Atrial Septal Defects

11
Atrial Septal Defects 1. Definisi, etiologi, dan epidemiologi Atrial septal defects (ASD) atau defek septum atrium adalah cacat cor kongenital yang memungkinkan aliran darah antara atrium sinistrum dan dextrum dengan defek di septum interatrial. ASD terjadi karena kegagalan foramen ovale untuk menutup meskipun terdapat perubahan tekanan paru saat lahir, dikenal sebagai patent foramen ovale. Hal ini terjadi karena hasil pencampuran darah dari arteri (kandungan oksigen tinggi) dan vena (kandungan oksigen rendah). Pencampuran darah tersebut dapat menyebabkan shunt kiri-ke-kanan yang dapat membalikkan ke shunt kanan-ke- kiri dari waktu ke waktu. Komplikasi pada kejadian ini dikenal sebagai sindrom Eisenmenger. Shunt Kanan-ke- kiri shunt menyebabkan komplikasi lebih, seperti gagal jantung kanan dan hipertensi pulmonal. ASD terjadi 1,64 dari setiap 1.000 kelahiran yang hidup. ASD terdiri dari 35% sampai 40% dari cacat cor congenital, merupakan cacat cor kongenital yang paling umum kedua. Rasio pada laki-laki dan wanita adalah 1:2. ASD memiliki tingkat keturunan familial sekitar 10%. Tipe paling umum dari ASD adalah terdapatnya ostium secundum, sebuah lubang di dinding atrium di foramen ovale (Thompson, 2013). 1

description

ASD

Transcript of Atrial Septal Defects

Page 1: Atrial Septal Defects

Atrial Septal Defects

1. Definisi, etiologi, dan epidemiologi

Atrial septal defects (ASD) atau defek septum atrium adalah cacat cor

kongenital yang memungkinkan aliran darah antara atrium sinistrum dan dextrum

dengan defek di septum interatrial. ASD terjadi karena kegagalan foramen ovale

untuk menutup meskipun terdapat perubahan tekanan paru saat lahir, dikenal

sebagai patent foramen ovale. Hal ini terjadi karena hasil pencampuran darah dari

arteri (kandungan oksigen tinggi) dan vena (kandungan oksigen rendah).

Pencampuran darah tersebut dapat menyebabkan shunt kiri-ke-kanan yang dapat

membalikkan ke shunt kanan-ke-kiri dari waktu ke waktu. Komplikasi pada

kejadian ini dikenal sebagai sindrom Eisenmenger. Shunt Kanan-ke-kiri shunt

menyebabkan komplikasi lebih, seperti gagal jantung kanan dan hipertensi

pulmonal. ASD terjadi 1,64 dari setiap 1.000 kelahiran yang hidup. ASD terdiri

dari 35% sampai 40% dari cacat cor congenital, merupakan cacat cor kongenital

yang paling umum kedua. Rasio pada laki-laki dan wanita adalah 1:2. ASD

memiliki tingkat keturunan familial sekitar 10%. Tipe paling umum dari ASD

adalah terdapatnya ostium secundum, sebuah lubang di dinding atrium di foramen

ovale (Thompson, 2013).

2. Penilaian Klinis (Clinical Assessment)

Kebanyakan pasien ASD yang didiagnosis dalam uterus atau pada anak

usia dini karena kemajuan dalam ultrasonografi dan auskultasi selama

pemeriksaan fisik. Gejala ASD terkait dengan ukuran cacat:

   o Kecil sampai menengah: mungkin tidak menimbulkan gejala pada

anak usia dini.

   o Besar: mungkin terjadi sianosis, gagal jantung, infeksi saluran

pernapasan berulang, atau gagal tumbuh.

Pada orang dewasa yang tidak terdiagnosis pada masa kanak-kanak

biasanya terjadi pada usia 30-an atau 40-an dengan gejala, antara lain: dispnea

saat aktivitas, gagal jantung dengan onset yang baru, stroke, dan fibrilasi atrium.

