai dan pendekatan multidisiplin untuk menentukan apakah hal tersebut
termasuk patologis atau tidak.
10
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal
Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
Mengeluarkan kata-kata yang tak dapat dimengerti orang lain yang sering disebut
sebagai "bahasa planet".
Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai
Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian,
nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya,
Kadang bicaranya monoton seperti robot
Mimik datar
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
Tidak menoleh bila dipanggil sehingga sering diduga anak mengalami ketulian.
Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain
Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang terdekat dan mengharapkan
tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
Bila didekati untuk bermain justru menjauh
Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
3. Gangguan dalam bidang perilaku dan bermain
Anak seperti tidak mengerti cara bermain. Bermain sangat monoton,
stereotipik. Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan lain dan cara
bermainnya juga aneh. Yang paling sering adalah keterpakuan pada roda atau
sesuatu yang berputar. Ia dapat memutar roda mobil-mobilan terus menerus
untuk waktu yang lama. Kadang ada kelekatan pada benda tertentu,seperti
sepotong tali, kertas, gambar, gelang karet, atau apa saja yang terus dipegang. Ia
sering juga memperhatikan jari-jarinya sendiri,kipas angin yang berputar atau air
yang bergerak. Perilaku ritualistik sering terjadi, misal kalau bepergian harus
melalui rute tertentu, saat bermain harus melakukan urut-urutan tertentu.
Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal tidak bisa diam, berlari tak terarah,
melompat-lompat, berputar-putar,memukul pintu atau meja, mengulang suatu
gerakan tertentu. Kadang terlihat perilaku self injurious, memukul kepala
sendiri atau membenturkan kepala ke dinding. Hiperaktivitas ini menyebabkan
sering salah diagnosis dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
11
Kadang anak terlalu diam, misalnya duduk diam bengong dengan tatap mata
kosong, bermain monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang, duduk
diam terpukau oleh sesuatu hal, misalnya bayangan, atau benda yang berputar.
4. Gangguan perasaan/emosi
Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misalnya melihat anak menangis, ia tidak
merasa kasihan melainkan merasa terganggu dan anak yang sedang menangis
tersebut mungkin didatangi dan dipukulnya.
Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata.
Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan keinginannya, bahkan anak bisa menjadi agresif dan destruktif.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris
Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja.
Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
Tidak menyukai rabaan atau pelukan. Bila digendong cenderung merosot untuk
melepaskan diri dari pelukan.
Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan tertentu.
Klasifikasi Wing dan Gloud memiliki batas yang sering tidak jelas. Secara
umum, gejala autisme paling jelas terlihat antara umur 2-5 tahun. Beberapa kasus grup
pasif dan grup aktif tetapi aneh terlihat pada mass sekolah. Pada masa adolesen, 20% di
antara anak-anak dapat berubah dari aloof menjadi pasif atau menjadi aktif tetapi aneh.
Sebagian lain makin menjadi aloof.
Perilaku buruk cenderung berkurang pada masa adolesen.Sebagian dapat menjadi
dewasa independen atau semi independen, walaupun gejala masih terlihat sedikit.
Kelainan Neurologi Pada Autisme
Selama pembentukan saraf, jutaan neuron berdiferensiasi, bermigrasi dan
membentuk sinaps dengan target tertentu. Pada gangguan autistik, kelainan neurologi
yang mengarah pada adanya gangguan perkembangan saraf banyak ditemukan.
Epilepsi terjadi pada 10-30% anak dengan autisme.
12
Kelainan Sistem Imun Pada Autisme
Tabel 1. Keadaan Imun Pada Autisme
(Dikutip Dari Kepustakaan No.11 )
13
Tabel 2 . Manifestasi Klinis Gangguan Autistik
(Dikutip Dari Kepustakaan No.10)
Autisme Klasik dan Sindrom Autisme
Goldberg membuat konsep yang membagi autisme sebagai autisme klasik dan
sindrom autisme. Autisme klasik sudah menunjukkan gejala sejak bayi. Istilah sindrom
autisme ditujukan untuk anak-anak yang pada awalnya menunjukkan perkembangan
normal sampai usia 15-18 bulan, lalu mengalami regresi. Perkembangan motorik
normal dan kecerdasan normal atau bahkan lebih dari normal. Jumlah yang mengalami
retardasi mental lebih sedikit dibandingkan autisme klasik. Mereka dapat berbicara
sedikit, tetapi tiba-tiba bicara menghilang. Mereka mulai menarik diri. Mereka dapat
lebih diam atau lebih hiperaktif. Perilaku memuaskan diri sendiri misalnya flapping,
rocking, berputar atau membenturkan kepala mulai muncul. Dalam perkembangan
selanjutnya,gangguan perilaku dapat menjadi progresif bila tidak dilakukan intervensi.
