Atresia Bilier

44
Referat Atresia Bilier Dosen pembimbing: dr. Stanley K. Olivier, Sp.B Hartogu Aprico Humisar Panjaitan (10-074) Kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

description

Best!

Transcript of Atresia Bilier

Page 1: Atresia Bilier

Referat Atresia Bilier

Dosen pembimbing: dr. Stanley K. Olivier, Sp.BHartogu Aprico Humisar Panjaitan (10-074)

Kepaniteraan Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Page 2: Atresia Bilier

Pendahuluan

Atresia Bilier

Tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu

Page 3: Atresia Bilier

• Atresia Bilier kondisi obstruksi saluran bilier yang sangat jarang ditemukan

• Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak

• Insidensi 1:15.000 - 1:67.000 kelahiran hidup

• Perempuan:laki-laki 2:1

Page 4: Atresia Bilier
Page 5: Atresia Bilier

Anatomi

• Vesica felea• Ductus cysticus• Ductus hepaticus• Ductus choledocus

Page 6: Atresia Bilier
Page 7: Atresia Bilier
Page 8: Atresia Bilier

Dua (2) bentuk Atresia Bilier:

Sindrom Atresia Bilier (tipe embrionik)Berhubungan dengan anomali kongenital lain, seperti: sindrom polisplenia, malrotasi intestinal, situs inversus, defek kardiak.Variasi 10-20% dari keseluruhan kasus.

Non-Sindrom Atresia Bilier (tipe perinatal)Kelainan anomali yang berdiri sendiri, dan terjadi pada lebih dari 90% kasus

Page 9: Atresia Bilier

Etiologi dan Patogenesis• Sistem bilier berasal dari divertikulum hepatik

pada foregut di usia 4 minggu gestasi, dan mengalami diferensiasi ke kranial dan kaudal.

– Kranial membentuk duktus ekstrahepatik ke arah proksimal dan paling banyak membentuk sistem bilier intrahepatik.

– Kaudal membentuk kantong empedu, duktus sistikus, dan CBD (common bile duct)/ duktus kholedokus

Page 10: Atresia Bilier
Page 11: Atresia Bilier

• Tan, et al, menyatakan bahwa atresia bilier berasal dari kegagalan remodeling struktur dasar (plate) duktus, antara minggu ke-11 dan 13 gestasi ikatan mesenkimal tidak adekuat disekeliling hilus duktus bilier, yang berpotensi menjadi ruptur pada saat awal aliran empedu keluar, di minggu ke-12 dan 13 gestasi

Page 12: Atresia Bilier
Page 13: Atresia Bilier

Klasifikasi

Page 14: Atresia Bilier

Gejala Klinis

Seluruh derajat atau tipe atresia bilier akan memperlihatkan gejala:– Jaundice/ikterik, oleh karena peningkatan kadar

bilirubin terkonjugasi/ bilirubin direk– Clay-clored stool (acholic stools) dengan urin

berwarna pekat seperti teh– Pembesaran hepar (hepatomegali)

Page 15: Atresia Bilier

Dengan gejala tambahan lain, seperti:– Failure to thrive (gagal tumbuh)– Koagulopati – Anemia

Jika kondisi semakin berat dan lanjut– Ascites– Hernia umbilikal– Prominent abdominal veins– Respiratory discomfort

Page 16: Atresia Bilier

• Kebanyakan pasien yang tidak segera mendapatkan penanganan, akan meninggal dalam 1 tahun kehidupannya.

• Berdasarkan rata-rata usia, <60 hari, 5% gejala akan terlihat, 60-90 hari, 40% gejala klinis tampak, 90-120 hari, 30%, dan >120 hari, 25% pasien memperlihatkan gejala klinisnya

Page 17: Atresia Bilier

Diagnosis

• Anamnesis

• Pemeriksaan fisik

• Pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium dan radiologi pencitraan

Page 18: Atresia Bilier

Laboratorium • Adanya peningkatan kadar bilirubin dalam darah

(terutama bilirubin direk).

• Peningkatan kadar γ-GT (gamma-glutamyl transferase)

• Peningkatan kadar SGOT dan SGPT

• Adanya serum Lipoprotein-X (Lp-X) yang positip diseluruh kasus atresia bilier (lebih dari 300 mg/dl), merupakan tanda khas pada atresia bilier

Page 19: Atresia Bilier

Ultrasonografi• Untuk menilai normal kantong empedu (panjangnya >1,5

cm), puasa minimal 4 jam sebelum dilakukan USG. Jika kantong empedu mengecil atau tidak tervisualisasi, maka diagnosis atresia bilier dapat dicurigai.