1

Page 2: Atrial Septal Defects

Pada pasien yang memiliki riwayat lama ASD, peralihan shunt kanan-ke-kiri

dapat menimbulkan sianosis yang jelas pada pemeriksaan fisik (Thompson, 2013).

Temuan pemeriksaan fisik tergantung pada ukuran dan lokasi yang cacat.

Pada palpasi prekordium: ventrikel dexter pulsasi paling mencolok di perbatasan

sternal sinistra. Impuls batas sternal sinistra superior dapat tercatat jika pasien

menderita hipertensi pulmonal. Pada auskultasi suara cor: terjadi suara yang lebar,

tetap, split S2 adalah karakteristik ASD dan dapat dievaluasi dengan baik ketika

pasien duduk atau berdiri. Murmur tambahan yang mungkin terauskultasi, antara

lain: mid-sistolik pada aliran paru atau ejeksi, tercatat dalam shunt kiri-ke-kanan

yang lebih besar, murmur diastolik bernada rendah yang dapat didengar ketika

arteri pulmonalis telah melebar, murmur apikal yang terlambat atau holosystolic

murmur menjalar ke axilla, ditemukan pada pasien dengan regurgitasi mitral

karena ASD, gemuruh diastolik meningkat dengan inspirasi dapat tercatat pada

pasien dengan pirau kiri-ke-kanan, dan disebabkan oleh peningkatan aliran yang

melintasi katup trikuspidalis. Suara jantung S4 akan tercatat pada pasien dengan

hipertensi pulmonal karena ASD (Thompson, 2013).

3. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang, yaitu:

• Echocardiogram

Dengan alat ini dapat digunakan pilihan untuk diagnosis: a)

Echocardiogram Transthoracic (TTE) dengan warna: gelombang doppler akan

menunjukkan pancaran darah dari atrium sinistrum ke atrium dextrum. Sebuah

studi “bubble (gelembung)” dapat dilakukan. Gelembung bergerak dari atrium

dextrum ke atrium sinistrum menunjukkan bahwa tekanan pada atrium dextrum

lebih tinggi, b) Transesophageal echocardiogram mungkin diperlukan jika ASD

tidak tervisualisasi pada TTE atau untuk membantu dalam menentukan ukuran

dan kelainan yang bersamaan (Thompson, 2013).

• Foto thorax

Pada foto thorax mungkin yang normal. Pada kehidupan selanjutnya,

mungkin menunjukkan siluet jantung membesar dan edema paru. Pada pasien

2

Page 3: Atrial Septal Defects

yang menderita cacat sinus vena (lokasi cacat dekat dengan vena cava superior

atau vena cava inferior), "tanda pedang" dapat terlihat. Tanda ini berbentuk

vertikal, melengkung di sisi kanan dengan kerapatan linier pericardiak yang

meningkatkan lebarnya tepat saat mendekati sudut cardiophrenic (Thompson,

2013).

EKG

Pada pemeriksaan menggunakan EKG dapat ditemukan interval PR

yang berkepanjangan pada pasien dengan blok jantung tingkat pertama, blokade

cabang berkas kanan yang tidak lengkap, takik gelombang R di lead inferior,

deviasi sumbu kiri dari gelombang QRS, yang paling sering terlihat pada ASD

primum, yang ada pada katup mitral atau triscupidalis, deviasi sumbu kanan dari

gelombang QRS (pada ostium secundum ASD), deviasi sumbu kiri gelombang P

(pada cacat sinus vena) (Thompson, 2013).

4. Pengobatan dan Penatalaksanaan

Pilihan pengobatan ditentukan berdasarkan waktu penemuan dan ukuran

serta lokasi yang cacat. Pasien dengan hipertensi pulmonal yang signifikan

sebaiknya diobati sesuai gejala gagal cor. Koreksi bedah sangat ideal sebelum

hipertensi pulmonal berkembang dan memiliki risiko terendah dari komplikasi

bila dilakukan pada usia pasien <25 tahun. Penutupan dapat dilakukan sebagai

operasi jantung terbuka atau perkutaneus (Thompson, 2013).