DIAGNOSIS
Diagnosis dini dan intervensi dini harus diterapkan sebelum keterlambatan dan
penyimpangan dari pola perkembangan yang normal berkembang terlalu jauh.
Dokter harus menanggapi keluhan orang tua, walaupun keluhan tersebut sangat
tidak jelas. Banyak orang tua juga tidak dapat mengenal gejala awal autisme. Banyak
juga yang tidak mengetahui pola perkembangan normal. Walaupun mereka
mempunyai seorang anak lain, sering mereka tidak dapat membandingkannya,
apalagi bila ditambah nasihat dari profesional yang menyatakan agar tidak
membandingkan anak satu dengan anak lainnya
1. Sediakan tabel perkembangan bicara yang normal.
2. Sediakan tabel tanda bahaya gangguan bicara. American Academy of
Neurology dan the Child Neurology Society menyatakan bahwa evaluasi
yang lebih mendalam terhadap kemungkinan autisme atau gangguan
lain harus dilakukan bila:
anak tidak menunjukkan babbling, menunjuk atau mimik yang
baik pada umur 12 bulan
tidak ada kata pada umur 16 bulan
tidak ada 2 kata spontan umur 2 tahun
kehilangan kemampuan bicara dan interaksi sosial pada semua
umur.
3. Skrining gangguan perkembangan rutin terhadap semua anak Skrining
awal dapat berupa suatu kuesioner yang harus diisi orang tua.
Umumnya skrining ini merupakan suatu skrining menyeluruh, bukan
hanya untuk autisme.
Prescreening Developmental Questionnaire.
Ages and Stages Questionnaire
Ages and Stages Questionnaire, Social and Emotional
Suatu skrining khusus autisme yaitu Pervasive Developmental Disorders
Screening Test (PDDST) merupakan instrumen yang cukup sensitif dan spesifik.
Skrining berikut dapat dilakukan oleh dokter saat anak datang yaitu :
Bayley Infant Neurodevelopmental Screening
Temperament and Behavior Assessment (TABS). Dengan TABS dapat diketahui
apakah anak menunjukkan gejala hiperaktif, gangguan regulasi.
Child Behavior Checklist merupakan instrumen yang dapat membantu untuk
memperlihatkan apakah anak menunjukkan gejala hiperaktifitas, autisme
atau yang lain.
16
Sejumlah peneliti dari University of Cambridge Inggris mengembangkan
checklist sederhana untuk diagnosis autisme yaitu Checklist for Autism in Toddler
(CHAT) yang digunakan sebagai skrining pada anak sampai usia batita yang dibagi
dalam dua tahap yaitu berupa pertanyaan kepada orang tua dan pengamatan anak.
Tiga gejala CHAT yang dianggap sangat akurat untuk menegakkan
diagnosis ialah :
- menunjuk ke benda untuk menarik perhatian orang lain
- melihat obyek, orang lain melihat dan menunjuk benda tadi (gaze
monitoring)
- bermain pura-pura (pretend play)
17
Mereka berpendapat bahwa bila seorang anak usia 18 bulan terus menerus gagal
dalam ketiga tes ini diperkirakan 83% dari anak-anak ini akan didiagnosis autisme
pada penilaian selanjutnya.
Skrining lain yang dapat dipakai ialah The Screening Tool for Autism in
Two Year Old (STAT). STAT ini secara empiris dapat digunakan sebagai alat bantu
identifikasi dan intervensi awal. Perbedaan STAT dengan CHAT ialah STAT
hanya dapat digunakan sebagai skreening tahap dua untuk membedakan autisme
dengan gangguan perkembangan lainnya.
Penilaian Hasil Skrining
Bila anak tidak lulus skrining, dilakukan penilaian khusus kemungkinan
autisme. Diagnosis akhir dan evaluasi keadaan anak sebaiknya ditegakkan oleh suatu
tim yang berpengalaman dan berminat dalam bidang autisme. Tim ini terdiri dari
dokter spesialis anak, ahli saraf anak, ahli perkembangan anak, psikolog,
psikiater anak ahli terapi wicara, dan lain-lain. Mereka juga bertanggung jawab untuk
menegakkan diagnosis, dan memberi arahan mengenai kebutuhan unik dari masing-
masing anak, termasuk bantuan interaksi sosial, berinain, perilaku dan komunikasi.
Dalam evaluasi harus diperhatikan riwayat kehamilan, persalinan, dan
perkembangan. Riwayat keluarga sangat penting karena banyak penyandang autisme
yang mempunyai keluarga yang mengalami autisme juga, hiperaktivitas, kesulitan
belajar spesifik dan berbagai gangguan lainnya.
Pemeriksaan pediatrik ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan
medis pemicu keterlambatan atau penyimpangan perkembangan. Kelainan
seperti Tuberous Sclerosis atau Sindrom Fragile-x dapat menunjukkan gejala autisme.