• Ditemukannya “triangular cord” tanda yang khas dan sangat spesifik pada temuan USG akan adanya atresia bilier

Page 20: Atresia Bilier

Pencitraan

• Penggunaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiografi)

• Penggunaan Laparoscopy-guided cholangiography

• PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)

• CIO (Cholangiography Intra-Operative)

Page 21: Atresia Bilier

Penatalaksanaan

Ada 2 (dua) fase:• Fase I: Mempertahankan fungsi hati pasien

dengan melakukan tindakan Kasai prosedur-portoenterostomi

• Fase II: Jika aliran empedu tidak adekuat, maka dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi hepar. Hal ini juga dapat ditentukan berdasarkan sistem skoring pasca Kasai portoenterostomi

Page 22: Atresia Bilier

Skoring prediktor transplantasi hepar pasca prosedur Kasai

Skor berdasarkan penjumlahan keseluruhan 9 faktor tersebut. Jika nilai skor ≥8, memiliki sensitivitas yang tinggi (96,9%) dan spesifitas (89,5%) untuk memprediksikan perlunya transplantasi hepar pasca Kasai portoenterostomi

Page 23: Atresia Bilier

Penanganan preoperatif

• Pemberian vitamin K, beberapa hari sebelum operasi, dengan dosis 1-2 mg/kg, secara intramuskular

• Pemberian antibiotik spektrum luas preoperasi

Page 24: Atresia Bilier

Penanganan operatif

1. Insisi transversal supraumbilikal, diagnosis dikonfirmasi dengan inspeksi pada jaringan hepar dan saluran bilier. Kebanyakan kasus, terdapat komplit ekstrahepatik atresia bilier, dimana kantong empedu mengecil dan fibrotik (gambar 1). Jika kantong empedu masih paten, atau jika terdapat kista pada hilus hepar, warnanya dicatat dan dilakukan tindakan kolangiografi intraoperatif.

Page 25: Atresia Bilier

Kantong empedu mengecil dan fibrotik

Gambar 1

Page 26: Atresia Bilier

2. Hepar dikeluarkan dari rongga abdomen dengan menyisihkan ligamentum falsiformis dan ligamentum triangulare kanan dan kiri. Keseluruhan cabang duktus bilier dipisahkan, termasuk jaringan fibrotik, untuk memberikan tempat antara bagian kanan dan kiri vena porta.

Page 27: Atresia Bilier
Page 28: Atresia Bilier

3. Suatu loop Roux-en-Y, dipersiapkan, dengan panjang 40-50 cm, dan dilewatkan melalui mesokolon menuju hilus hepar.

4. Dilakukan anastomosis antara tepi jaringan yang didiseksi di hilus hepatis dengan sisi antimesenterium loop dari Roux (intestinal) (gambar 2)

5. Dilakukan biopsi hepar

Page 29: Atresia Bilier

A B

Gambar 2. A. Menunjukkan skema roux-en-y pada prosedur Kasai Portoenterostomi, B. Teknik penjahitan antara yeyunum dengan hilus hepatis

Page 30: Atresia Bilier
Page 31: Atresia Bilier

Penanganan Pascaoperatif

Page 32: Atresia Bilier

• Pada beberapa sentra penelitian, diberikan metilprednisolon intravena sebesar 20 mg-hari pertama pasca operasi.

• Dosis ini dikurangi 2,5 mg perharinya. Sampai dosis mencapai 5 mg per hari dan pasien sudah seluruhnya mendapatkan diet, prednisolon oral dapat diberikan dengan dosis 5 mg per harinya, selama periode 1 (satu) minggu

Page 33: Atresia Bilier

• Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid ini biasanya dimulai dengan metilpredinisolon intravena, mulai sejak hari pertama pasca operasi sampai 7-10 hari setelahnya, dan diikuti dengan pemberian prednisolon per oral dan pengurangan dosis secara perlahan selama 2-3 minggu

Page 34: Atresia Bilier

Alasan mengapa perlu pemberian kortikosteroid pasca prosedur Kasai?

• Kortikosteroid dapat meningkatkan aliran empedu (bile) dengan cara:– menurunkan edema dan deposisi kolagen, – menghambat migrasi monosit dan limfosit, – menghambat terbentuknya jaringan parut, memiliki

efek kloretik dengan cara menstimulasi aliran empedu melalui fraksi garam bebas empedu, yang diinduksi oleh adanya aktivitas pompa Na+, K-ATPase

Page 35: Atresia Bilier

Komplikasi dan Prognosis

• Komplikasi segera pasca Kasai, seperti kolangitis, perdarahan, anastomosis leakage, jaundice yang memanjang, dan obstruksi intestinal.