Menurut Teo dkk., cardiac remodeling pascapenutupan ASD telah terbukti

menjadi hal awal, dengan penurunan ukuran ventrikel dexter dan atrium dextrum

terjadi pada minggu pertama pascapenutupan dan setelah 4 bulan tidak ada

perubahan yang terlihat. Perubahan yang signifikan juga terjadi pada ventrikel

sinister, dengan peningkatan dimensi ventrikel sinister pada pascapenutupan,

tetapi tanpa perubahan di dimensi atrium sinistrum. Karena bentuk

echocardiographic, metode echocardiographic secara kuantitatif untuk

mengevaluasi volume ventrikel dexter sulit dan dengan demikian terbatas pada

pengukuran dua dimensi saja. Parameter cor sisi dexter yang diukur telah

mencantumkan diameter ventrikel dexter dan atrium dextrum, diameter RVOT

3

Page 4: Atrial Septal Defects

serta penilaian gerak septum paradoks. Bahkan pada satu bulan pascapenutupan

ASD, berarti ukuran ventrikel dexter dan diameter rata-rata RVOT berkurang

secara signifikan ke dalam batas normal, panjang atrium dextrum menunjukkan

kecenderungan pemendekan pada satu bulan dan mencapai signifikansi pada 6

bulan. Pada satu tahun, sepertiga dari pasien menunjukkan persisten pembesaran

ventrikel dexter (Teo et al., 2008).

Data tersebut dengan penilaian lebih akurat pada dimensi atrium dextrum

jelas menunjukkan pengurangan volume pada semua pasien. Penutupan hasil ASD

secundum dalam penurunan volume ventrikel dexter yang teridentifikasi (diukur

dengan echocardiography transthoracic) dibandingkan dengan subyek kontrol

pada 24 bulan setelah penutupan. Namun area atrium dextrum yang teridentifikasi

tetap lebih besar daripada kelompok kontrol. Penurunan di area atrium dextrum

yang teridentifikasi selama 12 bulan follow up pertama masa tindak lanjut adalah

terkait dengan usia muda pada saat penutupan. Fungsi ventrikel sinister secara

keseluruhan telah terlihat untuk peningkatan setelah penutupan ASD secara

perkutaneus (Teo et al., 2008).

Dalam penelitian terbaru, indeks kinerja miokard (MPI), ukuran sistolik

gabungan dan fungsi diastolik meningkat secara signifikan untuk kedua ventrikel

dexter dan ventrikel sinister pada pasien yang menjalani penutupan ASD secara

perkutaneus. Indeks yang sama diukur pascabedah penutupan ASD telah terbukti

tidak berbeda nyata dan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa hal ini

dapat dikontribusikan oleh cardiopulmonary bypass, yang dihindari oleh

penutupan secara perkutaneus (Teo et al., 2008).

Sedangkan menurut Dardas, dkk., studi baru-baru ini, termasuk 151 pasien

yang menjalani penutupan ASD secundum secara perkutaneus dengan sukses,

menunjukkan hasil jangka panjang yang baik (penutupan defek lengkap, dengan

hasil yang konsisten, bebas dari kematian atau komplikasi yang signifikan pada

tiga tahun tindak lanjut). Sebuah penelitian di Kanada yang diterbitkan pada tahun

2005 menunjukkan peningkatan yang berkelanjutan fungsi ventrikel sinister dan

ventrikel dexter pada penutupan secara perkutaneus serta pengurangan ukuran

atrium sinistrum (Dardas, 2010).

4

Page 5: Atrial Septal Defects

Penelitian baru yang lain, tindakan lanjut selama empat tahun pada 103

pasien yang menjalani penutupan ASD secara perkutaneus dengan perangkat

Amplatzer menunjukkan tingkat komplikasi jangka pendek dan panjang yang

sangat rendah. Hasil ini tentang ASD penutupan secara perkutaneus sebanding

dengan intervensi bedah. Dalam satu percobaan multisenter non-acak,

membandingkan pasien yang menjalani penutupan perkutaneus (442 pasien)

dibandingkan dengan penutupan bedah (154 pasien), tidak ada perbedaan yang

signifikan secara statistik mengenai tingkat keberhasilan awal. Bagaimanapun ada

komplikasi tingkat yang lebih tinggi secara langsung pada kelompok bedah

(Dardas, 2010).