Evaluasi perkembangan meliputi perkembangan motor halus dan kasar, serta
kemapuan berbahasa yang meliputi fungsi reseptif, ekspresif dan verbalisasi.
Kemampuan berkomunikasi non-verbal sangat penting dan merupakan ciri
awal. Persepsi sensoris, perkembangan kemampuan sosial dan emosi serta
kemampuan bermain juga sangat penting.
Penilaian harus bertumpu pada kualitas yang lebih penting daripada kuantitas.
Cara mereka menggunakan kemampuan keterampilan sangat penting. Misalnya anak
autisme dapat mencapai kemampuan untuk mengatakan kata-kata, tetapi kata-kata
18
tersebut tidak berarti dan mereka juga tidak mengerti artinya. Kata-kata tersebut dapat
digunakan secara berulang-ulang tidak sesuai dengan tempat, waktu dan situasi. Atau
seorang anak dapat menunjuk kepada suatu benda, tetapi dalam konteks non-
sosial dan tidak bermaksud menarik perhatian orang lain kepada benda tersebut.
Berbagai skala dan kuesioner telah dikembangkan, tetapi belum ada yang dapat
digunakan secara universal. Berbagai skala tersebut dapat berguna untuk membantu
diagnosis serta menentukan derajat autisme. Beberapa contoh misalnya ABC (Autism
Behaviour Checklist), CARS (Childhoof Autism Rating Scale), GARS (Gilliam Autism
Rating Scale), Psycho-Educational Profile dan lain-lain. ,
Diagnosis autisme ditegakkan secara observasi. Pemeriksaan penunjang lain
hanya dilakukan atas indikasi, misalnya:
Pemeriksaan pendengaran dengan BERA atau uji lain. Pemeriksaan
pendengaran mutlak dilakukan pada autisme.
Pencitraan dengan MRI atau CT Scan, SPELT dan PET. Semuanya masih
merupakan riset dan bukan dilakukan secara rutin.
EEG bila dicurigai ada hubungan dengan sindrom Landau Kleffner, atau anak
mengalami epilepsi Sebanyak 25% penyandang autisme mengalami epilepsi.
Pemeriksaan keracunan timah hitam dan zat lain, pemeriksaan metabolik
mungkin hanya menunjukkan kelainan pada sebagian kecil kasus.
Pemeriksaan genetik sedang dilakukan di berbagai pusat penelitian.
Berbagai pemeriksaan lain masih kontroversial, misal analisis rambut, antibodi
Anti Myelin Basic Protein, alergi, analisis tinja, jamur, tiroid dan lain-lain.
PENATALAKSANAAN
Pendekatan perilaku untuk mengatasi ketelambatan dan defisit pada austime
merupakan metode penatalaksanaan yang paling efektif hingga saat ini. Sejumlah
strategi intervensi autisme ditujukan pada perilaku dan perkembangan anak. Starategi
penatalaksanaan awal meliputi :
- Edukasi dan dukungan orang tua
- Intervensi dini pada anak dibawah 3 tahun dimana anak mendapatkan tatalaksana
19
dengan pendekatan perilaku, edukasi perkembangan dini, komunikasi, okupasi
dan terapi fisik, intervensi peranan sosial dan pelatihan orang tua secara ekstensif
- Edukasi berbasis sekolah khusus
- Penatalaksanaan perilaku
- Penatalaksanaan medikametosa misalnya dengan pemberian inhibitor serotonin
transporter re-uptake yang memberikan hasil cukup baik
- Pelayanan komunitas
- Intervensi biomedis
- Terapi Sensory Integration
- Penatalaksanaan alternatif
PROGNOSIS
Prognosis umumnya ditentukan beratnya gejala, tingginya intelegensi dan umur
scat diagnosis. Makin berat gejala, prognosis makin buruk. Makin muda diagnosis
ditegakkan, makin baik karena intervensi dapat segera dilakukan. Otak masih dapat
dirangsang untuk membentuk cabang-cabang saraf baru sampai umur 2 tahun, dan
membentuk mielin, yaitu bagian putih dari otak sampai 5 tahun.
Kecerdasan. Makin cerdas anak tersebut, makin baik prognosisnya oleh
karena is akan bisa menangkap pelajaran lebih cepat.
Terapi yang intensif dan terpadu sangat menentukan hasil akhir. Berbagai cara
terapi harus dilakukan sesuai kebutuhan anak, dan sedapat mungkin melibatkan
seluruh keluarga.
20
BAB III
PENUTUP
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif, yang ditandai dengan
gangguan interaksi sosial timbal balik yang berkepanjangan, gangguan dalam
komunikasi, serta adanya pola perilaku yang steriotipik dan terbatas dan ditemukan
dalam 3 tahun usia kehidupan seorang anak. Suatu perjalanan penyakit yang panjang
dengan prognosis yang terbatas.