• Komplikasi lambat pasca Kasai, adalah berhentinya aliran empedu, kolangitis yang berulang, hipertensi portal, ascites, sindrom hepato-pulmonari, dan bendungan empedu di dalam hati dan juga sirosis

Page 36: Atresia Bilier

Kolangitis• 30% - 50% pasien pasca Kasai dalam dua tahun

pertamanya

• Demam atau hipotermia, muntah-muntah, ikterik, hepatosplenomegali, nyeri perut/distensi abdomen dan feses yang pucat

• Peningkatan serum bilirubin, leukositosis dengan pergeseran ke kiri, peningkatan kadar dari C-reactive protein (CRP), peningkatan kadar alkali fosfatase, gamma-GT, dan transaminase

Page 37: Atresia Bilier

• Disebabkan oleh adanya infeksi pada vena porta, rusaknya saluran drainase pada limfatik porta hepatis, dan infeksi langsung yang melalui fistula bilier internal porta hepatis

• Penanganan: resusitasi cairan, pemberian antibiotik spektrum luas secara intravena (pada beberapa tempat penelitian menggunakan steroid) selama 7-10 hari pascaoperasi

Page 38: Atresia Bilier

Hipertensi Portal

• Berkisar 75% setelah prosedur Kasai dilakukan, walaupun terdapat aliran empedu yang sudah baik

• Manifestasi:– perdarahan varises esofagus (20%-60%),– hipersplenisme (16%-35%), dan – ascites.

• Penanganan kasus ini simtomatik, dan perlu penanganan lanjut berupa transplantasi hepar

Page 39: Atresia Bilier

Sindroma Hepato-Pulmonari

• Oleh karena difusi cairan dari shunting arteriovena intrapulmoner dan hipertensi pulmonari, pada beberapa pasien setelah bertahun-tahun pasca prosedur Kasai

• Hipoksia, sianosis, dispneu dan clubbing fingers transplantasi hepar

Page 40: Atresia Bilier

Prognosis

1. Pengalaman operator dan infrastruktur tempat dimana operasi ini dilakukan

2. Luasnya kerusakan hepar sebelum di operasi3. Frekuensi terjadinya kejadian kolangitis4. Pasien-pasien dengan sindrom atresia bilier

(BASM= Biliary Atresia Sphlenic Malformation), prognostik buruk, dibandingkan dengan yang bukan sindrom.

Page 41: Atresia Bilier

5. Usia saat dilakukan operasi.Dalam hal ini, beberapa peneliti menyatakan sebagai berikut angka kesintasan 10 tahun pasca prosedur Kasai, jika dikerjakan:

– sebelum 60 hari = 68%– 61 – 70 hari = 39%– 71 – 90 hari = 33%– diatas 91 hari = hanya 15%

Page 42: Atresia Bilier

6. Persiapan preoperasi, yang adekuat, turut mendukung prognostik pasien pasca tindakan Kasai. Seperti pemberian antibiotik spektrum luas sesaat sebelum operasi, pemberian vitamin K, beberapa hari sebelum operasi, dan diet dengan menggunakan susu MCT (Medium Chain Trygliceride)

Page 43: Atresia Bilier

Daftar Pustaka1. Sinha CK, Davenport M. Biliary atresia. J Indian Assoc Pediatr Surg 2008;13(Issue 2):49-562. Yamataka A, Kato Y, Miyano T. Biliary tract disorders and portal hypertension. In: Holcomb

III GW, Murphy JP, Ostlie DJ, editors. Aschraft’s Pediatric Surgery 5th ed. Saunders Elsevier.; 2010.p.557-77

3. Altman RP, Butchmiler TL. The jaundiced infant: biliary atresia. In: Grossfeld JL, O’Neill Jr JA, Fonkalsrud EW, Coran AG, editors. Pediatric Surgery 6th ed. Mosby Inc.; 2006.p.1603-19

4. Khalil BA, Thamara M, Perera PR, Mirza DF. Clinical practice: management of biliary atresia. Eur J Pediatr 2010;169:395-402

5. Chardot C. Biliary atresia. Orphanet Journal of Rare Disease 2006;1(28):1-96. Hadzic N. Biliary atresia. Acta Medica Academica 2009;38:92-1037. Mieli-Vergani G, Vergani D. Biliary atresia. Semin Immunopathol 2009;31:371-818. Jiang CB, Lee HC, Yeung CY, Sheu JC, Chang PY, Wang NL, et al. A scoring system to predict

the need for liver transplantation for biliary atresia after Kasai portoenterostomy. Eur J Pediatr 2003;162:603-6

9. Ohi R. Surgery for biliary atresia. Liver 2001;21:175-8210. Willot S, Uhlen S, Michaud L, Briand G, Bonnevalle M, Sfeir R, et al. Effect of

ursodeoxycholic acid on liver function in children after successful surgery for biliary atresia. Pediatrics 2008;122:e1236-41

Page 44: Atresia Bilier

Terima Kasih