Komplikasi segera setelah ASD penutupan perkutaneus dengan perangkat

Amplatzer merupakan hal yang langka dan melibatkan prosedur tahap sangat

awal. Komplikasi akhir bahkan jarang. Ada peningkatan frekuensi aritmia

sementara selama periode awal setelah implantasi. Hal ini diamati pada pasien

tersebut, namun beban aritmia kecil dan sementara tanpa konsekuensi klinis. Ada

laporan kasus dalam literatur tentang embolisasi, baik awal atau akhir, karena

teknik implantasi suboptimal. Hal ini terutama disebabkan oleh penggunaan alat

yang terlalu kecil untuk ukuran defek atau kurangnya rim yang cukup di

perbatasan defek inferior-posterior. Tingkat pembentukan trombus pada perangkat

Amplatzer sangat rendah (Dardas, 2010).

Dalam penelitian ini, tidak ada yang berkhir dengan kematian selama masa

tindak lanjut. Ada laporan kasus yang jarang terjadi dalam literatur ruptur jantung,

yang tentu saja komplikasi yang sangat buruk. Ada juga laporan fistula antara

atrium sinistrum dan atrium dextrum. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan

perangkat yang terlalu besar sehingga menyebabkan pecahnya dinding cor

(Dardas, 2010).

Studi yang lain baru-baru ini menunjukkan probabilitas yang sangat kecil

pada erosi miokard karena perangkat (0,1%). Hal ini lebih mungkin terjadi pada

pasien dengan ASD yang terletak di dekat dinding aorta dan pada pasien dengan

perangkat yang terlalu besar. Menurut sebuah studi yang berbeda, perforasi

jantung biasanya diamati selama periode pasca-prosedural secara langsung, tetapi

5

Page 6: Atrial Septal Defects

mungkin terjadi sampai tiga tahun kemudian. Namun, kemungkinan komplikasi

ini sangat rendah. Tidak ada tanda-tanda yang berhubungan dengan endokarditis

infektif dalam kelompok tersebut. Namun, ada satu laporan kasus infeksi pada dua

bulan tindakan lanjut, karena itu dianggap penting untuk memberikan antibiotik

profilaksis sampai pembentukan endotheli pada perangkat, yang biasanya terjadi

pada dua belas bulan (Dardas, 2010).

Menurut Dardas, dkk. selanjutnya, data tersebut tidak ada kejadian

disfungsi katup atrioventrikular, obstruksi vena cava, atau obstruksi dari aliran

pembuluh darah pulmo kanan atau sinus koroner pada pasiennya. Namun,

anggapan itu penting untuk mengevaluasi hubungan anatomi struktur ini dengan

perangkat, menggunakan TEE sebelum memasang perangkat. Sebagaimana

disebutkan di atas, ada satu kasus deformasi perangkat segera setelah implantasi

yang secara bertahap pulih selama follow up enam bulan. Hal ini sesuai dengan

laporan lain bahwa deformasi perangkat parsial sementara dapat terjadi, tetapi

secara bertahap dipulihkan selama masa tindak lanjut (follow up) (Dardas, 2010).

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada ASD, antara lain:

• Penyakit dekompresi

• Emboli paradoxalitas

• Sindrom Eisenmenger

• Hipertensi pulmonal

• Gagal cor-sisi dexter

• Fibrilasi atrium atau flutter (Thompson, 2013).

6

Page 7: Atrial Septal Defects

DAFTAR PUSTAKA

Dardas, Petros S. et al. 2010. Percutaneous closure of atrial septal defects:

immediate and mid-term results. Hellenic J Cardiol. 51:104-12.

Teo, SL. et al. 2008. Percutaneous closure of atrial septal defects leads to

normalisation of atrial and ventricular volumes. J Cardiovasc

Magn Reson. 10(1):55.

Thompson, Erin. 2013. Atrial septal defect. Journal of the American

Academy of Physician Assistants. 26(6):53-4.

7