Angka prevalensi untuk gangguan ini belum ada di Indonesia. PDDST (pervasive
developmental disorder screening test) dapat digunakan untuk melakukan skrening
terhadap anak yang diduga mengalami gangguan autistik.
Tujuan penanganan untuk menurunkan gejala perilaku dan membantu
perkembangan fungsi yang terlambat, rudimenter, atau tidak ada, seperti keterampilan
berbahasa dan merawat diri sendiri. Metoda pendidikan yang terstruktur dalam kelas
dikombinasi dengan metoda perilaku yang konsisten. Untuk anak yang memerlukan
bantuan obat dapat diberikan psikofarmaka. Juga orang tua dilibatkan dalam terapi dalam
bentuk konseling untuk orang tua sendiri dan pelatihan modifikasi perilaku, yang dapat
memberikan keuntungan yang cukup besar dalam pengembangan dibidang bahasa,
kognitif, dan perilaku sosial.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian antara lain, orang tua sudah dapat
mengenal kegagalan perkembangan bahasa sejak usia 12-18 bulan. Gejala ditandai
biasanya pada umur 12 bulan anak tidak menunjukkan babbling, mimik, dan menunjuk
yang baik. Pada umur 16 bulan tidak ada kata, dan tidak adanya 2 kata spontan pada
umur 2 tahun,serta kehilangan kemampuan bicara dan interaksi sosial pada semua umur.
Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari berat ringannya gejala,
kecerdasan anak, umur pada saat mulai diterapi, kemampuan bicara dan terutama
intensitas terapi. Lebih dini gangguan diketahui, lebih dini dilakukan penanganan maka
diharapkan prognosisnya jauh lebih baik. Keterlibatan orang tua sangat membantu bagi
kemajuan anaknya.
21
Untuk menangani anak dengan gangguan autistik disarankan perlunya kerja sama
berbagai bidang antara lain dokter umum, guru, dokter spesialis anak, psikiater dan
berbagai bidang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Walton R. Early Diagnosis for Autism in Infants. Indiana Undergraduate Journal of
Cognitive Science 2007;2:49-53.
2. Muhle R, Trentacostae SV, Rapin I. The Genetics of Autism. Pediatrics
2004;113:472-86.
3. Pusponegoro HD. Autisme : bagaimana mengenal dan menegakkan diagnosis.
Dalam : Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H,
penyunting. Hot Topics in Pediatric II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI 2002.h.47-62.
4. Volkmar FR, Klin A. Pervasive Developmental Disorders. Dalam : Sadock BJ,
Sadock VA, penyunting. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi ke-7.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins 2000.
5. Yazbak FE. Autism in the United States : a Perspective. Journal of American
Physician and Surgeon 2003;8(4):103-8.
6. Bailey A, Luthert P, Dean A, Harding B, Janota I, Montgomey M, Rutter M,dkk. A
Clinicopathological study of autism. Brain 1998;121:889-905.
7. Tsai LY. Psychopharmacology in Autism. Psychosomatic Medicine 1999;61:651-5.
8. Filipek PA, Accardo PJ, Ashwal S, Baranek GT, Cook EH, dkk. Practice parameter:
Screening and diagnosis of autism. Neurology 2000;56:468-79.
9. Kabot S, Masi W, Segal M. Advances in the Diagnosis and Treatment of Autism
Spectrum Disorders. Professional Psychology Research and Practice 2003;34:26-33.
10. Baird G, Cass H, Slonims V. Diagnosis of autism. BMJ 2003;327:488-93.
11. Ashwood P, Wills S, de Water J. The immune response in autism: a new frontier for
autism research. Journal of Leukocyte Biology 2006;80:1-15.
12. Gabis L, Pomeroy J, Andriola MR. Autism and Epilepsy : Cause, consequence,
comorbidity or coincidence. Epilepsy&Behaviour 2005;7:652-6.
13. Pickett J, London E. The Neuropathology of Autism. J Neuropathol Exp Neurol
2005;64:925-35.
22
14. Sallows GD, Graupner TD. Intensive Behavioral Treatment for Children with
Autism: Four Year Outcome and Predictors. American Journal on Mental
Retardation 2005;110(6):417-38.
15. American Academy of Pediatrics. The Peditrician’s Role in the Diagnosis and
Management of Autistic Spectrum Disorder in Children. Pediatrics 2001;
107(5):1221-6.
23
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2
Definisi ................................................................................................. 2
Etiologi ................................................................................................. 3
Klasifikasi Autisme .............................................................................. 4
Patofisiologi ......................................................................................... 8
Manifestasi Klinis ................................................................................ 8
Diagnosis .............................................................................................. 13
Penatalaksanaan ................................................................................... 16
Prognosis .............................................................................................. 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
24ii